Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit jantung koroner adalah gangguan yang terjadi pada jantung akibat
suplai darah ke Jantung yang melalui arteri koroner terhambat. Penyakit jantung

koroner merupakan pembunuh nomor satu di negara-negara maju dan dapat juga
terjadi di negara-negara berkembang. Organisasi kesehatan duina (WHO) telah
mengemukakan fakta bahwa penyakit jantung koroner (PJK) merupakan epidemi
modern dan tidak dapat dihindari oleh faktor penuaan. Ketidaksiapan pasien PJK
pulang dari rumah sakit akan berdampak terhadap rawatan ulang sebagai akibat dari
pelaksanaan program discharge planning yang belum efektif selama dirawat.
discharge planning yang baik dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan dan kualitas hidup pasien penyakit jantung koroner.
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi
hampir semua pasien.berbagai kemungkinan buruk yang akan membahayakan bagi
pasien bisa saja terjadi sehingga diperlukan peran penting perawat dalam setiap
tindakan keperawatan dengan melakukan intervensi keperawatan yang tepat untuk
mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis.
Oleh karena itu perlu diberikan informasi kepada pasien agar mampu
mengenali tanda bahaya untuk dilaporkan kepada tenaga medis. Sebelum pemulangan
pasien dan keluarganya harus mengetahui bagaimana cara memanajemen pemberian
perawatan di rumah dan apa yang diharapkan di dalam memperhatikan masalah fisik
yang berkelanjutan karena kegagalan untuk mengerti pembatasan atau implikasi
masalah kesehatan (tidak siap menghadapi pemulangan) dapat menyebabkan pasien
meningkatkan komplikasi (Perry & Potter, 2006).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Pengertian Discharge planning
2. Pemberi Layanan Discharge planning
3. Penerima Discharge Planning
4. Tujuan Discharge Planning
5. Prinsip Discharge Planning
6. Proses Pelaksanaan Discharge Planning
7. Unsur-Unsur Discharge Planning
8. Cara Mengukur Discharge Planning
9. Kesiapan Pasien Menghadapi Pemulangan

10. Kriteria Pemulangan


1.3

TUJUAN
1. Mahasiswa Mampu Memahami tentang Discharge planning, Tahap-tahapnya,
metode pelaksanaannya, dan Kriteria Discharge planning
2. Mahasiswa Mampu memahami tentang Rehabilitasi pada pasien Kardiovaskuler
dan mengetahui proses dan pelaksanaannya

BAB II
PEMBAHASAN
2.1PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
Penyakit jantung koroner adalah gangguan yang terjadi pada jantung akibat
suplai darah ke Jantung yang melalui arteri koroner terhambat. Kondisi ini
terjadi karena arteri koroner (pembuluh darah di jantung yang berfungsi

menyuplai makanan dan oksigen bagi sel-sel jantung) tersumbat atau


mengalami penyempitan karena endapan lemak yang menumpuk di dinding
arteri (disebut juga dengan plak). Proses penumpukan lemak di pembuluh
arteri ini disebut aterosklerosis dan bisa terjadi di pembuluh arteri lainnya,
tidak hanya pada arteri koroner. Arteri koroner adalah pembuluh darah di
jantung yang berfungsi menyuplai makanan bagi sel-sel jantung.
Berkurangnya

pasokan

darah

karena

penyempitan

arteri

koroner

menimbulkan rasa nyeri di dada (gejala ini dikenal dengan istilah angina).
Umumnya hal ini terjadi setelah penderita melakukan aktivitas fisik yang berat
atau saat mengalami stress. Bila arteri koroner tersumbat dan darah sama
sekali tidak bisa mengalir ke jantung, penderita bisa mengalami serangan
jantung, dan ini dapat terjadi kapan saja, bahkan ketika penderitanya dalam
keadaan tidur.
Penyakit jantung koroner menyebabkan kemampuan jantung memompa
darah ke seluruh tubuh melemah. Dan jika darah tidak mengalir secara
sempurna ke seluruh tubuh, maka penderitanya akan merasa sangat lelah,
sulit bernafas (paru-paru dipenuhi cairan), dan timbul bengkak-bengkak di
kaki dan persendian.

