Dosen Pembimbing :
dr. Sri Aminah, Sp.A
Disusun Oleh :
Pagela Pascarella Renta
20100310166
REFLEKSI KASUS
A. RANGKUMAN KASUS
Berat badan : 10 kg
dengan paracetamol)
REFLEKSI KASUS
Diusulkan utntuk cek darah rutin, dan motivasi untuk banyak minum.
Apakah data tersebut di atas sudah cukup lengkap untuk mendiagnosis suatu
penyakit? Bagaimanakah cara pengisian data admission yang baik dan benar
sehingga kita dapat mendiagnosis dan memberikan terapi yang sesuai?
C. ANALISIS
REFLEKSI KASUS
REFLEKSI KASUS
Muntah pada bayi dan anak merupakan gejala yang sering ditemukan dan
seringkali merupakan gejala awal dari berbagai macam penyakit infeksi,
misalnyafaringitis, otitis media, pneumonia, infeksi saluran kencing, bila
disertai adanya gejalapanas badan. Muntah dapat juga merupakan gejala
awal
dari
berbagai
macamkelainan
seperti
peningkatan
tekanan
harus
dibedakan
dari
posseting,
ruminasi,
regurgitasi
dan
refluks
gastroesofageal.Muntah berulang atau muntah siklik juga sering dipengaruhi oleh faktor
psikologis dan biasanya didahului oleh faktor yang menggelisahkan atau menggembirakan
yang berlebihan, misalnya saat marah, sesudah dihukum di sekolah, saat hari libur, pesta
ulang tahun, dan sebagainya.Muntah adalah keadaan yang kompleks, terkoodinir di bawah
kontrol syaraf dan yang terpenting adalah mengetahui keadaan muntah yang bagaimana yang
memerlukan penilaian dan pemeriksaan yang seksama.Muntah akut merupakan gejala yang
sering
terjadi
pada
kasus
abdomen
akut
dan
infeksi
intra
maupun
ekstra
REFLEKSI KASUS
PATOFISIOLOGI
Kemampuan
untuk
memuntahkan
merupakan
suatu
keuntungan
karena
REFLEKSI KASUS
visera merupakan jaras keempat yang menstimulasi muntah melalui iritasi saluran cerna dan
pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat muntah terangsang maka cascade ini akan
berjalan dan akan menyebabkan timbulnya muntah.
Pada manusia muntah terdiri dari 3 aktivitas yang terkait, nausea (mual), retching dan
pengeluaran isi lambung.CTZ mengandung reseptor untuk bermacam-macam sinyal
neuroaktif yang menyebabkan muntah.Reseptor di CTZ diaktivasi oleh bahan-bahan
proemetik di dalam sirkulasi darah atau di cairan serebrospinal (CSF).Reseptor untuk
dopamin titik tangkap kerja dari apomorfin, asetilkolin, vasopresin, enkefalin, angiotensin,
insulin, endorfin, substansi P, dan mediator-mediator lain Stimulator oleh teofilin dapat
menghambat aktivitas proemetik dari bahan neuropeptik tersebut.
Eferen dari CTZ dikirim ke CVC, selanjutnya terjadi serangkaian kejadian yang
dimulai melalui spangnik vagus eferen. CVC terletak di traktus nukleus solitarius dan di
sekitar formasio retikularis medula tepat di bawah CTZ.
Muntah sebagai respons terhadap iritasi gastrointestinal, radiasi abdomen, dilatasi
gastrointestinal adalah kerja dari signal aferen nervus vagus ke pusat muntah yang dipicu
oleh pelepasan lokal mediator inflamasi dari mukosa yang rusak, dengan pelepasan sekunder
neurotransmiter.Eksitasi paling penting adalah serotonin dari sel enterokromafin mukosa.
Padamotion sicknessdiketahui bahwa gerakan perubahan arah tubuh yang cepat menyebabkan
orang tertentu muntah, signal aferen ke pusat muntah berasal dari reseptor di labirin dan
impuls ditransmisikan terutama melalui inti vestibular ke dalam serebelum,kemudian ke zona
pencetus kemoreseptor, dan akhirnya ke pusat muntah.
