Gb2000 12 Sari Otak
Gb2000 12 Sari Otak
Stine
Sari Otak
(Goosebumps 2000 #12)
Prolog
"KITA cuma buang-buang waktu saja di sini, Morggul, bisik makhluk asing
yang tubuhnya lebih jangkung. Mulut sebelah bawahnya menekuk cemberut,
sementara mulut sebelah atasnya mengucapkan kata-kata tersebut.
Gobbul, kau selalu tidak sabaran, rekannya mengomeli.
Kedua makhluk asing itu berwarna hijau, dengan kulit basah. Mereka tidak
memakai pakaian. Di sisi-sisi tubuh mereka yang berbentuk lonceng menjulur
empat sulur langsing. Telapak kaki mereka datar dan berselaput, dengan
delapan jemari di setiap kaki, dan batang kakinya pendek gemuk.
Kepala mereka berbentuk seperti kodok, dengan wajah jelek dan kejam
Sepasang mata mereka yang kuning dan basah menonjol di atas dua buah mulut
yang bergigi runcing. Di ujung sulur mereka yang meliuk-liuk ada empat buah
katup ungu yang berdenyut membuka-menutup. Katup-katup itu tampak seperti
luka dalam yang menimbulkan bunyi mengisap pelan ketika kedua makhluk
asing itu bernapas melaluinya.
Gobbul, yang lebih jangkung dan merupakan pemimpin, mempunyai gading
keperakan yang melengkung di atas kedua mulutnya. Morggul lebih gemuk dan
lebih lamban. Keempat sulurnya selalu meliuk pelan di udara, seolah ia sedang
berenang.
Kedua makhluk asing itu sudah hampir satu minggu bersembunyi di rumah Dr.
Frank King di Maplewood, New Jersey. Kalau sedang tidak mengintai ilmuwan
terkenal itu, Morggul tidur dan mendengkur dengan kedua mulutnya, sementara
Gobbul selalu cemas.
Kita tidak bisa tinggal lebih lama lagi di planet ini, bisik Gobbul kepada
rekannya. Bisa-bisa ada orang yang menemukan pesawat kita. Nanti mereka
akan mengambil pesawat itU untuk dipelajari, dan kita bakal terdampar di
tempat mengerikan ini selamanya.
Pesawat kita tersembunyi dengan baik di hutan lebat, Morggul mengingatkan
rekannya.
Aku tidak mau terdampar di sini, sahut Gobbul sambil menjilat gadingnya
dengan kedua lidahnya - ciri khasnya kalau sedang cemas. Bisa kaubayangkan
kita mesti tinggal di planet yang penghuninya membunuh makanan mereka
sebelum memakannya?
Mereka kan makhluk primitif, sahut Morggul. Kita tahu mereka tidak terlalu
pintar.
Ya, ya, aku tahu. Itu sebabnya kita datang kemari, keluh Gobbul. Manusia
bisa dijadikan budak yang bagus. Tapi sejauh ini kelihatannya mereka tidak
cukup menjanjikan.
Morggul menguap dan keempat katup di ujung sulurnya membuka bersamaan.
Napas yang keluar dari tubuhnya membuat isi lemari kecil di dalam dapuritu
berguncang semua. Di dalam lemari itulah mereka bersembunyi.
Sst. Tutupi katupmu kalau kau menguap, Gobbul memarahinya Jangan
sampai Dr. Frank King memergoki kita di sini.
Morggul tertawa sinis. Tubuhnya yang gemuk dan basah mengilap berguncangguncang. Ia menyipitkan kedua matanya yang kuning. Aku tidak takut
padanya. Kalau dia memergoki aku, akan kuhunjamkan satu sulurku ke
dadanya, kutarik jantungnya, lalu kumakan.
Gobbul mengerutkan kedua mulutnya Jangan bikin aku lapar.
Kau yakin kita bersembunyi di rumah yang tepat? tanya Morggul.
Ya, Gobbul menjawab tanpa ragu. Dialah yang paling pintar di antara semua
manusia. Namanya saja King. Dr. Frank King -Frank Raja. Berarti dia raja dari
semua ilmuwan.