2.2 DISCHARGE PLANNING


Pasien PJK mengalami penurunan fungsi jantung akibat dari suplai an kebutuhan
oksigen yang tidak seimbang sehingga pasien mengalami ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan perawatan dirinya sendiri secara mandiri dalam semua aspek
kebutuhan meliputi biopsikososial (Hasymi, 2009). Dijelaskan oleh Orem (2001)
dalam teori self care deficit bahwa upaya keperawatan dalam memenuhi kebutuhan
individu dengan cara mengenal dan memenuhi kebutuhannya yaitu melalui
supporting educative nursing system. Sistem pendukung edukasi diberikan dalam
bentuk arahan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan diri dengan cara memberikan
dorongan secara fisik dan psikologis pada pasien, serta mengajarkan pasien mengenai
prosedur dan aspek-aspek tindakan agar pasien dapat melakukan perawatan diri
sendiri secara mandiri setelah kembali ke rumah. Discharge planning merupakan
salah satu upaya mempersiapkan atau memandirikan pasien agar mampu melakukan

perawatan terhadap diri sendiri mencapai keseiapan fisik, psikis, dan social (Potter &
Perry, 2006).
Pasien pasca serangan jantung yang disiapkan kepulangannya dengan diberikan
konseling dan pendidikan kesehatan serta berbagi pengalaman penyakit yang diatur
dalam bentuk grup konseling saat awal di rumah sakit sampai pulang ternyata efektif
meningkatkan kesiapan pulang pasien secara fisik,psikis, social dan spiritual.
Kesiapan tersebut secara langsung meningkatkan kualitas hidup pasien PJK karena
pasien paska serangan jantung sering mengalami penurunan kualitas hidup dapat
berdampak terhadap penurunan kesehatan jantung (Bagheri, Memarian & Alhani,
2007).
A. Pemberi Layanan Discharge planning
Seseorang yang merencanakan pemulangan atau koordinator asuhan
berkelanjutan (continuing care coordinator) adalah staf rumah sakit
berfungsi sebagai konsultan untuk proses

discharge planning

yang

bersamaan

dengan fasilitas kesehatan, menyediakan pendidikan kesehatan, dan memotivasi


staf rumah sakit untuk merencanakan dan mengimplementasikan

discharge

planning (Discharge Planning Association, 2008).

B. Penerima Discharge Planning


Semua pasien yang dihospitalisasi memerlukan discharge planning
(Discharge Planning Association, 2008). Namun ada beberapa kondisi yang
menyebabkan pasien beresiko tidak dapat memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan yang berkelanjutan setelah pasien pulang, seperti pasien yang
menderita penyakit terminal atau pasien dengan kecacatan permanen (Rice, 1992
dalam Perry & Potter, 2005).
C. Tujuan Discharge Planning
Discharge planning

bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan

spesifik untuk mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang


(Capernito, 1999). Juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik

untuk

menjamin keberlanjutan asuhan berkualitas antara rumah sakit dan komunitas

dengan memfasilitasi komunikasi yang efektif (Discharge Planning Association,


2008).
D. Prinsip Discharge Planning
Ketika

melakukan

discharge planning

dari suatu lingkungan ke

lingkungan yang lain, ada beberapa prinsip yang harus diikuti/diperhatikan.


Berikut ini adalah beberapa prinsip yang dikemukakan oleh The Royal Marsden
Hospital (2004), yaitu :
1. Discharge planning harus merupakan proses multidisiplin, dimana sumbersumber untuk mempertemukan kebutuhan pasien dengan

pelayanan

kesehatan ditempatkan pada satu tempat.


