Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster
disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster. Herpes
zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler
yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion
serabut saraf sensorik dan nervus kranialis. Herpes zoster (atau hanya zoster), umum
dikenal sebagai penyakit ruam saraf yang ditandai dengan ruam kulit yang
menyakitkan dengan lepuh di wilayah yang terbatas pada satu sisi tubuh, sering kali
dalam satu garis.1
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan
angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan
peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun.
Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di
bawah 20 tahun. Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama
terjadi varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan
mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui
serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus
tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai
kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoster pada umumnya terjadi
pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela yang terpadat. Aktivasi virus
varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang berhubungan dengan
imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor penting untuk pertahanan
pejamu terhadap infeksi endogen.2
Herpes zoster oftalmikus adalah infeksi virus herpes zoster yang
menyerang bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang
oftalmikus saraf trigeminus (N.V) yang ditandai dengan erupsi herpetik unilateral
pada kulit.3
Insidensi herpes zoster terjadi pada 20% populasi dunia dan 10% diantaranya
adalah herpes zoster oftalmikus. Penyakit ini cukup berbahaya karena dapat
1

menimbulkan penurunan visus. Virus Varicella zoster dapat laten pada sel syaraf
tubuh dan pada frekuensi yang kecil di sel non-neuronal satelit dari akar dorsal,
berhubung dengan saraf tengkorak dan saraf autonomic ganglion, tanpa
menyebabkan gejala apapun. Infeksi herpes zoster biasanya terjadi pada pasien usia
tua dimana specific cell mediated immunity pada umumnya menurun seiring dengan
bertambahnya usia atau pasien yang mengalami penurunan system imunseluler.
Morbiditas kebanyakan terjadi pada individu dengan imunosupresi (HIV/AIDS),
pasien yang mendapat terapi dengan imunosupresif dan usia tua.3
Herpes zoster oftalmika merupakan bentuk manifestasi lanjut setelah
serangan varisela. Virus ini dapat menyerang saraf cranial V. pada nervus
trigeminus, bila yang terserang antara pons dan ganglion gasseri, maka akan terjadi
gangguan pada ketiga cabang nervus V (cabang oftalmik, maksular, mandibular)
akan teraoi yang biasa terkena adalah ganglion gasseri dan yang terganggu adalah
cabang oftalmik.3
Bila cabang oftalmik yang terkena, maka terjadi pembengkakan kulit di
daerah dahi, alis, dan kelopak mata disertai kemerahan yang dapat disertai vesikel,
dapat mengalami supurasi, yang dapat pecah akan menimbulkan sikatriks. Bila
cabang nasosiliar yang terkena, kemungkinan komplikasi pada mata sekitar 76%.
Jika saraf ini dapat tidak terkena maka resiko komplikasi pada mata hanya sekitar
3,4%.2,3
Komplikasi herpes zoster sendiri dapat terjadi pada 10-15% kasus,
komplikasi yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri
yang persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah
40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari
ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi
herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi karena
keganasan atau pengobatan imunosupresi.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan
vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya). Herpes zoster
adalah sutau infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan
terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh
varicella dalam bentuk cacar air).4
II.2. Etiologi
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus varisela zoster
yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela
zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi
primer oleh virus. Kadang-kadang infeksi primer berlangsung subklinis. Frekuensi
penyakit pada pria dan wanita sama, lebih sering mengenai usia dewasa.4
Virus varisela zoster (VZV) tergolong virus berinti DNA, virus ini
berukuran 140- 200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan
sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat
hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VZV
dalam subfamily alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel
epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi
oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari
ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara
periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif
luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting
untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik
deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.5
II.3. Patogenesis
Infeksi primer dari VZV ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini
virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia
permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya
virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang kemudian mengadakan
3

replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan simptomatik dengan
penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui seratserat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten
didalam neuron. Virus berdiam diri di ganglion posterior saraf tepid an ganglion
kranialisSelama antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari
virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi
tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga
terjadi herpes zoster.4,5
Herpes Zoster Ophtalmicus (HZO) terjadi sekitar 10-15% dari kasus Zoster.
HZO terjadi karena virus menginvasi ganglion Gasserian. Untuk alasan yang belum
jelas, keterlibatan cabang ophtalmicus (N. V1) 5 kali lebih sering daripada
keterlibatan dari cabang maksilaris (N. V2) atau cabang mandibularis (N. V3).6
II.4. Gejala klinis
Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi
pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya
erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5%
penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi.
Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan
unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi
terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.
Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat
jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari
ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta.
Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3 minggu. Keluhan yang berat biasanya terjadi
pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi
cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap,
walaupun krustanya sudah menghilang. Frekuensi herpes zoster menurut dermatom
yang terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan
sacral (5%).6,11
Kelainan pada wajah diakibatkan oleh gangguan nervus trigeminus (dengan
ganglion gaseri) yang salah satu gejalanya adalah herpes zoster ophtalmicus atau
nervus fasialis dan otikus (dari ganglion genikulatum) yang disebut Ramsay Hunt
4

Sindrom. Pada Herpes zoster oftalmikus ditandai erupsi herpetic unilateral pada
kulit. Gejala prodromal seperti lesu, demam ringan, mual muntah dapat timbul.
Gejala prodromal berlangsung 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul.
Tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk juga dapat timbul. Selain itu timbul
juga gejala fotofobia, banyak keluar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar
dibuka karena perjalanan cabang dari nervus ophtalmicus yang member cabang ke
nervus Arnold rekuren dan N III dan N VI.7
II.5. Diagnosis Banding
Herpes simpleks
Herpes simpleks ditandai dengan erupsi berupa vesikel yang bergerombol, di atas
dasar kulit yang kemerahan. Sebelum timbul vesikel, biasanya didahului oleh rasa
gatal atau seperti terbakar yang terlokalisasi, dan kemerahan pada daerah kulit.
Herpes simpleks terdiri atas 2, yaitu tipe 1 dan 2. Lesi yang disebabkan herpes
simpleks tipe 1 biasanya ditemukan pada bibir, rongga mulut, tenggorokan, dan jari
tangan. Lokalisasi penyakit yang disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2 umumnya
adalah di bawah pusat, terutama di sekitar alat genitalia eksterna.8
Varisela
Gejala klinis berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah
menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini seperti tetesan embun (tear drops). Vesikel akan
beruba menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Lesi menyebar secara
sentrifugal dari badan ke muka dan ekstremitas.
Impetigo vesiko-bulosa
Terdapat lesi berupa vesikel dan bula yang mudah pecah dan menjadi krusta.
Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung dan sering bersamaan dengan
II.6. Diagnosis dan Pemeriksaan Fisik
Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa
neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan
kulit. Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti
demam, pusing dan malaise. Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema
kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat membesar
dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah
beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi,
5

vesikel dan bula dapat menjadi krusta. Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini
sering dirancukan dengan penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark
miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan sebagainya. Namun bila erupsi
sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit pada
herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa,
unilateral, dan mengenai satu dermatom.7,9,10
Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu
menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula
pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta
tes serologik. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang
mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil,
hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan
mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara
imunofluoresensi. Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk
menegakkan diagnosis. Akan tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan
pemeriksaan penunjang antara lain:
1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan
mikroskop electron
2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen
Tes serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.11
II.7. Komplikasi
Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik (PHN) adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai
beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun,
persentasenya 10-15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur
penderita maka semakin tinggi persentasenya. Pada HZO, kejadian PHN lebih
sering daripada manifestasi zoster yang lain.11
Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.
Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau

berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan
jaringan nekrotik.11
Kelainan pada mata
Keterlibatan mata dapat mengancam penglihatan jika tidak terdeteksi dan diterapi
dengan tepat. Adanya edem orbita adalah emergensi ophtalmologi dan pasien harus
dirujuk ke spesialis mata. Iritis, iridocyclitis, glaucoma, dan ulkus kornea dapat
terjadi pada kasus ini. Keterlibatan hanya di daerah dibawah fisura palpebra
inferior tanpa disertai keterlibatanopml dari kelopak atas dan nasal menunjukkan
tidak adanya komplikasi pada mata karena daerah kelopak bawah diinervasi oleh
nervus maksillaris superior.11
Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus
ganglion genikulatum), sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis
Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.11
Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan
virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan.
Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai
paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas,
vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.11
II.8. Penatalaksanaan
Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk:
1. Mengatasi infeksi virus akut
2. Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster
3. Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik.6
Pengobatan Umum
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan
kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan
defisiensi imun. Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan
pakai baju yang longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.8

