Anda di halaman 1dari 20

Bagian I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Industri tekstil merupakan salah satu industri yang menyerap
tenaga kerja paling besar di Indonesia,1 meskipun pada tahun 2013
industri tekstil dan aneka tahun ini hanya tumbuh 5,5 persen. Hal ini
terjadi karena terhambat karena ketidakstabilan di sektor
ketenagakerjaan.
Tercatat sekitar sekitar 600 ribu orang bekerja di industri tekstil
garmen yang sejatinya merupakan industri padat karya
(Bandingkan: Industri Padat Modal). Sosrodihardjo (1987 : 126)
menyebut industri yang bersifat padat karya (labour intensive)
sebagai suatu industri yang modal paling utama adalah (1) tenaga
kerja dan (2) bahan mentah yang diperoleh berasal dari pekarangan
sendiri atau tempat yang berdekatan. Meskipun di sini uang turut
menentukan, namun modal uang sangat terbatas jumlahnya.
Bagi Indonesia, industri tekstil merupakan salah satu sumber
devisa yang penting sebagai satu-satunya manufaktur (pengolahan)
non-migas dengan net ekspor positif, yang di ekspor ke Amerika
Serikat dan Jepang. Walaupun dalam konteks persaingan global,
nilai ekspor tekstil Indonesia ke Amerika dan Jepang terpaut sangat
jauh dengan nilai ekspor tekstil Cina ke kedua negara tersebut.
Salah satu contoh wilayah di Indonesia yang merupakan daerah
industri tekstil di Indonesia adalah Jawa Tengah. Tribun Jateng (2015)
menyebut basis utama investasi Jawa Tengah adalah industri tekstil
dan produk tekstil (TPT) yang mencapai antara 7 persen hingga 7,5
persen (Bandingkan: Jawa Barat). Uniknya, Jawa Tengah sendiri
merupakan salah satu provinsi yang mampu mengendalikan inflasi.
Misalnya, ketika diberlakukanya kebijakan kenaikan harga bahan
bakar minyak (BBM), laju inflasi di Jawa Tengah hanya 6,19 persen,
sedangkan nasional mencapai 6,23 persen (Catatan: nilai inflasi
yang baik dan normal harus satu digit atau satu angka di belakang
koma).
Badan Pusat Statistik (2009) menyebut selama periode JanuariSeptember 2008, komoditas Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)
merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekspor tertinggi
1

Jumlah tenaga kerja yang diserap mencapai 995.315 orang dengan


total investasi mencapai Rp19,37 triliun. Sedangkan nilai ekspor
tekstil dan aneka pada 2012 mencapai USD5,96 miliar dengan nilai
produksi Rp55,95 triliun dan tingkat utilisasi 59,76 persen.

dibandingkan nilai ekspor komoditas lainnya. Nilai ekspor komoditas


Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) pada bulan September 2008 tercatat
101,33 juta USD, naik sebesar 1,58 juta USD dibanding ekspor bulan
Agustus 2008 yang mencapai 99,75 juta USD. Sedangkan nilai
kumulatifnya selama periode Januari- September 2008 mencapai
940,92 juta USD atau turun sebesar 6,03 persen dibanding periode
yang sama tahun 2007. Peran kelompok komoditas Tekstil dan
Produk Tekstil (TPT) mencapai 36,06 persen terhadap total nilai
ekspor Jawa Tengah periode Januari- September 2008 .
Seiring dengan berjalannya waktu, nilai ekspor TPT Jawa Tengah
terus menunjukkan trend yang positif. Pada Januari-Februari 2014,
total ekspor mencapai US$ 905,37 juta, di mana sebanyak 43,34
persen ditujukan ke Amerika Serikat dengan nila ekspor sebesar US$
213,36 juta, China sebesar US$ 90,94 juta dan Jepang sebesar US$
88,09 juta.
Konsekuensi logis dari potensi industri tekstil di Jawa Tengah
mengakibatkan pemerintah provinsi Jawa Tengah menentukan
kawasan tertentu sebagai kawasan utama industri tekstil. Misalnya
penentuan wilayah utama industri tekstil di Pekalongan, Sukoharjo,
Semarang, Boyolali, Kendal, Surakarta dan sebagainya. Dengan
penentuan kebijakan tesebut, kini telah beroperasi beberapa pabrik
tekstil yang berada di bawah kendali perusahaan industri tekstil
seperti PT. Sritex, PT. Tyfountex Indonesia, PT. Apac Inti Corpora, PT.
Dupantex, PT. Mutu Gading Tekstil dan sebagainya. Berdirinya
pabrik-pabrik tersebut tidak hanya mendatangkan eksternalitas
positif (keuntungan secara finansial, penyerapan tenaga kerja dan
sebagainya), tetapi selebihnya menimbulkan eksternalitas negatif
berupa pencemaran limbah industri tekstil yang mengancam
keberlanjutan lingkungan dan kesehatan masyarakat (Lihat:
pencemaran limbah tekstil PT. Sritex, PT. Dupantex dan sebagainya).
Oleh karena itu, mengemuka berbagai pertanyaan dialektis seperti
apakah pembangunan sudah sudah memanusiakan manusia?
Bagaimanakah model pembangunan yang memanusiakan manusia?
Adakah pembangunan yang tidak mengorbankan alam? Bagaimana
model pembangunan yang tidak mengorbankan alam? Adakah
solusi? Bagaimanakah solusi?.
Dengan kasus tersebut, nampak dengan jelas bahwa kegiatan
industri tidak selalu aman dan atau cenderung mengabaikan dan
atau mengorbankan keberlanjutan lingkungan dan manusia,
sehingga kehadiran dari industri tekstil menjadi tidak sustainable.
Tentu pemahaman ini sangat bertolak belakang dengan moto dari
salah satu perusahaan industri tekstil seperti PT. Apac Inti Corpora
yang menyebut Green Product, Sustainable Product.