2. Prosedur discharge planning harus dilakukan secara konsisten dengan kualitas
tinggi pada semua pasien
3. Kebutuhan pemberi asuhan (care giver) juga harus dikaji.
4. Pasien harus dipulangkan kepada suatu lingkungan yang aman dan adekuat.
5. Keberlanjutan perawatan antar lingkungan harus merupakan hal yang
terutama.
6. Informasi tentang penyusunan pemulangan harus diinformasikan antara tim
kesehatan dengan pasien/ care giver , dan kemampuan terakhir disediakan
dalam bentuk tertulis tentang perawatan berkelanjutan.
7. Kebutuhan atas kepercayaan dan budaya pasien harus dipertimbangkan ketika
menyusun discharge planning .
E. Cara Mengukur Discharge Planning
Sebuah

discharge planning

dikatakan baik apabila pasien telah

dipersiapkan untuk pulang, pasien telah mendapatkan penjelasan-penjelasan yang


diperlukan, serta instruksi-instruksi yang harus dilakukan, serta apabila pasien
diantarkan pulang sampai ke mobil atau alat
transportasi

lainnya

(The

Royal

Marsden

Hospital,

2004).

Kesuksesan tindakan discharge planning menjamin pasien mampu melakukan


tindakan perawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah

meninggalkan

rumah sakit (Hou, 2001 dalam Perry & Potter, 2006). Hal ini dapat dilihat dari
kesiapan pasien untuk menghadapi pemulangan, yang diukur dengan kuesioner.
F. Kesiapan Pasien Menghadapi Pemulangan
1. Status personal
5

Status personal yang dirasakan oleh pasien diukur meliputi keyakinan pasien
untuk pulang, kesiapan fisik, nyeri, kekuatan, energi, kesiapan emosional, dan
stress. Program discharge planning juga terdapat tentang rehabilitasi jantung fase
satu yaitu adanya pemberian pendidikan kesehatan PJK termasuk konseling,
pengaturan diet, modifikasi factor resiko dan manajemen stress ditambah dengan
latihan fisik. Rehabilitasi jantung terutama latihan fisik pada pasien PJK akan
membantu menurunkan kadar total kolesterol dan LDL kolesterol penyebab
utama terjadinya PJK. Penurunan kolesterol membantu untuk mengurangi
penyumbatan arteri koroner, dimana penyumbatan yang berkurang tersebut dapat
menyebabkan suplai oksigen menjadi adekuat. Kemudian, dilanjutkan dengan
pengurangan kerusakan sel otot jantung yang mengakibatkan nyeri dada
berkurang, suplai oksigen ke jaringan jadi adekuat juga. Kelelahan dan
kelemahan yang terasa berubah jadi bertenaga dan lebih berenergi. Dengan
demikian, rehabilitasi jantung fase satu diyakini dapat mengurangi nyeri, menjadi
bertenagan dan berenergi, dan mempengaruhi kesiapan fisik dan kesiapan pulang
pasien (Yahya, 2010).Pengaruh dari rehabilitasi jantung tidak hanya mengurangi
gejala fisik melainkan mempengaruhi pengurangan gejala secara psikososial
seperti cemas dan stress akibat dari serangan PJK. Latihan fisik yang dilakukan
secara efektif dapat meningkatkan pelepaan opioid endogen yang menciptakan
perasaan sejahtera untuk mengurangi rasa cemas dan stress (Potter & Perry,
2005).

2. Pengetahuan
Khan, et al. (2006) mengemukakan bahwa pasien yang mengalami serangan
jantung sebagian besar kurang pengetahuan tentang gejala akan terjadinya
serangan jantung, nyeri dada, palpitasi, diforesis dengan angka statistik sebesar
63% dari 720 orang ehingga terlambat dibawa ke rumah sakit sampai
menyebabkan kematian mendadak. Khan, et al (2006) juga melakukan penelitian
terjadinya PJK didapatkan 68% pasien memiliki pengetahuan yang rendah. Saran
dari kedua hasil penelitian ini , Khan et al. menyarankan bahwa agar pasien
diberikan pengetahuan tentang PJK. Discharge planning merupakan stimulus
yang diberikan melalui media yang melibatkan indra pengelihatan dan
pendengaran setelah itu stimulus ditransfer dalam otak unruk melakukan proses
berfikir dan mempertimbangkan terhadap stimulus. Stimulus yang diterima
kemudian dicoba untuk dilakukan sehingga timbul keyakinan terjadinya

