Anda di halaman 1dari 51

1.

Konferensi Potsdam
Guna menyelesaikan konflik antara pihak Sekutu dan Jerman maka
diadakan Konferensi Potsdam pada tanggal 2 Agustus 1945. Konferensi
tersebut dihadiri oleh Presiden Amerika Serikat Harry S. Truman, pemimpin
Uni Sovietjoseph Stalin, dan perwakilan pemerintah Inggris Clement Richard
Attlee. Keputusan yang dihasilkan dalam konferensi ini adalah sebagai
berikut.
Jerman dibagi atas empat daerah pendudukan. Jerman Timur
(termasuk Berlin Timur) dikuasai oleh Uni Soviet.
Jerman Barat (termasuk Berlin Barat) dikuasai oleh Amerika Serikat,
Inggris, dan Prancis.
Danzig dan daerah Jerman di bagian* timur Sungai Oder dan Neisse
diberikan kepada Polandia.
Dilakukan demiliterisasi terhadap Jerman.
Penjahat perang harus dihukum.
Jerman harus membayar ganti rugi perang.
2. Perjanjian Perdamaian antara Sekutu dan Jepang
Perjanjian perdamaian antara Sekutu dengan Jepang dilakukan pada tahun
1945. Perjanjian ini menghasilkan keputusan sebagai berikut.
Kepulauan Jepang untuk sementara berada di bawah kontrol Amerika Serikat.
Kepulauan Kuril dan Sakhalin diberikan kepada Uni Soviet, sedangkan Taiwan
dan Mancuria diserahkan kepada Cina. Kepulauan-kepulauan Jepang di Pasifik
diserahkan kepada Amerika Serikat. Korea akan dimerdekakan dan untuk
sementara waktu bagian selatan Korea akan diduduki oleh Amerika Serikat
sedangkan bagian utara diduduki oleh Uni Soviet.
3. Perjanjian Perdamaian antara Sekutu dan Italia
Peijanjian Sekutu dengan Italia dilaksanakan pada tahun 1945 di Paris, Prancis.
Perjanjian ini menghasilkan keputusan sebagai berikut.
Daerah Italia diperkecil.
Trieste menjadi negara merdeka di bawah PBB.
Abesinia dan Albania dimerdekakan kembali.
Semua jajahan Italia di Afrika Utara diambil Inggris.
Italia harus membayar kerugian perang.
4. Perjanjian Perdamaian antara Sekutu dan Austria
Peijanjian Sekutu dengan Austria dilaksanakan pada tahun 1945. Peijanjian ini
menghasilkan keputusan sebagai berikut.

Kota Wina dibagi atas empat daerah pendudukan di bawah Amerika Serikat,
Inggris, Prancis, dan Uni Soviet.
Syarat-syarat lain belum dapat ditentukan pada saat itu, karena keempat negara
Sekutu tersebut belum dapat mengadakan persetujuan.
5. Perjanjian Perdamaian antara Sekutu dan Hongaria, Rumania, serta
Finlandia
Perjanjian perdamaian antara Sekutu dan Hongaria, Rumania, serta Finlandia
dilaksanakan di Paris tahun 1945. Perjanjian tersebut menghasilkan keputusan
sebagai berikut.
Wilayah setiap negara tersebut diperkecil.
Setiap negara tersebut harus membayar ganti rugi perang.

Pefang Dunia II membawa dampak yang sangat besar bagi dunia. Dampak
tersebut sangat dirasakan di berbagai bidang kehidupan seperti di bidang politik,
ekonomi, maupun sosial.
1. Bidang Politik
Dampak di bidang politik adalah tampilnya dua negara adikuasa, yaitu Amerika
Serikat dan Uni Soviet sebagai pemenang perang. Masing- masing pihak menjadi
kutub politik dunia. Amerika Serikat menjadi poros demokrasi-liberal, sedangkan Uni
Soviet menjadi poros sosialis komunis.
Akibat yang lain adalah munculnya negara-negara merdeka di Asia, seperti
Indonesia, India, Pakistan, Sri Lanka, dan Filipina. Selain itu, teijadi persaingan
pengaruh dari dua negara adikuasa yang menyebabkan terpecahnya beberapa
negara. Hal ini tampak dari pembagian Jerman, Korea, dan Vietnam berdasarkan
ideologi demokrasi liberal dan sosialis- komunis.
2. Bidang Ekonomi
Dampak di bidang ekonomi adalah tampilnya Amerika Serikat sebagai negara
kreditor di seluruh dunia. Amerika Serikat melancarkan program Marshall Plan untuk
membantu perekonomian negara-negara Eropa Barat.
Pasca Perang Dunia II perekonomian dunia terbagi atas sistem ekonomi liberal,
sistem ekonomi terpusat pada negara, dan sistem ekonomi campuran. Sistem
ekonomi liberal berlaku di negara-negara kapitalis, sistem ekonomi terpusat pada
negara berlaku di negara-negara komunis, dan sistem ekonomi campuran berlaku di
negara-negara yang baru merdeka.
3. Bidang Sosial
Dampak di bidang sosial adalah munculnya gerakan sosial untuk membantu
memulihkan kesejahteraan rakyat yang porak-poranda akibat perang. Timbul inisiatif
untuk mendirikan lembaga internasional yang memiliki wibawa dalam memelihara
perdamaian dunia. Inisiatif itu datang dari F.D. Roosevelt (Presiden Amerika Serikat)
yang diteruskan oleh
penggantinya Harry S. Truman, Winston Churchill (Perdana Menteri Inggris),
danjoseph Stalin (pemimpin Uni Soviet). Inisiatif itu terlaksana dengan berdirinya
United Nations atau Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan organisasi dunia yang


senantiasa memecahkan persoalan dan pertikaian demi kesejahteraan umat
manusia di dunia. Organisasi ini bermarkas di Lake Succes, New York, Amerika
Serikat.
1. latar Belakang Berdirinya PBB Pada saat Perang Dunia II berkecamuk, Perdana Menteri Inggris Winston
Churchill dan Presiden Amerika Serikat F.D. Roosevelt mengadakan pertemuan di
atas kapal Agusta di Teluk New Founland. Pertemuan tanggal 14 Agustus 1941 itu
menghasilkan suatu piagam yang disebut Atlantic Charter.
Piagam ini menjadi dasar berdirinya organisasi internasional yang baru untuk
menggantikan Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Karena organisasi tersebut gagal dalam
menjalankan tugasnya untuk menciptakan perdamaian di dunia.
Empat kesepakatan Atlantic Charter adalah sebagai berikut.

Tidak dibenarkan adanya usaha perluasan wilayah.


Setiap bangsa berhak untuk menentukan nasibnya sendiri.
Setiap bangsa mempunyai hak untuk ikut serta dalam perdagangan dunia.
Perdamaian dunia harus diciptakan agar setiap bangsa hidup bebas dari rasa
takut dan kemiskinan.

Sebagai kelanjutan dari kesepakatan Atlantic Charter, diadakan konferensi di


Dumbarton Oak (dekat Washington) pada tanggal 1 Januari 1942. Dalam
pertemuan tersebut disepakati pembentukan sebuah lembaga yang bertugas untuk
menyelesaikan konflik internasional. Presiden Amerika Serikat F.D. Roosevelt
kemudian mengusulkan nama lembaga tersebut United Nations.

Pada tanggal 26 Juni 1945 diadakan sebuah konferensi di kota San


Francisco, Amerika Serikat. Pertemuan yang dihadiri oleh 50 negara tersebut
disponsori oleh Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Uni Soviet, dan Cina (the
big Jive). Dalam pertemuan tersebut berhasil dirumuskan United Nations
Charter (Piagam PBB) yang kelak menjadi landasan bagi kegiatan PBB.
Piagam PBB berisi tentang pengakuan terhadap hak setiap bangsa untuk
menentukan nasibnya sendiri (right of self determination).
Pada tanggal 24 Oktober 1945, diadakan konferensi di San Fransisco
untuk mengesahkan pendirian PBB. Tanggal tersebut kemudian secara resmi
diakui sebagai tanggal berdirinya PBB. Tujuan didirikannya PBB seperti
berikut ini.
Memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
Mengembangkan hubungan persaudaraan antarbangsa.
Mengadakan keija sama internasional dalam bidang ekonomi, sosial,
budaya, dan keamanan.
Sebagai pusat penyelarasan segala tindakan bersama terhadap negara yang
membahayakan perdamaian dunia.
Asas PBB seperti berikut ini.

Semua anggota mempunyai persamaan derajat dan kedaulatan.


Setiap anggota akan menyelesaikan segala persengketaan dengan j alan damai
tanpa membahayakan perdamaian, keamanan, dan keadilan.
Setiap anggota memberikan bantuan kepada PBB sesuai dengan Piagam PBB.
PBB tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara anggotanya.

2. Badan-Badan di Bawah PBB


PBB memiliki badan-badan untuk mengurus masalah yang berhubungan
dengan setiap bidang kehidupan. Badan-badan tersebut adalah sebagai berikut.

a. Majelis Umum (General Assembly)


Majelis Umum berfungsi sebagai badan legislatif PBB yang anggotanya terdiri
atas semua wakil dari negara-negara anggota. Setiap
negara anggota memiliki wakil tidak lebih dari lima orang.
Sidang Majelis Umum berlangsung satu kali dalam satu tahun.
Bila Dewan Keamanan atau sebagian besar dari anggota Majelis Umum
meminta diadakan sidang luar biasa maka Majelis Umum dapat
mengadakan sidang istimewa.
Ketua Majelis Umum dipilih oleh anggota untuk satu kali persidangan.
Semua negara anggota mempunyai hak yang sama. Keputusan dalam
Sidang Majelis Umum diambil melalui voting (pemungutan suara).
Tugas Majelis Umum seperti berikut ini.
Memajukan kerja sama internasional dalam bidang politik dan
memajukan perkembangan hukum internasional.
Memajukan kerja sama internasional dalam lapangan sosial, ekonomi,
pendidikan, kebudayaan, dan kesehatan.
Membantu pelaksanaan hak asasi manusia dan kemerdekaan bagi semua
bangsa di seluruh dunia.
Pembentukan anggaran belanja dan pendapatan PBB.

b. Dewan Keamanan (Security Council)


Dewan Keamanan terdiri dari lima belas anggota, yaitu lima 'anggota
tetap yang memiliki hak veto (Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Uni Soviet,
dan Cina) dan sepuluh anggota tidak tetap yang dipilih oleh Majelis Umum
dengan masa jabatan dua tahun. Hak veto adalah hak membatalkan
keputusan Dewan Keamanan.
Tugas Dewan Keamanan seperti berikut ini.
Memelihara perdamaian dunia dan keamanan internasional.
Menyelesaikan sengketa dengan cara damai.
Mengambil tindakan-tindakan terhadap negara yang
mengancam perdamaian dunia.
Jika dalam penyelesaian persengketaan internasional secara damai tidak
berhasil maka Dewan Keamanan dapat memberikan sanksi kepada anggota yang
bersangkutan. Sanksi tersebut berupa pemutusan hubungan diplomatik, ekonomi,
dan lalu lintas. Namun jika tidak berhasil juga, Dewan Keamanan dapat
menggunakan kekuatan militer gabungan PBB. Kekuatan militer ini terdiri atas
pasukan-pasukan bersenjata dari beberapa negara anggota.
c. Dewan Ekonomi dan Sosial (Economic and Social Council)
Dewan Ekonomi dan Sosial ini terdiri atas 27 anggota yang dipilih oleh Majelis
Umum untuk masa jabatan tiga tahun. Tugas Dewan Ekonomi dan Sosial seperti
berikut ini.
Mengadakan penyelidikan dan menyusun penyelesaian masalah ekonomi,
sosial, pendidikan, dan kesehatan di seluruh dunia.

Membuat rencana perj anj ian tentang masalah tersebut dengan negara- negara
anggota untuk diajukan kepada Majelis Umum.
Mengadakan pertemuan-pertemuan internasional tentang hal-hal yang
termasuk tugas dan wewenangnya.
Dalam menjalankan tugasnya, Dewan Ekonomi dan Sosial ini dibantu oleh
badan-badan khusus, seperti:

Food and Agriculture Organization (FAO) merupakan organisasi pangan dan


pertanian dunia.
World Health Organization (WHO) merupakan organisasi kesehatan sedunia.

International Labour Organization (ILO) merupakan organisasi buruh


internasional.
International Monetary Fund (IMF) merupakan dana moneter internasional.

International Atomic Energy Agency (IAEA) merupakan badan tenaga atom


internasional.
International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) merupakan barfk
internasional untuk membantu pembangunan dan rekonstruksi negara-negara
berkembang.
Universal Postal Union (UPU) merupakan perhimpunan pos sedunia.

International Telecommunication Union (ITU) merupakan persatuan


telekomunikasi internasional.
United Nations High Commisionerfor Refugees (UNHCR) merupakan organisasi
PBB yang mengurus masalah pengungsi.

United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO)


merupakan organisasi PBB yang mengurus bidang pendidikan, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan.
United Nations Children Fund (UNICEF) merupakan badan PBB yang mengurusi
anak-anak.
d. Dewan Perwalian (Trusteeship Council)
Dewan Perwalian adalah salah satu badan PBB yang bertugas mengawasi dan
memajukan daerah perwaliannya. Sistem pemerintahan pada daerah perwalian
diserahkan kepada PBB. Daerah perwalian adalah daerah-daerah jajahan yang
dilepaskan oleh musuh-musuh Sekutu setelah Perang Dunia II, seperti daerah
jajahan Jerman, Italia, dan Jepang. Dewan Perwalian mempunyai wewenang
mempertimbangkan permohonan rakyat daerah perwalian dan mengunjungi daerah
perwalian secara berkala. Anggota Dewan Perwalian adalah sebagai berikut.
Negara yang ditugaskan oleh PBB untuk memerintah daerah perwalian.
Anggota Dewan Keamanan PBB.
Anggota lain yang dipilih Majelis Umum untuk waktu tiga tahun.
e. Mahkamah Internasional (International Court of Justice)
Mahkamah Internasional berkedudukan di Den Haag, Belanda. Badan ini
mempunyai lima belas orang hakim internasional yang berasal dari lima belas
negara anggota PBB. Para hakim tersebut dipilih oleh Majelis Umum dan Dewan
Keamanan untuk masa jabatan sembilan tahun. Tugas Mahkamah Internasional
adalah mengadili dan memutuskan perselisihan- perselisihan internasional dengan
pedoman dari perjanjian-perjanjian internasional, adat kebiasaan internasional, asas
hukum yang berlaku bagi bangsa-bangsa yang beradab, yurisprudensi, serta
pendapat-pendapat ahli hukum.
f. Sekretariat (Secretary)
Badan ini dipimpin oleh seorang sekretaris jenderal yang diangkat oleh Majelis
Umum atas usul Dewan Keamanan PBB dengan masa jabatan lima tahun.

Sekretaris jenderal bertugas menyelenggarakan pekerjaan administrasi PBB. Tokoh


yang pernah menjadi Sekretaris Jenderal PBB adalah sebagai berikut.
Trigve Lie dari Norwegia (1946-1953).
Dag Hammarskjold dari Swedia (1953-1961).
U Than dari Myanmar (1961-1971).
Kurt Waldheim dari Austria (1972-1981).
Javier Perez de Cuellar dari Peru (1982-1991).
Butros-Butros Ghali dari Mesir (1991-1996).
Kofi Anan dari Ghana (1997-2006). .
Ban Ki-Moon dari Korea Selatan (2007-sekarang).
3. Keanggotaan PBB
Keanggotaan PBB ada dua macam, yaitu anggota asli
dan anggota
tambahan. Anggota asli (original members), yaitu 50 negara yang ikut serta
menandatangani United Nations Charter pada Konferensi San Francisco tanggal 26
Juni 1945. Anggota tambahan, yaitu negara-negara anggota PBB yang masuk
berdasarkan persyaratan yang diatur oleh anggota itu sendiri. Sampai saat ini,
negara anggota PBB sebanyak 192 negara.

Pasca Perang Dunia II muncul negara-negara baru di Asia dan Afrika. Negaranegara baru tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Cina
Pada akhir Perang Dunia II, Cina muncul sebagai negara besar dan
menjadi salah satu dari the big five. Cina yang dimaksud adalah Cina
Nasionalis di bawah Presiden Chiang Kai Shek. Sementara itu terjadi
bentrokan antara goiongan nasionalis (Kuo Min Tang) dengan golongan
komunis (Kung Chang Tang). Kedua golongan itu mempunyai ideologi
yang berbeda. Walaupun telah diadakan perundingan untuk
menghentikan perselisihan, namun tidak membuahkan hasil.
Akibatnya, perang tidak dapat dihindari dan meletus pada tahun 1946.
Pada mulanya, Chiang Kai Shek dapat menguasai keadaan, tetapi
ketika tentara komunis pimpinan Mao Tse Tung mulai melancarkan
serangan terus-menerus, Chiang Kai Shek bersama pengikutpengikutnya yang setia terpaksa meninggalkan daratan Cina dan
menyingkir ke Pulau Taiwan sampai sekarang.
Setelah seluruh daratan Cina jatuh ke tangan Kung Chang Tang, maka pada
tanggal 1 Oktober 1949 diproklamasikan berdirinya Republik Rakyat Cina dengan
ibu kotanya Beijing. Mao Tse Tung diangkat sebagai presiden pertama.
Pemerintahan Cina segera diakui oleh Uni Soviet dan negara-negara komunis
lainnya. Beberapa waktu kemudian negara- negara nonkomunis juga mulai
mengakuinya, seperti Myanmar, India, Inggris, Prancis, dan lain-lain. Sedangkan
Amerika Serikat tidak mengakui pemerintahan Mao Tse Tung, tetapi mengakui
pemerintahan Chiang Kai Shek di Taiwan. Amerika Serikat juga menentang
hadirnya Cina di PBB.

2. Korea
Setglah berakhirnya Perang Dunia II, daerah jajahan Jepang di Asia Timur
mengalami peralihan kekuasaan. Hal tersebut diatur oleh Sekutu dalam
Perundingan Moskow tahun 1945. Dalam perundingan tersebut dijelaskan selama
lima tahun Korea di bawah pengawasan Dewan Perwalian dan dibagi menurut garis
38 LU. Korea Utara dengan pusatnya di Pyongyang di bawah pengawasan Uni
Soviet. Sedangkan Korea Selatan dengan pusatnya Seoul di bawah pengawasan
Amerika Serikat. Amerika Serikat membentuk Republik Korea Selatan dengan
Syngman Rhee sebagai presiden, meskipun demikian tentara Amerika Serikat tetap
menduduki wilayah tersebut. Kemudian Uni Soviet mengimbangi dengan
membentuk Republik Demokrasi Korea dengan Kim II Sung sebagai presiden,
tetapi Uni Soviet meninggalkan negara tersebut pada bulan September 1948.
Pada tanggal 25 Juni 1950, Korea Utara menyerang Korea Selatan dan
menyerbu kota Seoul, Inchon, dan Pusan. Dewan Keamanan PBB dalam sidang
yang tidak dihadiri Uni Soviet menetapkan Korea Utara sebagai agresor. Untuk
membela Korea Selatan dibentuk pasukan PBB yang berasal dari enam belas
negara. Presiden Harry S. Truman mengangkat Jenderal Douglas MacArthur
sebagai panglima tertinggi pasukan PBB untuk membebaskan Korea Selatan.
Menurut MacArthur, demi keamanan sebaiknya Korea menjadi satu negara. Oleh
karena itu, operasi perlu dilanjutkan sampai melampaui garis demarkasi dan
merebut Pyongyang.
Dalam keadaan terdesak, Korea Utara mendapat bantuan dari Cina yang
menerjunkan puluhan ribu pasukannya. Akibatnya, pasukan PBB di bawah
pimpinan MacArthur kembali ke daerah Korea Selatan sampai garis 38 LU. Pada
tahun 1951, pasukan Korea Utara dapat menduduki Seoul. Dalam serbuan tersebut,
Jenderal W.H. Walker dari Amerika Serikat tewas, ia kemudian digantikan oleh
Jenderal Matthew Ridgway yang berhasil membebaskan kembali Korea Selatan.
Atas desakan Amerika Serikat, Dewan Keamanan PBB memutuskan Cina bersalah.
Oleh karena itu, dilakukan embargo terhadap Cina.
Menurut MacArthur, operasi militer harus dilanjutkan sampai ke Cina dan
Mancuria sebagai sumber agresi. Tetapi pendapat MacArthur ditentang oleh negaranegara Sekutu dan juga menimbulkan penilaian kurang baik terhadap Amerika
Serikat. Demi kepentingan politik Amerika Serikat, akhirnya Jenderal MacArthur
ditarik oleh Presiden Harry S. Truman dan digantikan oleh Jenderal Ridgway
sebagai panglima pasukan PBB di Korea. Guna menghentikan perang, diadakan
Perjanjian Kaesong, namun tidak
membawa hasil. Sementara itu, pertempuran terus berlangsung. Jenderal Mark
Clark yang menggantikan Ridgway memerintahkan pemboman terhadap
pembangkit listrik Korea Utara di Sungai Yalu, sehingga timbul reaksi dari Uni
Soviet dan Cina yang membela Korea Utara.
Perang Korea baru berakhir pada tanggal 27 Juli 1953 setelah Amerika Serikat,
Cina, dan Korea Utara menandatangani perjanjian genjatan senjata. Pihak Korea
Selatan menolak menandatangani perjanjian tersebut, namun berjanji untuk
menghormatinya.
3. Malaysia
Setelah Perang Dunia II, pemerintah Inggris kembali berkuasa di Semenanjung
Malaya. Sebagai langkah perubahan pemerintahan, pada tahun 1946 dibentuk
Union of Malaya. Uni tersebut terdiri dari sembilan negeri, yaitu Pahang, Perak,
Selangor, Kedah, Kelantan, Perlis, Trengganu, Malaka, dan Penang. Pada tahun
1948, Union of Malaya statusnya ditingkatkan menjadi Federation of Malaya.