Bagian II
Tinjauan Pustaka

A. Industri
Utoyo (dalam Yuwono et al, 2013 : 23) menyebut dalam arti sempit
industri diartikan sebagai semua kegiatan ekonomi manusia yang
mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah
jadi atau barang jadi atau menjadi barang yang lebih tinggi
kegunaannya. Sedangkan dalam arti yang luas, industri merupakan
semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya
produktif dan bersifat komersial untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Definisi yang sama juga diutarakan oleh Siahaan (dalam Yuwono et
al, 2013 : 23) yang mentebut industri sebagai bagian dari proses untuk
mengelola bahan mentah menjadi bahan baku atau bahan baku
menjadi barang jadi, sehingga menjadi barang yang bernilai bagi
masyarakat.
Definisi lain tentang industri dirumuskan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) yang menyebut industri sebagai suatu unit usaha yang
melakukan kegiatan ekonomi, bertujuan untuk menghasilkan barang
atau jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu dan
mempunyai catatan administrasi tersendiri, sedangkan UU No. 5 tahun
1984 tentang perindustrian menyebut industri sebagai suatu kegiatan
ekonomi yag mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih
tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan
perekayasaan industri.
Dari berbagai pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa
industri merupakan sebuah kegiatan yang menggunakan segala unsur
bahan baku sebagai input, kemudian memprosesnya dengan metode
tertentu, sehingga menghasilkan output yang dapat menciptakan nilai
tambah (value added).
Konsekuensi logis dari kehadiran industri membawa dampak positif
maupun negatif. Keuntungan dari hadirnya industri seperti (1)
memperbesar kegunaan bahan mentah. Artinya semakin banyak
bahan mentah yang diolah dalam perindustrian, semakin besar pula
manfaat yang diperoleh; (2) memperluas lapangan pekerjaan; (3)
menambah
penghasilan
penduduk,
sehingga
menambah
kemakmuran; (4) mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap luar
negeri; (5) mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi; (6)

menghasilkan aneka barang yang diperlukan oleh masyarakat; (7)


kegiatan ekonomi menjadi lebih leluasa karena tidak semata-mata
tergantung pada lingkungan alam; (8) menambah devisa negara dan
sebagainya. Sedangkan kerugian dari hadirnya industri seperti (1)
lahan pertanian menjadi semakin berkurang luasnya; (2) tanah
permukaan yang merupakan bagian yang subur menjadi hilang; (3)
cara hidup masyarakat berubah menjadi lebih konsumtif; (4)
pencemaran lingkungan oleh limbah industri dan sebagainya.
B. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)
Topik tentang tekstil sudah banyak dikaji oleh berbagai peneliti di
indonesia seperti Gunadi (1984), Djafri (2003), Dalyono (2005 dan
2007) dan sebagainya. Secara etimologis, tekstil berasal dari bahasa
latin, yaitu textiles yang berarti menenun atau tenunan. Namun secara
umum tekstil diartikan sebagai sebuah barang atau benda yang bahan
bakunya berasal dari serat (umumnya adalah kapas, polyester, rayon)
yang dipintal (spinning) menjadi benang dan kemudian dianyam atau
ditenun (weaving) atau dirajut (knitting) menjadi kain yang setelah
dilakukan penyempurnaan (finishing) digunakan untuk bahan baku
produk tekstil. Produk tekstil disini adalah pakaian jadi (garment),
tekstil rumah tangga dan kebutuhan industri.
Serat merupakan bahan baku yang paling utama untuk tekstil.
Serat adalah benda padat yang mempunyai ciri atau bentuk khusus
yaitu ukuran panjangnya relatif lebih besar dari ukuran lebarnya. Serat
diperoleh atau berasal dari alam dan buatan, yang secara rinci
dibedakan sebagai berikut:
1) Serat alam (natural fibers) adalah serat nabati (seperti kapas, linen,
ramie, kapok, rosela, jute, sisal, manila, coconut, daun atau sisal,
sabut) dan serat hewani (seperti wool, sutera, cashmere, llama,
unta, alpaca, vicuna).
2) Serat buatan (man made fibers) adalah artificial fiber (seperti rayon,
acetate), synthetics fiber (seperti polyester/tetoron, acrylic,
nylon/poliamida), dan mineral (seperti asbes, gelas, logam).
Pada industi tekstil, serat yang banyak digunakan adalah:
1) Kapas, adalah serat yang diperoleh dari biji tanaman kapas, yaitu
sejenis tanaman perdu dan banyak digunakan untuk pakaian karena
sifatnya yang menyerap keringat, sehingga nyaman dipakai dan
stabilitas dimensi yang baik.
2) Rayon, berasal dari kayu yang dimurnikan dan dengan zat-zat kimia.
Banyak dipergunakan untuk tekstil rumah tangga seperti kain
tirai/gorden, penutup kursi dan meja, kain renda, kain halus untuk
pakaian dan pakaian dalam. Campuran rayon dan polyester banyak
digunakan untuk bahan pakaian.

3) Poliester, dibuat dari minyak bumi, yaitu asam tereftalat yang telah
dimurnikan (pirified terephtalate acid/PTA) dan ethylene glycol.
Poliester banyak digunakan untuk bahan pakaian (dicampur dengan
kapas/rayon), dasi, kain tirai/gorden, tekstil industri (conveyor,
isolator), pipa pemadam kebakaran, tali temali, jala, kain layar dan
terpal.
1)

2)
3)

4)
5)

6)
7)
8)

Sedangkan serat lainnya untuk tekstil adalah:


Poliamida/Nilon, digunakan untuk stocking / kaos kaki, kain parasut,
tali temali, terpal, jala, belt untuk industri, kain ban, tali pancing,
karpet, kain penyaring.
Poliuretan (spandex), digunakan untuk pakaian wanita, ikat
pinggang, kaos tangan bedah, kaos kaki.
Polietilena, digunakan untuk kain pelapis di furniture / tempat duduk
mobil, kain untuk pakaian pelindung di industri yang menggunakan
zat-zat kimia yang korosif, kain penyaring untuk penyaringan
dengan suhu rendah, kain efek empuk.
Polipropilena, digunakan untuk keperluan industri, tali temali,
karung pembungkus, jala ikan, permadani / carpet.
Poliakrilik, digunakan untuk selimut, kain rajut untuk sweater, baju
hangat, scarft, tirai jendela, pakaian pelindung zat kimia, kain
penyaring zat kimia, water softener filter, kain-lain berbulu.
Serat Gelas, digunakan untuk isolasi listrik, kaos lampu,
pembungkus kawat tembaga, pembungkus kabel listrik.
Serat Carbon, digunakan untuk bodi pesawat terbang dan pesawat
luar angkasa.
Serat Metal / Logam, digunakan untuk benang hias baik di tekstil
rumah tangga maupun tekstil pakaian.