Berbagai rangsangan psikis, termasuk gambaran yang memuakkan, dan faktor
psikologi lain dapat menyebabkan muntah melalui jaras kortek serebri dan sistem limbik
menuju pusat muntah. Selain itu, gejala gastrointestinal meliputi peristaltik, salivasi,
takipnea, takikardi.
Terdapat tiga fase muntah, yaitu fase prodromal (fase pre-ejeksi), fase ejeksi dengan
retching dan muntah dan fase post ejeksi.
1. Fase pre-ejeksi
REFLEKSI KASUS
Fase ini biasanya berlangsung sebentar, ditandai dengan mual dan dihubungkan dengan
peningkatan kadar vasopressin plasma (ADH), kadang-kadang kenaikan ini melebihi tingkat
vasopressin yang dibutuhkan dalam kerjanya sebagai antidiuretik dan mengganggu aktifitas
mioelektrisitas di antrum gaster sehingga terjadi takigastria.Awal dari retching menyebabkan
kontraksi retrograde yang kuat dimulai dari usus halus bagian bawah membawa isi dari usus
halus kembali ke lambung. Pada tahap awal dari iritasi gastrointestinal atau distensi yang
berlebihan, antiperistaltis mulai terjadi, sering beberapa menit sebelum muntah terjadi.
Antiperistaltis dapat dimulai sampai sejauh ileum di traktus intestinal, dan gelombang
antiperistaltik bergerak mundur, naik ke usus halus dengan kecepatan 2-3cm/detik; proses ini
dapat mendorong sebagian isi usus kembali ke duodenum, menjadi sangat meregang.
Peregangan ini menjadi faktor pencetus yang menimbulkan tindakan muntah yang
sebenarnya. Sistem saraf otonom teraktivasi sehingga terjadi takikardi, vasokonstriksi dan
berkeringat dingin. Sistem saraf vagus membuat traktus intestinal bagian atas menjadi
relaksasi dan memicu salivasi.
2. Fase ejeksi
Retching
biasanya
mendahului
muntah.Fungsi
dari
retching
masih
belum
membentuk
suatu
tekanan
intragastrik
sampai
ke
batas
yang
REFLEKSI KASUS
DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada seorang pasien, terutama pasien anak, sebagian terbesar data yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosis (diperkirakan tidak kurang dari 80%)
diperoleh dari anamnesis. Bahkan dalam beberapa keadaan tertentu, anamnesis
merupakan cara yang tercepat dan satu-satunya kunci menuju diagnosis, baik
pada kasus-kasus dengan latar belakang factor biomedis, psikososial, ataupun
keduanya.
Berdasarkan anamnesis sering dapat ditentukan sifat dan beratnya
penyakit dan terdapatnya factor-faktor yang mungkin menjadi latar belakang
penyakit,
yang
semuanya
berguna
dalam
menentukan
sikap
untuk
penatalaksanaan selanjutnya.
Selain itu, pada saat anamnesis jangan sampai terlewatkan untuk
memeriksa apakah ada tanda bahaya umum (berdasarkan MTBS) yang meliputi:
a. Apakah anak bisa minum atau menyusu?
b. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?
c. Apakah anak menderita kejang?
d. Lihat apakah anak tampak letargis atau tidak sadar?
Karena seorang anak dengan tanda bahaya umum memerlukan penanganan
segera, sehingga dapat dilakukan penangan segera dan rujukan tidak terlambat.
Pada data admission di atas kita bisa lihat, dokter belum lengkap
menanyakan riwayat penyakitnya, dan hanya berfokus kepada keluhan utama
saja, padahal seperti yang sudah di jelaskan di atas, bahwa dalam anamnesis
8
REFLEKSI KASUS
harus bisa mencakup kedaan biomedis, psikososial maupun keduanya, dan dalam
anamnesis juga jangan sampai terlewatkan untuk menanyakan apakah ada tanda
bahaya umum pada anak tersebut.
Selain itu, karena keluhan utama pasien tersebut adalah demam, dalam
anamnesis harus ditanyakan bagaimana karakteristik demam:
a. Apakah timbulnya mendadak, remiten, intermiten, kontinu?
b. Apakah terutama terjadi pada malam hari, atau berlangsung beberapa hari,
kemudian menurun lalu naik lagi, dan sebagainya.
c. Apakah pasien menggigil, kejang, kesadaran menurun, meracau, mengigau,
mencret, muntah, sesak nafas, terdapatnya manifestasi perdarahan?