Seperti wilayah jajahan Inggris di Semenanjung Malaya, setelah Perang Dunia II


berakhir wilayah Kalimantan Utara (Sabah dan Serawak) juga mengalami peralihan
kekuasaan. Sebelum pasukan Jepang masuk ke daerah tersebut pada tahun 1941,
Serawak diperintah oleh keluarga James Brooke. Pada tahun 1946, pemerintah
Inggris menjadikan Sabah dan Serawak sebagai crown colony.
Terjadi perundingan antara pemerintah Inggris dengan Federation of Malaya
yang menghasilkan pengakuan kemerdekaan dan terbentuknya Perserikatan Tanah
Melayu. Pada tahun 1957, Perserikatan Tanah Melayu yang beribu kota di Kuala
Lumpur bergabung dalam Commonwealth of Nations.
4. Singapura
Pada tahun 1946, Singapura menjadi crown colony dari Kerajaan Inggris.
Kedudukannya sama dengan negara-negara di Malaka. Kemudian, pada tahun
1959 Singapura mendapat pemerintahan sendiri sebagai negara merdeka.
Selanjutnya pada bulan November 1963, Sabah, Serawak, dan Singapura
bergabung dengan Malaysia. Tetapi sejak 9 Agustus 1965, Singapura menarik diri
dari Malaysia dan menjadi Republik Singapura sampai sekarang.
5. Vietnam
Sejak tahun 1940, Vietnam yang menjadi jajahan Prancis diduduki oleh Jepang.
Vietnam dijadikan basis oleh Jepang untuk penyerbuan ke Semenanjung Malaya.
Sementara itu terjadi gerakan bersenjata yang menentang Jepang. Gerakan
tersebut bernama Vietminh atau Vietnam Doc Lap Dong Minh Hoa (Persatuan
Kemerdekaan Vietnam) yang dipimpin oleh Nguyen Ai Quoc yang lebih dikenal
dengan nama Ho Chi Minh. Pasukan Vietminh berhasil menguasai Vietnam bagian
utara, sedangkan pihak Jepang mengangkat Kaisar Bao Dai sebagai pimpinan
Vietnam. Setelah Jepang menyerah, Kaisar Bao Dai diturunkan dari takhta.

Setelah Perang Dunia II, Vietnam dibagi atas Vietnam Utara dan Vietnam
Selatan menurut garis 17 LU. Vietnam Utara diduduki oleh Cina, sedangkan
Vietnam Selatan diduduki oleh Inggris. Cina kemudian menginginkan Vietnam
sebagai negara Asia yang merdeka, sedangkan Inggris menginginkan Prancis
menjajah kembali Vietnam. Di daerah pendudukan Cina, Ho Chi Minh
memproklamasikan berdirinya negara Vietnam Utara. Guna mengimbangi Vietnam
Utara, Prancis kemudian mengangkat Kaisar Bao Dai menjadi kepala negara
Vietnam Selatan.
Inggris dan Amerika Serikat mengakui pemerintahan Bao Dai, sedangkan Uni
Soviet dan Cina mengakui Ho Chi Minh. Di bawah Jenderal Nguyen Giap, pada
tahun 1954, Vietnam Utara melancarkan serangan dan berhasil merebut benteng
terakhir pasukan Prancis di Dien Bien Phu yang dipertahankan oleh Kolonel De
Castries.
Dalam Perjanjian Jenewa tahun 1954 disepakati membagi dua, Vietnam menjadi
Vietnam Utara di bawah Ho Chi Minh dan Vietnam Selatan di bawah Bao Dai.
Karena Bao Dai tidak mau kembali ke Vietnam Selatan, akhirnya ia digantikan oleh
Perdana Menteri Ngo Dinh Diem. Melalui referendum pada tahun 1956, Vietnam
Selatan berubah menjadi republik dan Ngo Dinh Diem diangkat sebagai presiden.
Pasukan Vietnam Utara melakukan perang ke wilayah Vietnam Selatan.
Vietnam Utara mendapat bantuan dari Cina dan Uni Soviet, sedangkan Vietnam
Selatan mendapat bantuan dari Amerika Serikat. Akibatnya, pecah Perang Vietnam
yang secara tidak langsung melibatkan negara-negara besar.
6. Kamboja
Sesudah Perang Dunia II, Kamboja menjadi negara merdeka di bawah pimpinan
Norodom Sihanouk. Pada tahun 1947, Kamboja maju selangkah menjadi negara
monarki konstitusional. Sementara itu, rasa tidak puas terhadap Prancis juga timbul
di Kamboja, sehingga Norodom Sihanouk pernah meninggalkan negaranya.
Norodom Sihanouk mengungsi ke Thailand sambil mengancam akan membawa
persoalan Kamboja ke forum PBB. Setelah keadaan dapat diatasi, akhirnya
Norodom Sihanouk bersedia kembali ke negaranya. Pada tahun 1949, Kamboja
diakui sebagai negara merdeka namun tetap dalam lingkungan Uni Prancis. Pada
tahun 1953, Kamboja keluar dari lingkungan Uni Prancis dan menjadi negara yang
merdeka dan berdiri sendiri.
7. Thailand
Pada akhir tahun 1941, Thailand diduduki oleh Jepang. Saat itu Thailand
diperintah oleh Luang Phibun Songkhram. Atas desakan Jepang, Thailand
menyatakan perang kepada Sekutu. Selama Perang Dunia II, beberapa wilayah
Vietnam dan Semenanjung Malaya berhasil direbut oleh Thailand. Tetapi tidak
semua rakyat mendukung politik Luang Phibun Songkhram. Rakyat di bawah
pimpinan Pridi Banomyong mengadakan perjuangan bawah tanah melawan Jepang.
Ketika perang berakhir Thailand mengalami nasib yang sangat buruk, Pridi
Banomyong merebut kekuasaan dari tangan Luang Phibun Songkhram. Dalam
perebutan kekuasaan

tersebut, Raja Ananda Mahidol terbunuh. Pridi Banomyong berhasil menyelamatkan


negaranya dari tekanan dan hukuman negara-negara Sekutu.
Dengan terbunuhnya Raja Ananda Mahidol pada tahun 1946, kekuasaan jatuh
ke tangan Luang Phibun Songkhram, sedangkan Pridi Banomyong melarikan diri ke
luar negeri. Karena pemerintahan Luang Phibun Songkhram menunjukkan sikap
anti komunis maka Amerika Serikat mengakui pemerintahannya. Sebagai pengganti
Raja Ananda Mahidol diangkat adiknya yang bernama Bhumibol Adulyadej. Pada
saat itu, Bhumibol Adulyadej baru berusia 19 tahun dan sedang belajar di Swiss.
Dalam melaksanakan pemerintahannya, Bhumibol Adulyadej dibantu oleh Dewan
Kerajaan hingga tahun 1950.
8. Pakistan
Negara Pakistan yang berdiri pada tanggal 15 Agustus 1947 merupakan
pecahan dari India. Pada mulanya, Muhammad Ali Jinnah (Ketua Liga Muslim) yang
berkedudukan sebagai gubernur jenderal dan perdana menterinya, Liaquat Ali
Khan. Sebagai negara yang relatif muda, Pakistan mempunyai beberapa masalah
yang menghambat perkembangannya. Hambatan-hambatan tersebut, antara lain
sebagai berikut.
Ketegangan hubungan dengan India mengenai masalah Kashmir.
Keadaan geografis Pakistan yang tidak menyatu, yaitu terdiri dari Pakistan Barat
dan Pakistan Timur yang dipisahkan oleh India. Kedudukan Pakistan Barat
dengan Pakistan Timur sejajar, tetapi sejak
lama sudah timbul rasa tidak puas di kalangan penduduk Pakistan Timur. Karena
itulah mereka menuntut otonomi yang luas terhadap wilayahnya. Penduduk
Pakistan Timur juga menginginkan agar bahasa Bengali yang ditulis dengan huruf
Bengali (menyerupai huruf Nagari yang dipakai di India) diakui. Pada saat itu,
bahasa nasional yang digunakan di Pakistan adalah bahasa Urdu yang ditulis
dengan huruf Arab. Keadaan seperti inilah yang mendorong rakyat Pakistan Timur
memisahkan diri dan membentuk negara Bangladesh pada tahun 1971.
9. Sri Lanka
Sri Lanka merdeka dari penjajah Inggris pada tanggal 4 Februari 1948. Sri
Lanka atau Sailan (Ceylon) adalah sebuah negara kepulauan yang terletak di
sebelah tenggara India. Wilayah Sri Lanka sebagian terdiri dari dataran dengan
beberapa gunung di bagian selatan. Penduduknya terdiri dari suku Sinhala, Tamil,
Eurasian, dan Eropa. Mereka memeluk agama Hindu, Buddha, Islam, dan Katolik.
Nama Sri Lanka tidak dapat dilepaskan dari Colombo Plan. Di mana pada tahun
1950, negara-negara anggota persemakmuran di Asia Tenggara dan Asia Selatan
mendirikan Council Technical Cooperation atau biasa disebut Colombo Plan.
Tujuannya adalah meningkatkan derajat kehidupan ekonomi dan sosial negaranegara berkembang atau yang baru merdeka. Bantuan itu berupa bantuan teknik
yang disponsori oleh Amerika Serikat, Inggris, Selandia Baru, Australia, dan IBRD.
Indonesia juga menjadi anggota Colombo Plan.
to. Libya
Selama Perang Dunia II, Libya menjadi rebutan antara Inggris dan Prancis di
satu pihak, serta Italia di pihak lain. Berkat bantuan Mohammad Idris, akhirnya Italia
dapat dikalahkan. Setelah Perang Dunia II berakhir, PBB menetapkan Libya menjadi
negara merdeka pada tanggal 1 Januari 1952 dengan Mohammad Idris sebagai
rajanya.
Mohammad Idris memerintah secara otokratis, sehingga menimbulkan
ketidakpuasan rakyat. Berbagai perlawanan untuk menurunkan Raja Idris dilakukan.
Pada tahun 1969, kaum militer yang dipimpin oleh Kolonel Muamar Khadafi

akhirnya berhasil merebut kekuasaan. Di bawah kepemimpinan Muamar Khadafi,


Libya menjadi negara republik sosialis.
11. Kamerun
Jerman menguasai Kamerun dari tahun 1884. Ketika Perang Dunia I meletus,
Inggris dan Prancis merebut koloni Jerman itu. Bagian timur dan selatan Kamerun
digabungkan dalam Ekuatorial Prancis dan sisanya dijadikan daerah mandat LBB
yang dititipkan kepada Inggris dan Prancis.
Pada tanggal 1 Januari 1960, daerah mandat Inggris menjadi Republik
Kamerun. Pada tahun 1961, dalam suatu plebisit, daerah mandat Inggris bagian
selatan bergabung dengan Republik Kamerun. Sedangkan bagian utara bergabung
dengan Nigeria.
12. Aljazair
Bangsa Prancis menguasai Aljazair sejak tahun 1830, sebelumnya Aljazair
termasuk wilayah Turki. Karena iklimnya cocok untuk pertanian, banyak orang-orang
Prancis yang menetap di pantai utara. Orang Prancis berhasil menguasai tiga
perempat tanah pertanian di Aljazair. Mereka langsung menetap sehingga penduduk
asli Aljazair makin terdesak. Karena banyaknya orang Prancis yang menetap di
Aljazair maka Aljazair mendapat sebutan Prancis kedua atau French Algerei.
Tahun 1954, orang Aljazair mulai melawan Prancis. Perang gerilya dilakukan
sampai tahun 1962. Perang kemerdekaan Aljazair dipelopori oleh organisasi Front
de Liberation Nationale (FLN). Dalam perang kemerdekaan itu, muncul pahlawan
perempuan yang bernama Jamilah.
Ketika Jenderal Charles de Gaulle menjadi Presiden Prancis pada tahun 1958,
mulai dilakukan usaha-usaha untuk perdamaian. Akhirnya, pada tanggal 5 Juli 1962,
Aljazair menjadi negara merdeka dengan Perdana Menterinya Ahmad Ben Belia.
Pada tahun 1965, terjadi perebutan kekuasaan dan H. Boumediene menjadi
perdana menteri.
perang, baik di Eropa maupun di luar Eropa. Pusat-pusat industri, jalan kereta api,
jembatan, dan alat komunikasi banyak yang hancur. Sehingga banyak negara yang
mengalami kesulitan ekonomi dan terancam bahaya kelaparan.
Guna menghindari jatuhnya korban lebih banyak, pada tahun 1943 di
Washington, Amerika Serikat, dibentuk suatu badan dengan tugas pokok
memberikan bantuan kepada negara-negara Eropa yang pernah diduduki oleh
pasukan Jerman. Badan ini bernama United Nations Relief Rehabilitation
Administration (UNRRA). Tugas badan ini adalah meringankan penderitaan dan
memulihkan daya produksi rakyat yang tinggal di daerah-daerah bekas pendudukan
Jerman. Bantuan yang diberikan berupa makanan, pakaian, bibit tanaman, hewan
ternak, alat-alat perindustrian, dan rumah sakit.
UNRRA menjadi salah satu bagian dari PBB. Pada tahun 1948, UNRRA
dibubarkan karena tugas memberikan bantuan untuk pembangunan kembali
negara-negara Eropa telah dilaksanakan oleh European Reconstructions Plan
(ERP) atau rencana pembangunan kembali Eropa. ERP ini dikenal dengan Marshall
Plan.
George C. Marshall adalah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat. Dengan
persetujuan Presiden Harry S. Truman, George C. Marshall menawarkan bantuan
kepada negara-negara Eropa Barat. Bantuan ini diterima dengan baik oleh negaranegara Eropa dalam suatu konferensi di Paris pada bulan Juli 1947. Marshall Plan
ini diintegrasikan menjadi suatu rencana yang menyeluruh dengan ketentuanketentuan sebagai berikut.

Amerika Serikat akan memberikan pinjaman jangka panjang kepada negaranegara Eropa Barat untuk membangun kembali perekonomiannya.

Sebagai imbalan, negara-negara peminjam diwajibkan:


- Berusaha menstabilkan keuangan masing-masing negara dan
melaksanakan anggaran pendapatan yang berimbang.
- Mengurangi masalah-masalah yang menghambat kelancaran perdagangan
antara negara-negara peminjam.
Mencegah terjadinya inflasi.
- Menempatkan perekonomian negara masing-masing negara atas dasar
sendi-sendi perekonomian yang sehat.
- Memberikan bahan-bahan yang diperlukan Amerika Serikat untuk
kepentingan pertahanan.
- Meningkatkan persenjataan masing-masing negara untuk kepentingan
pertahanan.
Bantuan akan dihentikan apabila di negara peminjam terjadi pergantian
kekuasaan yang mengakibatkan negara tersebut melaksanakan paham
komunis.
Bantuan Amerika Serikat kepada negara-negara Eropa Barat melalui Marshall
Plan berakhir tahun 1951. Sejak saat itu, Amerika Serikat lebih mengutamakan
konsolidasi pertahanan terhadap kemungkinan meluasnya paham komunis.
Negara-negara Eropa menempuh jalan lain untuk membangun perekonomiannya.
Ternyata Marshall Plan telah menanamkan dasar-dasar terbentuknya kerja sama
yang erat antara negara-negara Eropa Barat dalam pembangunan
perekonomiannya.
Pada tahun 1957, terbentuk kerja sama dalam bidang perdagangan antara tujuh
negara Eropa Barat, yaitu Prancis, Italia, Jerman Barat, Belgia,
Belanda, Luksemburg, dan Denmark. Ketujuh negara ini membentuk badan kerja
sama yang bernama Pasar Bersama Eropa (PBE). Kemudian, Inggris memprakarsai
berdirinya daerah perdagangan bebas Eropa yang meliputi lima negara, yaitu
Inggris, Norwegia, Swedia, Swiss, dan Austria.
Keadaan negara-negara Eropa Timur tidak jauh berbeda dengan negara-negara
Eropa Barat. Perekonomian negara-negara Eropa Timur mengalami kehancuran
yang serius. Negara-negara Eropa Timur membutuhkan bantuan untuk memperbaiki
perekonomian negaranya. Tetapi Marshall Plan tidak memberikan bantuan kepada
negara-negara tersebut, karena berhaluan komunis. Oleh karena itu, negara-negara
Eropa Timur membangun perekonomian negaranya mengikuti pola Uni Soviet, yaitu
melaksanakan pembangunan perekonomianjangka pendek dan selanjutnya disusul
dengan jangka panjang.
Dengan keadaan seperti itu, perkembangan perekonomian di negara- negara
Eropa Timur tidak secepat perkembangan perekonomian di negara- negara Eropa
Barat. Seluruh aktivitas perekonomian negara-negara Eropa Timur diatur oleh
negara dan dikuasai oleh negara.
Perkembangan perekonomian negara-negara yang berada di luar Eropa juga
mengalami kemerosotan. Sebab sistem perekonomian mereka sebelum Perang
Dunia II terjadi, lebih banyak tergantung pada negara-negara Eropa yang menjajah.
Dengan meletusnya Perang Dunia II, hubungan antara negara-negara Eropa
dengan negara jajahannya menjadi terputus. Bahkan banyak negara jajahan
melepaskan diri dan menjadi negara merdeka, serta berusaha membangun
perekonomiannya sendiri atau dengan bantuan negara lain. Oleh karena itu,
negara-negara tersebut tidak dapat membangun perekonomiannya dengan cepat.
Bahkan, banyak negara yang ada di luar Eropa terjerat utang untuk membangun
perekonomiannya. Dengan demikian, perkembangan perekonomian negara-negara
di luar Eropa tidak secepat negara-negara Eropa Barat.

1. Berlangsungnya Perang Dingin


Perang Dingin terjadi sebagai akibat dari konflik ideologi antara Blok Barat
yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni
Soviet. Kemunculan dua blok yang semakin diakui eksistensinya ditandai
dengan persaingan kepentingan yang tajam. Ketegangan dari peristiwa ini
dimulai sejak pembagian Jerman menjadi dua wilayah, yaitu Jerman Barat
dan Jerman Timur. Pembagian Jerman menjadi dua wilayah pasca Perang
Dunia II itu berakibat pada pembagian kota Berlin menjadi Berlin Barat dan
Berlin Timur. Berlin Barat dikuasai Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis,
sedangkan Berlin Timur dikuasai oleh Uni Soviet.
Polarisasi kekuatan politik dunia, sebenarnya sudah terlihat sejak tahun
1946. Pada saat itu, dalam sebuah pertemuan di Fulton, Missouri (Amerika
Serikat) Perdana Menteri Winston Churchill menyebut Uni Soviet sebagai
negara tirai besi. Hal tersebut didasarkan sikap Uni Soviet yang tertutup dan
anti terhadap negara-negara Barat.
Demikian cepat dan besarnya pengaruh Uni Soviet dalam mengembangkan
pengaruhnya di Eropa membuat pihak Barat semakin gelisah. Amerika Serikat
merasa berkewajiban mencegah berkembangnya gerakan komunis. Untuk itu
disusunlah strategi politik global yang dikenal dengan containment policy. Politik
ini pada dasarnya bertujuan untuk mencegah berkembangnya pengaruh negara
lawan atau sistem politiknya. Sistem politik yang menjadi lawan Amerika Serikat
adalah komunisme. Oleh karena itu, containment policy dikenal pula sebagai
containment of communism.
Guna membendung pengaruh komunis di negara-negara Eropa Barat,
Amerika Serikat memberikan bantuan ekonomi yang dikenal dengan Truman
Doctrine. Bantuan yang diberikan tersebut bukan hanya bantuan keuangan, tetapi
juga bantuan militer. Bantuan tersebut diberikan kepada Yunani dan Turki guna
menghadapi gerilyawan-gerilyawan komunis. Tujuannya untuk mempertahankan
Yunani dan Turki dari pengaruh komunis, serta untuk menghambat jalur ofensif
pasukan Uni Soviet menuju ke selatan yang dapat mengancam negara-negara
Barat.
Guna mengimbangi Truman Doctrine dan Marshall Plan, pemerintah Uni
Soviet membuat Molotov Plan. Tujuannya untuk menata kembali perekonomian
negara-negara Eropa Timur. Selain itu, Uni Soviet juga membentuk badan kerja
sama ekonomi yang bernama Comintern Economic (Comecon).
Konflik ideologi antara dua negara adidaya terus berkembang sampai di
kawasan Asia. Hegemoni Uni Soviet di kawasan ini muncul sejak Perang
Dunia II. Benih persaingan ideologi antara Blok Barat dan Blok Timur di
kawasan Asia ini muncul sejak Yalta Conference (Konferensi Yalta). Dalam
konferensi ini, Uni Soviet akan menerima semua daerah yang telah diambil
Jepang sejak kekalahannya dalam Perang Jepang-Rusia tahun 1905, jika
Uni Soviet sebagai anggota Sekutu mengumumkan perang kepada Jepang.
Berdasarkan perjanjian ini, Uni Soviet bersedia berperang melawan Jepang.
Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, seluruh wilayah Mancuria dan Korea
sampai garis 38 LU diduduki oleh Uni Soviet. Selain itu, Jepang harus
menyerahkan senjatanya kepada Uni Soviet. Seluruh senjata yang diserahkan
kepada Uni Soviet diberikan kepada tentara Cina Komunis. Sehingga kaum komunis
di Cina menjadi kuat. Dengan kuatnya tentara Cina Komunis berarti kedudukan Uni
Soviet di Cina semakin kuat pula.
Kuatnya gerakan komunis di Cina berdampak semakin suburnya perkembangan
komunisme di wilayah Asia Tenggara. Cina membentangkan tirai bambu dengan
maksud menghalangi rakyatnya agar terhindar dari propaganda kaum kapitalis yang