Pengobatan Khusus
1. Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya
valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA
polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena.
Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir
peroral yang dianjurkan adalah 5800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui
intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise atau
penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat digunakan sebagai
terapi herpes zoster adalah valasiklovir. Valasiklovir diberikan 31000 mg/hari
selama 7 hari, karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir
juga dapat dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase.
Famsiklovir diberikan 3200 mg/hari selama 7 hari.12,13
2. Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus
herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam
mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga
dipakai seperlunya ketika nyeri muncul.12,13
3. Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt.
Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang
biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 320 mg/hari, setelah seminggu
dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas
akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus.6
Pengobatan topikal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel
diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar
tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau
terjadi ulserasi dapat diberikan salap antibiotik.6

II. 9. Prognosis
8

Terhadap penyakitnya pada dewasa dan anak-anak umumnya baik, tetapi usia tua
risiko terjadinya komplikasi semakin tinggi, dan secara kosmetika dapat
menimbulkan makula hiperpigmentasi atau sikatrik. Dengan memperhatikan
higiene & perawatan yang teliti akan memberikan prognosis yang baik & jaringan
parut yang timbul akan menjadi sedikit.12

BAB III
LAPORAN KASUS
A. ANAMNESIS
1. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Tn. K S

Umur

: 26 tahun

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Buruh Pabrik

Status

: Menikah

Alamat

: Ds Kenongo 3/8 Lemahireng Bawen

No.RM

: 059024

Tanggal masuk

: 26 Mei 2014

Tanggal pulang

: 30 Mei 2014

Kelompok pasien : UMUM


Pasien bangsal

: Anyelir

2. DATA DASAR
a. Keluhan utama : Bentol berisi air
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Bentol berisi air timbul sejak 1 hari lalu pada daerah sekitar mata
dan dahi sebelah kiri, awalnya muncul 1 kemudia timbul banyak dan
berkelompok. Disertai dengan nyeri, panas, dan kemerahan. Sudah
diobati ke klinik dokter terdekat diberikan 4 obat minum dan 1 jenis
salep, namun keluhan belum berkurang. Pasien mengeluh nyeri kepala
sebelah kiri pada hari Jumat (4 hari lalu), kemudia pada hari Minggu
mulai muncul bentol berisi air dan dirasakan adanya demam. Pasien
bekerja di pabrik, dan sering kerja lembur.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Maag
: positif (+)
Riwayat mondok
: disangkal
10

d.

Alergi makanan
: disangkal
Riwayat Alergi /obat : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus
: disangkal
Riwayat Pengobatan Lama : disangkal
Riwayat Cacar air
: positif (+)
Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat sesak nafas : disangkal
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama istri dan 1 anak. Tinggal di lingkungan
padat penduduk.
f. Riwayat penggunaan obat
Pasien menggunaka 4 obat minum dan 1 salep. Pasien tidak
mengetahui nama obatnya, pasien mendapatkan obat dari dokter klinik.
g. Riwayat kebiasaan
Merokok (+), makan tidak teratur (+), minum alkohol (-).
h. Anamnesis sistem
1. Kepala : Pusing + , sakit kepala + sebelah kiri
2. Mata : kabur -/- , gatal -/- , kuning -/- , sekret -/-, tidak dapat
membuka mata
3. Hidung : tersumbat -, keluar darah - , keluar lendir - , gatal 4. Telinga : penurunan pendengaran -, berdenging -, keluar sekret
atau darah 5. Mulut : bibir kering -, gusi mudah berdarah -, sariawan 6. Tenggorokan : rasa kering dan gatal -, serak -, sukar menelan 7. Sistem respirasi : sesak -, batuk -, dahak - , nyeri dada -, mengi
8. Kardiovaskular : berdebar-debar -, nyeri dada
9. Gastrointestinal : nyeri -, mual -, sebah -, cepat kenyang - nafsu
makan menurun -, diare -, sulit bab -, bab berdarah 10. Genitourinaria : nyeri saat bak -, panas saat bak -, sulit keluar
pada awal bak -, bak menetes -, warna seperti teh -, nanah -, gatal

11. Ekstremitas : nyeri sendi -, edema


B.