Sementara untuk keluhan diare perlu ditanyakan :
a. Apakah diare berlangsung akut atau kronik?
b. Frekuensi defekasi sehari serta banyaknya feses setiap kali keluar.
c. Konsistensi tinja, warnanya (hitam seperti ter, hijau, kuning, putih seperti
dempul).
d. Disertai lendir dan darah?
Akhirnya perlu juga diketahui bagaimana persepsi orangtua atau anak
sendiri tentang penyakit dan masalah yang sedang dihadapi. Di sini banyak peran
faktor pendidikan, emosi, psiko-sosial, budaya, serta ekonomi. Pada umumnya,
hal-hal berikut perlu diketahui mengenai keluhan atau gejala:
a. Lamanya keluhan berlangsung.
b. Bagaimana sifat terjadinya gejala: apakah mendadak, perlahan-lahan, terusmenerus, berupa bangkitan-bangkitan atau serangan, hilang-timbul, apakah
c.
d.
e.
f.
sebelumya
g. Apakah terdapat saudara sedarah, orang serumah atau sekeliling pasien
yang menderita keluhan yang sama.
h. Upaya yang dilakukan dan bagaimana hasilnya.
Kesimpulan anamnesis untuk kasus di atas adalah masih kurang untuk bisa
mendiagnosis suatu penyakit, karena banyak hal yang masih belum
digali/ditanyakan, terutama belum mencakup pertanyaan untuk tanda bahaya
umum (sesuai dengan MTBS).
Sifat dan ciri muntah akan membantu mengetahui penyebab muntah. Muntah
proyektil dapat dikaitkan dengan adanya obstruksi gastrointestinal atau tekanan intrakranial
yang meningkat.Muntah persisten pada neonatus dapat dicurigai ke arah kelainan metabolik
9
REFLEKSI KASUS
bawaan ditambah dengan adanya riwayat kematian yang tidak jelas pada saudaranya dan
multipel abortus spontan pada ibunya.
Bahan muntahan dalam bentuk apa yang dimakan menunjukkan bahwa makanan
belum sampai di lambung dan belum dicerna oleh asam lambung berarti penyebab
muntahnya di esofagus. Muntah yang mengandung gumpalan susu yang tidak berwarna
coklat atau kehijauan mencerminkan bahwa bahan muntahan berasal dari lambung. Muntah
yang berwarna kehijauan menunjukkan bahan muntahan berasal dari duodenum dimana
terjadi obstruksi dibawah ampula vateri.Bahan muntahan berwarna merah atau kehitaman
(coffee ground vomiting) menunjukkan adanya lesi dimukosa lambung.Muntah yang terlalu
berlebihan dapat menyebabkan robekan pada mukosa daerah sfingter bagian bawah esofagus
yang menyebabkan muntah berwarna merah kehitaman (Mallory Weiss syndrome).Adanya
erosi atau ulkus pada lambung menyebabkan muntah berwarna hitam, kecoklatan, atau
bahkan merah karena darah belum tercerna sempurna. Pada periode neonatal darah ibu yang
tertelan oleh bayi pada waktu persalinan atau puting susu ibu yang luka akibat sedotan mulut
bayi, warna muntah juga berwarna kecoklatan, dapat dibedakan antara darah ibu dan bayi
dengan Apt test (alkali denaturation test). Muntah fekal menunjukan adanya peritonitis atau
obstruksi intestinal.
Jenis dan jumlah makanan atau minuman sebelum muntah (ASI atau susu formula,
makanan atau minuman lainnya), kehilangan berat badan, miksi terakhir dan perubahan
perilaku harus dicermati. Poin penting lainnya adalah apakah ada riwayat alergi atau intoleran
makanan dan pengobatan sebelumnya, apakah anak mengalami gejala lain seperti nyeri
kepala, diare atau letargi. Perlu juga ditanyakan kondisi medis anak sebelumnya, riwayat
pembedahan, riwayat bepergian ke negara berkembang dan sumber air minum dan apakah
anak sebelumnya mengkonsumsi makanan yang mungkin telah tercemar.