dipimpin oleh Amerika Serikat dan Inggris. Pengaruh Cina semakin meningkat
seiring dengan politik luar negerinya yang ingin mengembalikan daerah-daerah
kekuasaan Cina di zaman kuno. Daerah kekuasaan Cina Kuno, meliputi Korea,
Myanmar, dan sebagian India, serta beberapa daerah di Asia Tenggara. Penanaman
pengaruh komunis di kawasan ini sesungguhnya bukan hanya alasan historis, tetapi
lebih didorong oleh faktor kekayaan alam kawasan Asia Tenggara. Alasan terakhir
ini lebih mengarah pada ambisi Cina untuk memperkukuh posisi ekonominya di
percaturan politik internasional. Dengan demikian, sangatlah logis kalau Cina
semakin melibatkan diri di kawasan Asia Tenggara.
Pengaruh Cina Komunis dan Uni Soviet di Asia Tenggara tidak saja mengancam
kehidupan demokrasi negara-negara kawasan itu, tetapi juga tantangan serius
terhadap Amerika Serikat. Amerika Serikat memandang perlu memberikan bantuan
kepada negara-negara di Asia Tenggara. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John
Foster Dulles, mendesak Presiden Dwight David Eisenhower untuk menciptakan
politik baru di Vietnam dengan jalan memberikan bantuan kepada Prancis yang
sudah di ambang kekalahan melawan pasukan Vietminh. Apalagi kalau melihat
Vietminh mendapat suplai senjata dari Cina dan Uni Soviet. Akan tetapi, bantuan
Amerika Serikat itu sia-sia, karena pada tanggal 7 Mei 1954 Dien Bien Phu yang
merupakan benteng pertahanan Prancis jatuh ke tangan Vietminh. Peristiwa ini
merupakan kekalahan pihak Prancis, dan sebaliknya kemenangan pihak komunis.
Berdasarkan alasan itulah Presiden Amerika Serikat, Dwight David Eisenhower
dan Menteri Luar Negeri John Foster Dulles mempertegas politik luar negerinya
dengan mendekritkan sebuah teori yang bernama domino theory. Nama ini
berdasarkan pada suatu ilusi Presiden Eisenhower yang mengumpamakan
percaturan politik disamakan dengan permainan kartu domino. Perjanjian Jenewa
yang diharapkan dapat mengakhiri konflik di antara pihak yang saling bertentangan
di Vietnam tidak membuahkan hasil. Pembagian Vietnam menjadi Vietnam Utara
dan Vietnam Selatan tidak mendatangkan kepuasan antara kaum komunis di satu
pihak dan nonkomunis di lain pihak. Pembagian ini justru memperdalam jurang
pertentangan di antara kedua belah pihak yang masing-masing mengundang
campur tangan asing. Vietnam Utara yang berhaluan komunis mendapat bantuan
dari Cina dan Uni Soviet. Sementara Vietnam Selatan yang berideologi demokrasi
liberal mendapat bantuan dari Amerika Serikat.
Keterlibatan Amerika Serikat secara langsung di Vietnam Selatan jika
dilihat dari situasi dan kondisinya memang sangat tepat. Sebab pada saat
itu keadaan Vietnam Selatan sangat lemah.
Keadaan sosial-ekonominya sangat rapuh, sedangkan keadaan politiknya
mengalami goncangan. Setelah Prancis meninggalkan daerah itu, ternyata
Vietnam Selatan belum juga dapat berdiri tegak. Hal ini disebabkan adanya
pengaruh masa sebelumnya, yaitu sifat pemerintahan boneka yang selalu
menguntungkan negara asing yang dianggap sebagai pelindung. Oleh
karena itu, kedatangan Amerika Serikat oleh pemerintah Vietnam Selatan
betul-betul diterima dengan baik.
Guna memperkuat pertahanan Vietnam Selatan, Amerika Serikat
menempatkan 460.000 pasukannya di negeri itu. Mulai tahun 1955, Amerika
Serikat benar-benar'menjadi pendukung pemerintahan Ngo Dinh Diem.
Setelah bertahun-tahun diperjuangkan, pada tahun 1976 akhirnya Vietnam
dapat dipersatukan di bawah kekuasaan komunis. Kemudian Vietnam membentuk
persatuan Indo Cina yang diberi nama Federasi Indo Cina di bawah panji-panji
komunis sebagaimana yang dicita-citakan oleh Ho Chi Minh.
Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi persaingan antarnegara komunis di
Asia Tenggara. Hal ini dapat dilihat dari konflik yang terjadi antara negara Vietnam

dan Kamboja soal wilayah perbatasan. Dalam persoalan ini, Kamboja di bawah
pimpinan Pol Pot menolak usul penyelesaian konflik perbatasan melalui forum PBB.
Sikap keras Kamboja terhadap masalah perbatasan dengan Vietnam sebenarnya
tidak dapat dilepaskan dari konflik politik yang lebih luas, yakni konflik Cina-Soviet.
Di belakang Kamboja berdiri Cina dan di belakang Vietnam ada Uni Soviet. Menurut
Brzenzinski, apa yang sedang berkembang di Kamboja itu adalah suatu proxy war,
perang tanding j arak jauh antara Cina dan Uni Soviet di Asia Tenggara. Vietnam
dan Kamboja adalah pion-pion yang bertempur di medan perang.
Selain di wilayah Asia dan Eropa, pertentangan ideologi antara Amerika Serikat
dan Uni Soviet terjadi juga di kawasan Amerika. Presiden Kuba, Fidel Castro
mendirikan negara komunis di Kuba. Peristiwa ini mendapat reaksi keras dari
Amerika Serikat. Pemerintah Amerika Serikat mendukung pemberontakan yang
dilakukan oleh kekuatan antikomunis di Kuba, namun tidak berhasil. Titik
ketegangan ini terjadi di Teluk Babi pada tahun 1961. Negara-negara di kawasan
Amerika Tengah lainnya, seperti Nikaragua juga dikuasai oleh kaum komunis.
Kelompok komunis yang bernama Front Pembebasan Nasional Sandinista antara
tahun 1975-1990 berkuasa di Nikaragua.
Di Benua Afrika, kelompok militer sayap kiri telah menguasai pemerintahan
Ethiopia antara tahun 19741991. Sistem pemerintahan sosialis telah membuat
negara itu bersekutu dengan Uni Soviet. Di Angola dan Mozambik sejak tahun 19751990 kelompok komunis juga menguasai pemerintahan.
Pada tahun 1978, gerakan berhaluan komunis di Afganistan pimpinan
Mohammad Tariki berhasil menumbangkan Daud Khan melalui kudeta
berdarah. Setelah berkuasa, pemerintahan Mohammad Tariki
yang pro-Uni Soviet ini mendapat perlawanan dari kelompok
lain yang dipimpin oleh Haizullah Amin. Guna menyelamatkan
rezim komunis yang sedang berkuasa, pada bulan Desember
1979 Uni Soviet melakukan invasi militer ke Afganistan. Invasi
ini juga dimaksudkan untuk mengimbangi kekuatan
bersenjata Amerika Serikat di Asia Barat Daya dan pengaruh
liberalismenya. Kelompok Mujahidin melakukan perlawanan
gigih terhadap invasi militer Uni Soviet. Akhirnya, kelompok
Mujahidin berhasil memukul mundur pasukan Uni Soviet.
Pada tahun 1989, pasukan Uni Soviet ditarik mundur dari
Afganistan.
Selama Perang Dingin berlangsung, kedua negara
adikuasa tersebut tidak pernah terlibat langsung dalam suatu konflik (peperangan)
terbuka, tetapi mereka hampir selalu berada di belakang negara-negara yang
sedang bersengketa. Mereka memberikan bantuan persenjataan dan memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat negara-negara yang sedang bersengketa itu. Selama
berlangsung Perang Dingin, situasi dan kondisi dunia telah diwarnai oleh peristiwaperistiwa sebagai berikut.
a. Perlombaan Senjata Nuklir
Perlombaan senjata nuklir antara Amerika Serikat dan Uni Soviet telah
menimbulkan ketegangan yang luar biasa di kalangan masyarakat dunia.
Masyarakat dunia diliputi kekhawatiran akan meletusnya perang nuklir yang
dahsyat. Suatu isu sensitif yang menyangkut kedua pihak atau berbagai isu global
bisa menyeret mereka ke dalam kancah perang terbuka.
Jenis-jenis senjata nuklir ini meliputi senjata nuklir yang mempunyai jarak
jangkau antarnegara dan antarbenua. Bahaya yang ditimbulkannya bila terjadi
perang sangat dahsyat dan bisa menghancurkan kelangsungan hidup manusia dan
makhluk lainnya. Sebagai contoh dari bahaya yang ditimbulkan oleh senjata nuklir

adalah ketika reaktor nuklir Chernobil di Uni Soviet meledak pada tanggal 26 April
1986. Bencana tersebut telah mengakibatkan puluhan orang meninggal dunia,
ratusan orang terkontaminasi zat radio aktif, dan ratusan ribu orang terpaksa
mengungsi. Kontaminasi akibat ledakan reaktor nuklir tersebut menyebabkan cacat
pada kulit dan organ tubuh lainnya.
Sementara itu, PBB merasa terpanggil untuk mengurangi meningkatnya
perlombaan senjata nuklir kedua belah pihak. PBB membentuk lembaga yang
disebut Atomic Energy Commission pada tanggal 24 Januari 1946. Lembaga ini
bertugas mencarijalan untuk penggunaan tenaga atom guna maksud-maksud
damai, serta mencegah penggunaannya untuk tujuan perang. Pada akhir Desember
1946, komisi itu menyetujui usul Amerika Serikat untuk mengadakan pengawasan
dan pengaturan yang ketat dengan maksud mencegah produksi senjata nuklir yang
dilakukan
secara diam-diam. Akan tetapi, Uni Soviet keberatan dan mengemukakan usul
pengurangan persenjataan secara menyeluruh. Namun, Amerika Serikat menolak
usul Uni Soviet. Oleh karena itu, Uni Soviet memveto usul Amerika Serikat dalam
sidang Dewan Keamanan PBB tahun 1947. Pada tanggal 29 Agustus 1949, Uni
Soviet mengadakan uji coba peledakan bom atomnya yang pertama.
Peristiwa uji coba peledakan bom atom Uni Soviet ini menimbulkan rasa
khawatir Amerika Serikat. Amerika Serikat tidak menduga akan secepat itu Uni
Soviet mengejar ketertinggalannya. Pada tahun 1950, Presiden Amerika Serikat
Harry S. Truman, memerintahkan pengadaan program darurat bagi penelitian bom
hidrogen. Penelitian tersebut berhasil menghasilkan bom hidrogen dan
pengujiannya dilakukan pada bulan November 1952. Namun, sembilan bulan
kemudian Uni Soviet juga sudah mampu membuat bom hidrogen sfcndiri.
Berikut ini perbandingan kekuatan militer antara Amerika Serikat dan Uni Soviet
pada tahun 1983.
Tabel Perbandingan Persenjataan Antara Blok Barat dan Timur
Amerika
No.
Jenis Senjata
Uni Soviet
Serikat
1. Rudal antibalistik yang
berpangkalan di darat
1.052
1.398
Rudal balistik yang
2. ditembakkan dari kapal
584
989
3. selam
Pesawat
pembom
pembawa rudal balistik
376
150
4. Rudal
balistik
bersasaran
ledak
6.774
4.872
jamak
5. Rudal balistik yang
ditembakkan dari darat
108
860
Rudal balistik yang
6. ditembakkan
dari
218
880
pesawat pembom
Pakta
NATO
Warsawa
7. Tank
8. Senjata artileri
Senjata antipesawat
9.
udara
Peluncur
rudal darat ke
10.
udara

17.000
45.000
9.500 19.400
5.300

6.500

1.800

6.300

11. Peluncur rudal darat ke


darat

350

1.200

b. Sistem Aliansi
Pada saat memuncaknya Perang Dingin, setiap negara yang bertentangan
berusaha memperkuat dirinya dengan bergabung dalam suatu aliansi. Hal ini sesuai
dengan polarisasi kekuatan dua negara adikuasa,
yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. Dunia terbagi dalam dua blok yang saling
bertentangan. Keadaan seperti ini memengaruhi perkembangan dunia.
Beberapa bentuk sistem aliansi, antara lain sebagai berikut.
The Communist Information Bureau (Cominform), dibentuk tahun 1947 sebagai
wadah kerja sama partai-partai komunis Eropa yang berpusat di Beograd,
Yugoslavia.
North Atlantic Treaty Organization (NATO) didirikan pada tahun 1949. Anggota
NATO antara lain Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Prancis, Jerman Barat,
Belgia, Luksemburg, Norwegia, Irlandia, Denmark, Portugal, Italia, Yunani,
Belanda, dan Turki. Mula-mula NATO bermarkas di Paris, Prancis. Namun
setelah Prancis keluar dari NATO, markas besar NATO dipindah ke Brussel,
Belgia. Prancis keluar dari NATO karena Prancis beranggapan bahwa NATO
didominasi oleh Amerika Serikat. Sejak itu, Prancis lebih dekat kepada Uni
Soviet dan Cina meskipun tidak menjadi anggota Blok Timur. NATO merupakan
pakta pertahanan yang berprinsip jika salah satu negara anggotanya diserang
maka negara anggota yang lain akan membantu.
Perjanjian antara Cina dan Uni Soviet tahun 1950 mengenai kerja sama kedua
negara guna menghadapi kemungkinan agresi Jepang. Pakta Australia, New
Zealand, and United State (ANZUS), yaitu pakta pertahanan antara negara
Amerika Serikat, Australia, dan New Zealand (Selandia Baru) yang didirikan
tahun 1951.
Pakta Warsawa dibentuk pada tahun 1955. Pakta Warsawa merupakan kerja
sama pertahanan negara-negara komunis di kawasan Eropa Timur. Anggota
Pakta Warsawa antara lain Uni Soviet, Albania, Bulgaria, Cekoslovakia, Jerman
Timur, Hongaria, Polandia, dan Rumania.
South East Asia Treaty Organization (SEATO) dibentuk tahun 1954. SEATO
merupakan kerja sama pertahanan antara negara-negara Asia Tenggara dengan
pihak Barat. Anggotanya terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Filipina,
Singapura, dan Thailand.
Central Treaty Organization (CENTO) atau Pakta Bagdad merupakan pakta
pertahanan yang bertujuan membendung pengaruh komunis. Pakta ini didirikan
oleh Irak, Iran, Turki, Pakistan, dan Inggris di Bagdad (Irak) pada tahun 1955.
Pada tahun 1958, Amerika Serikat menggabungkan diri dengan pakta ini.
c. Kegiatan Spionase
Kegiatan spionase (mata-mata) juga turut mewarnai percaturan politik selama
berlangsungnya Perang Dingin. Kegiatan spionase tersebut dapat dilihat dari
kegiatan yang dilakukan oleh agen-agen intelijen kedua belah pihak yang bertikai.
Dinas intelijen Uni Soviet bernama Komitet Gasudarstevennoy Bezopasnosti
(KGB) sedangkan dinas intelijen Amerika Serikat bernama Central Intelligence
Agency (CIA). KGB dan CIA selalu berusaha untuk memperoleh informasi rahasia
mengenai segala hal yang menyangkut kekuatan musuh-musuh mereka. KGB dan
CLA juga turut berperan

membantu terciptanya berbagai peristiwa dunia. Misalnya dalam Perang Korea,


Perang Vietnam, dan Insiden Teluk Babi di Kuba.
2. Akibat Perang Dingin
Perang Dingin yang menyangkut hubungan Amerika Serikat dan Uni Soviet,
serta usaha mereka untuk merebut pengaruh seluas-luasnya telah membawa
dampak besar dalam pergaulan negara-negara di dunia. Beberapa dampak yang
muncul berpangkal dari kebijakan dua negara adikuasa tersebut dalam era Perang
Dingin. Dampak yang dirasakan sebagian besar negara-negara di dunia adalah
kecemasan akan meletusnya Perang Dunia III.
Akibat Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet menyangkut bidang
yang sangat luas, bidang-bidang tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Bidang Politik
Amerika Serikat berusaha menjadikan negara-negara yang sedang berkembang
menjadi negara demokrasi. Tujuannya agar hak-hak asasi manusia dapat dijamin.
Bagi negara yang sebelumnya kalah perang, seperti Jepang dan Jerman, selain
paham demokrasi, paham kapitalisme juga dikembangkan. Negara-negara tersebut
dapat sehaluan dengan Amerika Serikat dan merupakan negara yang berada di
bawah pengaruhnya.
Sedangkan Uni Soviet dengan paham sosialis-komunis mendengungkan
pembangunan negara dengan rencana lima tahunnya. Caranya tidak dengan sistem
liberal, tetapi dengan sistem ekonomi terpusat pada pemerintah atau diktator.
Negara-negara yang sehaluan dikatakan sebagai satelit Uni Soviet, karena apa
yang diperintahkan Uni Soviet wajib dilaksanakan oleh negara satelit tersebut.
Penyimpangan yang pernah dilakukan oleh Polandia dan Hongaria ditindak tegas
oleh Uni Soviet. Demi kepentingan politik, ekonomi, dan militer, kedua negara
adikuasa tersebut menjalankan politik pecah belah.
b. Bidang Militer
Hal yang paling mencolok dalam perebutan pengaruh antara Amerika Serikat
dan Uni Soviet adalah adanya pakta pertahanan. Amerika Serikat dan negaranegara Eropa Barat mendirikan NATO, sedangkan negara- negara yang
antikomunis di Asia Tenggara mendirikan SEATO. Selain itu, masih ada ANZUS dan
CENTO.
Di pihak lain, Uni Soviet dan negara-negara Eropa Timur mendirikan Pakta
Warsawa. Di luar wilayah Eropa, Uni Soviet juga aktif mendukung perkembangan
negara-negara komunis.
c. Bidang Ekonomi
Sebagai negara kreditor terbesar, Amerika Serikat dapat memberikan pinjaman
atau bantuan ekonomi kepada negara-negara yang sedang berkembang
(developing countries). Negara-negara Barat yang hancur ekonominya karena
Perang Dunia II, dibantu melalui program Marshall Plan. Ada negara yang
memperoleh grant in aid, yaitu bantuan ekonomi dengan kewajiban
mengembalikannya dalam bentuk dolar atau dengan cara membeli produk Amerika
Serikat.
Untuk negara-negara di kawasan Asia, Presiden Truman mengeluarkan The
Points Four Program for the Economic Development in Asia. Program tersebut
berupa bantuan teknik dalam wujud sarana ekonomi atau bantuan kredit yang
berasal dari sektor swasta di Amerika Serikat.

d. Bidang Ruang Angkasa


Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet membawa pengaruh
terhadap penjelajahan ruang angkasa. Amerika Serikat dan Uni Soviet saling
berebut menguasai ruang angkasa. Mula-mula Uni Soviet meluncurkan pesawat
ruang angkasa Sputnik yang membawa seekor anjing. Amerika Serikat
mengimbangi dengan meluncurkan Explorer I tahun 1958, kemudian diikuti oleh
Explorer II, Discovery, dan Vanguard. Uni Soviet mengungguli dengan meluncurkan
Lunik yang berhasil didaratkan di bulan. Kemudian Amerika Serikat berusaha
menaklukkan ruang angkasa lebih lanjut dengan mengadakan penyelidikan atas
benda- benda ruang angkasa.

Perubahan politik dan ekonomi dunia telah mengarah ke bentuk hubungan


secara menyeluruh (global), maupun kawasan (regional). Hubungan itu tercipta
karena adanya kesadaran bahwa setiap negara memerlukan bantuan negara lain
untuk mencukupi kebutuhannya. Berikut ini akan kita bahas perkembangan tatanan
dunia, hubungan Utara- Selatan, serta munculnya ikatan yang bersifat global dan
regional.
I.