Aku tahu, sahut Morggul sambil melompat-lompat di atas kedua kakinya
yang pendek. Itu sebabnya kita mengawasinya. Sebab dia raja ilmuwan. Tapi
menurutku dia dan istrinya tidak terlalu pintar. Dan tidak terlalu muda lagi.
Mungkin kita perlu menggunakan Cairan Pengaktif Otak, bisik Gobbul Kita
mesti membawa dua manusia sebagai budak ke planet kita. Mereka mesti muda
dan cerdas. Supaya bisa menjadi budak yang bagus."
Tapi di mana kita bisa mencari sasaran yang tepat? tanya Morggul.
Gobbul hendak menjawab, tapi urung karena mendengar bel pintu berbunyi.
Sst. Ada tamu untuk Dr. King Cepat sembunyi lagi di lemari. Cepat.
1
NATHAN NICHOLS memencet bel pintu, lalu mundur sedikit. Di dalam rumah
terdengar bel itu bergema.
Nathan menoleh pada saudara tirinya, Lindy. Kau yakin tindakan kita ini
tepat?
Lindy memilin-milin sehelai rambut panjangnya yang berwarna tembaga.
Cuma Paman Frank yang bisa menolong kita, gumamnya. Lalu ia menatap
pelat nama dari perunggu di pintu itu.
DR. FRANK KING, LAB SAINS EKSPERIMENTAL.
Bagaimana kalau Paman Frank menganggap kita memang bodoh? keluh
Nathan.
Orang-orang lain juga beranggapan begitu, desah Lindy.
Tapi dia bisa apa untuk membantu kita? tanya Nathan. Kau dan aku kan...
memang dari dulu tidak pintar.
Paman Frank adalah orang paling pintar yang kita kenal, sahut Lindy yang
masih memainkan rambutnya. Dia pasti mau membantu kita. Aku yakin.
Dari dalam rumah terdengar suara langkah kaki mendekat.
Lindy menyibakkan rambutnya, sementara Nathan berdeham dengan gugup,
lalu memasukkan kedua tangannya dalam-dalam ke saku celana khaki-nya yang
gombrong.
Nathan dan Lindy sama-sama berumur dua belas tahun. Tapi Nathan tampak
lebih tua karena ia memakai kacamata gagang hitam, rambutnya hitam keriting,
sepasang matanya berwarna gelap, dan ekspresi wajahnya serius.
Lindy bertubuh kurus dan jangkung, bermata hijau, dengan rambut lurus
berwarna kecokelatan yang selalu dimainkannya. Kata ibunya ia cantik, tapi ia
merasa hidungnya terlalu pesek dan wajahnya terlalu bundar.
Ibu Lindy menikah dengan ayah Nathan ketika kedua anak itu sama-sama baru
kelas tiga. Sejak itu mereka akrab sekali, seperti saudara kandung saja layaknya.
Kami terlalu akrab, pikir Lindy. Dan terlalu mirip.
Kenapa salah satu di antara kami tidak ada yang pintar?
Akhirnya pintu depan dibukakan. Paman Frank terperangah melihat mereka,
pipinya yang bundar memerah. Wah, kejutan menyenangkan!
Paman Frank berpenampilan seperti Santa Claus. Rambutnya putih acakacakan, wajahnya selalu tersenyum, dan pipinya gemuk.
Ia mempunyai bahu lebar, tangan besar, dan perut gendut yang berguncangguncang kalau ia tertawa.
Ia hampir selalu berpakaian serba putih Sweatshirt putih, celana lari putih,
sepatu olahraga putih, dan jas lab putih kalau ia sedang bekerja.
Hei, Jenny, coba lihat ini, siapa yang datang serunya pada istrinya. Lalu ia
menepi agar kedua anak itu bisa masuk.
Dari dapur tercium bau makanan. Seperti bau ayam panggang.
Paman sedang makan malam, ya? tanya Nathan.
Tidak, Baru saja selesai. Bibi Jen sedang membereskan meja. Lalu ia berseru
lagi memanggil istrinya, Jenny? Jen!
Kemudian dibawanya kedua anak itu masuk ke ruang tamu yang berantakan.
Nathan? Lindy? Ada apa? tanyanya. Kenapa kalian datang jauh-jauh
kemari?
Kami... Nathan ragu-ragu. Ia menatap Lindy.
Lindy mendesah. Ceritanya panjang, katanya.