Kelainan anatomik kongenital, genetik, dan penyakit metabolik lebih sering terlihat
pada periode neonatal, sedangkan peptik, infeksi, dan psikogenik sebagai penyebab muntah
lebih sering terjadi dengan meningkatnya umur. Intoleransi makanan, perilaku menolak
makanan dengan atau tanpa muntah sering merupakan gejala dari penyakit jantung, ginjal,
paru, metabolik, genetik, atau kelainan neuromotorik.
Sebelum melacak etiologi muntah yang penting dikerjakan pada saat
pasien datang adalah menilai status dehidrasinya dan melihat komplikasi yang
terjadi. Ada 2 hal yang harus diperhatikan dalam upaya pendekatan etiologi
adalah pola waktu dan usia anak.
10
REFLEKSI KASUS
1. Usia anak
Usia anak memegang peranan penting dalam penelusuran etiologi muntah
karena masing-masing diagnosis adalah spesifik pada usia-usia tertentu
(Tabel 1).
2. Waktu terjadinya mual atau muntah
Akut: episode pendek dan tiba-tiba
Kronik: episodenya relatif ringan tapi sering terjadi, lebih dari 1
bulan
Siklik: berulang, episode berat tetapi diselingi periode asimptomatik
11
REFLEKSI KASUS
Kesimpulan anamnesis untuk kasus di atas adalah masih kurang untuk bisa
mendiagnosis suatu penyakit, karena banyak hal yang masih belum
digali/ditanyakan, terutama belum mencakup pertanyaan untuk tanda bahaya
umum (sesuai dengan MTBS).
PEMERIKSAAN FISIK
Berbeda dengan pendekatan pada orang dewasa, pada pemeriksaan fisik pada
anak diperlukan cara pendekatan tertentu agar pemeriksa dapat memperoleh
informasi keadaan fisis anak secara lengkap dan akurat. Cara tersebut
dimaksudkan agar anak tidak merasa takut, tidak menangis, dan tidak menolak
untuk diperiksa. Pendekatan dalam pemeriksaan fisis bergantung kepada umur
dan keadaan anak.
Cara pemeriksaan fisis pada bayi dan anak pada umumnya sama
dengan cara pemeriksaan pada orang dewasa, yaitu dimulai dengan inspeksi
(periksa lihat), palpasi (periksa raba), perkusi (periksa ketuk), auskultasi (periksa
dengar). Pada keadaan tertentu urutan pemeriksaan tidak harus demikian. Pada
bayi dan anak kecil, setelah inspeksi umum, dianjurkan untuk melakukan
auskultasi abdomen (untuk mendengarkan bising usus) serta auskultasi jantung
(untuk mendengarkan karakteristik bunyi dan bising jantung). Hal ini disebabkan
karena apabila anak menangis, bising usus dapat meningkat dan bising jantung
sulit dinilai.
Pemeriksaan fisis harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan
umum pasien yang harus mencakup minimal 3 hal: kesan keadaan sakit,
termasuk fasies dan posisi pasien, selanjutnya kesadaran pasien dan yang
terakhir kesan status gizi.
Pada data admission bisa kita lihat dokter hanya mencantumkan salah
satu unsur saja, yaitu dokter hanya menilai keadaan umum pasien hanya dari segi
kesadaran, ini masih dinilai kurang karena untuk keadaan umum harus minimal
12
REFLEKSI KASUS
mencakup ketiga hal yang sudah disebutkan di atas. Karena, dengan mengetahui
keadaan umum pasien ini akan dapat memperoleh kesan apakah pasien dalam
keadaan distress akut yang memerlukan pertolongan segera, ataukah pasien
dalam keadaan yang relatif stabil sehingga pertolongan dapat diberikan setelah
dilakukan pemeriksaan fisis yang lengkap.
Setelah keadaan umum, hal kedua yang dinilai adalah tanda utama,
yang mencakup: nadi, tekanan darah, pernafasan, dan suhu.
1. Nadi
Tanda utama yang pertama yang harus dinilai adalah nadi, dimana idealnya
harus diukur pada keempat ekstremitas. Dalam menilai nadi harus meliputi
frekuensi, irama dan isi atau kualitas serta ekualitas nadi.