Kebangkitan Jepang
Selama beberapa tahun setelah kekalahannya dalam Perang Dunia
II, ekonomi Jepang hampir seluruhnya lumpuh akibat kerusakan perang. Kekurangan
pangan yang parah, inflasi yang tinggi, dan pasar gelap terjadi di mana-mana.
Bangsa Jepang telah kehilangan semua wilayahnya di seberang lautan, selain itu
jumlah penduduknya juga melonjak dengan penambahan sekitar enam juta orang
yang pulang dari luar negeri. Pabrik- pabrik hancur karena serangan udara yang
dilakukan oleh tentara Sekutu. Produksi dalam negeri menurun karena
dihentikannya pesanan oleh pihak militer dan perdagangan luar negeri dibatasi oleh
tentara pendudukan Amerika Serikat. Meskipun demikian, rakyat Jepang mulai
bangkit untuk membangun kembali ekonomi yang hancur akibat perang.
Dalam perkembangannya, Jepang mampu memanfaatkan segala dukungan dan
bantuan dari Amerika Serikat. Bahkan dalam beberapa hal, Jepang telah mampu
mengambil alih fungsi-fungsi ekonomi global yang dipikul Amerika Serikat.
Kelebihan dana yang dimiliki Jepang digunakan untuk membantu perekonomian
negara lain di kawasan Asia Pasifik, bahkan Amerika Latin. Nilai investasi Jepang di
Amerika Serikat lebih kurang 12%. Nilai investasi itu mengalami lonjakan pada
tahun 1988. Pada tahun 1987, nilai investasi Jepang US$7 miliar dan pada tahun
1988

menjadi US$14,2 miliar. California merupakan daerah tujuan utama bagi


kepentingan investasi Jepang. Terdapat lebih kurang 750 cabang perusahaan
Jepang dan sembilan bank dengan total aset lebih dari US$10 miliar.
Di kawasan Asia Pasifik, Jepang merupakan mitra dagang utama bagi lebih dari
setengah jumlah negara di kawasan itu. Investasi Jepang di Asia Pasifik mencapai
US$ 6 miliar atau meningkat lebih dari dua kali lipat hanya dalam waktu dua tahun.
Pada tahun 1987, Jepang merupakan negara donor terbesar di dunia. Pada tahun
1988, bantuan luar negeri Jepang seluruhnya mencapai US$10 miliar.
Kedudukan Jepang sebagai pasar impor, penyedia bantuan luar negeri, dan
sumber investasi asing begitu dominan bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik.
Dominasi ini dipertahankan Jepang hingga sekarang.
2. Perkembangan Tatanan Dunia dan Hubungan Utara- Selatan
Sejak berakhirnya Perang Dunia II, tatanan dunia terus mengalami
perkembangan menuju globalisasi pembangunan dunia. Proses globalisasi
pembangunan dunia ditandai dengan Perjanjian Bretton Woods, yang
diselenggarakan di Amerika Serikat, pada bulan Juli 1944. Lembaga- lembaga yang
dibentuk atas dasar Perjanjian Bretton Woods, antara lain Bank Dunia dan IMF.
Setelah Perang Dunia II, secara ekonomi dunia juga terpolarisasi dalam dua
kelompok, yaitu kelompok Utara dan Selatan. Kelompok Utara adalah negara
industri maju dan kelompok Selatan adalah kelompok negara yang sedang
berkembang. Kedua kelompok tersebut masing- masing mempunyai potensi dan
peran yang penting dalam perekonomian internasional. Hubungan Utara-Selatan
diharapkan dapat menghasilkan kemakmuran bagi semua negara di dunia. Namun,
kenyataannya hubungan Utara-Selatan hanya menciptakan kemakmuran bagi
negara- negara di kawasan Utara dan merugikan negara-negara di kawasan
Selatan. Negara-negara di kawasan Selatan mengalami kesengsaraan berupa
penurunan nilai tukar bagi barang-barang yang dihasilkannya. Selain itu, terjadi
kerusakan lingkungan yang semakin memprihatinkan dan ketergantungan yang
semakin tinggi terhadap negara-negara di kawasan Utara. Jurang kesenjangan
antara kawasan Utara dan Selatan yang ada menjadi semakin lebar dan dalam.
Oleh karena itu, jelas ada yang salah dalam proses globalisasi ini, khususnya dalam
hubungan Utara-Selatan.
Istilah Utara dan Selatan sebenarnya lebih bermakna ekonomis daripada
geografis. Utara diidentikkan sebagai kelompok negara-negara maju, sedangkan
Selatan cenderung dialamatkan kepada negara-negara berkembang atau negara
miskin. Negara-negara Utara mencakup negara- negara maju yang terletak di Eropa
Barat, Kanada, dan Amerika Serikat. Negara-negara Selatan mencakup negara
yang terletak di kawasan Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
Secara ekonomis, negara-negara maju memiliki ekonomi yang kuat, sedangkan
negara-negara berkembang memiliki ekonomi yang lemah. Berdasarkan segi
kekayaan alam, negara-negara maju tidak memiliki kekayaan alam yang cukup.
Meskipun demikian, kekurangan tersebut dapat diatasi dengan penguasaan
teknologi.

Perbedaan kondisi sosial, ekonomi, serta budaya antara pihak Utara dan
Selatan menggiring mereka pada keadaan saling ketergantungan (interdependensi).
Di satu sisi, negara-negara Utara memiliki keunggulan dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, namun kurang didukung oleh sumber daya alam yang
melimpah. Sebaliknya, negara-negara Selatan memiliki sumber daya alam yang
melimpah, namun kurang didukung oleh penguasaan teknologi. Dengan kondisi ini,
kedua pihak menganggap penting adanya kerja sama Utara-Selatan.
Pokok persoalan dalam kerja sama Utara-Selatan adalah upaya perubahan
dalam tata hubungan dunia baru yang lebih adil. Hubungan tersebut harus berubah
dari bentuk pemerasan oleh negara-negara di kawasan Utara ke bentuk pembagian
keuntungan bersama. Dengan kata lain, hubungan tersebut harus berubah dari
subordinasi ke bentuk kemitraan.
Negara-negara Utara cenderung memaksakan model pembangunan mereka
terhadap negara-negara Selatan. Pemaksaan ini dapat mereka lakukan melalui
perundingan-perundingan dalam lembaga keuangan internasional, seperti Bank
Dunia dan IMF. Bank Dunia dan IMF mengeluarkan Program Penyelesaian
Terstruktur atau Structural Adjustment Program (SAP) yang intinya memaksa
negara-negara yang mendapat bantuan utang untuk lebih membuka pasar dalam
negeri mereka, menekankan kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang-barang
yang bisa diekspor, dan mengurangi subsidi pemerintah terhadap sektor publik. Di
Afrika dan Amerika Latin, program ini menciptakan kemiskinan di kalangan rakyat
jelata. Sehubungan dengan keadaan yang dialami oleh negara-negara Selatan itu,
ada baiknya diadakan pembenahan di kalangan negara-negara Selatan sendiri.
Negara-negara Selatan harus meningkatkan kekuatan politik dan ekonomi mereka.
Di pihak lain, negara-negara Utara harus membiarkan negara-negara Selatan bebas
melaksanakan strategi pembangunan alternatif mereka tanpa melakukan
pembatasan terhadap negara-negara tersebut. Negara-negara di Utara harus
melaksanakan kebijakan ekonomi dan kebijakan luar negeri yang didasarkan atas
kepentingan jangka panjang yang sehat.
Guna menghindari terjadinya pertentangan yang semakin tajam antara
kelompok Utara dan Selatan maka perlu diadakan dialog Utara- Selatan. Istilah
dialog Utara-Selatan mulai popular sejak dilangsungkannya konferensi kerja sama
ekonomi internasional tingkat menteri di Paris, Prancis tahun 1975. Tujuan yang
mendasar dari dialog Utara-Selatan adalah mencari kesepakatan dalam mengubah
hubungan antara negara- negara maju dengan negara-negara berkembang.
Konferensi Paris diharapkan bisa menghasilkan perubahan hubungan ke arah
persamaan dalam Orde Ekonomi Internasional Baru. Dapat pula dikatakan bahwa
negara-negara berkembang menginginkar distribusi kekayaan yang lebih adil dan
menuntut partisipasi yang lebih besar dalam hubungan ekonomi internasional.
3. Munculnya Ikatan yang Bersifat Global dan Regional
Berdirinya lembaga atau organisasi internasional, baik yang bersifat global
maupun regional bertujuan untuk meningkatkan keamanan dan
kesejahteraan para anggotanya. Beberapa lembaga atau organisasi tersebut akan
diuraikan dalam pokok bahasan berikut ini.
a. Konferensi Asia-Afrika
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, muncul negara-negara
baru di kawasan Asia dan Afrika.
Secara umum, kondisi negara-negara tersebut sangat
memprihatinkan. Hal tersebut disebabkan oleh munculnya masalah
di bidang politik, ekonomi, sosial, dan keamanan di masing-masing
negara tersebut.

Pada tanggal 28 April-2 Mei 1954, diadakan Konferensi


Colombo di negara Sri Lanka. Pada konferensi tersebut, Perdana
Meneteri Ali Sastroamijoyo mengungkapkan gagasannya untuk
memajukan kerja sama negara-negara di kawasan Asia dan Afrika.
Gagasan tersebut memperoleh dukungan dari Perdana Menteri
Pandit Jawaharlal Nehru (India), Perdana Menteri Mohammad Ali
Boqra (Pakistan), Sir John Kotelawala (Sri Lanka), dan Perdana
Menteri U Nu (Myanmar).
Pada tanggal 28-29 Desember 1954, diadakan konferensi di kota Bogor untuk
menindaklanjuti gagasan yang disampaikan oleh Perdana Menteri Ali Sastoamijoyo.
Pertemuan tersebut dikenal sebagai Konferensi Bogor atau Konferensi
Pancanegara. Dalam konferensi tersebut berhasil dirumuskan bentuk kerja sama
negara-negara di kawasan Asia dan Afrika seperti berikut ini.
Memajukan kerja sama dan persahabatan negara-negara di kawasan Asia dan
Afrika.

Menyelesaikan masalah-masalah sosial, ekonomi, dan kebudayaan negaranegara yang terwakili.

Mempertimbangkan masalah-masalah yang dihadapi negara-negara di


kawasan Asia dan Afrika terutama mengenai kedaulatan nasional, rasialisme,
dan kolonialisme.

Meninjau kedudukan rakyat Asia dan Afrika khususnya dan dunia pada
umumnya, serta sumbangan yang dapat mereka berikan untuk perdamaian
dunia.
Puncak dari komitmen tersebut diwujudkan dalam Konferensi Asia-Afrika pada
tanggal 18 April 1955 di Bandung. Ketua konferensi tersebut adalah Perdana
Menteri Ali Sastroamijoyo, sedangkan sekretaris konferensi dijabat oleh Roeslan
Abdul Ghani.
Dalam konferensi yang dihadiri 29 negara tersebut, berhasil dirumuskan
Dasasila Bandung. Dasasila Bandung merupakan dasar bagi bangsa-bangsa di
kawasan Asia dan Afrika dalam memperjuangkan hak- haknya. Berikut ini isi dari
Dasasila Bandung.
Menghormati hak dasar manusia sebagaimana yang tercantum dalam Piagam
PBB.
Menghormati kedaulatan dan integrasi teritorial semua bangsa.
Mengakui persamaan semua bangsa, baik besar maupun kecil.
Tidak melakukan intervensi atau campur tangan masalah dalam negeri negara
lain.

Menghormati hak segala bangsa untuk mempertahankan diri baik secara


sendirian, maupun secara kolektif sesuai dengan Piagam PBB.
Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain.
Tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi terhadap keutuhan wilayah dan
kemerdekaan negara lain.
Menyelesaikan perselisihan internasional secara damai sesuai dengan Piagam
PBB.
Memajukan kerja sama untuk kepentingan bersama.
Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional. Konferensi AsiaAfrika memberi kontribusi yang besar bagi kemajuan
kerja sama bangsa-bangsa di kawasan Asia-Afrika. Bahkan menjadi
pendorong bagi pembentukan Gerakan Non Blok.
b. Gerakan Non Blok
Gerakan Non Blok (Non Aligned Movement) lahir
sekitar tahun 1960- an. Pada saat itu, politik dunia sedang

didominasi oleh dua blok pertahanan, yaitu Blok Barat


yang menganut kapitalisme dan Blok Timur yang
menganut komunisme. Masing-masing blok berada di
bawah pengaruh dua negara adikuasa, yakni Amerika
Serikat dan Uni Soviet. i) Latar Belakang Berdirinya
Gerakan Non Blok
Pada tahun 1955, berlangsung Konferensi Asia-Afrika
di kota Bandung. Konferensi itu diikuti oleh negara-negara yang pernah
mengalami penjajahan. Berangkat dari pengalaman dijajah itu, negara- negara
peserta konferensi sepakat menggalang solidaritas untuk mengenyahkan
kolonialisme dan meredakan Perang Dingin.
Pada tahun 1961, ketegangan antara Blok Barat dan Blok Timur semakin
memuncak. Blok Timur membangun tembok yang membelah kota Berlin. Masih
pada tahun yang sama, timbul krisis di Kuba setelah Uni Soviet membangun
pangkalan peluru kendali di negara itu. Ketegangan itu ikut memicu segera
terbentuknya Gerakan Non Blok.
Pada tahun 1961, berlangsung pertemuan persiapan Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) I Gerakan Non Blok di Kairo, Mesir. Pertemuan itu berhasil mengangkat
lima prinsip yang menjadi dasar Gerakan Non Blok. Kelima prinsip tersebut
memuat dua hal utama yang menjadi perhatian Gerakan Non Blok, yaitu
kolonialisme dan negara adikuasa. Berikut ini lima prinsip Gerakan Non Blok.
Tidak berpihak terhadap persaingan antara Blok Barat dan Blok Timur.
Berpihak pada perjuangan antikolonialisme.
Menolak ikut serta dalam berbagai bentuk aliansi militer.
Menolak ikut serta dalam aliansi bilateral dengan negara adikuasa.
Menolak pendirian basis militer negara adikuasa di wilayah masing-masing.
2) Keterlibatan Indonesia dalam Gerakan Non Blok
Peranan penting Konferensi Asia-Afrika bagi pembentukan Gerakan Non Blok
menunjukkan keterlibatan Indonesia dalam gerakan itu sejak masih dalam
bentuk gagasan. Indonesia pun terlibat secara aktif dalam persiapan
penyelenggaraan KTT I Gerakan Non Blok di Beograd, Yugoslavia. Dengan
demikian, Indonesia termasuk perintis sekaligus pendiri Gerakan Non Blok.
Keikutsertaan Indonesia dalam Gerakan Non Blok sejak awal disebabkan oleh
kesesuaian prinsip gerakan itu dengan politik luar negeri bebas aktif. Indonesia
berkeyakinan, perdamaian hanya dapat tercipta dengan sikap tidak mendukung
pakta militer mana pun. Itulah sebabnya, sampai sekarang Indonesia tidak
pernah ikut dalam pakta militer, termasuk SEATO.
Sebagai wujud nyata keterlibatannya di forum Gerakan Non Blok, Indonesia
dipercaya menjadi tuan rumah KTTX Gerakan Non Blok yang diselenggarakan
di Jakarta pada bulan September 1992. Dalam konferensi itu, Indonesia terpilih
sebagai Ketua Gerakan Non Blok untuk periode 1992-1995.
Pada KTT X Gerakan Non Blok di mana Indonesia menjadi ketuanya, untuk
pertama kalinya dihasilkan suatu dialog yang konstruktif guna mencapai
kemajuan bersama. Hal ini merupakan suatu orientasi baru yang belum pernah
dibicarakan pada KTT Gerakan Non Blok sebelumnya. Dengan demikian, dapat
dikatakan Gerakan Non Blok di bawah kepemimpinan Indonesia telah berhasil
menempatkan agenda internasional yang penting untuk mendorong ke arah
perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat dunia.
3) Peran Gerakan Non Blok di Dunia Internasional
Pada masa Perang Dingin, negara-negara anggota Gerakan Non Blok sering
menjadi sasaran pengaruh Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kedua blok yang
saling bersengketa itu berusaha menarik dan menanamkan pengaruhnya ke

negara-negara anggota Gerakan Non Blok. Gerakan Non Blok muncul sebagai
kekuatan netral (tidak memihak salah satu blok) dan berusaha meredam
persaingan kedua blok tersebut dengan tidak menjadi anggota salah satu blok
guna menghindari pecahnya Perang Dunia III.
Setelah Uni Soviet runtuh, negara Eropa Timur yang tergabung dalam Pakta
Warsawa bubar dan Perang Dingin pun berakhir dengan sendirinya. Dengan
berakhirnya Perang Dingin, isu utama yang diangkat Gerakan Non Blok
bergeser menjadi aksi melawan kemiskinan di seluruh dunia, kerusakan
lingkungan, uji coba senjata nuklir, serta perdagangan narkotika dan obat-obat
terlarang.
c. ASEAN
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dibentuk dalam rangka
menggalang kerja sama pada bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan di

kawasan Asia Tenggara. Organisasi regional itu secara resmi berdiri pada tanggal 8
Agustus 1967. ASEAN dibentuk berdasarkan Deklarasi Bangkok (Bangkok
Declaration) yang ditandatangani oleh lima utusan dari lima negara di kawasan Asia
Tenggara. Berikut ini tokoh-tokoh yang menandatangani Deklarasi Bangkok.
Adam Malik (Menteri Utama Bidang Politik/Menteri Luar Negeri Indonesia).
Tun Abdul Razak (Wakil Perdana Menteri/Menteri Pembangunan Nasional
Malaysia).
S. Rajaratnam (Menteri Luar Negeri Singapura).
Narciso Ramos (Menteri Luar Negeri Filipina).
Thanat Khoman (Menteri Luar Negeri Thailand).

1) Tujuan ASEAN
Sebagai sebuah organisasi, ASEAN mempunyai tujuan yang ingin
dicapai. Berikut ini tujuan yang ingin dicapai oleh ASEAN.
Mempercepat kemajuan ekonomi, sosial, dan mengembangkan kebudayaan
di kawasan Asia Tenggara.

Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan menghormati


keadilan dan tata tertib hukum di kawasan Asia Tenggara, serta mematuhi
prinsip-prinsip Piagam PBB.
Meningkatkan kerja sama yang aktif serta saling membantu satu sama lain
dalam mengatasi masalah bersama di bidang ekonomi, sosial, budaya, ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta administrasi.

Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana latihan dan pelatihan


dalam bidang pendidikan, teknologi, dan administrasi.

Bekerja sama meningkatkan pendayagunaan pertanian,


industri, perluasan perdagangan komoditi internasional,
perbaikan sarana distribusi dan komunikasi, serta peningkatan
taraf hidup rakyat.
Memelihara kerja sama yang semakin erat dengan organisasiorganisasi internasional.
Pada awal pembentukannya, ASEAN terdiri atas lima negara
anggota. Sekarang ini anggota ASEAN berjumlah sepuluh negara,
dengan masuknya Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Myanmar,
dan Vietnam.
Perkembangan itu memperlihatkan bahwa ASEAN merupakan organisasi
terbuka bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara, tanpa membedakan
sistem politik ataupun ideologi. Tergabungnya negara yang berbeda sistem
politik dan ideologi itu justru merintis terpeliharanya perdamaian regional yang
ikut menentukan perdamaian dunia.
2)
Struktur Organisasi ASEAN
Struktur organisasi ASEAN telah mengalami pengembangan dan
penyempurnaan sejak pembentukannya sampai sekarang. Struktur organisasi
ASEAN sebelum KTT di Bali adalah sebagai berikut.
Sidang tahunan para menteri.
Standing Commitee.
Komite-komite tetap dan khusus.
Sekretariat nasional ASEAN pada setiap ibu kota negara anggota ASEAN.
Setelah berlangsungnya KTT ASEAN di Bali tahun 1976, struktur organisasi
ASEAN mengalami perubahan sebagai berikut.
Pertemuan para kepala pemerintahan (summit meeting). Pertemuan ini
merupakan kekuasaan tertinggi dalam ASEAN.
Sidang tahunan menteri-menteri luar negeri ASEAN.
Sidang para menteri ekonomi.
Sidang para menteri nonekonomi.
Standing Commitee.
Komite-komite ASEAN.
3)
Kerja Sama Antaranggota ASEAN
ASEAN merupakan suatu organisasi yang anggotanya memfokuskan kerja
sama dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Namun, tidak dapat diabaikan
bahwa Deklarasi Bangkok merupakan dasar pendirian ASEAN. Dengan
demikian, aspirasi dan komitmen politik Deklarasi Bangkok juga menjadi
komitmen dan aspirasi politik ASEAN, yaitu bersatu dan bekerja sama dalam
menghadapi permasalahan di kawasan Asia Tenggara. Aspirasi dan komitmen
politik itu merupakan upaya untuk mewujudkan stabilitas regional yang dapat
menunjang pembangunan nasional negara-negara anggotanya.
Dalam merealisasikan maksud dan tujuan Deklarasi Bangkok tersebut, para
pemimpin dan pendiri ASEAN menyadari bahwa di antara negara-negara
anggota masih ada perbedaan latar belakang sejarah maupun sikap politik.
Begitu pula dengan kenyataan bahwa dalam
bidang ekonomi sebagian besar negara anggota bersaing sebagai penghasil
komoditi yang sama.
Sejak pembentukan ASEAN, pemerintah Indonesia memberikan prioritas utama
dalam penggalangan kerja sama dengan negara-negara tetangga di sekitarnya.
Di samping itu, Indonesia berkeinginan dan berkeyakinan bahwa Asia Tenggara
dapat berkembang menjadi kekuatan regional yang mandiri dan kuat.

Dalam perkembangan selanjutnya, kerja sama antarnegara anggota ASEAN


semakin mantap dan berhasil meningkatkan semangat hidup setiap negara
anggotanya. Bentuk kerja sama ASEAN antara lain dalam bidang politik,
ekonomi, dan sosial-budaya.
a) Bidang Politik
Dalam bidang politik, ASEAN sepakat untuk menyelesaikan * segala
permasalahan melalui meja perundingan. Pada KTT ASEAN di Bangkok tahun
1995, ASEAN juga sepakat untuk menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai
kawasan bebas nuklir.
b) Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, negara-negara ASEAN berupaya menciptakan kerja
sama perdagangan yang saling menguntungkan.
c) Bidang Sosial-Budaya
Dalam bidang sosial-budaya, kerja sama yang sudah dilakukan adalah
pertukaran kunjungan dari misi kebudayaan masing- masing negara. Di
samping itu, telah dilakukan pula program pertukaran pelajar dan
mahasiswa.
d. Masyarakat Ekonomi Eropa
European Economic Community atau Masyarakat Ekonomi Eropa merupakan
salah satu bentuk kerja sama regional negara-negara di kawasan Eropa Barat.
Namun dalam pelaksanaannya, organisasi ini berupaya untuk terlibat dalam
kegiatan ekonomi Eropa dan dunia.
Terbentuknya Masyarakat Ekonomi Eropa diawali dengan berdirinya European
Coal and Steel Community (ECSC) pada tahun 1952. Organisasi ini membentuk
sebuah pasar bersama untuk produksi batu bara, besi, dan baja. Negara anggota
ECSC antara lain Belgia, Jerman, Prancis, Italia, Luksemburg, dan Belanda.
Keenam negara Eropa ini disebut dengan istilah the six.
Keberhasilan ECSC mendorong negara-negara the six membentuk pasar
bersama yang mencakup semua sektor ekonomi. Hasil pertemuan di Messina
tanggal 1 Juni 1955 menunjuk Paul Spaak (Menteri Luar Negeri Belgia) sebagai
ketua komite. Ia bertugas menyusun laporan tentang kemungkinan kerja sama
ekonomi dan tenaga kerja. Laporan Komite Spaak berisi dua rancangan yang lebih
mengintegrasikan Eropa, yaitu
membentuk European Economic Community (EEC) atau Masyarakat Ekonomi
Eropa (MEE);
membentuk European Atomic Energy Community (EURATOM) atau Badan
Tenaga Atom Eropa.