2
KEKESALAN mereka bermula ketika Mr. Tyssling, guru mereka, minta agar
kedua anak itu jangan pulang dulu seusai jam pelajaran terakhir.
Tapi kami kan tidak berbuat salah, protes Lindy.
Memang, Mr. Tyssling menjawab dengan senyum misterius.
John Tyssling, guru mereka itu, adalah seorang pria muda bertubuh jangkung
dan kurus. Ia sepertinya perlu bercukur setiap saat. Ia selalu memakai jeans dan
sweater yang robek di bagian leher. Banyak anak menganggap ia sangat
menarik.
Nathan dan Lindy juga menyukainya, tapi sepertinya ia selalu jengkel pada
mereka.
Mr. Tyssling menyuruh Nathan dan Lindy duduk di depan mejanya, sementara
ia membolak-balik tumpukan kertas ulangan. Ini dia, gerutunya sambil
menarik dua helai kertas.
Ia menggaruk-garuk rambutnya yang gelap dan menyipitkan mata pada mereka
sambil memegang kedua helai kertas itu. Kalian berdua dapat nilai jelek untuk
ulangan matematika, katanya.
Nathan menelan ludah Lindy. mengeluh dan menunduk memandangi ranselnya
yang ia taruh di kakinya.
Heran, kenapa kalian bisa dapat nilai begini jelek, kata guru itu sambil
geleng-geleng kepala Maksudku, kalian pasti nyontek kalau sampai dapat nilai
sejelek ini. Tak mungkin ini hasil kerja kalian sendiri.
Nathan dan Lindy tidak bersuara sepatah Pun.
Mr. Tyssling tertawa kecil. Aku cuma bercanda, anak-anak, katanya. Supaya
kalian tidak tegang. Aku tahu kalian tidak nyontek.
Oh, gumam Nathan pelan.
Lindy memainkan sehelai rambutnya.
Kau tidak bisa membuat apa-apa, kata Brenda, masih sambil menyilangkan
lengan. Ingat mobil rakitan yang coba kaupasang itu?
Bagian-bagiannya terlalu banyak, gerutu Nathan.
Ya, dan sebagian besar kautempelkan ke mejamu,Lindy ikut-ikutan. Ia dan
Brenda tertawa.
Habis mesti bagaimana lagi? Wadah lemnya bolong! seru Nathan.
Pokoknya aku ingin dibantu Lindy, kata Brenda; lalu menambahkan, Mom
bilang kau pasti mau.
Oke, oke, desah Lindy. Ia duduk di karpet, di samping adiknya itu. Coba kita
lihat dulu. Wow. Banyak sekali bagian-bagiannya.
Nathan duduk di salah satu kursi dan mengawasi mereka, sambil menyampirkan
kaki di lengan kursi.
Oke, jenius, katanya pada Lindy, aku ingin lihat kau beraksi.
Diam! kata Brenda padanya.
Kau saja yang diam! - bentak Nathan. Ia sangat kesal dikatakan tolol oleh
Brenda. Ia mengira anak itu mengaguminya.
Lindy membuka lembar petunjuk membuat rumah boneka dan mempelajarinya
sekilas, membolak-baliknya sambil memandangi gambar-gambarnya yang rumit
Banyak amat sih bagian-bagiannya , gumamnya. Brenda, kau yakin ini cuma
untuk satu rumah?
Cepat bikin, dong! desak Brenda tak sabar sambil menonjok-nonjok pahanya.
Cepat!
Lindy mempelajari lembaran itu lagi. Ia membentangkannya hingga lembaran
itu lebih besar daripada peta jalanan. Aku... aku tidak tahu mesti mulai dari
mana, serunya.
Kayaknya ini bagian lantainya, kata Brenda. Ia mengulurkan sebuah kotak
persegi panjang yang datar.
Oke, kita mulai dengan lantainya Lindy berusaha mencari bagian itu di
lembar petunjuk. Lalu ia melihat dua tembok kuning. Ini pasti cocok untuk
lantainya. Tapi bagaimana memasangnya?
***
Itu sebabnya kalian datang kemari? tanya Paman Frank sambil memandangi
Nathan dan Lindy berganti-ganti. Karena kalian merasa bodoh.
Ya, kata Nathan sambil mendorong kacamatanya lebih ke atas.