PEMERIKSAAN FISIK
A.

Keadaan Umum

Sakit sedang, compos mentis

11

B.

Status gizi

BB

60 kg

TB

160 cm

BMI 23 kg/ m2
Kesan
Tanda Vital

: Status gizi normoweight

TD : 126/64 mmHg
Nadi : 69x/menit, isi dan tegangan cukup
Frekuensi Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,80 C

C.

Kulit

Warna sawo matang, ikterik (-), anemis (-)

D.

Kepala

Bentuk mesocephal, rambut warna hitam,

E.

Mata

Konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil


isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, refleks
cahaya (+/+)

F.

Mulut

Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-) pucat (-),


papil lidah atrofi (-) stomatitis (-), luka pada sudut
bibir (-)

G.

Leher

JVP (-), trakea di tengah, simetris, pembesaran


tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-)

H.

Thorax

Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal


(-), pernafasan torakoabdominal, sela iga melebar
(-), pembesaran KGB axilla (-/-)

Jantung :
Inspeksi

Iktus kordis tidak tampak

Palpasi

Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicula


sinistra, tidak kuat angkat.

Perkusi

Batas jantung kanan atas SIC II linea parasternalis


dextra
Batas jantung kanan bawah SIC IV linea
parasternalis dextra
Batas jantung kiri atas SIC II linea parasternalis
sinistra
12

Batas jantung kiri bawah SIC IV linea media


clavicularis sinistra
Auskultasi

Bunyi jantung I-II murni,


intensitas normal reguler, bising (-), gallop (-),
murmur (-).

Pulmo :
Inspeksi

Statis

Normochest, simetris

Dinamis

Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga tidak


melebar, retraksi intercostal (-)

Palpasi
Perkusi

Auskultasi

Pergerakan dada kanan = kiri, fremitus raba kanan


= kiri
Kanan

Sonor

Kiri

Sonor

Kanan

Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan (-)

Kiri

Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan (-)

K. Punggung

kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)

L. Abdomen
Inspeksi

Dinding perut sejajar dengan dinding thorax,


venektasi (-), caput medusae (-)

Au skultasi

Bising usus (+) normal

Perkusi

Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), tes undulasi


(-)

Palpasi

Supel, hepar tidak teraba, bruit (-), lien tidak


teraba.

M.

Genitourinaria

sekret (-), radang (-)

N.

Ekstremitas
Superior dekstra

Pitting edema (-), spoon nail (-), kuku pucat (-),


clubing finger (-), palmar eritema (-), palmar
ikterik (-)

Superior sinistra

Pitting edema (-) spoon nail (-), kuku pucat (-),


clubing finger (-), palmar eritema (-), palmar

13

ikterik (-)
Inferior dekstra

Pitting edema (-), spoon nail (-) kuku pucat (-),


clubing finger (-), nyeri genu (-), oedem genu (-),
plantar pedis ikterik (-)

Inferior Sinistra

Pitting edema (-), spoon nail (-) kuku pucat (-),


clubing finger (-), nyeri genu (-), oedem genu (-),
plantar pedis ikterik (-)

O. Status dermatologis
Inspeksi
Distribusi

: Regional, Herpetiformis

Ad region

: Regio Oftalmika sinistra

Efloresensi : Ruam primer : Papul, Vesikel berkelompok dengan dasar


eritema.
Ruam skunder : Krusta
Konfigurasi : Ukuran : lentikular (kurang dari 1cm), Bentuk : bulat, batas
tegas.
Palpasi

C.