kemandirian dalam merawat diri dan kesiapan untuk mencegah terjadinya


kekambuhan.
3. Kemampuan koping
Kondisi psikologis pasien setelah mendapatkan serangan jantung
atau menderita PJK sering mengalami kecemasan, khawatir,
ketidakpastian dan ambigu, takut akan timbul serangan jantung
lagi, dan kerusakan kesehatan , serta kebosanan. Kecemasan dan
depresi mempengaruhi kualitas hidup, kepatuhan, dan prognosis
pasien PJK. Discharge planning merupakan strategi mekanisme
koping dalam mempersiapkan pasien pulang ke rumah dari rumah
sakit dengan keadaan yang tidak mengalami kecemasan dan
depresi paska serangan PJK sehingga pasien memiliki kemampuan
koping setelah sampai di rumah. Menurut Potter dan Perry (2005),
pemberian pengajaran dan pembelajaran terkait masalah koping
adalah cara perawatan di rumah yakni seperti obat-obatan, diet,
aktifitas, rehabilitasi lanjutan, dan pencegahan komplikasi.

G. Kriteria Pemulangan
Capernito (1999) mengatakan bahwa sebelum pulang pasien pasca bedah
dan keluarga akan mampu menggambarkan pembatasan aktivitas di
menggambarkan penatalaksanaan luka dan nyeri di rumah,

rumah,

mendiskusikan

kebutuhan cairan dan nutrisi untuk pemulihan luka, menyebutkan tanda dan
gejala yang harus dilaporkan pada tenaga
perawatan lanjutan yang diperlukan.

kesehatan, serta menggambarkan

Sedangkan Perry dan Potter (2005)

mengatakan bahwa pada saat pulang, pasien harus mempunyai pengetahuan,


keterampilan, dan sumber yang dibutuhkan untuk memenuhi perawatan dirinya.
Kesuksesan tindakan discharge planning menjamin pasien mampu melakukan
tindakan perawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah

meninggalkan

rumah sakit (Hou, 2001 dalam Perry & Potter, 2006). Oleh karena itu pasien
dinyatakan siap menghadapi pemulangan apabila pasien

mengetahui

pengobatan, tanda-tanda bahaya, aktivitas yang dilakukan, serta

perawatan

lanjutan di rumah (The Royal Marsden Hospital, 2004). Pasien dan keluarga
memahami diagnosa, antisipasi tingkat fungsi, obat-obatan

dan tindakan

pengobatan untuk kepulangan, antisipasi perawatan tindak lanjut, dan respons


yang diambil pada kondisi kedaruratan (Perry & Potter, 2005).

BAB III
PELAKSANAAN DISCHARGE PLANNING
3.1 PROSES PELAKSANAAN DISCHARGE PLANNING
Proses discharge planning mencakup kebutuhan fisik pasien, psikologis,
sosial, budaya, dan ekonomi. Perry dan Potter (2006) membagi proses discharge
planning atas tiga fase, yaitu akut, transisional, dan pelayanan berkelanjutan. Pada
fase akut, perhatian utama medis berfokus

pada usaha

discharge planning .

Sedangkan pada fase transisional, kebutuhan pelayanan akut selalu terlihat, tetapi
tingkat urgensinya semakin berkurang dan pasien mulai dipersiapkan untuk pulang
dan merencanakan
berkelanjutan,

kebutuhan perawatan masa depan. Pada fase pelayanan

pasien mampu untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan

pelaksanaan aktivitas perawatan berkelanjutan yang dibutuhkan setelah pemulangan.