Ia dan Lindy sama sekali tidak menyentuh brownies dan susu yang dihidangkan
Bibi Jenny. Mereka duduk kaku di seberang Paman Frank, dengan kedua tangan
terkatup rapat di pangkuan.
Mungkin sebenarnya kami tidak tolol-tolol sekali, kata Lindy Tapi kami juga
tidak pintar.
Kami tidak cukup pintar, kata Nathan.
Paman Frank berdeham dan menyipitkan matanya dengan serius. Lalu kalian
ingin minta bantuan apa dariku?
Kami... Nathan ragu-ragu.
Paman kan paling pintar di antara seluruh keluarga kita, kata Lindy. Dan
Paman kan ilmuwan.
Paman Frank mengangguk.
Selain itu, Paman juga sedang mengerjakan ekspenmen tentang otak, kan?
tanya Nathan.
Paman Frank mengangguk lagi.
Jadi... kami pikir mungkin Paman punya cara untuk membuat Lindy dan aku
lebih pintar.
Paman bisa mengusahakan, tidak? tanya Lindy penuh harap. Cara apa saja,
supaya kami lebih pintar?
Paman Frank menggosok-gosok dagunya. Ya, katanya akhirnya. Ya, aku
punya sesuatu untuk kalian. Mungkin bisa dicoba.
Apa itu? tanya Nathan dan Lindy berbarengan.
3
PAMAN FRANK mencondongkan tubuh di kursinya, hendak menjawab,. tapi
mendadak Ia menoleh ke ambang pintu dapur.
Ada apa? tanya Nathan.
Paman Frank kembali menoleh pada mereka. Kalian dengar, tidak? Sepertinya
ada suara. Tapi mungkin cuma bibi kalian. Ia menggeleng-gelengkan kepala.
Aneh, aku kok punya perasaan seperti sedang diawasi!
Aneh, ya, gumam Lindy sambil memandangi ambang pintu. Ia tidak melihat
ada yang tidak biasa di situ.
Paman Frank angkat bahu. Kurasa semua ilmuwan suka punya perasaan begini
kalau sedang mengerjakan proyek yang sangat rahasia. Ia menarik-narik
lengan sweatshirt-nya yang putih, seperti sedang berpikir keras.
Paman... Paman benar-benar bisa menolong kami? tanya Lindy penuh harap.
Ya, ya, bisa, sahut Paman Frank setelah lama berpikir.
Nathan memukul-mukul lengan kursinya dengan gembira. Sungguh? Ada cara
supaya kami lebih pintar? tanyanya.
Paman Frank mengangguk. Ya. Aku memang sedang menggarap sesuatu,
tapi... Ia menoleh ke ambang pintu lagi. Ini rahasia sekali. Dan sangat
berbahaya.
Nathan tercekat. Lindy menelan ludah.
Aku agak ragu. Mungkin ini terlalu berbahaya, kata Paman Frank pelan.
Tapi... kalau bisa berhasil..., desak Nathan.
Oh, pasti berhasil, sahut Paman Frank. Pasti berhasil. Aku sudah
mencobanya. Aku tentu tidak akan menawarkan pada kalian kalau belum
kucoba.
Nah... bisa kami mencobanya? tanya Lindy.
4
PAMAN FRANK kembali ke dapur, mengambil botol tadi, dan hendak
membawanya pada Nathan dan Lindy di ruang tamu.
Hei , katanya heran ketika sepatunya menginjak sesuatu yang licin di lantai.
Ada beberapa genangan kecil di bawah situ.
Lalu ia tersenyum lebar Nanti kalian akan lihat hasilnya. Kurasa kalian akan
sangat senang.
Kami.. kami bakal jadi pintar? tanya Nathan terbata-bata.
Terdengar, bunyi klakson di luar. Dua kall bunyi pendek, lalu satu bunyi
panjang.
Itu pasti orangtua kalian, kata Bibi Jenny. Menjemput kalian. Ia pergi ke
jendela dan melambai dari dalam.
Lindy dan Nathan memakai mantel mereka, lalu Nathan mengambil botol Sari
Otak yang disodorkan Paman Frank.
Laporkan hasilnya padaku," kata Paman Frank dengan serius. Dan ingat, ini
eksperimen yang sangat rahasia. Jangan bilang siapa-siapa.