: nyeri (+)

RESUME
Muncul bentol berisi air sejak 1 hari lalu pada sekitar mata dan
dahi sebelah kiri, awalnya hanya 1 bentol kemudia semakin banyak,
bentol terasa sakit, panas, dan merah. Sudah diobati ke klinik dokter
umum terdekat namun tidak ada perbaikan. Pada hari Jumat atau 3 hari
yang lalu pasien mengeluh nyeri kepala sebelah kiri, lalu pada hari
Minggu muncul bentol berisi air dan demam.
14

Pasien mengaku pernah terkena cacar air dan memiliki riwayat


maag. Dikeluarga yang tinggal serumah tidak ada yang memiliki keluhan
yang sama, pada tetangga dekat rumah tidak ada yang memiliki keluhan
yang sama. Habbit makan tidak teratur, riwayat mondok positif. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan pasien dalam keadaan kompos mentis,
status gizi normoweight, status dermatologis lokasi pada daerah sekitar
mata kiri, unilateral. UKK vesikel berkelompok, dasar eritema, krusta.
D.

E.

DIAGNOSIS BANDING
Herpes Zoster Oftalmika Sinistra : lokasi unilateral pada daerah oftalmika, bentuk
kelainan kulit berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa, nyeri,
demam, riwayat cacar (+)
Impetigo bulosa : tidak begitu nyeri dan banyak pada anak-anak, vesikel mudah
pecah karena dinding vesikel lebih tipis
DIAGNOSIS KERJA
Herpes Zoster Oftalmika Sinistra

F.

G.

PLANNING
Laboraturium darah rutin dan darah lengkap
SGPT & SGOT
Konsul Spesialis mata
TERAPI
Non farmakologi
Tirah baring
Menghindari garukan pada bagian lesi
Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan
Farmakologi

Inf. RL 16 tpm
Inj. Ketorolak 2x30 mg
Imunos Caps 1 x 1 cap
Asiklovir 5 x 800 mg/ hari
Neurobion 1 x 1 tab
Vitamin C 1 x 1
Dexametason 3 x 1 tab selama 2 hari
Bedak salisil

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Pemeriksaan Laboratorium
15

a. Laboratorium Darah
Tanggal 26 Mei 2014
Hematologi
Pemeriksaan

Hasil

Nilai rujukan

Satuan

Hemoglobin

13,6

13.5-17,5

g/dl

Lekosit

8, 9

4.0-10

Ribu

Eritrosit

4,53

4.5-5,8

Juta

Hematokrit

41,2

40-50

Trombosit

241

150-400

Ribu

MCV

90,9

82-98

Mikro m3

MCH

30,0

>=27

Pg

MCHC

33,0

32-36

g/dl

RDW

12,4

10-16

MPV

7.8

7-11

Mikro m3

Limfosit

1.6

1.0-4.5

10^3/mikroL

Monosit

1.1

0.2-1.0

10^3/mikroL

Eosinofil

0.0

0.04-0.8

10^3/mikroL

Basofil

0.0

0-0.2

Neutrofil

6.2

1.8-7.5

Limfosit%

18.0

25-40

Monosit %

12.3

2-8

Eosinofil %

0.2

2-4

Basofil %

0.2

0-1

Neutrofil %

69.3

50-70

PCT

0.189

0.2-0.5

PDW

11.1

10-18

16

Kimia Klinik
SGOT

22

<25

U/L

SGPT

13

<25

U/L

I.

Follow up dari tanggal 27 Mei 2014 30 Mei 2014

Tanggal

Subject

27052014

Nyeri kepala

Object
-

TD

Assessment
110/80 -

sebelah kiri,

mmHg,

N:

60

lemas,

x/mnt,

RR

demam(-),

20x/mnt, S : 36,2C

nafsu makan

turun, nyeri
uluhati (+),
mual (+),
muntah (+)
-

Planning

Herpes

Farmakologi :

Zoster

Inf. RL 16 tpm
Inj. Ketorolak
2x30 mg
Inj. Ranitidin 2
x 1 amp
Inj.
Ondansetron 2 x
1 amp
Imunos Caps 1
x 1 cap
Asiklovir
5x800mg/hari
Neurobion 1 x 1
tab
Vitamin C 1 x 1
Dexametason 3
x 1 tab selama 2
hari
Bedak salisil