Perry dan Potter (2005) menyusun format discharge planning sebagai berikut :
a) Pengkajian
8

1. Sejak

pasien

masuk,

kaji

kebutuhan

pemulangan

pasien

dengan

menggunakan riwayat keperawatan, berdiskusi dengan pasien dan care giver


; fokus pada pengkajian berkelanjutan terhadap

kesehatan fisik pasien,

status fungsional, sistem pendukung sosial, sumber-sumber finansial, nilai


kesehatan, latar belakang budaya

dan etnis, tingkat pendidikan, serta

rintangan terhadap perawatan.


2. Kaji kebutuhan pasien dan keluarga terhadap pendidikan

kesehatan

berhubungan dengan bagaimana menciptakan terapi di rumah, penggunaan


alat-alat medis di rumah, larangan sebagai akibat gangguan kesehatan, dan
kemungkinan terjadinya komplikasi. Kaji cara pembelajaran yang lebih
diminati pasien

(seperti membaca, menonton video, mendengarkan

petunjuk- petunjuk). Jika materi tertulis yang digunakan, pastikan materi


tertulis yang layak tersedia. Tipe materi pendidikan yang berbeda- beda
dapat mengefektifkan cara pembelajaran yang berbeda pada pasien.
3. Kaji bersama-sama dengan pasien dan keluarga terhadap setiap

faktor

lingkungan di dalam rumah yang mungkin menghalangi dalam perawatan


diri seperti ukuran ruangan, kebersihan jalan menuju pintu, lebar jalan,
fasilitas kamar mandi, ketersediaan alat-alat yang berguna (seorang perawat
perawatan di rumah dapat dirujuk untuk membantu dalam pengkajian).
4. Berkolaborasi dengan dokter dan staf pada profesi lain (seperti dokter
pemberi terapi) dalam mengkaji kebutuhan untuk rujukan kepada pelayanan
perawatan rumah yang terlatih atau fasilitas perawatan yang lebih luas.
5. Kaji persepsi pasien dan keluarga terhadap keberlanjutan perawatan
kesehatan di luar rumah sakit. Mencakup pengkajian terhadap kemampuan
keluarga untuk mengamati care giver dalam memberikan perawatan kepada
pasien. Dalam hal ini sebelum

mengambil keputusan, mungkin perlu

berbicara secara terpisah dengan pasien dan keluarga untuk mengetahui


kekhawatiran yang sebenarnya atau keragu-raguan diantara keduanya.
6. Kaji penerimaan pasien terhadap masalah kesehatan berhubungan dengan
pembatasan.
7. Konsultasikan tim pemberi layanan kesehatan yang lain tentang kebutuhan
setelah pemulangan (seperti ahli gizi, pekerja sosial,

perawat klinik

spesialis, perawat pemberi perawatan kesehatan di

rumah). Tentukan

kebutuhan rujukan pada waktu yang berbeda.


b) Diagnosa Keperawatan
Penentuan diagnosa keperawatan secara khusus bersifat

individual

berdasarkan kondisi atau kebutuhan pasien. Adapun diagnosa keperawatan yang


dapat ditegakkan antara lain :
1. Kecemasan.
Hal ini dapat menginterupsi proses keluarga.
2. Tekanan terhadap care giver.
Hal yang menyebabkannya adalah ketakutan.
3. Kurang pengetahuan terhadap pembatasan perawatan di rumah.
Pasien mengalami defisit perawatan diri dalam hal : makan, toileting ,
berpakaian, mandi/kebersihan.
4. Stres sindrom akibat perpindahan.
Hal ini berhubungan dengan upaya meningkatkan
pertahanan/pemeliharaan di rumah.
c) Perencanaan
Hasil yang diharapkan jika seluruh prosedur telah lengkap dilakukan adalah
sebagai berikut :
1) Pasien atau keluarga sebagai

care giver

mampu menjelaskan

bagaimana keberlangsungan pelayanan kesehatan di rumah (atau


fasilitas

lain),

penatalaksanaan

atau

pengobatan

apa

yang

dibutuhkan, dan kapan mencari pengobatan akibat masalah yang


timbul.
2) Pasien mampu mendemonstrasikan aktivitas perawatan diri (atau
anggota keluarga mampu melakukan aturan perawatan).
3) Rintangan kepada pergerakan pasien dan ambulasi telah diubah
dalam setting rumah. Hal-hal yang dapat membahayakan pasien
akibat kondisi kesehatannya telah diubah.
d) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan

dapat

dibedakan

dalam

dua

bagian,

yaitu

penatalaksanaan yang dilakukan sebelum hari pemulangan, dan penatalaksanaan


yang dilakukan pada hari pemulangan.