Nathan dan Lindy mengiyakan. Setelah mengucapkan terima kasih, mereka
bergegas ke mobil.
Nathan memasukkan botol itu di saku mantelnya. Sebenarnya ia dan Lindy
ingin sekali menceritakan hal ini pada orangtua mereka. Tapi karena sudah
berjanji, mereka terpaksa tutup mulut.
Begitu sampai di rumah, Lindy mengambil dua buah gelas dan membawanya ke
kamar Nathan. Dengan hati-hati mereka menuang cairan ungu itu ke dalam
kedua gelas tersebut.
Nathan tampak tegang. Rasanya aku tak percaya, katanya. Pintu kamar sudah
dikunci, tapi ia masih juga bicara dengan berbisik. Apa menurutmu formula ini
benar-benar bisa membuat kita menjadi jenius?
Lindy memandangi gelas di tangannya Paman Frank kan jenius, bisiknya
Dia tidak akan membohongi kita.
Nathan tertawa terbahak-bahak. Pasti... pasti hebat sekali! serunya. Kita
akan menjadi anak-anak pintar! Semua orang di sekolah akan menganggap kita
anak pintar. Asyik, kan?
Asyik, Lindy sependapat.
Mereka mengangkat gelas masing-masing, lalu bersulang, meniru orangtua
mereka.
Cairan ungu itu bergoyang kental dalam cahaya lampu meja.
Si anak lelaki tidur nyenyak, hanya memakai celana piama. Kedua lengannya
tersilang di dadanya yang telanjang.
Morggul. .. turun, panggil Gobbul dengan bisikan keras. Jangan sampai dia
bangun. Turun. Kita sudah tahu dia minum ramuan itu.
Tapi, Gobbul..., protes Morggul. Ada yang tidak beres! Sangat tidak beres!
Ia melambai panik pada Gobbul.
Sssh, desis Gobbul. Ada apa?
Anak ini... Morggul tercekat, wajahnya tampak ngeri. Dia... tidak
bernapas..
5
GOBBUL ternganga kaget. Cepat-cepat ia menghampiri tempat tidur. "Apa
anak ini mati gara-gara ramuan itu?
Morggul membungkuk di atas tubuh Nathan, memandangi kedua lengannya
yang telanjang. Kaulihat? bisiknya Dia tidak bernapas.
Gobbul membungkuk lebih dekat dan mengamati Nathan lama-lama, lalu
memejamkan mata.
Ketika membuka mata lagi, ia tampak marah. Dasar kau tolol, Morggul,
bentaknya. Manusia tidak bernapas melalui sulur seperti kita.
Morggul menegakkan tubuh dan menoleh pada pemimpinnya. Ia mengeluarkan
suara menelan yang basah. Hah? Masa?"
Manusia bernapas melalui dua lubang di wajah mereka, Gobbul menjelaskan
Coba lihat dengan saksama. Anak itu bernapas dengan teratur.
Morggul kembali mendekat ke ranjang dan memandangi Nathan.
Memuakkan, gumamnya.
Dengan sulur-sulurnya ia menghirup udara banyak-banyak melalui katupkatupnya yang ungu. "Manusia sangat memuakkan dan menjijikkan.
Gobbul mengangguk setuju. Tapi kalau kita bisa membuat pintar kedua anak di
rumah ini, mereka bisa kita jadikan budak. Mereka masih muda, kuat, dan
pintar. Cocok sekali menjadi budak pemimpin kita, bisiknya.
Tapi bagaimana kalau ramuan itu tidak bekerja? tanya Morggul. Bagaimana
kalau mereka tidak menjadi lebih pintar?
Dua ulas senyum bermain-main di wajah Gobbul. "Kalau begitu, kau bisa
membunuh mereka, Morggul, dan bisa kau makan jantung mereka, bisiknya.
"Silakan saja."
Air liur Morggul langsung menetes mendengar hal ini. Berapa lama akan kita
beri waktu? tanyanya dengan lapar. Sampai mereka jadi cukup pintar?
Tidak lama, bisik Gobbul Kita beri waktu seminggu. Atau mungkin dua
minggu. Kalau mereka belum pintar juga... mereka jadi makan malam kita.