Pada data admission di atas dokter belum mencantumkan maupun belum
menilai keadaan nadi pasien, padahal nadi merupakan salah satu tanda
utama, dengan mengetahui dan menilai nadi kita bisa tahu apakah pasien
dalam kondisi stabil atau mengarah kepada keadaan syok (nadi lemah atau
malah tidak teraba).
2. Tekanan darah
Idealnya, pada tiap pasien harus diukur tekanan darah pada keempat
ekstremitas. Pemeriksaan pada satu ekstremitas dibolehkan dengan catatan
apabila palpasi teraba denyut nadi yang normal pada keempat ekstremitas.
Pada pengukuran tekanan darah hendaknya dicatat keadaan pasien waktu
tekanan darah diukur (duduk, berbaring tenang, tidur, menangis), karena
keadaan pasien dapat mempengaruhi hasil dan penilaiannya.
Pada data admission di atas tidak kita temukan data tekanan darah pasien,
padahal dari tekanan darah kita dapat mengetahui atau bisa menjuruskan kita
kepada sebuah diagnosis tertentu. Misal, pada tekanan sistolik dan diastolik
yang meninggi biasnaya pada kelainan ginjal (hipertensi renal) baik kelainan
reno-parenkim (glomerulonefritis, pielonefritis, kadang-kadang sindrom
nefrotik) maupun kelainan reno-vaskular. Selain itu, kita juga bisa menilai
derajat hipertensi pada pasien tersebut jika didapatkan tekanan darah yang
tinggi.
3. Pernafasan
Tanda utama yang ketiga yang perlu dinilai adalah pernafasan pasien, dimana
harus mencakup laju pernafasan, irama dan keteraturan serta kedalaman dan
tipe atau pola pernafasan.
13
REFLEKSI KASUS
Pada data admission di atas tidak menilai tanda utama ketiga ini, padahal
penilaian pernafasan juga merupakan salah satu hal penting, dengan menilai
laju pernafasan kita bisa tahu apakah pasien dalam kondisi stabil atau tidak,
tampak keadaan sesak atau tidak, dimana kita bisa segera member tindakan
yang sesuai.
4. Suhu
Pada setiap pasien pengukuran suhu tubuh harus selalu dilakukan. Dimana
idealnya informasi
keterangan.
Pada data admission di atas informasi lokasi pengukuran suhu tidak diberi
keterangan., padahal setiap lokasi pengukuran memiliki selisih suhu
tersendiri. Pada aksila 10C lebih rendah pada suhu rektum,sedang mulut
0,50C lebih rendah pada suhu rektum. Dalam keadaan normal suhu aksila
adalah antara 36-370C.
Pemeriksaan selanjutnya dalah pemeriksaan khusus yaitu pemeriksaan
fisik lengkap dari ujung rambut sampai ujung kaki (head to toe examination),
dimana minimal harus ada mengarah kepada diagnosis banding kita sebagai
dokter.
Pada kasus vomitus pada bayi, pemeriksaan fisik yang bisa kita
lakukan adalah:
kembali lambat/sangat lambat, kesadaran, mulut kering, air mata yang kering,
mata owwong, berkurangnya frekuensi miksi (kurang dari satu popok basah
dalam enam jam pada bayi) atau anak dengan denyut jantungcepat (bervariasi,
tergantung umur anak) sehingga dapat dinilai derajat dehidrasi untuk
penatalaksanaan selanjutnya.
Iritasi peritonium dicurigai pada anak yang menahan sakit dengan posisi memeluk
lutut, perlu diperiksa adanya distensi, darm countour dan darm steifung, peningkatan
serta bising usus.
14
REFLEKSI KASUS
Teraba massa, organomegali, perut yang lunak atau tegang harus diperhatikan dan
diperiksa dengan seksama. Pada pilorus hipertrofi akan teraba massa pada kuadran
kanan atas perut.
Intususepsi biasanya ditandai dengan perut yang lunak, masa berbentuk sosis pada
kuadran kanan atas dan ada bahagian yang kosong pada kuadran kanan bawah (Dance
sign)
Rectal toucher, penurunan tonus sfingter ani, dan feses yang keras dengan jumlah yang
banyak pada ampula menandakan adanya impaksi fekal. Konstipasi akan meningkatkan
tonus sfingter ani, dan ampula yang kosong menandakan Hirschsprung disease.