10

1) Persiapan sebelum hari pemulangan pasien


Menganjurkan cara untuk merubah keadaan rumah demi
memenuhi kebutuhan pasien.
Mempersiapkan pasien dan keluarga dengan memberikan
informasi

tentang

sumber-sumber

pelayanan

kesehatan

komunitas. Rujukan dapat dilakukan sekalipun pasien masih di


rumah.
Setelah menentukan segala hambatan untuk belajar serta
kemauan untuk belajar, mengadakan sesi pengajaran dengan
pasien dan keluarga secepat mungkin selama dirawat di rumah
sakit (seperti tanda dan gejala terjadinya komplikasi, kepatuhan
terhadap pengobatan, kegunaan alat-alat medis,

perawatan

lanjutan, diet, latihan, pembatasan yang disebabkan

oleh

penyakit atau pembedahan). Pamflet, buku-buku, atau rekaman


video dapat diberikan kepada pasien. Pasien juga

dapat

diberitahu tentang sumber-sumber informasi yang ada di


internet.
Komunikasikan

respon

pasien

dan

keluarga

terhadap

penyuluhan dan usulan perencanaan pulang kepada anggota tim


kesehatan lain yang terlibat dalam perawatan pasien.
2) Penatalaksanaan pada hari pemulangan
Jika beberapa aktivitas berikut ini dapat dilakukan sebelum
hari pemulangan, perencanaan yang dilakukan akan lebih efektif.
Adapun aktivitas yang dilakukan pada hari pemulangan antara lain :
Biarkan pasien dan keluarga bertanya dan diskusikan isu-isu
yang berhubungan dengan perawatan di rumah. Kesempatan
terakhir

untuk

mendemonstrasikan

kemampuan

juga

bermanfaat.
Periksa instruksi pemulangan dokter, masukkan dalam terapi,
atau kebutuhan akan alat-alat medis yang khusus. (Instruksi
harus dituliskan sedini mungkin) Persiapkan kebutuhan dalam
perjalanan dan sediakan alat-alat yang dibutuhkan sebelum
11

pasien sampai di rumah (seperti tempat tidur rumah sakit,


oksigen, feeding pump ).
Tentukan apakah pasien dan keluarga telah dipersiapkan dalam
kebutuhan transportasi menuju ke rumah.
Tawarkan bantuan untuk memakaikan baju pasien dan
mengepak semua barang milik pasien. Jaga privasi pasien sesuai
kebutuhan.
Periksa seluruh ruangan dan laci untuk memastikan barangbarang pasien. Dapatkan daftar pertinggal barang-barang
berharga yang telah ditandatangani oleh pasien, dan instruksikan
penjaga atau administrator yang tersedia untuk menyampaikan
barang-barang berharga kepada pasien.
Persiapkan pasien dengan prescription atau resep pengobatan
pasien sesuai dengan yang diinstruksikan oleh dokter. Lakukan
pemeriksaan terakhir untuk kebutuhan informasi atau fasilitas
pengobatan yang aman untuk administrasi diri.
Berikan informasi tentang petunjuk untuk janji

follow up

ke

kantor dokter.
Hubungi kantor agen bisnis untuk menentukan apakah pasien
membutuhkan daftar pengeluaran untuk kebutuhan pembayaran.
Anjurkan pasien dan keluarga mengunjungi kantornya.
Dapatkan kotak untuk memindahkan barang-barang pasien.
Kursi roda untuk pasien yang tidak mampu ke mobil ambulans.
Pasien yang pulang dengan menggunakan ambulans diantarkan
oleh usungan ambulans.
Bantu pasien menuju kursi roda atau usungan dan gunakan sikap
tubuh dan teknik pemindahan yang sopan. Dampingi pasien
memasuki unit dimana transportasi yang dibutuhkan

sedang

menunggu. Kunci roda dari kursi roda. Bantu pasien pindah ke


mobil pribadi atau kendaraan untuk transportasi. Bantu keluarga
menempatkan

barang-barang

pribadi

pasien

ke

dalam

kendaraan.