Rancangan Spaak ini disetujui pada tanggal 25 Maret 1957 di Roma dan kedua
rancangan tersebut mulai berlaku tanggal 1 Januari 1958.
Sebagai sebuah organisasi yang beranggotakan negara-negara maju, MEE
mempunyai tujuan yang jelas. Berikut ini tujuan dari organisasi MEE.

Integrasi Eropa dengan cara meningkatkan perekonomian, memperbaiki taraf


hidup, dan memperluas lapangan kerja.

Memajukan perdagangan dan menjamin adanya persaingan bebas, serta


keseimbangan perdagangan antarnegara anggota.
Memperluas hubungan dengan negara-negara selain MEE.
Menghapuskan semua rintangan yang menghambat laj u perdagangan
internasional.
Guna mencapai tujuan di atas, MEE membentuk badan-badan sebagai berikut.
*

Assembly, anggotanya berjumlah 142 orang yang dipilih parlemen negara


anggota. Tugasnya memberikan nasihat, usul, dan mengawasi pekerjaan
Commission, serta meminta pertanggungjawabannya.

Council (Dewan Menteri MEE), mempunyai kekuasaan tertinggi untuk


merencanakan dan memberikan keputusan atas semua rencana baru.

Commission (Badan Pengurus Harian MEE) beranggotakan sembilan orang


dengan masa jabatan empat tahun.
The Court of Justice (Mahkamah Peradilan MEE), beranggotakan tujuh orang
dengan masa jabatan enam tahun.
Upaya integrasi (penyatuan) masyarakat Eropa mulai dirintis sejak tahun 1998.
Guna mewujudkan integrasi itu, mereka telah mengeluarkan berbagai kebijakan
yang akan dipakai sebagai perangkat pendukung, yaitu
parlemen Eropa (European parliament),
sistem moneter Eropa (European monetary system),
unit uang Eropa (European currency unit), serta
pasar tunggal (single market).
Semua kebijakan yang dikeluarkan oleh MEE mengacu pada pembentukan satu
kekuatan Eropa yang terintegrasi. Ide integrasi ekonomi melalui pasar tunggal tahun
1992 dipakai sebagai landasan pokok bagi integrasi Eropa secara keseluruhan.
Guna membangun masyarakat Eropa yang bersatu dan berdaulat, MEE
membangun basis ekonomi terlebih dahulu. Dengan kuatnya basis ekonomi
masyarakat Eropa maka akan sangat membantu terhadap integrasi di bidang
lainnya.
Realisasi dari ide integrasi ekonomi Eropa melalui pasar tunggal Eropa secara
resmi mulai diterapkan pada tanggal 1 Januari 1993. Pasar tunggal Eropa tersebut
masih tetap menggunakan satuan mata uang masing- masing negara.
Negara-negara yang menjadi anggota MEE sejak awal berdirinya adalah Prancis
Jerman, Italia, Belgia, Belanda, dan Luksemburg. Kemudian beberapa negara lain
juga bergabung dengan MEE, yaitu Inggris, Irlandia, Denmark, Spanyol, Portugal,
dan Yunani.
Berdasarkan Perjanjian Maastricht yang ditandatangani tanggal 7 Februari 1992,
MEE diubah menjadi Uni Eropa. Dengan demikian,

18
1

keanggotaan dari lembaga tersebut juga bertambah. Hal ini dibuktikan masuknya
negara-negara lain sebagai anggota baru, yaitu Swedia, Finlandia, Estonia, Latvia,
Lituania, Polandia, Malta, Austria, Slovenia, Siprus, Ceko, Slovakia, Hongaria,
Bulgaria, dan Rumania.

e. Organisasi Konferensi Islam (OKI)


Organisasi Konferensi Islam (OKI) merupakan organisasi negara- negara Islam
atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Organisasi ini
dibentuk di Karachi (Pakistan) dalam suatu konferensi tingkat menteri luar negeri
negara-negara Islam.
1) Latar Belakang
Berdirinya OKI adalah akibat jatuhnya kota Jerusalem ke tangan Israel dalam
Perang Enam Hari tahun 1967. Gagasan pembentukan organisasi ini semakin
kuat setelah terjadi pembakaran Masjidil Aqsa, pada tanggal 21 Agustus 1969
oleh Israel. Peristiwa tersebut membangkitkan kemarahan umat Islam di seluruh
dunia. Kemudian, Raja Hasan II dari Maroko menyerukan kepada pemimpin
negara Arab khususnya dan umat Islam pada umumnya untuk secara bersamasama menuntut pertanggungjawaban Israel.
2) Pembentukan OKI
Pada tanggal 22 Agustus 1969, berlangsung konferensi darurat para menteri
luar negeri anggota Liga Arab. Konferensi tersebut mengeluarkan sejumlah
resolusi yang mendesak agar diselenggarakan KTT negara-negara Islam. Tugas
untuk mempersiapkan KTT tersebut dilaksanakan oleh pemerintah Arab Saudi
dan Maroko.
Kemudian, pemerintah Arab Saudi dan Maroko membentuk panitia
penyelenggara KTT yang beranggotakan enam delegasi, yaitu Malaysia,
Palestina, Arab Saudi, Maroko, Somalia, dan Nigeria. Selanjutnya,
diselenggarakan KTT di Rabat (Maroko) pada tanggal 22-25 September 1969.
Keputusan yang dihasilkan antara lain kecaman terhadap tindakan Israel dan
rencana konferensi tingkat menteri luar negeri di Jeddah, Arab Saudi.
Berdasarkan keputusan Konferensi Jeddah, akhirnya dibentuk Organisasi
Konferensi Islam (OKI) di Karachi (Pakistan), pada bulan Desember 1970.
Sekretaris Jenderal OKI yang pertama adalah Perdana Menteri Malaysia, Tunku
Abdul Rahman.
3) Tujuan OKI
Tujuan pembentukan OKI seperti berikut ini.
Memajukan solidaritas Islam di antara negara-negara anggota.
Mengkonsolidasikan kerja sama di antara negara-negara anggota dalam
bidang ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, dan bidang kegiatan
lainnya.
Berusaha menghapus pemisahan rasial dan diskriminasi, serta
menghilangkan kolonialisme dalam segala bentuknya.

Mengkoordinasikan usaha-usaha untuk melindungi tempat suci dan


mendukung setiap perjuangan rakyat Palestina dalam mendapatkan kembali
hak-hak mereka atas tanah Palestina.
Mendukung setiap upaya perdamaian dan keamanan dunia.
Memperkuat perj uangan umat Islam untuk melindungi martabat umat,
independensi, dan hak masing-masing negara Islam.
Menciptakan suasana yang harmonis untuk meningkatkan kerja sama dan
pengertian antara negara anggota OKI, serta negara- negara lain.
4) Anggota OKI
Pertama kali dibentuk, jumlah anggota OKI hanya 27 negara, yaitu negaranegara yang hadir pada KTT I di Rabat, Maroko. Sekarang anggota OKI
sebanyak 57 negara.
Keanggotaan Indonesia dalam OKI tergolong sangat unik. Sebab Indonesia
bukan negara Islam, tetapi merupakan negara dengan jumlah penganut agama
Islam terbanyak di dunia. Berdasarkan sudut politik luar negeri, Indonesia
adalah anggota OKI yang secara eksplisit menyatakan prinsip-prinsip
kebebasan dan independensi sebagai pegangan politik luar negerinya.
Indonesia memanfaatkan OKI sebagai forum kerja sama yang bertujuan
menciptakan perdamaian dunia.
5) Peran Indonesia dalam OKI
Berlandaskan politik luar negeri yang bebas dan aktif, Indonesia berupaya
menjadi pemersatu umat Islam di seluruh dunia. Indonesia juga berusaha
mencarikan jalan keluar dari masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islam.
Keterlibatan Indonesia dalam OKI telah melahirkan kesempatan yang baik bagi
terciptanya kerja sama dengan negara-negara lainnya.
Di bidang politik, peran Indonesia dalam OKI cukup diperhitungkan. Pada KTT
OKI tahun 1981 di Thaif, Arab Saudi, Indonesia mengajukan resolusi tentang
solidaritas Islam, yang diterima baik oleh peserta KTT secara spontan. Resolusi
tersebut kemudian menjadi dasar bagi pembentukan Komite Perdamaian Islam.
Selain itu, peran Indonesia dalam mendamaikan sengketa antara PakistanBangladesh juga diikuti oleh negara-negara Islam lainnya. Masalah minoritas
muslim Moro di Filipina juga diperjuangkan Indonesia dalam forum OKI.
6) KTT OKI
Pada pertemuan-pertemuan selanjutnya, OKI mengalami perkembangan dalam
berbagai bidang. Sesuai dengan hasil konferensi tingkat menteri luar negeri OKI
di Jeddah tahun 1970, kemudian
dibentuk sekretariat tetap OKI di Jeddah. Selanjutnya, diadakan pertemuanpertemuan tingkat menteri luar negeri. Pada pertemuan di Jeddah inilah
disahkan piagam pendirian OKI.
f. Asia Pacific Economic Cooperation
Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) merupakan forum kerja sama
antarnegara-negara di kawasan Asia dan Pasifik. APEC terbentuk di Canberra,
Australia pada bulan Desember 1989.
1) Latar Belakang Berdirinya APEC
Pembentukan kerja sama regional di kawasan Asia Pasifik dilatarbelakangi oleh
beberapa faktor, antara lain sebagai berikut.

Munculnya berbagai kelompok kerja sama perdagangan regional, seperti


North America Free Trade Agreement (NAFTA) dan Free Trade
*Area of the Americas (FTAA).
Adanya perubahan di bidang politik dan ekonomi yang terjadi di Uni Soviet
dan Eropa Timur.

Kekhawatiran terhadap gagalnya perundingan putaran Uruguay mengenai


perdagangan bebas. Jika putaran Uruguay gagal disepakati, diduga akan
memicu sikap proteksi dari masing- masing negara.
Ketiga faktor tersebut mendorong negara-negara dan para pelaksana ekonomi
di kawasan Asia Pasifik untuk melakukan antisipasi agar dapat menghadapi
tantangan yang muncul dan mampu memanfaatkan peluang yang terbuka.
2) Pembentukan APEC
APEC dibentuk dalam suatu pertemuan tingkat menteri di Canberra, Australia.
Gagasan pembentukan APEC berasal dari Bob Hawke, Perdana Menteri
Australia ketika itu. Pada awal pembentukannya, APEC beranggotakan 12
negara yang meliputi 6 negara ASEAN dan 6 mitra dialognya, yaitu Jepang,
Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat.
Keanggotaan APEC berkembang relatif cepat. Pada tahun 1991, Cina,
Hongkong, dan Taiwan diterima sebagai anggota. Selanjutnya, pada pertemuan
di Seattle (Amerika Serikat) bulan November 1993, Papua Nugini dan Meksiko
diterima sebagai anggota. Setahun kemudian, Chili diterima sebagai anggota.
Peran Indonesia dalam APEC
Sebagai anggota APEC, Indonesia mempunyai peran yang cukup penting.
Dalam pertemuan di Seattle, Indonesia ditunjuk sebagai Ketua APEC periode
19941995. Sebagai Ketua APEC, Indonesia berhasil menyelenggarakan
pertemuan APEC di Bogor pada tanggal 1415 November 1994. Pertemuan
tersebut dihadiri oleh 18 negara anggota.

Sejak proklamasi, Indonesia menganut politik luar negeri bebas aktif Sistem
politik luar negeri ini dipilih dalam rangka menjamin kerja sama dan hubungan baik
dengan bangsa lain di dunia. Prinsip bebas, artinya Indonesia tidak memihak
kepada salah satu blok dan menempuh cara sendiri dalam menangani masalahmasalah internasional. Sedangkan prinsip aktif artinya Indonesia berusaha sekuat
tenaga untuk ikut memelihara perdamaian dunia dan berpartisipasi meredakan
ketegangan internasional. Dasar politik luar negeri yang diperkenalkan oleh
Mohammad Hatta tersebut tidak hanya menjadi kebijakan pemerintah Orde Lama
(Soekarno), namunjuga pada masa Orde Baru (Soeharto). Masing-masing
pemerintah cenderung untuk memberikan penafsiran sendiri terhadap dasar-dasar
politik luar negeri tersebut sesuai dengan tujuan masing-masing.
1. Masa Orde lama
Hubungan luar negeri yang dirintis sejak perang kemerdekaan berkembang
sesudah pengakuan kedaulatan tahun 1949. Kabinet RIS di bawah Mohammad
Hatta melaksanakan hubungan luar negeri yang dititikberatkan kepada negaranegara Asia dan negara-negara Barat, karena kepentingan Indonesia masih terkait
dengan negara-negara Eropa. Pemasaran hasil bumi Indonesia masih berpusat di
negeri Belanda dan Eropa Barat pada umumnya. Untuk kepentingan yang sama,
pemerintah mengirim Ir. Juanda ke Amerika Serikat untuk mencari bantuan yang
tidak mengikat.
Setelah kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal
17 Agustus 1950, kebijakan luar negeri Perdana Menteri Hatta dilanjutkan oleh
kabinet berikutnya, di antaranya Kabinet Natsir dan Kabinet Sukiman. Pada masa
Kabinet Sukiman, pemerintah Indonesia mengadakan pertukaran surat dengan
pemerintah Amerika Serikat. Pertukaran itu dilakukan antara Menteri Luar Negeri

Ahmad Subarjo dan Duta Besar Merle Cochran. Isi surat tersebut adalah upaya
penjajakan pemerintah Indonesia untuk mendapatkan bantuan dari Amerika Serikat
berdasarkan Mutual Security Act (MSA). Sekalipun masih
dalam tingkat pertukaran surat, kejadian ini mengundang reaksi dari berbagai pihak.
DPRS mengajukan hak interpelasi atas kebijakan luar negeri yang menyangkut
MSA. Pada waktu itu pemerintah dianggap telah meninggalkan politik luar negeri
bebas aktif dan memasukkan Indonesia ke dalam sistem pertahanan Blok Barat.
Pengganti Kabinet Sukiman adalah Kabinet Ali Sastroamijoyo I. Kabinet ini
melaksanakan offensive diplomatic yang menonjol, yaitu menitikberatkan pada kerja
sama antara negara-negara Asia-Afrika. Kenyataan ini bukan berarti Indonesia akan
membentuk blok ketiga. Pembentukan organisasi ini merupakan landasan dalam
rangka memupuk solidaritas bangsa Asia-Afrika dan menyusun kekuatan agar
mendapatkan posisi yang menguntungkan bagi bangsa Asia-Afrika di tengah
percaturan politik internasional. Indonesia mensponsori penyelenggaraan
Konferensi Asia-Afrika di Bandung.
Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap, pemerintah Indonesia menjalankan
politik luar negeri yang dekat dengan Blok Barat. Selain dengan Amerika Serikat dan
Australia, dijalin pula hubungan dengan Inggris, Singapura, dan Malaysia. Indonesia
memperoleh bantuan makanan dari Amerika Serikat seharga US$96.700.000
berdasarkan perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 2 Maret 1956. Bahkan
secara resmi Presiden Soekarno diundang untuk mengunjungi Amerika Serikat oleh
Menteri Luar Negeri John Foster Dulles, pada bulan Maret 1956.

Untuk menunjukkan bahwa Indonesia menganut politik luar negeri bebas aktif,
pada bulan Agustus 1956 Presiden Soekarno mengunjungi Uni Soviet. Pada
kunjungan ini, telah ditandatangani perjanjian kerja sama pemberian bantuan
ekonomi dengan tidak mengikat dari Uni
Soviet sebesar US$100.000.000. Pada bulan yang sama Presiden Soekarno
mengadakan kunjungan ke Cekoslovakia dan Yugoslavia. Sedangkan kunjungan ke
Cina dilakukan pada bulan Oktober 1956.

Setelah Manipol menjadi dasar pengambilan kebijakan luar negeri Indonesia.


Maka dunia tidak lagi terbagi dalam Blok Barat dan Blok Timur, tetapi terbagi
menjadi New Emerging Forces (Nefo) dan Old Established Forces (Oldefo). Nefo
adalah kelompok negara-negara komunis dengan beberapa negara baru di
kawasan Asia dan Afrika, termasuk Indonesia. Sedangkan Oldefo adalah kekuatan
negara-negara imperialis dan kolonialis Barat.
Karena termasuk dalam kelompok Nefo maka Indonesia menjaga jarak dengan
negara-negara Blok Barat, namun sebaliknya menjalin hubungan erat dengan
negara-negara Blok Timur. Tindakan itu turut didorong oleh campur tangannya
Amerika Serikat dalam pergolakan PRRI dan Permesta, juga oleh sikap
pasiftiegara-negara Barat saat upaya pembebasan Irian Barat.
Politik luar negeri Nefo-Oldefo kemudian berkembang semakin radikal menjadi
politik mercusuar, dan politik poros, dan politik konfrontasi.

Melalui politik mercusuar, Indonesia mengadakan proyek-proyek besar yang


menguras biaya besar. Proyek itu dimaksudkan untuk mengangkat Indonesia
sebagai negara terkemuka (menjadi mercusuar) di kalangan Nefo. Proyek
mercusuar, antara lain pembangunan kompleks olah raga Senayan dan
penyelenggaraan Games New Emerging Forces (Ganefo) atau pesta olah raga
untuk negara-negara Nefo.

Melalui politik poros, Indonesia mengadakan hubungan istimewa dengan


negara Kamboja, Vietnam Utara, Cina, dan Korea Utara. Hubungan itu disebut
poros Jakarta-Pnom Penh-Hanoi-Peking- Pyongyang.

Melalui politik konfrontasi, Indonesia mengadakan konfrontasi terhadap


Malaysia yang dianggap sebagai negara boneka Inggris. Sikap bermusuhan
tersebut ditegaskan oleh Presiden Soekarno melalui pencanangan Dwikora.
Dwikora berisi seperti berikut ini.
Perhebat ketahanan revolusi.
Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak,
dan Brunei untuk menggagalkan pembentukan negara boneka Malaysia.
Politik luar negeri Indonesia yang agresif selama Demokrasi Terpimpin
memboroskan cadangan devisa, inflasi menjadi tidak terkontrol. Kehidupan
ekonomi terus memburuk pada tahun 1965. Keterpurukan ekonomi itu menjadi
peluang bagi PKI melancarkan pemberontakan pada tanggal 30 September 1965.
2. Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru, kebijakan politik luar negeri Indonesia lebih menaruh
perhatian khusus terhadap masalah regional. Para pemimpin Indonesia menyadari
bahwa stabilitas regional akan menjamin keberhasilan rencana pembangunan di
Indonesia. Kebijakan luar negeri Indonesiajuga mempertahankan persahabatan
dengan pihak Barat dan menjalankan
politik pintu terbuka bagi investor asing, serta pinjaman luar negeri. Seperti halnya
pemerintahan Orde Lama, pemerintahan Orde Baru juga selalu menempatkan
posisi Indonesia sebagai pemeran utama dalam pelaksanaan kebijakan politik luar
negerinya. Wujud keseriusan sikap Indonesia dalam menjalankan politik luar
negerinya, antara lain dengan masuknya kembali Indonesia menjadi anggota PBB
pada tanggal 28 Desember 1966.
Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB berlanjut dengan upaya pemulihan
hubungan dengan sejumlah negara yang sempat renggang akibat politik konfrontasi
pada masa Orde Lama. Indonesia memulihkan hubungan dengan negara India,
Filipina, Thailand, Australia, dan sejumlah negara anggota Gerakan Non Blok di
kawasan Asia, Afrika, dan Eropa.