Serat dari segi sifat bahannya dibedakan menjadi dua jenis /


bentuk yaitu:
1) Filament, adalah serat yang sangat panjang yang panjangnya
sejauh sampai habisnya bahan terulur. Semua serat buatan pada
awalnya dibuat dalam bentuk filamen.
2) Stapel, adalah serat pendek dan umumnya serat alam berbentuk
stapel.
Benang berasal dari serat yang dipintal. Jenis-jenis benang dapat
diketahui dari beberapa hal seperti:
1) Urutan prosesnya (carded yarn atau benang garuk, yang bahan
bakunya berasal dari cotton, rayon dan polyester; combed yarn
atau benang sisir, yang bahan bakunya adalah cotton; blended
yarn atau benang campur, yang bahan bakunya campuran antara
dua jenis serat seperti polyester dengan rayon atau polyester

2)

3)

4)

5)

dengan cotton atau rayon dengan cotton dan open end arn (OE)
yang bahan bakunya adalah cotton dan polyester)
Konstruksinya (single yarn atau benang tunggal, yaitu benang
yang terdiri dari satu helai; double yarn atau benang rangkap,
yaitu benang yang terdiri dari dua benang atau lebih tanpa di twist
dan multifold yarn atau benang gintir, yaitu benang yang terdiri
dari dua helai atau lebih yang dijadikan satu dengan diberi twist)
Panjang seratnya (staple yarn atau benang staple, yaitu benang
yang tersusun dari serat staple atau serat buatan dalam bentuk
staple dan filament yarn atau benang filament, yaitu benang yang
tersusun dari serat buatan yang berupa filament).
Penggunaannya (warp yarn atau benang lusi, yaitu benang yang
digunakan untuk arah panjang kain pada proses weaving; weft
yarn atau benang pakan, yaitu benang yang digunakan untuk arah
lebar kain pada proses weaving; knitting yarn atau benang rajut,
yaitu benang yang digunakan untuk pembuatan kain rajut atau
knitting fabric; sewing thread atau benang jahit, yaitu benang
yang digunakan untuk menjahit; fancy yarn atau benang hias,
benang yang dibuat dengan efek hias pada twist-nya, antara lain
seperti slub yarn).
Bahan bakunya (benang cotton, benang polyester, benang rayon,
benang nylon, benang akrilik, benang polipropilen, benang R/C
(benang rayon / cotton), benang T/R (benang polyester / rayon),
benang T/C (benang polyester / cotton) dan sebagainya.

Kain merupakan hasil proses dari benang-benang yang dianyam


atau ditenun atau dirajut, sedangkan benang hasil pemintalan tidak
bisa langsung ditenun atau dirajut, karena akan mudah putus ketika
terjadi pergesekan antara benang lusi dan benang pakan pada waktu
proses. Oleh karena itu, ada proses pekerjaan yang harus dipersiapkan
terlebih dahulu sebelum benang-benang tersebut ditenun atau dirajut
seperti:
1) Benang-benang yang dari mesin pintal (ring spinning) berbentuk
gulungan palet cones lalu digulung kembali melalui mesin
penggulung (winding machine) menjadi bentuk gulungan cones,
dengan maksud untuk proses selanjutnya agar lebih mudah
dipasangkan pada mesin penggulungan (reeling) dalam proses
pensejajaran benang arah lusi (warping). Apabila dikehendaki kain
yang dihasilkan memiliki efek warna antara lusi dan pakan seperti
kain sarung atau kain motif, maka benangnya terlebih dahulu
mengalami proses pencelupan benang (yarn dyed).
2) Setelah itu agar benang lebih licin agar tidak mudah putus ketika
bergesekan, maka diproses ke sizing machine untuk dikanji.

3) Setelah kering dari pengkanjian, benang-benang baru bisa diproses


untuk ditenun atau dirajut.
Proses tersebut, baik ditenun (dengan benang lusi dan pakan di
mesin tenun) atau dirajut (rajut lusi dan pakan di mesin rajut) dengan
cara gerakan silang-menyilang antara dua benang yang dilakukan
secara teratur dan terus-menerus serta berulang kali dengan gerakan
yang sama sehingga menjadi sebuah bentuk anyaman tertentu.
Jenis-jenis kain dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar
yaitu:
1) Kain grey atau kain blacu, yaitu kain yang paling sederhana atau
kain yang setelah ditenun kemudian dikanji dan diseterika namun
tidak mengalami proses pemasakan dan pemutihan.
2) Kain finished adalah kain grey yang telah melalui proses-proses
pemasakan,
pemutihan,
pencelupan
(dyeing),
pewarnaan
(colouring) dan pencapan (printing). Secara umum, nama kainnya
antara lain seperti kain putih (untuk pakaian jadi yang biasanya
diberi warna dan atau dicap); kain mori (khusus untuk keperluan
batik); kain percal (biasanya untuk pakaian jadi yang berkualitas);
kain shirting (biasanya untuk pakaian dalam, sprei, sarung bantal);
kain gabardine (biasanya untuk pakaian musim dingin); kain
satin/sateen (untuk dirangkap, penutup, penghias jendela); kain
damas (biasanya untuk taplak meja, dekorasi mebel dan serbet);
kain diaper (untuk popok bayi atau yang sejenisnya, karena kain ini
mudah menyerap air) dan kain markis (untuk kelambu dan
sejenisnya).
3) Kain Rajut, kainnya lebih halus dan lebih lemas dengan sifat kainnya
pun lebih elastis dan daya tembus udara lebih besar dari pada kain
tenun dan banyak digunakan untuk pakaian dalam (underwear),
kaos kaki, shirt, sweaters atau overcoats dan sebagainya,
sedangkan kain non woven, adalah semua kain yang bukan kain
tenun dan kain rajut.
Sedangkan produk tekstil merupakan hasil pengolahan lebih lanjut
dari tekstil, baik yang setengah jadi maupun yang telah jadi. Jenis
produk tekstil seperti (1) pakaian jadi / clothing / garment adalah
berbagai jenis pakaian yang siap pakai (ready to wear) dalam berbagai
ukuran standar, antara lain: pakaian pria dan wanita (dewasa dan
anak-anak), pakaian pelindung (mantel, jacket, sweater), pakaian
seragam, pakaian olah raga dan sebagainya. Pakaian jadi ini harus
dibedakan dengan apparel, oleh karena apparal ini selain mencakup
pakaian jadi juga mencakup berbagai accessories seperti sepatu, tas,
perhiasan, tutup kepala atau kerudung, dasi, kaos kaki, dan
accessories lainnya; (2) tekstil rumah tangga (house hold) seperti bed
linen, table linen, toilet linen, kitchen linen, curtain dan sebagainya; (3)