12

Kembali ke bagian, dan laporkan waktu pemulangan kepada


departemen

pendaftaran/penerimaan.

Ingatkan

bagian

kebersihan untuk membersihkan ruangan pasien.


e) Evaluasi
1. Minta pasien dan anggota keluarga menjelaskan tentang penyakit, pengobatan
yang dibutuhkan, tanda-tanda fisik atau gejala yang harus dilaporkan kepada
dokter.
2. Minta pasien atau anggota keluarga mendemonstrasikan setiap pengobatan
yang akan dilanjutkan di rumah.
3. Perawat yang melakukan perawatan rumah memperhatikan keadaan rumah,
mengidentifikasi rintangan yang dapat

membahayakan bagi pasien, dan

menganjurkan perbaikan.

BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Penyakit
jantung koroner (PJK) adalah penyakit yng
menyerang organ jantung. Gejala dan keluhan dari PJK hampir sama
dengan gejala yang dimiliki oleh penyakit jantung secara umum.
Penyakit jantung koroner juga salah satu penyakit yang tidak
13

menular. Kejadian PJK terjadi karena adanya faktor resiko yang


antara lain adalah tekanan darah tinggi (hipertensi), tingginya
kolesterol, gaya hidup yang kurang aktivitas fisik (olahraga),
diabetes, riwayat PJK pada keluarga, merokok, konsumsi alkohol dan
faktor sosial ekonomi lainnya. Penyakit jantung koroner ini dapat
dicegah dengan melakukan pola hidup sehat dan menghindari
fakto-faktor resiko.seperti pola makan yang sehat, menurunkan
kolesterol, melakukan aktivitas fisik dan olehraga secara teratur,
menghindari stress kerja.
Discharge Planning adalah suatu proses dimana mulainya pasien
mendapatkan pelayanan kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawatan
baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat
kesehatannya sampai pasien merasa siap untuk kembali ke lingkungannya. Discharge
Planning menunjukkan beberapa proses formal yang melibatkan team atau memiliki
tanggung jawab untuk mengatur perpindahan sekelompok orang ke kelompok
lainnya.
Perawat adalah salah satu anggota team Discharge Planner, dan sebagai
discharge planner perawat mengkaji setiap pasien dengan mengumpulkan dan
menggunakan data yang berhubungan untuk mengidentifikasi masalah actual dan
potensial, menentukan tujuan dengan atau bersama pasien dan keluarga, memberikan
tindakan khusus untuk mengajarkan dan mengkaji secara individu dalam
mempertahankan atau memulihkan kembali kondisi pasien secara optimal dan
mengevaluasi kesinambungan Asuhan Keperawatan.
Merupakan usaha keras perawat demi kepentingan pasien untuk mencegah
dan meningkatkan kondisi kesehatan pasien, dan sebagai anggota tim kesehatan,
perawat berkolaborasi dengan tim lain untuk merencanakan, melakukan tindakan,
berkoordinasi dan memfasilitasi total care dan juga membantu pasien memperoleh
tujuan utamanya dalam meningkatkan derajat kesehatannya.
4.2 SARAN
1. Mahasiswa Dapat Mempraktekkan dan Melaksanakan Discharge Planning
dengan baik dan mandiri.
2. Mahasiswa Dapat Melaksanakan Rehabilitasi Pada pasien dengan penyakit
kardiovaskuler dengan mandiri dan benar.

14

15

Anda mungkin juga menyukai