Pada tahun 1971, Malaysia mengajukan sebuah konsep tentang kawasan Asia
Tenggara yang damai, bebas, dan netral atau lebih dikenal dengail sebutan Zone of
Peace, Freedom, and Neutral (ZOPFAN). Pada tahun 1983, Indonesia
memperkenalkan konsep Asia Tenggara sebagai kawasan bebas senjata nuklir atau
Southeast Asian Nuclear Weapons Free Zone (SEANWFZ). Konsep tersebut
merupakan cerminan dari peran aktif Indonesia dalam menjaga stabilitas di
kawasan Asia Tenggara.
Guna menangkal ancaman Cina di kawasan Asia Tenggara maka pada bulan
Maret 1980, Presiden Soeharto bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia,
Hussein Onn. Pertemuan ini berhasil merumuskan Doktrin Kuantan. Doktrin ini
menganggap tekanan Cina atas Vietnam akan lebih mendekatkan Vietnam dengan
Uni Soviet. Ini berarti membahayakan keamanan regional, sehingga negara-negara
ASEAN sepakat untuk memberikan bantuan kepada Vietnam. Melalui bantuan
tersebut diharapkan secara bertahap Vietnam akan menarik diri dari sekutunya,
yaitu Uni Soviet dan stabilitas politik tersebut di Asia Tenggara dapat tercipta.
Hubungan antara Indonesia dan Cina membeku sejak bulan Oktober 1967,
karena Cina diyakini berada di belakang kudeta yang dilakukan oleh PKI pada tahun
1965. Upaya normalisasi hubungan antara Indonesia dan Cina mulai dilakukan pada
tahun 1984. Pada bulan November 1984, Menteri Luar Negeri Mochtar
Kusumaatmaja, mengumumkan keinginan Indonesia untuk membuka kembali
pedagangan langsung dengan negara Cina. Saat menghadiri peringatan tiga puluh
tahun Konferensi Asia-Afrika di Bandung, Menteri Luar Negeri Wu Xueqian di
hadapan pers mengatakan bahwa Cina telah berhenti mendukung PKI. Ia juga
mengatakan bahwa kebanyakan pimpinan PKI yang mengungsi ke Cina setelah
pemberontakan tahun 1965 telah meninggalkan Cina dan pergi ke Eropa.
Pada tanggal 23 Februari 1989, pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa
ada kemungkinan hubungan diplomatik antara Jakarta dan Beijing dibuka kembali.
Hal ini mengejutkan banyak orang, sebab rencana ini sebelumnya sangat
dirahasiakan. Dilaporkan bahwa wakil pemerintah Cina di PBB telah menghubungi
wakil Indonesia di PBB dan mengatakan keinginan mereka untuk bertemu dengan
Presiden Soeharto di Tokyo. Pemerintah Indonesia menanggapi ajakan tersebut
secara baik.
Pada bulan Desember 1990, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad
mencetuskan ide pembentukan East Asian Economic Grouping
(EAEG), namun pemerintah Indonesia keberatan atas usul ini. Dalam sebuah
konferensi di Bali tanggal 3 Maret 1991, Presiden Soeharto mengatakan bahwa
Indonesia tidak menginginkan suatu blok perdagangan yang tertutup. Indonesia
menginginkan agar ditiadakan pengelompokan ekonomi lain yang akan merugikan
kerja sama internasional yang dibutuhkan. Karena Indonesia melihat bahwa EAEG
akan menutup peran Amerika Serikat dan negara-negara lainnya. Sementara
Indonesia masih membutuhkan bantuan Amerika Serikat dan investasi asing
lainnya. Selain itu, Indonesia juga ingin memanfaatkan Amerika Serikat untuk
mengimbangi dominasi ekonomi Jepang di Asia Tenggara. Indonesia mengusulkan
agar EAEG diganti caucus, dan akhirnya disetujui nama East Asian Economic
Caucus (EAEC). Organisasi baru ini lebih merupakan suatu forum daripada suatu
blok ekonomi dan bagian dari organisasi APEC.
Saat Indonesia menjabat sebagai Kettia Gerakan Non Blok terjadi pertikaian
dan perpecahan di negara Yugoslavia. Etnis Serbia melakukan serangan terhadap
etnis Bosnia yang mayoritas beragama Islam. Pada waktu itu ada usulan agar
Gerakan Non Blok untuk menyebut Serbia sebagai agresor. Namun pemerintah
Indonesia tidak sepakat, karena sebagai Ketua Gerakan Non Blok tidak ingin
mengaitkan organisasi tersebut dengan dasar-dasar Islam dan menolak

mengirimkan pasukan perdamaiannya. Namun sikap pemerintah Indonesia


terhadap masalah Bosnia dalam perkembangannya berubah. Pemerintah
melakukan kunjungan ke Bosnia dan mengirim pasukan pemelihara perdamaian.
Perubahan sikap pemerintah ini kemudian ditindaklanjuti dengan kunjungan
Presiden Soeharto ke Bosnia.
Selain Gerakan Non Blok, Presiden Soeharto juga menggunakan APEC untuk
memproyeksikan posisi kepemimpinan Indonesia. Pada awalnya Indonesia memiliki
keberatan tertentu mengenai APEC. Kekhawatiran itu didasarkan pada
ketidakmampuan Indonesia menghadapi liberalisasi perdagangan. Indonesia hanya
akan dijadikan pasar tanpa meraih keuntungan. Kekhawatiran lainnya adalah
kehadiran APEC dapat mengikis kerja sama di antara negera-negara ASEAN.
Sebagaimana ditunjukkan oleh Perdana Menteri Mahathir Mohammad yang tidak
sepakat dengan APEC.
Setelah berakhirnya Perang Dingin, Indonesia mengubah pandangannya
terhadap APEC. Sikap Indonesia terhadap APEC mulai berubah pada tahun 1993
ketika Presiden Soeharto menerima undangan Presiden Bill Clinton untuk hadir
dalam pertemuan di Seattle. Indonesia yang pada mulanya enggan membuka pasar
dalam negerinya, sekarang muncul sebagai penganjur konsep perdagangan bebas.
Faktor-faktor yang mendorong perubahan sikap Indonesia terhadap APEC
adalah ditunjuknya Indonesia menjadi Ketua APEC periode berikutnya. Faktor
lainnya adalah kekhawatiran Indonesia yang akan tertinggal oleh Thailand, Vietnam,
dan India dalam mendapatkan investasi asing jika tidak melakukan perdagangan
bebas. Vietnam, Thailand, dan India telah membuka pasar dalam negeri mereka
bagi para penanam modal asing yang menghasilkan peningkatan investasi asing
yang luar biasa.
Prestasi Indonesia saat menjadi tuan rumah KTT APEC di Bogor adalah
disepakatinya usulan Indonesia tentang batas waktu liberalisasi

Kedua negara adikuasa ini ingin menjadi pemimpin dunia dengan kekuatan senjata.
Keadaan seperti ini menimbulkan kekhawatiran dan rasa cemas akan munculnya
Perang Dunia III.
Amerika Serikat didukung oleh NATO, sedangkan Uni Soviet didukung oleh
negara-negara komunis yang tergabung dalam organisasi Pakta Warsawa. Dengan
adanya NATO dan Pakta Warsawa, perang terbuka dapat meletus setiap saat.
Sebab kedua negara adikuasa itu selalu berada di belakang negara-negara yang
sedang bertikai. Bila terjadi perang terbuka antara kedua negara adikuasa itu maka
seluruh dunia akan hancur.
Perang Dingin dan hubungan yang memanas menyadarkan kedua negara
adikuasa tersebut untuk mengurangi ketegangan antarnegara. Oleh karena itu,
Amerika Serikat dan Uni Soviet sepakat untuk mengadakan perundingan.
Perundingan tersebut antara lain melalui Strategic Arms Limitation Talks (SALT)
atau Perundingan Pembatasan Persenjataan Strategis yang meliputi SALT I dan
SALT II. Perundingan SALT I berlangsung di Helsinki, Finlandia tanggal 17
November 1969. Hasil perundingan SALT I ditandatangani oleh Presiden Amerika
Serikat Richard Nixon dan Leonid Brezhnev dari Uni Soviet. Sedangkan
perundingan SALT II dilangsungkan di Jenewa, Swiss pada bulan November
1972. Hasil perundingan SALT II baru ditandatangani oleh pemimpin Amerika
Serikat, Jimmy Carter dan pemimpin Uni Soviet, Leonid Brezhnev pada tanggal
18 Juni 1979 di Wina, Austria.
Perang Dingin mulai berakhir ketika Uni Soviet berniat untuk mengalihkan energi
mereka untuk menyelesaikan masalah dalam negeri mereka. Sampai tahun 1980,
11% GNP Uni Soviet dibelanjakan untuk kepentingan militer. Jatuhnya harga minyak
pada tahun 1980, menghentikan ekonomi Uni Soviet yang sedang goyah.
Sebelumnya Uni Soviet masih menikmati hasil ekspor minyaknya. Akan tetapi
setelah tahun 1980, minyak tidak mampu lagi membiayai Perang Dingin.
Uni Soviet mulai mengurangi kekuatan militernya di Eropa Timur. Pada tahun
1989, Uni Soviet menarik tentaranya dari Afganistan. Kekuasan komunis mulai
runtuh di negara-negara Eropa Timur dan Jerman kembali bersatu. Pada tahun
1991 Uni Soviet bubar, Rusia dan negara-negara bekas Uni Soviet yang lain mulai
muncul sebagai negara yang merdeka. Runtuhnya kekuatan Uni Soviet di Eropa
Timur mengakhiri Perang Dingin.
Q Perkembangan Mutakhir Dunia
Ada beberapa peristiwa mutakhir yang terjadi di dunia ini. Peristiwa- peristiwa
tersebut adalah sebagai berikut.
1. People Power M Filipina
Filipina merdeka sejak tahun 1946. Salah seorang pemimpin dari negara itu
adalah Ferdinand Marcos. Tokoh dari Partido Nasionalista itu, menjadi Presiden
Filipina sejak tanggal 30 Desember 1965. Ia menempuh berbagai cara untuk
mempertahankan kekuasaannya.
a. Pertentangan antara Presiden Marcos dan Benigno Aquino
Tindakan Presiden Marcos itu mendapat kritik keras, dari Benigno Aquino, tokoh
Partido Lakas Ng Bayan (yang berarti people power). Aquino menganggap Marcos
memerintah secara totalitarian yang bertentangan dengan prinsip demokrasi
Filipina.
Aquino kembali melancarkan kecaman saat Marcos terpilih lagi sebagai
presiden pada tahun 1967. Ia menganggap Marcos melakukan kecurangan dalam

pemilihan presiden. Marcos mulai menekan Aquino ketika bersaing dalam pemilihan
presiden tahun 1973. Untuk menyingkirkan Aquino, Marcos menjebloskannya ke
pengadilan militer dengan tuduhan subversi. Namun upaya Marcos belum berhasil,
hal ini terbukti dengan ikutnya Aquino dalam pemilu untuk anggota parlemen pada
tahun 1978.
Persaingan Marcos dan Aquino berakhir pada tahun 1983. Ketika itu Aquino
bermaksud kembali ke Filipina setelah selama tiga tahun menetap di Amerika
Serikat untuk berobat. Meskipun Marcos tidak menjamin keselamatannya, Aquino
tetap bersikeras kembali ke Filipina. Setibanya di Manila, ketika sedang menuruni
tangga pesawat, Aquino tewas ditembak.
Perjuangan Benigno Aquino dilanjutkan oleh istrinya Corazon Aquino, atau yang
lebih dikenal sebagai Cory Aquino. Dalam waktu yang singkat, ia mendapat simpati
dari masyarakat yang menganggap kematian suaminya sebagai korban kekejaman
Marcos. Dukungan yang semakin besar itu menempatkan Cory Aquino menjadi
pemimpin oposisi yang harus diperhitungkan oleh Marcos.
Dengan dukungan dari sebagian besar rakyat Filipina, Cory mencalonkan diri
sebagai presiden dalam pemilu pada tanggal tahun 1986. Tampilnya Cory Aquino
diharapkan dapat memulihkan demokrasi Filipina. Rakyat Filipina sangat berharap
Cory Aquino memenangkan pemilu.
Hasil pemungutan suara menunjukkan kenyataan yang membingungkan.
Berdasarkan hasil perhitungan komisi pemilihan independen, Cory Aquino keluar
sebagai pemenang. Sebaliknya, komisi pemilihan dari pihak pemerintah
mengumumkan kemenangan Marcos. Perbedaan itu menimbulkan tuduhan bahwa
Marcos melakukan kecurangan penghitungan suara. Kesimpulan itu dikuatkan oleh
kesimpulan Richard Lugar, ketua tim pengamat dari Amerika Serikat yang
menyatakan bahwa Marcos secara sistematis telah memanipulasi penghitungan
suara.
b. People Power
Meskipun hasil penghitungan suara diragukan, parlemen Filipina tetap
mengumumkan Marcos sebagai pemenang. Hal itu menimbulkan kemarahan rakyat.
Sehari setelah pengumuman parlemen, Cory Aquino menerima petisi dari 2,5 juta
penduduk kota Manila. Petisi itu menghendaki Cory Aquino menjadi Presiden
Filipina. Ia menyambut baik kehendak rakyat tersebut. Untuk memenuhi kehendak
rakyat, Cory Aquino mengumumkan dirinya sebagai presiden dan Salvador Laurel
sebagai wakil presiden.
Sementara itu dukungan terhadap Cory Aquino datang dari tokoh- tokoh politik,
agama, dan militer. Mereka itu antara lain Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile,
pemimpin gereja Katolik Kardinal Sin,
dan Panglima Angkatan Bersenjata Letnan Jenderal Fidel Ramos. Selain itu,
dukungan datang pula dari perwira muda yang membentuk gerakan pembaruan
dalam tubuh militer. Gerakan tersebut dipimpin oleh Kolonel Gregorio Honasan.
Dengan dukungan yang semakin besar, rakyat Filipina melakukan gerakan
massa untuk menggulingkan Marcos. Pada tanggal 22-25 Februari 1986, dilakukan
revolusi damai tanpa pertumpahan darah. Pada tanggal 25 Februari 1986, secara
resmi Cory Aquino dilantik menjadi Presiden Filipina untuk masa jabatan enam
tahun.
2. Runtuhnya Uni Soviet
Kelahiran Uni Soviet berawal dari Revolusi Bolshevik di Rusia pada tahun 1917,
yang dipimpin oleh Lenin. Sejak saat itu, negara tersebut menganut komunisme
sebagai satu-satunya ideologi. Pada bulan Maret 1919, Lenin mengumandangkan
gerakan komunis internasional yang disebut Communist International (Comintern).

Akibatnya komunisme bukan saja berkembang di Uni Soviet, melainkan juga


berkembang di seluruh dunia.
a. Program Pembaruan Gorbachev
Ketika Mikhail Gorbachev terpilih sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis
dan Presiden Uni Soviet (11 Maret 1985), ia menghadapi masalah stagnasi ekonomi
warisan para pendahulunya. Uni Soviet memang maju di bidang militer, namun
perekonomiannya jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara industri maju,
khususnya Amerika Serikat. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut kekuatan politik dan
militer Uni Soviet akan menjadi lemah. Akibatnya, Uni Soviet akan semakin terpuruk
dalam percaturan politik internasional. Guna mengejar ketertinggalan, Uni Soviet
melakukan pembaruan di bidang politik dan ekonomi. Program pembaruan itu
dikenal
sebagaiglasnost
(keterbukaan),perestroika
(restrukturisasi),
demokratizatsiya (demokrasi), dan uskoreniye (percepatan pembangunan ekonomi).
Melalui program tersebut, Gorbachev bermaksud menampilkan komunisme Uni
Soviet dalam bentuk baru. Akan tetapi, program pembaruan itu justru menimbulkan
masalah di dalam negeri yang serius.
b. Ujian Bagi Gorbachev
Politik pembaruan yang dilakukan oleh Gorbachev mengakibatkan
munculnya berbagai gerakan di Uni Soviet. Gerakan itu terdiri atas gerakan
yang ingin tetap mempertahankan kedudukan komunisme di Uni Soviet dan
gerakan yang ingin mengadakan perubahan.
Tanggal 19 Agustus 1991, terjadi percobaan kudeta yang ingin
menggulingkan Gorbachev sebagai Presiden Uni Soviet.
Dengan dalih Gorbachev kurang sehat, Wakil Presiden Genadi Yanayev yang
didampingi kelompok komunis garis keras, seperti Marsekal Dimitri Yazov
(menteri pertahanan), Jenderal Vladimir Kruckhov (Kepala KGB), dan Boris
Pugo (menteri dalam negeri) bermaksud mengambil alih jabatan presiden.
Karena mendapat
tentangan keras dari rakyat di bawah pimpinan Boris Yeltsin (Presiden Republik
Rusia), kudeta itu dapat digagalkan.
c. Pembubaran Uni Soviet
Setelah kembali kepada kedudukannya sebagai presiden, Gorbachev
melepaskanjabatan sebagai Sekretarisjenderal Partai Komunis. Kemudian, ia
memerintahkan pembekuan segala aktivitas Partai Komunis dan menyita kekayaan
partai. Sementara itu, semua negara bagian, (kecuali Rusia dan Kazhaksthan)
mengumumkan kemerdekaannya.
Pada tanggal 5 September 1991, diadakan kongres wakil-wakil rakyat untuk
membicarakan pembubaran pemerintahan pusat warisan Lenin. Lima negara bagian
tidak ambil bagian dalam sidang tersebut, yaitu Lithuania, Estonia, Latvia, Georgia,
dan Moldova. Lithuania, Estonia, dan Latvia telah mendapat kemerdekaan dari Uni
Soviet pada tanggal 6 September 1991. Sedangkan Georgia dan Moldova menolak
mengikuti perundingan karena sedang memperjuangkan pemerintahan sementara
di wilayah masing-masing. Kongres tersebut sepakat membentuk Uni NegaraNegara Berdaulat. Namun, kesepakatan itu tidak berlaku, karena keutuhan Uni
Soviet tidak bisa dipertahankan lagi.
Pada bulan Desember 1991, Gorbachev semakin tidak mampu mengatasi
perpecahan di Uni Soviet. Akhirnya pada tanggal 18 Desember 1991, Gorbachev
dan Boris Yeltsin sepakat untuk membubarkan Uni Soviet dan membentuk
persemakmuran negara-negara merdeka bernama Commonwealth of Independent
States (CIS).

3. lerman Bersatu
Runtuhnya komunisme di Eropa Timur menjadi salah satu penyebab penyatuan
Jerman. Hal ini diawali dengan runtuhnya tembok Berlin. Rakyat Jerman Timur
mulai bangkit untuk memperbaiki hidupnya yang selama ini terpuruk.
a. Latar Belakang
Dalam Perang Dunia II, Jerman berada di pihak yang kalah. Jerman kemudian
dipecah menjadi dua, yaitu Jerman Barat dan Jerman Timur. Pada bulan Mei 1949,
Jerman Barat membentuk negara Federasi Jerman dengan ibu kota di Bonn,
sedangkan pada bulan Oktober 1949, Jerman Timur membentuk negara Republik
Demokrasi Jerman dengan ibu kota di Berlin Timur.
Dalam perkembangannya, kedua negara tersebut mempunyai corak yang
berbeda. Jerman Barat di bawah pengaruh Amerika Serikat merupakan negara
kapitalis, sedangkan Jerman Timur di bawah pengaruh Uni Soviet berhaluan
sosialis-komunis. Secara ekonomi, Jerman Barat mengalami perkembangan yang
lebih pesat dibandingkan dengan Jerman Timur. Perkembangan ekonomi di Jerman
Barat cukup baik. Pada tahun 1948, mata uang Jerman Barat deutsch mark
diperkenalkan. Amerika Serikat membantu pembangunan ekonomi sektor swasta.
Hal ini merupakan awal dari rekonstruksi yang benar-benar mentransformasikan
Jerman Barat sebagai negara yang makmur di Eropa. Sedangkan Jerman Timur
yang merupakan wilayah Uni Soviet berkembang sistem ekonomi yang sangat
berbeda dengan Jerman Barat. Semua kepemilikan tanah yang lebih
dari 100 hektar dipecah dan dibagi-bagikan kepada petani-petani kecil dan buruh
yang tidak memiliki tanah. Bank-bank dan industri milik investor asing
dinasionalisasikan.
Meskipun bertetangga, hubungan antara Jerman Barat dan Jerman Timur sering
diwarnai ketegangan. Penduduk yang tinggal di Berlin Timur tidak dapat
berhubungan dengan saudaranya yang tinggal di Berlin Barat karena dipisahkan
oleh tembok Berlin. Pemerintah sosialis Jerman Timur melarang rakyatnya untuk
bepergian ke Jerman Barat sehingga tidak ada hubungan antara keduanya.
Ketegangan antara Jerman Barat dan Jerman Timur memuncak ketika Kanselir
Jerman Barat yang pertama, Konrad Adenauer, mengklaim bahwa Jerman adalah
satu bangsa dan ia lebih mengakui partai politiknya daripada pemerintahannya.
Baru pada tahun 1972, pemerintah Jerman Timur dan Jerman Barat
menandatangani perjanjian hubungan kedua negara.
b. Menuju Jerman Bersatu
Pada akhir tahun 1980-an, paham komunis dan ekonomi Eropa Timur
mengalami kemunduran. Reformasi demokrasi dilakukan di banyak negara.
Hongaria dan negara blok komunis lainnya mulai mengurangi pembatasan
perjalanan ke Jerman Barat. Lewat negara-negara sosialis ini, ribuan warga Jerman
Timur bermigrasi ke Jerman Barat.
Pada tanggal 7 Oktober 1989, Jerman Timur merayakan hari lahirnya yang ke40. Ternyata perayaan ini menjadi perayaan terakhir bagi negara tersebut. Sejak
saat itu, tekanan atas pemerintah Jerman Timur semakin meningkat. Demonstrasi
secara damai terus terjadi dengan slogan kita adalah rakyat. Akhirnya, Komite
Pusat Partai Komunis Jerman Timur menurunkan Erick Honecker dari jabatannya
dan digantikan oleh Egon Krenz. Pemimpin yang baru menjanjikan reformasi,
namun protes antikomunis terus berlangsung. Pada tanggal 9 November 1989,
Jerman Timur runtuh. Juru bicara pemerintah Jerman Timur mengumumkan tembok
Berlin dibuka. Mendengar berita itu, warga Jerman Timur dan Jerman Barat dengan
penuh kegembiraan menghancurkan tembok Berlin. Setelah itu, ribuan warga
Jerman Timur masuk ke Jerman Barat.