Pada data admission diatas informasi yang diberikan masih sangat minimal,
sehingga perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih dalam
untuk mengetahui tentang keadaaan pasien secara meyeluruh. Informasi yang
lebih lengkap dapat membantu kita untuk mendiagnosis dan memberi terapi yang
sesuai pada pasien.
Tata laksana
dosis
IV
3-4
kali/hari
bila
perlu.Dosis
maksimal
pada
bayi
0.75
REFLEKSI KASUS
Anti-histamin:
(motion
sickness) atau
kelainan
vestibuler. Dosisnya
oral:
1-
16
REFLEKSI KASUS
Antimuntah dapat diberikan untuk mengurangi efek samping obat antineoplasma. Biasanya digunakan ondansetron intravena dengan dosis 0,15
mg/kgBB, diberikan setiap 8 jam secara perlahan dalam 15 menit,
maksimal 24-32 mg/hari. Ondansetron dapat juga diberikan secara oral
dengan dosis 0,1-0,2 mg/kgBB diberikan setiap 6-12 jam.
Indikasi rawat
Dehidrasi berat
Muntah bedah (muntah akibat kelainan bedah)
Muntah yang belum diketahui sebabnya
Bayi
Infeksi
Sepsis
Meningitis
ISK
Anatomi/obstr
uksi
Atresia dan
webs
Duplikasi
Malrotasi/volv
ulus
Hirschsprung
disease
Meconium
ileus/plug
Necrotizing
enterocolitis
Overfeeding
Sindrom
pseudoobstruksi
Gastrointestin
al
Neurologis
Metabolik/end
okrin
Hematom
subdural,
Cedera kepala
Hidrosefalus
Organic
acidemias
Amino
acidemias
Urea cycle
defects
Galaktosemia
Hiperkalsemia
Anak
Remaja
Gastroenteriti
s
Meningitis
Otitis media
Infeksi saluran
napas
ISK
Hypertrophic
pyloric
stenosis
Inguinal
hernia
Hirschsprung
disease
Intususepsi
Gastroenteriti
s
Otitis media
Sinusitis
ISK
Gastroenteriti
s
Sinusitis
Infeksi saluran
napas
Intususepsi
Hernia
inguinal
Bezoar
Gastritis
Gastritis
Appendicitis
Pankreatitis
Hepatitis
Hematom
subdural
Cedera kepala
Neoplasma
Migrain
Sindrom Reye
DM
Obstruksi
akibat ulkus
peptikum
Hernia
inguinal
Bezoar
Sindrom arteri
me-senterika
superior
Gastritis
Appendicitis,
Pankreatitis
Hepatitis
Diskinesia
kandung
empedu
Cedera kepala
Neoplasma
Migrain
Intoleransi/
alergi
makanan
MCAD
Uremia
CAH
DM
Kehamilan
Porfiria
intermiten
akut
Toksin/Obatobatan
Psikologis/buli
mia
Diagnosis banding muntah berdasarkan gejala yang hampir sama adalah sebagai
berikut:
1. Posseting
17
REFLEKSI KASUS
Pengeluaran sedikit isi lambung sehabis makan, biasanya meleleh keluar dari mulut. Sering
didahului oleh bersendawa, tidak berbahaya dan akan menghilang dengan sendirinya.
2. Ruminasi (Rumination, merycism)
Merupakan suatu kebiasaan abnormal, mengeluarkan isi lambung, mengunyahnya dan
kemudian menelannya kembali.Kadang-kadang dirangsang secara sadar dengan mengorek
faring dengan jari, tidak berbahaya.Kebiasaan ini sulit dihilangkan, memerlukan bimbingan
psikologik/psikoterapi yang intensif.
3. Regurgitasi
Disebabkan oleh inkompetens sfingter kardioesofageal dan/atau memanjangnya waktu
pengosongan isi lambung.Dapat mengganggu pertumbuhan dan menimbulkan infeksi traktus
respiratorius berulang akibat aspirasi.Bisa juga sebagai salah satu penyebab sudden infant
death syndrome. Sebagian besar akan menghilang sendiri dengan bertambahnya umur bayi.