Oftalmika

Status
Dermatologis :
Lokasi sekitar mata
sebelah kiri,
unilateral, UKK
vesikel
berkelompok, dasar
eritema, krusta
Nyeri tekan
abdomen regio
epigastrium,
hipokondrika
sinistra

Pemeriksaan:

Darah rutin dan


lengkap

2805-

Nyeri kepala
sebelah kiri

TD : 90/70 mmHg
N : 76 x/m
17

Herpes Zoster
Oftalmika

Kimia

darah

(SGOT,SGPT)
Terapi lanjut

2014

berkurang,
lemas,
demam(-),

RR : 18 x/m
S : 37 C

Status
Dermatologis :
Lokasi sekitar mata
sebelah kiri,
unilateral, UKK
vesikel
berkelompok, dasar
eritema, krusta
Nyeri
tekan

nafsu makan
turun, nyeri
uluhati (-), mual
(-), muntah (-)
-

abdomen (-)

29052014

Nyeri

kepala -

sebelah

kiri

TD

100/70

mmHg,

N:

berkurang,

88x/mnt,

lemas,

20x/mnt, S : 36,4C

demam(-),
nafsu

makan

baik,

nyeri

uluhati (-), mual


(-), muntah (-)
-

RR

Herpes
Zoster
Oftalmika

Terapi lanjut

Herpes

Terapi lanjut

Status
Dermatologis :
Lokasi sekitar mata
sebelah kiri,
unilateral, UKK
vesikel
berkelompok, dasar
eritema, krusta
Nyeri
tekan
abdomen (-)

30-052014

Nyeri

kepala sebelah
kiri
berkurang,

TD : 100/80 mmHg
N : 76 x/m
RR : 18 x/m

zoster
oftalmika

18

demam(-),
nafsu

makan

baik,

nyeri

S : 36,3 C

Status
Dermatologis :
Lokasi sekitar mata
sebelah kiri,
unilateral, UKK
vesikel
berkelompok, dasar
eritema, krusta
Nyeri
tekan

uluhati (-), mual


(-), muntah (-)

abdomen (-)

19

sinistra

BAB IV
PEMBAHASAN
Dari autoanamnesis didapatkan identitas pasien dengan nama Tn. K S, usia
26 tahun, dirawat di bangsal Anyelir RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang pada
hari Senin, 26 Mei 2014 dengan keluhan Pasien mengeluh perih dan terasa panas
dan melenting lenting pada sekitar mata dan dahi sebelah kiri. Pada teori disebutkan
bahwa pada sebagian virus Varicella zoster menjalar melalui serat-serat sensoris ke
satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron dan
menyebabkan rangsangan nyeri setempat.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan pasien nampak sakit ringan,
kesadaran komposmentis. Tekanan darah 126/64 mmHg, nadi : 69x/menit, isi dan
tegangan cukup, frekuensi Respirasi : 20 x/menit, dan suhu : 36,8 0 C. Pemeriksaan
status dermatologis didapatkan distribusi regional terletak Regio Oftalmika Sinistra.
Efloresensi : Papul, vesikel berkelompok sampai krusta dengan dasar eritema.,
ukuran : lentikuler, bentuk : bulat, batas tegas. Teori menyebutkan ujud kelainan
kulit Herpes zoster seperti gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan
dermatomanya (persyarafannya). Berdasarkan dermatom dan lokasi lesi, diagnosa
pasien ini adalah Herpes zoster oftalmika sinistra.
Penanganan pada pasien ini diberikan terapi untuk mengobati Herpes Zoster,
yaitu Asiklovir 5x800mg/hari selama 7 hari. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor
DNA polimerase pada virus. Kemudian diberi injeksi ketorolak untuk pereda nyeri,
diberi neurobion untuk menghilangkan rasa pegal, dan bedak salisil untuk
meredakan rasa gatal pada vesikel yang belum pecah. Imunos1x1 tab digunakan
untuk meningkatkan kerja sistem imun. Vitamin C 1x1 tab diberikan untuk
mendukung perbaikan dan memiliki sifat menyembuhkan luka yang sangat baik,
dan memperkuat ketahanan kulit terhadap infeksi.