kebutuhan industri (industrial use) antara lain: canvas, saringan, tekstil


rumah sakit, keperluan angkatan perang termasuk ruang angkasa dan
sebagainya.
C. Sejarah Perkembangan Industri Tekstil di Indonesia
Al Ghofar, et al (2014) menyebut secara historis keberadaan
industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia tidak dapat
dipastikan, namun kemampuan menenun dan merajut pakaian dari
masyarakat Indonesia sudah terlihat sejak jaman kerajaan-kerajaan
Hindu. Produk seperti barang kerajinan yang dihasilkan dari kegiatan
tenun-menenun dan membatik, yang hanya berkembang disekitar
lingkungan istana (kepentingan seni dan budaya, serta dikonsumsi
sendiri).
Dunia pertekstilan di Indonesia terus mengalami dinamika, di mana
mulai tahun 1929 sudah mulai terlihat kegiatan yang berbasis industri.
Misalnya: hadirnya kegiatan sub-sektor pertenunan (weaving) dan
perajutan (knitting) dengan menggunakan alat Textile Inrichting
Bandung (TIB) Gethouw atau yang dikenal dengan sebutan Alat Tenun
Bukan Mesin (ATBM), yang diciptakan oleh Daalennoord pada tahun
1926. Alat ini menghasilkan produk tekstil tradisional seperti sarung,
kain panjang, lurik, stagen (sabuk) dan selendang.
Seiring dengan berjalannya waktu, penggunaan ATBM mulai
tergeser oleh Alat Tenun Mesin (ATM) yang pertama kali digunakan di
Majalaya - Jawa Barat (tahun 1939). Hal ini semakin didukung oleh
masuknya pasokan aliran listrik pada tahun 1935, sehingga sejak itulah
industri TPT Indonesia mulai memasuki era modernisasi dengan
menggunakan ATM.
Pada era sistem pemerintahan terpimpin (tahun 1990-an),
pemerintah Indonesia membentuk Organisasi Perusahaan Sejenis (OPS)
seperti OPS Tenun Mesin, OPS Tenun Tangan, OPS Perajutan, OPS Batik
dan lain sebagainya, yang dikoordinir oleh Gabungan Perusahaan
Sejenis (GPS) Tekstil.
Pertengahan tahun 1965, OPS dan GPS dilebur menjadi satu
dengan nama OPS Tekstil dengan beberapa bagian menurut jenisnya
atau sub-sektornya yaitu pemintalan (spinning), pertenunan (weaving),
perajutan (knitting) dan penyempurnaan (finishing).
Menjelang tahun 1970, berdirilah berbagai organisasi seperti
Perteksi, Printers Club (kemudian menjadi Textile Club), perusahaan

milik pemerintah (Industri Sandang, Pinda Sandang Jabar, Pinda


Sandang Jateng, Pinda Sandang Jatim) dan Koperasi (GKBI, Inkopteksi).
Pada 17 Juni 1974, organisasi-organisasi tersebut melaksanakan
kongres yang hasilnya menyepakati mendirikan Asosiasi Pertekstilan
Indonesia (API) dan sekaligus menjadi anggota API.
Tahun 1970-an industri TPT Indonesia mulai berkembang dengan
masuknya investasi dari Jepang di sub-sektor industri hulu (spinning
dan man-made fiber making). Adapun fase perkembangannya sebagai
berikut:
1) Periode 1970 1985, industri tekstil Indonesia tumbuh lamban
serta terbatas dan hanya mampu memenuhi pasar domestik
(substitusi impor) dengan segment pasar menengah-rendah.
2) Tahun 1986, industri TPT Indonesia mulai tumbuh pesat dengan
faktor utamannya adalah (1) iklim usaha kondusif, seperti regulasi
pemerintah yang efektif yang difokuskan pada ekspor non-migas
dan (2) industrinya mampu memenuhi standard kualitas tinggi
untuk memasuki pasar ekspor di segment pasar atas-fashion.
3) Periode 1986 1997 kinerja ekspor industri TPT Indonesia terus
meningkat dan membuktikan sebagai industri yang strategis dan
sekaligus sebagai andalan penghasil devisa negara sektor nonmigas. Pada periode ini pakaian jadi sebagai komoditi primadona.
4) Periode 1998 2002 merupakan masa paling sulit. Kinerja ekspor
tekstil nasional fluktuatif. Pada periode ini dapat dikatakan periode
chaos, rescue dan survival.
5) Periode 2003 2006 merupakan outstanding rehabilitation,
normalization dan expansion (quo vadis). Upaya revitalisasi
stagnant yang disebabkan multi-kendala, yang antara lain dan
merupakan yang utama: (1) sulitnya sumber pembiayaan dan (2)
iklim usaha yang tidak kondusif.
6) Periode 2007 pertengahan onward dimulainya restrukturisasi
permesinan industri TPT Indonesia.
D. Kerangka Penelitian
Untuk dapat memahami alur pikir pemetaan industri tekstil di Jawa
Tengah, maka peneliti memvisualisasikannya dalam bentuk sekangka
pikir seperti berikut:
Kondisi Eksisting Industri Tekstil di
Jawa Tengah
Metode Studi Kepustakaan

Analisa Ekonomi dan Lingkungan:


Wilayah utama industri tekstil di Jawa Tengah
Tipe industri tekstil di Jawa Tengah (komposisi skala perusahaan
atau rumahan)
Jenis produk yang dihasilkan industri tekstil di Jawa Tengah
Pasar tujuan dan rantai pemasaran produk tekstil di Jawa Tengah
Perusahaan utama industri tekstil Jawa Tengah
Pengolahan limbah industri tekstil di Jawa Tengah
Bahan pencemar utama industri tekstil dan kondisi lingkungan
perairan di Jawa Tengah
Tantangan dan Peluang Pengolahan limbah tekstil di Jawa Tengah

Pemetaan Potensi dan Tantanagan Industri Tekstil di Jawa


Tengah

Gambar 1. Kerangka Penelitian


Bagian Tiga
Pemetaan Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Jawa Tengah