c. Penyatuan Jerman
Pada tanggal 28 November 1989, Kanselir Jerman Barat Helmut Kohl
menyerahkan rencana sepuluh pasal tentang penyatuan Jerman secara bertahap.
Ia merencanakan suatu konfederasi antara Jerman Barat dan Jerman Timur.
Sedangkan usaha penyatuan Jerman direncanakan akan dilakukan beberapa tahun
kemudian.
Sementara itu, keadaan di Jerman Timur kembali bergolak setelah Egon Krenz
mengundurkan diri dan digantikan oleh Hans Modrow. Kemudian, Hans Modrow
mengadakan pertemuan dengan Helmut Kohl. Hasil pertemuan tersebut adalah
kesepakatan unifikasi Jerman. Selanjutnya, Helmut Kohl dan Menteri Luar Negeri
Hans Dietrich Genshner, mengunjungi Uni Soviet. Misi Kohl untuk menyatukan
Jerman tercapai berkat persetujuan dari Gorbachev. Pada tanggal 13 Februari
1990, diadakan pertemuan di Ottawa (Kanada) yang diikuti keempat menteri luar
negeri dari negara-negara pemenang Perang Dunia II serta menteri luar negeri dari
Jerman Barat dan Jerman Timur. Pertemuan tersebut
lebih dikenal dengan rumusan Dua Plus Empat, yang terdiri dari Jerman Barat dan
Jerman Timur dengan Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Uni Soviet.
Pertemuan Dua Plus Empat menjadi benang merah yang menghubungkan satu
perundingan ke perundingan lainnya. Perundingan tersebut antara lain pertemuan
puncak ekonomi internasional pada bulan Juli 1990, pertemuan puncak NATO,
pertemuan tentang pengurangan persenjataan di Wina pada bulan Agustus 1990,
serta pertemuan khusus dari konferensi keamanan dan kerja sama di sela-sela
sidang utama PBB.
Pertemuan untuk membicarakan penyatuan Jerman terus berlanjut dan para
pejabat dari enam negara itu mempersiapkan berbagai rapat kerja yang
menghasilkan pertemuan para menteri. Pertemuan pertama dilakukan di Bonn pada
bulan Mei 1990. Sebulan kemudian, diadakan pertemuan di Berlin Timur dan Paris.
Memasuki babak akhir, pertemuan diselenggarakan di Moskow pada tanggal 12
September 1990. Pada pertemuan itu, ditandatangani rumusan penyatuan Jerman.
Keberhasilan perundingan dalam rangka penyatuan Jerman tidak terlepas dari
peran pemimpin Uni Soviet yang berhasil menciptakan suatu arus pemikiran baru
dalam politik luar negerinya.
Seiring dengan kesepakatan tersebut, pada tanggal 13 Agustus 1990 parlemen
Jerman sepakat menetapkan tanggal 23 Oktober sebagai hari yang tepat untuk
menggabungkan kembali Jerman Barat dan Jerman Timur. Usulan itu didukung oleh
294 suara, lawan 62 suara, dan 7 suara abstain. Setelah melalui perjuangan yang
panjang, akhirnya pada tanggal 23 Oktober 1990 Jerman resmi bersatu kembali.
4. Masalah Kamboja
Pada abad ke-19, Kamboja dijajah oleh Prancis. Selain menjajah, pemerintah
kolonial Prancis juga mengembangkan perekonomian Kamboja untuk
kepentingannya. Perkebunan karet dikembangkan dan hasilnya diekspor untuk
mengisi kas negara Prancis. Pengaruh budaya Barat juga masuk dan memengaruhi
perkembangan sosial-budaya orang Khmer. Namun, budaya lokal yang
berdasarkan ajaran buddhisme tetap tumbuh dan berkembang.
Prancis berhasil menguasai Kamboja karena melakukan pendekatan kepada
raja. Rakyat Kamboja tidak senang dengan tindakan raja. Mereka melakukan
perlawanan terhadap Prancis. Keadaan yang kacau di Kamboja dimanfaatkan oleh
Vietnam Utara untuk memperluas pengaruhnya dengan membentuk Gerakan Front
Anti Prancis. Gerakan ini dibentuk seolah-olah untuk membantu rakyat Kamboja
untuk mengusir Prancis. Kedok ini kemudian diketahui oleh rakyat Kamboja.
Akhirnya, timbul perlawanan untuk mengusir pasukan Vietnam Utara dari Kamboja.

a. Perang Saudara di Kamboja


Kamboja merdeka pada tanggal 9 November 1953. Kamboja merupakan negara
kerajaan dan Norodom Sihanouk sebagai rajanya. Sihanouk diangkat menjadi raja
pada usia yang relatif muda. Sebetulnya yang berkuasa atas ekonomi, politik, dan
sosial di Kamboja saat itu adalah
Prancis. Pada masa Sihanouk berkuasa, mulai muncul golongan-golongan yang
berusaha untuk merebut kekuasaan, yaitu golongan komunis dan golongan ultra
nasionalis. Dengan dukungan kaum terpelajar, Sihanouk berhasil mempertahankan
kedudukannya.
Ketika Amerika Serikat berusaha membendung meluasnya pengaruh komunis di
Asia Tenggara dengan membentuk SEATO, Sihanoukjustru berusaha menjalin
hubungan baik dengan Cina dan Vietnam Utara yang menganut paham komunisme.
Hubungan Kamboja dengan Cina dan Vietnam Utara membuat Amerika Serikat
khawatir terhadap perkembangan komunisme di Asia Tenggara.
Pada tahun 1970, keponakannya yang bernama Pangeran Sisoath Sirik Matak
bersama Jenderal Lon Nol dengan bantuan Amerika Serikat berhasil menggulingkan
kekuasaan Norodom Sihanouk. Jenderal Lon Nol kemudian menghapuskan sistem
monarki dan menjadikan Kamboja sebagai Republik Khmer pada bulan Oktober
1970. Sementara itu, para pemimpin Cina dan Vietnam Utara mendorong Sihanouk
untuk mendirikan pemerintahan di pengasingan dan bersekutu dengan Khmer
Merah. Dalam pengungsiannya, Sihanouk mendirikan Royal Government of
National Union of Cambodia (RGNUC). RGNUC mendapat dukungan dari Khmer
Merah yang dipimpin Pol Pot. Bersama dengan Pol Pot, Sihanouk membentuk
National United Front of Cambodia (NUFC).
Pada tahun 1975, kelompok Khmer Merah pimpinan Pol Pot berhasil
menggulingkan Jenderal Lon Nol. Khmer Merah tetap berusaha menjalin hubungan
dengan Norodom Sihanouk. Kedudukan sebagai kepala negara ditawarkan kepada
Sihanouk. Akan tetapi tawaran itu ditolak, karena ia sadar bahwa jabatan tersebut
adalah sebagai simbol belaka. Kemudian pada tahun 1976, Norodom Sihanouk
mengasingkan diri ke Beijing.
Sementara itu, di Kamboja diadakan pemilu. Dalam pemilu tersebut Khieu
Shampan terpilih menjadi presiden, Pol Pot terpilih sebagai perdana menteri, dan
Son Sann sebagai wakil perdana menteri urusan ekonomi. Sejak saat itu, keadaan
Kamboja menjadi kacau. Perang saudara berkecamuk dan rakyat menjadi korban.
Keadaan menjadi sangat parah ketika Pol Pot dengan kelompok Khmer Merah
mengadakan pembantaian massal. Menurut perkiraan, lebih dari sejuta rakyat
Kamboja tewas karena kekejaman pasukan Khmer Merah.
Kebijakan Pol Pot ditentang oleh Heng Samrin dan Hun Sen. Mereka berusaha
melakukan kudeta terhadap Khmer Merah tetapi gagal. Bersamaan dengan
kekacauan tersebut, perselisihan antara Khrrier Merah dan Vietnam semakin tajam.
Hal ini disebabkan Khmer Merah yang condong mengikuti aliran komunis Cina,
sedangkan Vietnam condong kepada komunis Uni Soviet.
Pada tahun 1978, dengan dalih membebaskan rakyat Kamboja dari penindasan
Khmer Merah, Vietnam menggulingkan kekuasaan Pol Pot. Kemudian, Kamboja
dipimpin oleh Heng Samrin dan Hun Sen yang merupakan pemerintah boneka
bentukan Vietnam. Pemerintahan boneka ini mendapat tentangan dari Son Sann
yang membentuk Khmer Peoples National Liberation Front atau Front Pembebasan
Nasional Rakyat Kamboja yang anti terhadap komunis.
Pada tahun 1982, berdirilah pemerintahan Koalisi Demokratik Kamboja atau
Coalition Government of Democratic Cambodia yang terdiri atas tiga fraksi, yaitu
Sihanouk, Khieu Shampan, dan Son Sann. Mereka disatukan oleh semangat yang
sama, yaitu anti-Vietnam.

b. Perhatian Dunia terhadap Masalah Kamboja


Guna menghentikan kekacauan dan penderitaan rakyat Kamboja, ASEAN
berusaha mempertemukan pihak-pihak yang bertikai. ASEAN juga mengajukan
penyelesaian masalah Kamboja dalam Sidang Umum PBB. Resolusi tersebut
adalah penarikan pasukan Vietnam, penentuan nasib sendiri rakyat Kamboja, dan
pemilihan umum yang bebas.
Guna mempertemukan pihak-pihak yang bertikai, atas usulan Indonesia
diadakanJakarta Informal Meeting I (JIM I) pada bulan Juli 1988 di Bogor. Kemudian
dilanjutkan dengan JIM II pada bulan Februari 1989.
Hasil terpenting dari JIM I dan JIM II adalah penarikan mundur pasukan Vietnam
secara berangsur-angsur sejak tanggal 16November 1989. Selain itu, semua
intervensi asing termasuk pasokan senjata dihentikan.
Dunia internasional ikut berperan dalam mengatasi permasalahan di Kamboja.
Konferensi tingkat internasional diadakan di Paris. Konferensi itu dihadiri wakil dari
ASEAN dan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Konferensi ini disebut
dengan International Conference on Kampuchea (ICK) atau Konferensi
Internasional Mengenai Kamboja. ICK diharapkan mampu membentuk sebuah
badan yang mengawasi penarikan mundur pasukan Vietnam dari Kamboja dan
melaksanakan perjanjian perdamaian.
Kerja keras dunia untuk menyelesaikan masalah Kamboja akhirnya memberikan
hasil. Pada tanggal 23-28 Mei 1993, dilaksanakan pemilu di Kamboja oleh
Pemerintah Transisi PBB di Kamboja atau United Nations Transitional Authority in
Cambodia (UNTAC).
Rakyat Kamboja menyambut pemilu ini dengan baik. Mereka mengharapkan
melalui pemilu, Kamboja akan mempunyai sebuah pemerintahan yang resmi dan
diakui dunia. Pemilu juga diharapkan dapat membawa rekonsiliasi nasional
sehingga pembangunan rakyat Kamboja dapat beijalan kembali. Melalui hasil
pemilu, pemerintahan baru Kamboja terbentuk. Pangeran Norodom Ranaridh dan
Hun Sen terpilih sebagai perdana menteri. Sementara itu, Norodom Sihanouk
diangkat menjadi kepala negara.
5. Perang Teluk
Perang Teluk adalah istilah yang dipakai untuk menyebut perang yang terjadi di
Teluk Persia. Perang Teluk yang dahsyat teijadi dua kali. Perang Teluk I antara Irak
dan Iran terjadi sejak tahun 1980-1988. Sedangkan Perang Teluk II antara Irak
dengan pasukan Koalisi pimpinan Amerika Serikat yang membela kepentingan
Kuwait.
a. Perang Teluk I
Latar belakang terjadinya Perang Irak-Iran karena Irak khawatir akan meluasnya
pengaruh Revolusi Iran di bawah pimpinan Imam Khomaeni yang telah berhasil
menggulingkan Dinasti Pahlevi pada tahun 1979. Pada tanggal 22 September 1980,
Irak secara sepihak membatalkan Perjanjian
Algier yang ditandatangani tahun 1975 dengan Iran. Isi perjanjian tersebut tentang
penguasaan bersama Shat el Arab yang kaya minyak oleh Irak dan Iran. Irakjuga
merasa sebagai pewaris Nebuchadnezzar, sehingga Saddam Hussein sangat
berambisi untuk menguasai daerah Mesopotamia (daerah yang pernah menjadi
kekuasaan Nebuchadnezzar).
Perang antara Irak dan Iran ini meletus sejak tanggal 22 September 1980.
Dalam Perang Teluk I, Irak mendapat bantuan dari negara-negara Arab yang
khawatir terhadap pengaruh Revolusi Iran masuk ke dalam negaranya. Negaranegara Arab tersebut, antara lain Arab Saudi, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab,
Oman, Mesir, Yordania, Kuwait, Yaman Utara, Maroko, dan Palestina. Sementara

itu, negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan Uni Soviet yang berkepentingan
dengan keamanan jalur minyak mereka sangat mengkhawatirkan tumbuhnya Iran
menjadi negara yang kuat dalam bidang militer. Perang Irak-Iran ini digunakan untuk
menghancurkan kekuatan Iran. Sedangkan Iran hanya didukung oleh Suriah, Libya,
dan Yaman Selatan.
Perang Teluk I berlangsung sangat dahsyat, karena kedua belah pihak saling
menyerang dan saling menghancurkan. Pada tahun 1981, Iran berhasil
menghancurkan instalasi minyak Irak. Karena kekuatannya seimbang maka perang
berlangsung lama. Pada bulan Maret 1984, Saddam Hussein semakin berambisi
untuk menghancurkan Iran dengan menggunakan senjata kimia. Sebenarnya
penggunaan senjata kimia telah dilarang sejak tahun 1925. Akibat penggunaan
senjata kimia tersebut, sebanyak 400 tentara Iran tewas.
Perang Teluk I berakhir setelah Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi
No. 598 tentang gencatan senjata. Pada bulan Juni 1988, Iran menyetujui resolusi
tersebut, beberapa hari kemudian Iran menyatakan mengakhiri perang selama
delapan tahun dengan Irak. Menjelang akhir Perang Teluk I, Irak mengembalikan
sebagian Shat el Arab yang pernah direbutnya kepada Iran.
b. Perang Teluk II
Sudah sejak lama antara Irak dan Kuwait terlibat dalam sengketa perbatasan.
Hal itu disebabkan batas negara yang tidak jelas sehingga pihak Irak sering
mengklaim bahwa Kuwait sebagai wilayah Irak. Pada waktu itu, Irak mengalami
kehancuran infrastruktur ekonomi sebagai akibat Perang Teluk I.
Pada suatu kesempatan, Saddam Hussein menuduh Kuwait mencuri minyak
Irak (di Rumailah yang dipersengketakan) senilai US$2,4 miliar. Kuwait bersama
dengan Uni Emirat Arab juga dituduh membanjiri pasokan minyak dunia yang
menyebabkan harga minyak turun. Irak yang mengandalkan minyak sebagai
komoditas utama sangat terpukul dengan turunnya harga minyak. Sebab pada saat
itu, Irak sedang giat-giatnya membangun sektor ekonomi untuk menyejahterakan
rakyatnya.
Kuwait secara tegas menolak tuntutan Saddam Husein agar membayar ganti
rugi (kompensasi) kepada Irak sebesar US$16,4 miliar, menghapus semua utang
Irak kepada Kuwait, serta memberikan daerah Rumailah dan Pulau Bubiyan yang
kaya minyak kepada Irak. Penolakan itu membuat Saddam Hussein yang berambisi
menjadi pemimpin bangsa Arab berang. Ia kemudian menggerakkan pasukannya
menyerang Kuwait.
Pada tanggal 2 Agustus 1990, sekitar 80.000 pasukan Irak memasuki Kuwait.
Mereka kemudian bergerak menuju ibu kota Kuwait. Dalam waktu singkat Kuwait
dapat dikuasai oleh pasukan Irak. Hal ini dapat terjadi karena Kuwait merupakan
negara kecil dengan kekuatan militer yang tidak sebanding dengan Irak.
Penguasaan Kuwait oleh Irak mendapat reaksi keras dari negara-negara di sekitar
Teluk Persia, negara-negara Barat, dan PBB. Negara-negara Barat terutama
Amerika Serikat menawarkan bantuan. Karena rasa kekhawatiran yang sudah
memuncak, akhirnya Arab Saudi dan negara-negara Arab yang lain menerima
tawaran Amerika Serikat. Oleh karena itu, Amerika Serikat bersama sekutunya
menempatkan pasukannya di sekitar Teluk Persia.
Serbuan Irak atas Kuwait mendapat reaksi keras dari PBB. Dewan Keamanan
PBB pada tanggal 29 November 1990 mengeluarkan Resolusi No. 660yang
menyatakan pasukan Irak harus ditarik mundur dari Kuwait paling lambat tanggal 17
Januari 1991. Jika tidak, Irak akan berhadapan dengan pasukan Koalisi pimpinan
Amerika Serikat. Setelah Resolusi No. 660, Dewan Keamanan PBB juga
mengeluarkan Resolusi No. 661 yang berisi pemberian sanksi ekonomi kepada Irak.

Guna menghindari perang antara Irak dan pasukan Koalisi maka


diupayakan sebuah perundingan. Presiden Amerika Serikat, George Bush,
pada tanggal 30 November 1990 menawarkan perundingan langsung
dengan Irak. Tawaran ini gagal karena tidak ada kesepakatan tentang waktu
perundingan antara kedua belah pihak. Irak mengusulkan perundingan
diadakan tanggal 12 Januari 1991. Amerika Serikat menolak, karena tanggal
tersebut berdekatan dengan batas waktu penarikan pasukan Irak dari
Kuwait.
Sampai batas waktu tanggal 15 Januari 1991, ternyata pasukan Irak
tidak mundur dari Kuwait. Sehingga pada tanggal 17Januari 1991, pukul 00.00 GMT
pasukan koalisi melakukan agresi ke Irak. Operasi militer pasukan Koalisi pimpinan
Amerika Serikat ini diberi nama Operation Desert Storm (Operasi Badai Gurun). Irak
dibombardir oleh pesawat-pesawat pasukan Koalisi. Sebagai aksi balasan, Irak
menembakkan rudal Scud. Pihak Amerika Serikat menggunakan rudal Patriot untuk
menangkal rudal-rudal Scud milik Irak. Rudal Scud Irakjuga ditembakkan ke ibu kota
Israel, Tel Aviv. Irak mencurigai Israel terlibat dalam serangan ke negaranya.
Pada tanggal 24 Februari 1991, perang darat dimulai. Pasukan Koalisi
menyerang posisi pasukan Irak di Kuwait. Perang yang terus berlangsung menelan
banyak korban jiwa dan menimbulkan kebakaran pada sumur- sumur minyak.
Setelah pasukan Irak terus terdesak, akhirnya pada tanggal 27 Februari 1991 wakil
Irak di PBB menyatakan menerima semua Resolusi Dewan Keamanan PBB tanpa
syarat.
Perang antara Irak dan pasukan Koalisi yang berlangsung lebih kurang satu
bulan berakhir pada tanggal 28 Februan 1991. Presiden George Bush
memerintahkan Jenderal Norman Schwarzkopf agar menghentikan semua operasi
militer pasukan koalisi. Irak menerima semua syarat yang diajukan oleh Amerika
Serikat untuk mencapai gencatan senjata secara permanen di kawasan Teluk
Persia. Oleh karena itu, diadakan perundingan selama
dua jam di kota kecil Safwan (bagian selatan Irak). Dalam perundingan itu
disepakati pertukaran tawanan perang dan penarikan pasukan koalisi yang
menduduki wilayah Irak bagian selatan.

c. Invasi Amerika Serikat terhadap Irak

Memasuki tahun 2004, terjadi konflik antara Irak dengan Amerika Serikat.
Melalui PBB, Amerika Serikat menuduh Irak telah mengembangkan senjata nuklir
dan senjata pemusnah massal lainnya. Beberapa penyelidik yang dibentuk PBB
diturunkan di Irak untuk membuktikan tuduhan tersebut. Mereka tergabung dalam
United Nations Monitoring Verification and Invection Commision (UNMOVIC), yaitu
tim inspeksi senjata PBB yang ditugaskan untuk menyelidiki dugaan adanya usaha
pengembangan senjata pemusnah massal di Irak. Lembaga itu dipimpin oleh Hans
Blix. Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi No. 1441 pada tanggal 18
November 2002. Isi resolusi tersebut adalah menuntut Irak untuk mengizinkan dan
memberikan akses sepenuhnya kepada UNMOVIC dan International Atomic Energy
Agency (IAEA) atau Badan Energi Atom Internasional untuk meneliti segala hal yang
berkaitan dengan persenjataan yang dimiliki Irak. Setelah diadakan penyelidikan,
tidak ditemukan bukti bahwa Irak mengembangkan senjata pemusnah massal.
Meskipun demikian pada tanggal 21 Maret 2003, atas perintah Presiden George
'W. Bush, Amerika Serikat dan sekutunya melancarkan serangan ke Irak. Tujuan
serangan tersebut adalah membentuk pemerintahan boneka di Irak, menguasai
ladang minyak Irak, melindungi Israel dari serangan bangsa Arab terutama Irak, dan
menggulingkan Saddam Hussein dari kursi kepresidenannya. Saddam Husein
dianggap membahayakan perdamaian dunia dan berkolaborasi dengan teroris
internasional pimpinan Osama bin Laden.
Dalam serangan itu, Amerika Serikat dapat melumpuhkan pasukan Irak dan
menangkap Presiden Saddam Hussein. Keberhasilan Amerika Serikat dan
sekutunya menumbangkan Saddam Hussein tidak berarti dapat menyelesaikan
persoalan, sebab kehadiran tentara Amerika Serikat di Irak kini mendapat
perlawanan yang sengit dari para gerilyawan lokal.