20

BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus dengan diagnosis Herpes Zoster Oftalmik Sinistra
pada pasien Tn. K S, usia 26 tahun. Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan laboraturium. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis
pasien mengeluh perih, terasa panas dan melenting lenting pada bagian sekitar mata
kiri dan kepala kiri. Keluhan terjadi sejak 4 hari. Awal mulanya pasien mengeluh
nyeri kepala sebelah kiri, lalu 1 hari lalu muncul bentol berisi air dan demam. Pasien
berobat ke klinik dokter terdekat diberikan 4 obat minum dan 1 jenis salep namun
keluhan tidak kunjung membaik. Bentol berisi cairan atau vesikel timbul semakin
banyak.
Dari pemeriksaan status dermatologis didapatkan distribusi regional terletak
Regio oftalmika Sinistra. Efloresensi : Papul, vesikel berkelompok sampai krusta
dengan dasar eritema., ukuran : lentikuler, bentuk : bulat, batas tegas.
Penanganan pada pasien ini diberikan terapi untuk mengobati Herpes Zoster,
yaitu Inclovir 3 x 2 tab, Inj. Ketorolak 2x30 mg, Imunos Caps 1 x 1 cap, Serbion 1 x
1 tab, Cester 1 x 1, Dexametason 3 x 1 tab selama 2 hari, Bedak salisil
Pasien juga diedukasi agar menghindari garukan pada bagian lesi, menjaga
kebersihan diri dan lingkungan, diberitahu pentingnya mematuhi pengobatan yang
diberikan, dan edukasi cara penularan virus varicella. Prognosis pasien ini secara
vitam, sanam, fungsionam dan secara kosmetikam dubia et bonam adalah ad bonam.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Melton

CD.

Herpes

Zoster.

eMedicine

World

Medical

Library:

http://www.emedicine.com/EMERG/topic823.htm [diakses pada tanggal 24


September 2000].
2. Stawiski MA. Infeksi Kulit. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC, 1995; 1291.
3. Siregar RS. Penyakit Virus. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi Ke-2.
Jakarta: ECG, 2005 ; 84-7.
4. Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates,
2000; 92-4.
5. Achdannasich. Herpes Zoster Bilateral Asimetris-Pada Anak. Perkembangan
Penyakit Kulit dan Kelamin Indonesia Menjelang Abad 21. Perdoski. Surabaya:
Airlangga University Press, 1999 ; 212-4.
6. Indrarini, Soepardiman L. Penatalaksaan Infeksi Virus Varisela-Zoster pada Bayi
dan Anak. Media Dermato-Venereologica Indonesiana. Volume 27. Jakarta:
Perdoski, 2000; 65s-71s.
7. Niode NJ, Suling PL. Insiden Herpes Zoster Pada Anak di Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUP Manado. Perkembangan Penyakit Kulit dan Kelamin di
Indonesia Menjelang Abad 21. Perdoski. Surabaya: Airlangga University Press,
1999 ; 215.
8. Stankus SJ, Dlugopolski M, Packer D. Management of Herpes Zoster and Post
Herpetic

Neuralgia.

eMedicine

World

Medical

Library:

http://www.emedicine.com/info_herpes_zoster.htm [diakses pada tanggal 17


Januari 2014].
9. Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2.
10. Naros WE. Tinjauan Retrospektif Penyakit Herpes Zoster Pada Penderita Yang
Dirawat Di Bagian Kulit Dan Kelamin RSUP DR. M. Djamil Padang Periode
1993-1997. Skripsi. Padang: 1999; 5-9.
11. Andrews. Viral Diseases. Diseases of the Skin. Clinical Dermatology. 9th
Edition.Philadelphia: WB Saunders Company, 2000; 486-491.
22

12. Wilmana PF. Antivirus dan Interferon. Farmakologi dan Terapi. Edisi Ke-4.
Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995;
617.
13. Djuanda Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Balai

penerbit FK UI. Jakarta

23

Anda mungkin juga menyukai