A. Wilayah utama industri tekstil di Jawa Tengah


Tekstil merupakan industri yang juga cukup menjanjikan di Jawa
Tengah. Cukup banyak ditemukan perusahaan yang bergerak di bidang
industri tekstil seperti PT. Sritex, PT. Tyfountex, PT. Apac Inti Corpora,
PT. Mutu Gading Tekstil da sebagainya yang tersebar di beberapa
kabupaten atau kota di provinsi Jawa Tengah seperti Sukoharjo,
Pekalongan, Kendal, Semarang, Boyolali dan Surakarta.
1) Kabupaten Sukoharjo
Menempati posisi geografis yang strategis di wilayah Solo Raya,
Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, memiliki prospek cerah dalam
mengembangkan daerah di masa mendatang. Dengan memiliki
luas wilayah sekitar 46.666 hektare, kabupaten ini memiliki banyak
potensi. Bukan hanya sektor pertanian dalam arti luas yang
menjadi andalan perekonomian warganya, Kabupaten Sukoharjo
juga menjadi lokasi industri besar, termasuk Sritex, yang
merupakan pemasok seragam militer ke berbagai negara.
2) Kota Pekalongan
Kabupaten Pekalongan dengan ibukotanya Kajen memiliki
beberapa Potensi unggulan daerah yang diharapkan memiliki daya
saing dan keunikan tertentu, yang membedakan dengan daerah
lain. Potensi terhadap produk unggulan daerah diandalkan melalui
sektor pertanian, industri dan pariwisata. Khususnya potensi industri

di Kabupaten Pekalongan sampai dengan saat ini masih didominasi


oleh industri tekstil utamanya, industri batik, industri pertenunan
dan produk tekstil, di mana salah satu perusahaan yang beroperasi
di daerah Pekalongan yaitu PT. Dupantex.
3) Kabupaten Boyolali
Tekstil dan Produk tekstil merupakan komoditi andalan dari
Kabupaten Boyolali. Produk tekstil berupa benang dan kain grey
putih di produksi oleh industri besar dengan daerah pemasaran USA,
Korea, Jepang dan Ghana, sedangkan produk yang dibuat oleh
Industri Menengah dan kecil meliputi kemeja, kaos, pakaian jadi,
daster jaket dan lain-lain untuk pemasaran local dan regional. Salah
satu perusahan yang beroperasi di kabupaten Boyolali yaitu PT Sari
Warna Asli (SWA), yang merupakan anak perusahaan dari PT Sri
Rejeki Isman (Sritex).
4) Kota Surakarta
Kota Surakarta merupakan salah satu basis industri di Jawa
Tengah. Ada banyak pabrik tekstil yang tersebar di daerah ini, yang
salah satunya PT. Tyfountex. Perusahaan ini merupakan sebuah
perusahaan penanaman modal asing milik warga Hongkong, James
Mong, yang menghasilkan garmen berupa celana, jacket yang
semuanya di ekspor ke Korea dan Kanada.
5) Kabupaten Semarang
Kabupaten semarang merupakan daerah industri terbesar di
Jawa Tengah, oleh karena terdapat banyak perusahaan yang
beroperasi di sana, mulai dari perusahaan yang bergerak di industri
makanan sampai tekstil. Perusahaan industri tekstil di daerah ini
sangat berkembang pesat, yang salah satunya adalah PT. Apac Inti
Corpora, yang merupakan perusahaan yang mengoperasikan
pemintalan benang dan pertenunan kain terbesar di dunia.

B. Tipe Industri Tekstil di Jawa Tengah (Komposisi Skala

Perusahaan / Rumahan)
Kelompok Industri: Pertenunan ( kecuali pertenunan karung goni
dan karung lainnya)

C. Jenis Produk Yang Dihasilkan Oleh Industri Tekstil di Jawa


Tengah.
Jenis industri tekstil di Jawa Tengah meliputi spinning, weaving,
wnitting, dying, printing, finishing, garment, dengan skala besar dan
menengah. Industri weaving-nya terdiri dari woven dan knitting;
industri dyeing / printing / finishing pada processing. Industri kecil dan
menengahnya merupakan tekstil tradisional bergerak di sektor batik,
hand woven tradisional dan bordir, dengan produk yang dihasilkan
meliputi pakaian (kaos), batik, pakaian pelindung (mantel, jacket,
sweater), pakaian seragam (sekolah maupun militer, pakaian olah
raga, sepatu, tas, perhiasan, tutup kepala atau kerudung, dasi, kaos
kaki, bed linen, table linen, toilet linen, kitchen linen, curtain, canvas,
saringan, tekstil rumah sakit dan sebagainya.
D. Pasar Tujuan dan Rantai Pemasaran Produk Tekstil Jawa Tengah
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan industri yang
sangat potensial di Jawa Tengah, yang merupakan industri manufaktur
(pengolahan) non-migas dengan wilayah tujuan utama ekspor TPT ke
Cina, Amerika Serikat (Amerika Utara & Selatan), Eropa, Asia (Jepang
dan sebagainya), Afrika dan Australia
Negara tujuan ekspor TPT yang paling tinggi adalah ke Amerika
Serikat, tetapi kepada negara lain pun perlu dilakukan ekspansi ekspor,
sehingga pasar ekspor lebih multi countries, multi market dan multi
product. Pasa saat yang sama, Jawa Tengah perlu melakukan pelebaran
sayap (ekspansi ekspor) ke barbagai negara yang tergabung di dalam
masyarakat ekonomi asean (MEA).
Pada dasarnya, sebelum memasarkan suatu produk tekstil maka
industri tekstil harus menggunakan berbagai macam faktor produksi
seperti bahan baku. Dengan kata lain, sebelum memasarkan sebuah
output maka suatu industri membutuhkan satu atau lebih bahan
pembentuk, sedangkan produk yang dihasilkan dari proses tersebut
akan menjadi komponen pembentuk bagi industri lainnya yang
dibutuhkan oleh produsen domestik maupun mancanegara, sehingga
visualisasi dari alur pemasaran TPT di Jawa Tengah dapat digambarkan
sebagai berikut:

TINGKAT
Produsen

1-TINGKAT
Produsen

Distributor
Industri

2-TINGKAT

3-TINGKAT

Produsen

Produsen

Agen

Agen

Pelanggan
Industri

Pelanggan
Industri

Pelanggan
Industri

Pelanggan
Industri

Gambar 2. Rantai Pemasaran Industri Tekstil di Jawa Tengah


Dari gambar tersebut, terdapat beberapa dari rantai saluran
pemasaran, dimana perbedaan panjang dan pendeknya tipe-tipe rantai
pemasaran dapat interpretasi sebagai berikut:
1. Zero Level Channel
Dalam bentuk ini antara produsen dan perusahaan dan konsumen
akhir tidak terdapat pedagang perantara, penyaluran langsung
dilakukan perusahaan pada konsumen. Misalnya: Penjualan produk
garmen langsung kepada perusahaan yang membutuhkannya.
2. One Level Channel
Di sini hanya terdapat satu pedagang perantara. Pedagang
perantara ini pada pasar konsumen disebut retailer, sedangkan pada
industri disebut dengan agen atau broker.
3. Two Level Channel
Di sini terdapat dua pedagang perantara dalam pasar konsumsi
terdiri dari wholesaler dan retailer.
4. Three Level Channel
Pada tahap ini terdapat tiga perantara yaitu wholesaler, retailer
dan jobber, di mana jobber selalu terdapat di antara wholesaler dan
retailer. Jobber membeli dari wholesaler dan menjual kembali kepada
retailer yang pada umumnya tidak dilayani oleh pedagang besar.
E. Perusahaan Utama Industri Tektil di Jawa Tengah
Ada beberapa perusahaan utama yang bergerak di bidang
industri tekstil seperti:
a) PT. Apac Inti Corpora
PT. Apac Inti Corpora merupakan produsen yarn dan tekstil
yang bergerak dalam pemintalan benang dan pertenunan kain.
Apac merupakan pabrik tekstil terbesar di dunia yang berada
dalam satu lokasi seluas 247 ha di Semarang, Jawa Tengah. Apac

mengoperasikan 14 unit pabriknya dengan jumlah karyawan


sekitar 14.000 orang. Fasilitas yang tersedia merupakan
infrastruktur terbesar, terintegrasi serta dilengkapi dengan mesin
pertenunan dan pemintalan dengan teknologi modern.
Perusahaan ini memiliki kapasitas produksi Yarn 480,000 bales
(1Bale = 181,44 kg) per tahun. Selian itu, Apac juga
memproduksi Kain Grey 80,000,000 meter, kain Finished
6,000,000 meter, kain Denim 60,000,000 yard per tahun.
Apac memasarkan produknya dengan merk APACINTI, hasil
produksinya berupa Yarn, kain Greige, kain Finished dan Denim.
Apac telah mengekspor produknya ke 70 negara yaitu skitar 70%
ke pasar Amerika Utara & Selatan, Eropa, Asia, Afrika dan
Australia dan sisanya 30% untuk pasar domestik. Nilai ekspor
rata-rata USD 238 juta per tahun.
Pada awal 2008 Apac Inti Corpora bekerjasama dengan PT
Dayaindo Resources International Tbk akan membangun
pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Selama ini Apac Inti
mengandalkan mesin diesel untuk menggerakkan mesin-mesin
tekstilnya. Namun seiring dengan makin tingginya harga minyak,
termasuk solar, maka penggunaan diesel dipastikan menjadi
semakin tidak ekonomis. Oleh sebab itu pembangunan PLTU
berbahan bakar batubara menjadi alternatif.
Pembangunan konstruksi PLTU ini dimulai pada 2009 dan
diperkirakan akan selesai pada 2011. Pembangkit ini
berkapasitas 45 MW yang terdiri dari 3x15 MW. PLTU tersebut
menggunakan bahan bakar batubara yang menelan investasi
sekitar US$ 45 juta atau senilai Rp 414 miliar.
b) PT. Sri Rejeki Isman (Sritex)
PT. Sri Rejeki Isman (Sritex) merupakan milik pengusaha HM
Lukminto, yang sebagian dibuat di pabrik tekstil yang berlokasi di
Desa Jetis, Sukoharjo, Jawa Tengah. Perusahaan ini tidak hanya
memproduksi merek-merek pakaian terkenal di dunia seperti
Zara atau Timberland,2 tetapi juga banyak menerima pesanan
untuk pembuatan seragam militer banyak negara.
Produk tekstil Sritex telah diakui memenuhi standar North
Atlantic Treaty Organization (NATO) sehingga dipercaya
memproduksi seragam militer anggota NATO. Beberapa produk
terkait keperluan militer antara lain seragam tempur, jaket, cover
2

Produk Zara pun memproduksi pakaiannya di Kamboja, China, dan


negara lainnya selain Indonesia. Pemegang merek-nya asalnya dari
Spanyol, sehingga sistem-nya OEM (original equipment
manufacturer).

all, rompi, tenda, sepatu, sampai seragam militer anti nyamuk


dan anti peluru, bahkan anti radiasi. Sritex telah dipercaya untuk
memasok seragam militer dari 30 negara di dunia seperti
Amerika, Rusia, Jerman, Inggris, Australia, Swedia, Belanda,
Indonesia, Norwegia, Kwait, Saudi Arabia, dan lain-lain.
c) PT. Sari Warna Asli (SWA)
PT. Sari Warna Asli (SWA) merupakan perluasan anak
perusahaan PT Sri Rejeki Isman (Sritex), yang berlokasi di
kabupaten Boyolali. Perusahaan ini merupakan pabrik terbesar
kedua setelah pabrik utama Sritex yang ada di Sukoharjo. PT Sari
Warna Asli memproduksi produk tekstil khususnya fashion. Pabrik
yang berada di Boyolali ini tidak memproduksi seragam militer.
Oleh karena pembuatan seragam militer membutuhkan teknologi
lebih tinggi jika dibandingkan membuat baju untuk fashion,
sehinggaa hanya pabrik utama Sritex yang bisa memproduksi
seragam militer tersebut.
d) PT. Tyfountex Indonesia
PT. Tyfountex merupakan sebuah perusahaan penanaman
modal asing milik warga Hongkong, James Mong, yang berlokasi
di kabupaten Sukoharjo yang menghasilkan produk garmen
berupa celana, jacket, di mana semuanya di ekspor ke Korea dan
Kanada.
e) PT. Dupantex
PT. Dupantex merupakan sebuah perusahaan tekstil milik Lue
Tiong Ping, yang memproduksi bahan tekstil yang berlokasi dan
beroperasi di Kota Pekalongan.
F. Pengolahan Limbah Industri Tektil di Jawa Tengah
Pengolahan limbah industri tekstil mutlak dilakukan oleh pihak
pabrik. Misalnya PT. Iskandar Indah Printing Textille, yang merupakan
salah satu pabrik tekstil yang terdapat di Solo berupaya untuk
mengelola limbah yang dihasilkannya dengan melakukan pengolahan
terhadap limbah cair yang dikeluarkan ke dalam suatu instalasi
pengolah limbah yaitu Effluent Treatment Plant (ETP). Dari upaya
tersebut diharapkan dapat mengurangi beban pencemaran terhadap
lingkungan, sehingga memenuhi baku mutu Peraturan Daerah Propinsi
Jawa Tengah nomor 10 tahun 2004 tentang baku mutu air limbah cair
untuk industri tekstil.
Pada dasarnya unit pengolahan limbah terdiri dari unit operasi dan
unit proses. Unit operasi terdiri dari ekualisasi, koagulasi, flokulasi,
sedimentasi, dan aerasi. Sedangkan untuk unit proses meliputi
pengolahan biologi dan pengolahan kimia. Contoh dari unit proses