4. Refluks gastroesofageal (RGE)
RGE adalah keluarnya isi lambung ke dalam esophagus.Keadaan ini mungkin normal atau
dapat pula abnormal.Setaip refluks tidak selalu disertai regurgitasi atau muntah, tetapi setiap
regurgitasi pasti disertai refluks.
KOMPLIKASI
a. Komplikasi metabolik :
Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa,deplesi
kalium,natrium.Dehidrasi terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat muntah atau
masukanyang kurang oleh karena selalu muntah.Alkalosis sebagai akibat dari hilangnya asam
lambung,hal ini diperberat olehmasuknya ion hidrogen kedalam sel karena defisiensi kalium
dan berkurangnya natriumekstraseluler.Kalium dapat hilang bersama bahan muntahan dan
keluar lewat ginjal bersama-sama bikarbonat. Natriumdapat hilang lewat muntah dan urine.
18
REFLEKSI KASUS
Pada keadaan alkalosis yang berat, pH urine dapat 7atau 8, kadar natrium dan kalium urine
tinggi walaupun terjadi deplesi Natrium danKalium
b. Gagal Tumbuh Kembang
Muntah berulang dan cukup hebat menyebabkan gangguan gizi karena intake menjadi
sangat berkurang dan bila hal ini terjadi cukup lama, maka akan terjadi kegagalan tumbuh
kembang.
c. Aspirasi Isi Lambung
Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi ringan
berulang menyebabkan timbulnya infeksi saluran nafas berulang. Hal ini terjadi sebagai
konsekuensi GERD.
d. Mallory Weiss syndrome
Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan lambung. Biasanya
terjadi pada muntah hebat berlangsung lama. Pada pemeriksaan endoskopi ditemukan
kemerahan padamukosa esofagus bagian bawah daerah LES. Dalam waktusingkat akan
sembuh. Bila anemiaterjadi karena perdarahan hebat perludilakukan transfusi darah
e. Peptik esofagitis
Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan iritasimukosa
esophagus oleh asam lambung.
PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan gejala muntah tergantung pada derajat dehidrasi dan
penatalaksanaan dehidrasi, etiologi penyakit yang menyebabkan muntah, serta komplikasi
yang terjadi dari muntah itu sendiri.
KESIMPULAN
Pengisian
informasi
data
admission
yang
lengkap
dapat
membantu
19
REFLEKSI KASUS
DAFTAR PUSTAKA
Matondang, Corry S. Prof.Dr. dkk. (2009). Diagnosis Fisis Pada Anak Edisi ke-2.
C.V Sagung Seto: Jakarta
World Health Organization. (2009). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit. Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di
Kabupaten/Kota.
Alhashimi D, Alhashimi H, Fedorowicz. Antiemetics for reduced vomiting related to acute
gastroenteritis 1. in children and adolescent. The Cochrane Database of Systematic Reviews
2009. Issue 2. Art. No.: CD005506. DOI: 10.1002/14651858.CD005506.pub4.
Flake ZA, Scalley RD, Bailey AG. Practical selection of antiemetics. Am Fam Physician.
2004;69:1169-2. 76.
Freedman SB, Adler M, Seshadri R, Powell EC. Oral ondansetron for gastroenteritis in a pediatric 3.
emergency department. N Engl J Med. 2006; 354:1698-705.
Gralla RJ, Osoba D, Kris MG, Kirkebride P, Hesketh PJ, Chinnery Lw. Recommendations for the use of
4. antiemetics: evidence-based, clinical practice guidelines. J Clin Oncol. 1999;17:2971-94.
Murray KF, Christie DL. Vomiting. Pediatr Rev. 1998;19:337.5.
Ramos AG, Tuchman DN. Persistent vomiting. Pediatr Rev. 1994;15:24-31.6.
Reddymasu S, Soykan I, McCallum RW. Domperidone: Review of pharmacology and clinical
applications 7. in gastroenterology. Am J Gastroenterol. 2007;102:203645.
Reeves JJ, Shannon MW, Fleisher GR. Ondansetron decreases vomiting associated with
acute 8. gastroenteritis: A randomized, controlled trial. Pediatrics. 2002;109;e62.
20