6. Upaya Perdamaian di Timur Tengah


Upaya perdamaian di Timur Tengah dilakukan untuk menyelesaikan masalah
yang ada. Masalah Timur Tengah cenderung mengarah kepada masalah Palestina
dan Israel.
Masalah Palestina dengan bangsa Yahudi bertambah runcing karena adanya
campur tangan pihak ketiga, yaitu Inggris. Dalam Perang Dunia I, Inggris
menghadapi Turki di Timur Tengah. Pihak Inggris meminta kepada bangsa Arab dan
Israel agar membantu Inggris menghadapi Turki. Kepada Hussein, Inggris
menyanggupi untuk memberikan kemerdekaan negara-negara Arab termasuk
Palestina. Hussein memihak Inggris dengan mengobarkan revolusi Arab dan
berperang melawan Turki. Sementara itu, bangsa Yahudi pun menyanggupi untuk
memberikan bantuan kepada Inggris. Untuk memikat hati bangsa Yahudi, pada
tanggal 2 November 1917, Inggris mengeluarkan Balfour Declaration yang diambil
dari nama Menteri Luar Negeri Inggris, Sir Arthur Balfour yang simpati terhadap
usaha kaum zionis. Isi dari Balfour Declaration, seperti berikut ini.
Akan mendirikan a nation home untuk bangsa Yahudi di Palestina.
Hak-hak bukan bangsa Yahudi tidak dirugikan.
Balfour Declaration sangat merugikan bangsa Arab, karena Inggris secara
terang-terangan telah melanggar janjinya. Sebaliknya bagi bangsa Yahudi, Balfour
Declaration sangat menguntungkan dan diterima baik. Dengan dikeluarkannya
Balfour Declaration, masalah Palestina menjelma menjadi masalah segitiga, yaitu
Arab, Yahudi, dan Inggris.
Balfour Declaration disebut oleh politisi Prancis dengan istilah Negre Blanc
(Negro Putih). Balfour Declaration menimbulkan banyak masalah. Dalam Balfour
Declaration, Inggris memberikan barang (Palestina) yang bukan miliknya (milik
bangsa Arab) kepada orang lain (bangsa Yahudi) dengan mengatakan tidak

bermaksud merugikan orang yang memiliki barang itu. Sebenarnya, Balfour


Declaration adalah sebuah permainan politik Akibat dari permainan politik itu,
Inggris sendiri bingung mencari jalan keluarnya.
Ketika berlangsung Perang Dunia II, bangsa Yahudi terus memihak Inggris. Hal
ini dilakukan untuk memikat Inggris. Di pihak lain, Arab juga memihak Inggris.
Tujuannya agar setelah perang usai Inggris mau memberikan Palestina kepada
bangsa Arab. Selama perang berlangsung, terjadi hubungan kerja sama antara
Arab-Inggris-Yahudi. Namun setelah perang usai, Yahudi menjelma sebagai negara
yang kuat. Sebab selama bekerja sama dengan Inggris, mereka mendapatkan
persenjataan yang modern dalam jumlah yang banyak. Setelah Perang Dunia
11,Jewis Agency yang merupakan sayap politik gerakan zionisme menjelma
menjadi pemerintahan Yahudi. Organisasi Haganah yang merupakan sayap militer
zionisme menjadi tentara Yahudi. Jumlah orang Yahudi di Palestina terus
meningkat. Mereka adalah korban perang yang tidak punya tempat tinggal
yang seharusnya diurus oleh PBB. Semakin lama orang-orang Yahudi yang
memasuki Palestina semakin banyak. Inggris menolak kedatangan orang- orang
Yahudi dengan kekerasan. Akan tetapi, Jewis Agency dan Haganah menjawab
dengan kekerasan juga sehingga terjadi perang antara Yahudi dengan Inggris di
Palestina.
Pada tanggal 18 Februari 1947, Inggris membawa masalah Palestina ke Sidang
Umum PBB. Pada tanggal 29 November 1947, PBB memutuskan untuk membagi
wilayah Palestina menjadi wilayah untuk bangsa Palestina dan wilayah untuk
bangsa Yahudi. Keputusan PBB itu berarti kemenangan bangsa Yahudi, karena
dunia mengakui adanya negara dan bangsa Yahudi di Palestina.
a. Proklamasi Negara Israel
Pembagian Palestina oleh PBB menjadi dua wilayah untuk bangsa ArabPalestina dan Israel merupakan benih munculnya negara Israel yang sangat mereka
impikan. Sebaliknya, bangsa Arab menolak keputusan PBB dengan segala daya
dan upaya. Akhirnya, terjadi perang antara bangsa Arab dan bangsa Yahudi.
Setelah Inggris mengundurkan diri dari Palestina, maka pada tanggal 14 Mei 1948
diproklamasikan berdirinya negara Israel dengan ibu kota Jerusalem.
Sehari kemudian bangsa Arab langsung menyerbu Israel. Guna
mengakhiri perang tersebut, atas prakarsa PBB dilaksanakan gencatan
senjata tanpa penandatanganan perjanjian damai. Pertempuran antara
bangsa Arab dan bangsa Yahudi kembali terjadi dan mencapai
puncaknya pada Perang Arab-Israel tahun 1967.
Pada tahun 1973, terjadi perang antara Arab dan Israel.
Pada tahun 1974, dilakukan gencatan senjata untuk mengakhiri perang
tersebut. Pada tahun 1977, Presiden Mesir Anwar Sadat, berkunjung ke
Israel untuk memberikan pengakuan terhadap hak hidup bangsa Israel.
Setahun berikutnya, diadakan Perjanjian Camp David yang mempertemukan Presiden Anwar Sadat, Perdana Menteri Israel Menachem
Begin, dan Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter. Pertemuan tersebut
dapat menyelesaikan masalah status otonomi daerah Tepi Barat dan
Jalur Gaza.
Pada tahun 1982, Israel menginvasi Libanon. Hal tersebut membuat hubungan
antara Israel dan Mesir menjadi memburuk. Hubungan itu semakin memburuk dan
bahkan putus setelah Israel menyerang Beirut dan mendukung pembantaian
pengungsi Palestina di kamp pengungsi Sabra Satila oleh milisi Phalangist. Pada
tahun itu juga, Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan mengusulkan resolusi
perdamaian yang didasarkan atas aturan bahwa penentuan nasib bangsa Palestina
harus dicapai dalam hubungannya dengan Yordania.

Pada tahun 1990, Palestine Liberation Organization (PLO) memproklamasikan


kemerdekaan negara Palestina dan mendapat dukungan dari beberapa negara,
termasuk Indonesia. Akan tetapi peristiwa ini tidak menghapuskan krisis politik di
Timur Tengah. Sampai saat ini, pihak Israel masih melakukan penindasan terhadap
bangsa Palestina.
b. Upaya-Upaya Perdamaian
Perdamaian antara bangsa Arab-Israel diadakan dengan menyelenggarakan
Konferensi Timur Tengah di Madrid, Spanyol pada bulan Oktober 1991. Negara
Israel tidak hadir dan negara sponsor Amerika Serikat serta Uni Soviet tidak dapat
berbuat banyak.
Upaya-upaya untuk menyelesaikan konflik terus dilakukan oleh berbagai pihak.
PBB telah berulang kali mengeluarkan resolusi yang isinya menuntut agar Israel
segera menarik diri dari daerah-daerah yang didudukinya. Namun, hingga kini Israel
masih belum menaati resolusi- resolusi tersebut.
Pada tanggal 13 September 1993, tercapai perdamaian antara Israel dan
Palestina di Washington, Amerika Serikat. Penandatanganan perjanjian perdamaian
dilakukan oleh Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin dan pemimpin Palestina, Yaser
Arafat disaksikan oleh Presiden Amerika Serikat Bill Clinton. Perjanjian tersebut
antara lain berisi penyerahan pemerintahan wilayah Jericho dan Jalur Gaza kepada
Palestina. Kemudian, pada bulan September 1995, diadakan perjanjian persetujuan
antara Israel- PLO di Washington, Amerika Serikat mengenai penyerahan beberapa
wilayah yang diduduki oleh Israel kepada Palestina.
Namun, peristiwa pembunuhan Perdana Menteri Yitzhak Rabin pada tahun
1995 dan kemenangan Benyamin Netanyahu merusak perdamaian di Timur
Tengah. Setelah menjadi perdana menteri, Benyamin Netanyahu melanjutkan
pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Berkat tekanan dari negara-negara Arab, Amerika Serikat, dan Uni Eropa,
akhirnya upaya perdamaian dilanjutkan. Pada tahun 1996, diadakan perjanjian
penarikan tentara Israel dari kota Hebron. Perjanjian tersebut mengharuskan Israel
secara bertahap meninggalkan kota Hebron. Meskipun demikian, konflik masih
terus berlangsung. Hal ini dipicu oleh rencana Benyamin Netanyahu membangun
permukiman Yahudi di Jerusalem Timur.
Ketika upaya perdamaian belum menjadi kenyataan, pada tanggal 11 November
2004 Yaser Arafat meninggal dunia di sebuah rumah sakit militer Prancis. Setelah
Yaser Arafat meninggal, diselenggarakan pemilu di Palestina. Tokoh yang terpilih
sebagai Presiden Palestina adalah Mah- moud Abbas atau Abu Mazen. Sampai
sekarang upaya perdamaian antara Palestina dan Israel masih terus dilakukan.
7. Masalah Apartheid
Istilah apartheid pertama kali digunakan oleh orang-orang keturunan Belanda
yang lahir di Afrika Selatan. Istilah itu sendiri mengandung arti pemisahan, yaitu
pemisahan orang-orang Belanda (kulit putih) dengan penduduk asli Afrika (kulit
hitam). Kemudian, istilah apartheid berkembang menjadi suatu kebijakan politik.
a. Terbentuknya Pemerintahan Afrika Selatan
Sejak abad ke-15, kawasan Afrika Selatan sudah disinggahi oleh bangsa Eropa,
seperti Inggris, Belanda, Spanyol, dan Portugis. Pada tahun 1552, Jan van
Riebeeck dan sembilan puluh orang lainnya mendarat di
Afrika Selatan setelah menempuh perjalanan jauh dari Belanda. Mereka kemudian
menetap di kawasan itu yang terkenal dengan sebutan bangsa Boer. Menetapnya
bangsa Belanda di Afrika Selatan menimbulkan masalah diskriminasi rasial.
Penduduk asli Afrika Selatan yang berkulit hitam memiliki status di bawah penduduk
keturunan Belanda yang berkulit putih.

Kedatangan bangsa Belanda ke Afrika Selatan diikuti oleh Inggris. Kedatangan


Inggris tersebut mengakibatkan terjadinya Perang Boer (1899-1902) antara Inggris
dan penduduk keturunan Belanda. Perang itu akhirnya dimenangkan oleh pihak
Inggris. Daerah Afrika Selatan kemudian menjadi daerah kekuasaan Inggris,
sedangkan bangsa Boer mengundurkan diri ke utara yang kemudian melahirkan
dua negara Boer di Afrika Selatan, yaitu Orange Free State dan Transvaal.
Sedangkan Inggris mendirikan negara Cape Town dan Natal.
Meskipun masing-masing telah mendirikan negara, pertentangan antara bangsa
Boer dan Inggris terus berlangsung. Akhirnya, keempat negara itu berhasil
dipersatukan oleh Inggris dan dijadikan negara yang berstatus dominion
(persemakmuran). Negara itu diberi nama Uni Afrika Selatan dengan presiden
pertamanya Hendrik Verwoed.
b. Politik Apartheid
Pemerintah Afrika Selatan di bawah Hendrik Verwoed menjalankan politik
perbedaan warna kulit atau apartheid. Politik itu mengistimewakan bangsa kulit putih
dan menganaktirikan bangsa kulit hitam. Untuk menjalankan politik apartheid
tersebut, Presiden Hendrik Verwoed mengeluarkan serangkaian kebijakan yang
sangat merugikan warga kulit hitam. Kebijakan itu antara lain sebagai berikut.

Mengeluarkan undang-undang pertanahan yang melarang warga kulit hitam


membeli tanah di luar areal permukimannya.

Membentuk permukiman khusus bagi warga kulit hitam yang dinamakan


homeland. Permukiman itu dimaksudkan untuk mengkotak-kotakkan bangsa
kulit hitam sehingga tidak bersatu.
Semua orang kulit hitam mendaftarkan diri menurut kelompok suku masingmasing.
Mengeluarkan undang-undang yang melarang perkawinan campuran antara
warga kulit putih dan kulit hitam.
Membatasi partisipasi politik warga kulit hitam.
c. Perjuangan Melawan Apartheid
Penduduk kulit hitam yang berpikiran maju dan prihatin terhadap nasib
bangsanya berupaya menghapuskan politik apartheid. Tokoh-tokoh tersebut antara
lain Nelson Mandela yang mendirikan African National Congress (ANC) dan Uskup
Agung Desmon Tutu yang mendirikan United Democratic Front (UDF). Ujung
tombak perjuangan melawan apartheid adalah ANC. ANC menuntut persamaan hak
sekaligus penghapusan apartheid. Aksi tersebut ditanggapi oleh pemerintah dengan
menangkap dan menjebloskan Nelson Mandela ke penjara pada tahun 1962. Ia
baru dibebaskan pada tanggal 11 Februari 1990, semasa pemerintahan Presiden
F.W. de Klerk.
Pembebasan Nelson Mandela membawa dampak positif terhadap perjuangan
penghapusan apartheid. Pada tanggal 12 Mei 1990, untuk pertama kalinya
pemerintah Afrika Selatan mengadakan perundingan dengan ANC untuk
menghapuskan undang-undang rasial. Pada tanggal 17 Juni 1990, pemerintahan
F.W de Klerk menghapuskan undang-undang darurat Afrika Selatan.
d. Reformasi di Afrika Selatan
Pada tanggal 21 Februari 1991, di hadapan sidang parlemen Afrika Selatan,
Presiden F.W de Klerk mengumumkan penghapusan ketentuan sistem politik
apartheid. Penghapusan itu diikuti penghapusan tiga undang-undang yang
memperkuat kekuasaan apartheid, yaitu
Land Act, yaitu undang-undang yang melarang orang kulit hitam memiliki tanah
di luar wilayah tempat tinggal yang telah ditentukan.

Group Areas Act, yaitu undang-undang yang mengatur pemisahan tempat


tinggal (homeland) orang-orang kulit putih dan kulit hitam.
Population Registration Act, yaitu undang-undang yang mewajibkan semua
orang kulit hitam mendaftarkan diri menurut suku masing- masing.

Penghapusan undang-undang tersebut diikuti dengan janji pemerintah F.W. de


Klerk untuk menyelenggarakan pemilu tanpa pembatasan rasial. Ketika diadakan
pemilu multirasial pertama pada tahun 1994, partai ANC yang dipimpin oleh Nelson
Mandela berhasil meraih suara mayoritas. Pada tanggal 9 Mei 1994, Nelson
Mandela dipilih oleh parlemen Afrika Selatan sebagai Presiden Afrika Selatan.
Setelah terpilih menjadi presiden, Nelson Mandela mengundurkan diri sebagai
Ketua ANC. Setelah masa jabatannya sebagai presiden berakhir, ia tidak bersedia
mencalonkan diri lagi. Kenyataan itu memperlihatkan Nelson Mandela sebagai
pemimpin besar. Meskipun masih mampu dan diharapkan rakyat, ia memberi jalan
bagi generasi berikutnya untuk membangun Afrika Selatan yang demokratis.
8. Perkembangan di Bekas Yugoslavia
Yugoslavia adalah negara federasi yang terdiri dari enam negara republik
pendukung, yaitu Serbia, Kroasia, Slovenia, Bosnia-Herzegovina, Macedonia, dan
Montenegro. Mayoritas wilayah negara Yugoslavia didiami etnis Slavia Selatan.
Tetapi sejak restrukturisasi politik (demokratisasi) Yugoslavia, Kroasia, Macedonia,
Bosnia-Herzegovina, serta Slovenia menjadi negara merdeka.
a. Latar Belakang
Selama beberapa abad, hampir seluruh Slavia Selatan terbagi-bagi dan
dikuasai oleh kekuatan asing, khususnya Austria, Hongaria, dan Turki. Menjelang
akhir abad ke-18, hanya Serbia dan Montenegro yang merdeka. Pada saat itu
muncul ide pembentukan federasi di Yugoslavia (tanah orang Slavia Selatan) untuk
menyatukan orang-orang Slavia yang bebas dan memerintah negara sendiri.
Pada tahun 1918, berdiri negara Federasi Yugoslavia. Tetapi pada tahun 1941,
Jerman menginvasi Yugoslavia dan selama Perang Dunia II memecahnya menjadi
beberapa bagian. Pada tahun 1945, Yugoslavia dibangun kembali. Namun, konflik
etnik dan politik menimbulkan disintegrasi untuk kedua kalinya.
Masalah utama dalam mendirikan negara Federasi Yugoslavia adalah konflik
antaretnik yang mempunyai banyak sekali perbedaan. Sebelumnya, mereka tidak
pernah tergabung dalam sistem politik yang sama. Keinginan untuk bersatu hanya
dilandasi pada kemiripan asal-usul dan sama-sama terjajah selama berabad-abad.
Perbedaan sejarah dan pengalaman telah menimbulkan berbagai konflik. Misalnya,
bangsa Kroasia dan Slovenia beragama Katolik Roma dan menggunakan huruf
Latin. Bangsa Serbia, Montenegro, dan Macedonia beragama Kristen Ortodoks dan
menggunakan huruf Cyrilik Sedangkan bangsa BosniJ-Herzegovina beragama
Islam. Setiap bangsa mendiami wilayah sendiri-sendiri yang berbentuk republik
otonom dalam negara Federasi Yugoslavia.
Walaupun terjadi konflik antarnegara bagian, namun tidak pernah terjadi konflik
militer secara terbuka. Pada masa Josip Broz Tito berkuasa, ia berhasil meredam
gejolak etnik di negeri itu. Tito membentuk pemerintahan pusat yang kuat, tetapi
setiap negara bagian diberikan kebebasan mengatur pemerintahan sendiri. Masingmasing republik mempunyai perwakilan dalam dewan kepresidenan yang bersifat
kolektif, sehingga tercipta keseimbangan kekuatan antarnegara bagian. Tindakan
Tito yang lain adalah menciptakan sistem politik satu partai dan sistem ekonomi
sentralistik. Sistem pemerintahan seperti ini didukung oleh kekuatan militer nasional.
Dengan kebijakan ini, semua gerakan yang ingin melepaskan diri dari Yugoslavia
dapat ditumpas.

b. Konflik di Yugoslavia
Langkah yang diambil Tito itu ternyata menimbulkan masalah di kemudian hari.
Kebijakan satu partai diprotes oleh rakyat. Kebijakan ekonomi sentralistik membuat
Kroasia dan Slovenia merasa dieksploitasi oleh pemerintah pusat, karena kedua
daerah itu yang terkaya dibanding daerah lain.
Guna mengatasi masalah itu, dibuat konstitusi baru pada tahun 1974. Konstitusi
ini merupakan kompromi antara pemerintahan pusat dan pemerintah negara bagian
yang menuntut desentralisasi kekuasaan. Berdasarkan konstitusi tahun 1974,
kekuasaan mulai beralih kepada setiap negara bagian. Akhirnya, pemerintah pusat
hanya memegang kekuasaan dalam bidang pertahanan, ekonomi, dan hubungan
luar negeri.
Setelah Tito meninggal pada bulan Mei 1980, Yugoslavia menghadapi masalah
ekonomi yang cukup serius, sehingga melemahkan pemerintahan pusat.
Kewibawaan pemerintah pusat merosot, lebih-lebih karenajabatan presiden diatur
bergiliran dari keenam negara bagian. Dengan demikian tidak muncul tokoh
nasional yang kuat dan mampu menanggulangi masalah dalam negeri. Setiap
negara bagian saling berebut kekuasaan.
Saat memasuki tahun 1980-an, perbedaan rasial mulai mencuat kembali di
Yugoslavia. Ketegangan etnik dan kekerasan mewarnai kehidupan politik
Yugoslavia. Slobodan Milosevic dari Serbia yang menggantikan Tito tidak berhasil
menyelesaikan konflik dengan baik.
Pada tanggal 25 Juni 1991, Kroasia dan Slovenia mengumumkan
kemerdekaannya. Tentara Yugoslavia tidak berhasil mempertahankan Slovenia dan
Kroasia. Pada bulan Juli 1991, masyarakat Eropa mencoba untuk mempertahankan
Yugoslavia namun tidak berhasil. Akhirnya pada tahun 1992, masyarakat Eropa
mengakui kemerdekaan Kroasia dan Slovenia.
Setelah Kroasia dan Slovenia memerdekakan diri, Serbia berusaha
mendominasi kekuasaan di Yugoslavia. Selain itu, Serbia merasa bertanggungjawab atas keamanan orang-orang Serbia di Kroasia yang diperlakukan tidak
adil di Kroasia.
Akan tetapi, Macedonia dan Bosnia-Herzegovina tidak bersedia di bawah
kekuasaan Serbia. Oleh karena itu, kedua negara bagian tersebut juga
memerdekakan diri dan meminta pengakuan masyarakat Eropa atas kemerdekaan
mereka. Nasib Bosnia-Herzegovina tidak seberuntung Macedonia. Pada bulan April
1992, terjadi perang saudara di Bosnia- Herzegovina. Pada saat yang sama
Amerika Serikat dan Masyarakat Eropa mengakui kemerdekaan negara baru itu.
Konflik antara Serbia, Kroasia, dan Bosnia-Herzegovina ditandai dengan peristiwa
^encode yang mengejutkan dunia.
Pada tanggal 27 April 1992, Serbia dan Montenegro menyatakan diri sebagai
Republik Federasi Yugoslavia dengan mengakui kemerdekaan empat negara
bagian yang lain. Pada pertengahan tahun 1992, komunitas internasional mengakui
kemerdekaan negara-negara bagian Yugoslavia itu, kecuali Macedonia. Sedangkan
kedudukan Republik Federasi Yugoslavia sebagai pengganti negara Federasi
Yugoslavia (sebelum pecah) ditolak.
Perang yang terjadi di bekas Yugoslavia merupakan perang yang
mengeksploitasi sentimen agama dan etnis. Usaha mencari jalan untuk
menyelesaikan konflik Balkan terus dilakukan. Pada tanggal 1 November 1995,
diadakan perundingan perdamaian di Dayton, Amerika Serikat. Perundingan
perdamaian yang diprakarsai oleh NATO dan Amerika Serikat itu bertujuan
merumuskan perjanjian perdamaian yang menyeluruh di Bosnia-Herzegovina.
Setelah berunding selama beberapa hari, perjanjian perdamaian mengenai Bosnia-

Herzegovina tersebut ditandatangani pada tanggal 21 November 1995 di Paris,


Prancis. Yugoslavia dibagi sesuai dengan garis-garis etnis.

Anda mungkin juga menyukai