adalah activated sludge, atau lumpur aktif. Limbah cair PT. Iskandar
Indah Printing Textille ini berasal dari bahan-bahan yang digunakan
pada proses produksi, terutama pada proses pengkanjian, pewarnaan
dan printing atau pemberian motif. Parameter yang biasanya diuji
adalah pH, TSS, BOD, dan COD, sedangkan untuk parameter seperti
fenol, krom, minyak dan lemak, NH3, dan sulfida tidak rutin diuji.
Instalasi Pengolah Limbah PT. Iskandar Indah Printing Textille terdiri
dari bak ekualisasi, koagulasi, flokulasi, sedimentasi I, netralisasi,
aerasi, sedimentasi II, rapid sand filter dan rapid sand filter. Hasil uji
tersebut menunjukkan bahwa parameter yang memenuhi Peraturan
Daerah Propinsi Jawa Tengah No. 10 tahun 2004 adalah pH, krom total,
fenol, minyak dan lemak dan sulfida. Sedangkan parameter yang
belum memenuhi standar baku mutu adalah BOD5, COD, TSS dan NH3
(Lihat: Junaidi, 2006).
G. Bahan Pencemar Utama Tekstil
Setiap sektor industri berkontribusi pada jenis limbah yang
berbeda bergantung pada proses produksi yang diadopsi oleh industri
tersebut. Limbah padat dan atau cair bisa dihasilkan. Secara umum
limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah organik atau anorganik,
berbahaya atau tidak berbahaya, beracun dan tidak beracun, logam
berat, dan sebagainya. Sebagai contoh, beberapa proses pada industri
tekstil menghasilkan baik limbah organik atau limbah B3 (bahan
berbahaya dan beracun) dalam bentuk limbah cair. Limbah organik
yang dihasilkan dari industri tekstil mampu merubah nilai pH, atau
meningkatkan kadar BOD dan COD dalam badan air.
Kebanyakan industri tekstil juga menghasilkan limbah logam berat
yang termasuk dalam kategori berbahaya. Banyak macam elemen
logam berat yang dihasilkan dari proses produksi tekstil, diantaranya
Arsen, Cadmium, Krom, Timbal, Tembaga, dan seng. Proses-proses
dalam industri tekstil yang menghasilkan limbah cair antara lain
pengkajian dan penghilangan kanji, pengelantangan, pemasakan,
merserisasi, pewarnaan, pencetakan, dan proses penyempurnaan
(Lihat: Potter, C, et al, 1994).
Sangat penting dipahami bahwa aktivitas industri tekstil juga
merupakan penyumbang bahan organik yang sangat besar. Meskipun di
badan air bergabung dengan buangan dari kegiatan domestik, buangan
limbah cair industri tekstil yang mengandung bahan organik yang tinggi
turut memperburuk kualitas air sungai. Pada titik-titik sampling di
sekitar kawasan industri tekstil, nilai Biochemical oxygen demand (BOD)
dan chemical oxygen demand (COD) sangat tinggi melebihi baku mutu
untuk semua kelas air. Pada reference point, BOD berkisar 1.7 mg/L,

sementara di bagian hilir sungai nilai BOD mencapai 9.36 mg/L hingga
523.00 mg/L
Seperti kita ketahui bahwa air limbah tekstil mengandung sejumlah
senyawa kimia organik yang degradable maupun non-degradable.
Derajat pencemaran bahan organik dalam air ditunjukkan oleh nilai-nilai
BOD dan COD. BOD adalah nilai yang menunjukkan jumlah oksigen
yang dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk mereduksi bahan-bahan
organik, sementara COD diperlukan untuk mengoksidasi bahan-bahan
organik melalui proses kimiawi, yakni melalui oksidator kuat. Sumber
utama kontaminasi bahan organik dari industri tekstil adalah proses
kering seperti proses sizing, yaitu mempersiapkan benang untuk
tahap pemintalan (spinning) dan pekerjaan rajutan (knitting). Bahanbahan organik juga berasal dari proses basah seperti scouring
suatu proses pencucian untuk membuang kotoran-kotoran baik organik
maupun anorganik yang dapat mengganggu tahap-tahap proses
selanjutnya. Bahan organik dapat juga berasal dari dyeing di mana
surfaktan seringkali ditambahkan.
H. Kondisi Lingkungan Perairan Jawa Tengah
Secara umum kondisi lingkungan perairan di Jawa Tengah, baik itu
di lingkungan sungai, danau, muara sungai dan laut, masih cukup baik.
Kalau ada beberapa lingkungan perairan yang kualitas airnya kurang
baik dan menunjukkan adanya penurunan, itu sifatnya masih kasuistis,
oleh karena di daerah sekitarnya pada umumnya ada kegiatan
kegiatan yang melaksanakan aktivitasnya yang kurang memperhatikan
kelesetarian lingkungan, baik itu kegiatan industri, sentra-sentra
industri rakyat, peternakan dan kegiatan lainnya.
Menurunnya kualitas air Sungai Kaligarang, sangat dipengaruhi
oleh adanya kegiatan pertanian dan peternakan yang betada di daerah
hulu dan terutama sekali dipengaruhi oleh adanya buangan air limbah
dari 8 (delapan) kegiatan industri yang membuang air limbahnya ke
Sungai Kaligarang. Besarnya beban cemaran limbah industri yang
dibuang ke Sungai Kaligarang pada awal dilaksanakan Program Kali
Bersih di Jawa Tengah Tahun 1094, menunjukkan bahwa untuk
Parameter BOD mencapai 119.548,95 Kg/th, COD mencapai
352.070,14 Kg/th dan TSS mencapai 263.710,80 Kg/th. Sampai dengan
Tahun 2009/2010, jumlah beban cemaran yang dibuang ke Sungai
Kaligarang, telah mengalami penurunan lebih dari 90 %, dimana untuk
Parameter BOD mencapai 2.275,39 Kg/th, COD mencapai 9.169,82
Kg/th dan TSS mencapai 1.518,11 Kg/th.
Besarnya beban cemaran limbah industri (32 industri ) yang
dibuang ke Sungai Bengawan Solo baik yang dibuang secara langsung
maupun yang dibuang melalui anak sungainya pada awal dilaksanakan

Program Kali Bersih di Jawa Tengah Tahun 1094, menunjukkan bahwa


untuk Parameter BOD mencapai 47.439.021,80 Kg/th, COD mencapai
73.992.228,35 Kg/th dan TSS mencapai 60.630.931,22 Kg/th. Sampai
dengan Tahun 2009/2010, tingkat keberhasilan menurunkan beban
cemaran yang dibuang ke Sungai Bengawan Solo, baik secara langsung
maupun melalui anak sungainya, tingkat penurunannya cukup baik,
hanya ada beberapa anak sungai yang menerima beban cemaran lebih
tinggi dari awal dilaksankannya Prokasih. Hal ini bukan berarti program
ini kurang berhasil, namun juga dikarenakan adanya beberapa kegiatan
yang melaksanakan pengembangan usahanya. Berdasarkan data
Tahun 2009/2010 beban cemaran yang dibuang ke Sungai Bengawan
Solo dan anak sungainya menunjukkan bahwa Parameter BOD
mencapai 427.919,94 Kg/th, COD mencapai 1.831.294,38 Kg/th dan
TSS mencapai 194.604,16 Kg/th.
Besarnya beban cemaran limbah industri yang dibuang ke Sungai
Kupang Sambong (17 industri), Pada tahun 1994, menunjukkan
bahwa untuk Parameter BOD mencapai 2.040.524,45 Kg/th, COD
mencapai 2.949.400,44 Kg/th dan TSS mencapai 1.753.173,09 Kg/th.
Sampai dengan tahun 2009/2010, jumlah beban cemaran yang
dibuang ke Sungai Kaligarang, telah mengalami penurunan lebih dari
90 %, dimana untuk Parameter BOD mencapai Kg/th, COD mencapai
9.169,82 Kg/th dan TSS mencapai 1.518,11 Kg/th
I. Tantangan dan Peluang Pengolahan Limbah Tekstil di Jawa
Tengah
Upaya pengolahan limbah industri tekstil merupakan tindakan
perventif yang dilalukan untuk meminimalisir eksternalitas negatif dari
kegiatan industri tekstil. Pengolahan limbah industri tekstil akan
menjadi peluang jika hasil dari pengolahannya tidak memberi dampak
yang signifikan bagi kerusakan lingkungan dan kesehatan masyarakat,
sebaliknya akan mendatangkan bencana apabila pengolahan limbah
tersebut tidak dapat mereduksi limbah yang ada.
Peluang dan tantangan ini tercermin di dalam berbagai kasus
penanganan limbah industri seperti yang dilakukan oleh PT. Dupantex
(Pekalongan). Menurut KLH, PT. Dupantex memproduksi bahan tekstil
dan proses produksinya menghasilkan limbah baik cair maupun padat.
Limbah yang dihasilkan oleh perusahaan itu, menurut peraturan
perundangan, dikategorikan sebagai Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun), yang apabila tidak dikelola atau diproses dalam
pembuangannya
dapat
menimbulkan
pencemaran
terhadap
lingkungan hidup.
Ironisnya, kasus ini belakangan jadi melebar hingga keluar dari
koridor hukum. Para buruh pabrik pun bergolak, oleh karena
mendapatkan informasi jika gugatan KLH dikabulkan maka perusahaan

akan collapse, sehingga para buruh kehilangan lapangan pekerjaan.


Sementara warga setempat tetap bersikukuh menuntut pabrik
menghentikan pencemaran lingkungan yang sangat merugikan
mereka.
Fenomena menjadikan buruh sebagai tameng dalam melawan
penggugat atau masyarakat yang dirugikan dalam kasus pencemaran
lingkungan oleh industri memang sudah sering terjadi, di mana
perusahaan sering memanfaatkan kelemahan buruh yang rentan dari
ancaman pemutusan kerja. Padahal sesungguhnya para buruh juga
menjadi bagian dari masyarakat yang dirugikan oleh pencemaran
lingkungan,.

Daftar Pustaka
[BPS] Badan Pusat Statistik, 2009. Perkembangan Ekspor Impor Jawa
Tengah September 2008, BNo.02/01/33/Th.III, 05 Januari 2009, BPS
Provinsi Jawa Tengah.
Dalyono, 2005. Dasar-Dasar Perancangan Produk Tekstil, Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Dalyono, 2007. Penerapan Model Struktur dan Model Matematis Dalam
Perancangan Produk Tekstil, Yogyakarta: Ardana Media dan Rumah
Produksi
Djafri, C, 2003. Gagasan Seputar Pengembangan Industri dan
Perdagangan TPT (Tekstil dan Produk Tekstil), Jakarta: Asosiasi
Pertekstilan Indonesia (API) dan Cidesindo.
Gunadi, 1984. Pengetahuan Dasar Tentang Kain-Kain Tekstil dan Pakaian
Jadi, Jakarta: Yayasan Pembinaan Keluarga UPN Veteran.
Junaidi, 2006. Analisis Teknologi Pengolahan Limbah Cair Pada Industri
Tekstil: Studi Kasus PT. Iskandar Indah Printing Textille Surakarta,
Jurnal PRESIPITASI, Vol.1 No.1 September 2006, ISSN 1907-187X.
Koran Sindo, 2013. Industri Tekstil Hanya Tumbuh 5,5 Persen,
http://koransindo.com.IndustriTekstilHanyaTumbuh5,5%.html.
Diunduh
tanggal 10 Agustus 2015
Potter, C, et al, 1994. Limbah Cair Berbagai Industri di Indonesia,
Canada: Project of the Ministry of State for Environment Republic of
Indonesia and Dalhousie University.
Sosrodihardjo, S, 1987. Aspek Sosial Budaya dalam Pembangunan
Pedesaan, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Tribun
Jateng,
2015,
Ini
Prospek
Ekonomi
Jawa
Tengah,
http://jateng.tribunnews.com/2014/12/27/ini-prospek-ekonomi-jawatengah-2015. Diunduh tanggal 10 Agustus 2015
Yuwono, Prapto, et al, 2103. Penyusunan Tabel Input Output
Kabupaten/Kota, Salatiga: Satya Wacana University Press.

Anda mungkin juga menyukai