6
"NATHAN! Lindy! Ayo bangun! Bangun! Suara Mrs. Nichols terdengar
lantang di rumah itu, seperti biasanya setiap pagi.
Nathan menguap dan meregangkan kedua lengannya di atas kepala. Ia
menggigil. Dingin di sini, gumamnya. Mulutnya terasa kering karena baru
bangun tidur.
Ia membuka mata dan teringat bahwa kemarin ia tidak menemukan bagian atas
piamanya di tumpukan pakaian yang ia masukkan ke lemari. Jadi, ia tidur
bertelanjang dada.
Ayo bangun! Bangun kalian berdua!
Kenapa Mom bisa selalu ceria setiap pagi? pikir Nathan. Ia meregangkan kedua
lengannya lagi, lalu turun dari tempat tidur.
Iiih
Ia menginjak apa ini?
Dipandanginya lendir kuning di bawah kaki kanannya. Rasanya hangat dan
basah. Nathan menengadah ke langit-langit. Apa ada sesuatu yang menetes dari
loteng?
Tidak ada.
Ia mengangkat kakinya dan memeriksanya. Cairan kuning yang kental
menempel di situ.
Mungkin aku menginjak serangga, gumamnya. Tapi apa ada serangga di
tengah musim dingin? Ia melompat-lompat di atas satu kaki ke arah meja rias
dan mengambil tisu untuk membersihkan lendir itu.
Bagaimana kabarmu pagi ini? seru Lindy yang lewat hendak ke kamar mandi.
Bukan awal yang bagus, sahut Nathan.
***
Di bus sekolah keadaan tidak menjadi lebih baik. Nathan duduk sendirian di
dekat bagian depan bus. Lindy berjalan ke bagian belakang, untuk bergabung
dengan Gail Matthews, Erika Jones, dan beberapa temannya yang lain.
Nathan menaruh ranselnya di pangkuan, lalu menatap ke luar jendela. Hari itu
hari musim dengan yang kelabu. Selaput-selaput kabut bergantung di
pepohonan dan semak-semak. Awan hitam di langit menandakan bakal turun
salju.
Ketika menoleh, Nathan melihat Ellen dan Wardell di kursi yang berseberangan
darinya. Ia mengeluh dalam hati. Seperti biasa kedua anak itu sedang pamer,
mengisi TTS The New York Times.
Mereka bergantian membaca setiap pertanyaan dengan suara keras, supaya seisi
bus tahu mereka sedang mengisi TTS.
Tak ada anak lain di kelas yang bisa mengerjakan TTS itu, pikir Nathan dengan
getir. Terlalu susah. Itu sebabnya Ellen dan Wardell sengaja pamer setiap pagi
di bus, supaya yang lainnya merasa seperti orang tolol.
Hei, Nathan! Wardell berseru keras, membuyarkan lamunan Nathan. Kau
bisa bantu kami mengisi yang satu ini, tidak?
Aku bloon sekali, ya? pikirnya. Amat sangat bloon. Aku bahkan tidak bisa
langsung menyadari kalau sedang dijadikan bahan tertawaan.
Lalu ia mendengar seruan Lindy dan bagian belakang bus. Aduh! Aduh!
Aduh!
Nathan menoleh dan melihat Lindy lari di lorong dengan kedua tangan
ditempelkan di pipi, matanya melotot kebingungan. Lindy? Ada apa?
tanyanya.
Ranselku. Ketinggalan di rumah. Semua buku dan perlengkapanku ketinggalan
di rumah. Lindy menghampiri sopir. Bisa kita kembali? Bisa, ya? Ranselku
ketinggalan.
Maaf, tidak bisa, sahut si sopir, seorang wanita gemuk berseragam kelabu,
dengan tusuk gigi mencuat di antara kedua bibirnya. Ia tidak menoleh sedikit
pun.
Tapi aku perlu barang-barangku. Nanti aku lompat nih! Aku lompat! teriak
Lindy keras-keras.
Tidak bisa.
Kami berdua tolol sekali, pikir Nathan dengan sedih. Sungguh ajaib kami bisa
melewati setiap hari.
Tapi setidaknya hari ini tidak mungkin lebih buruk lagi, pikirnya.
Namun lagi-lagi ia salah.
7
"NATHAN, bisa kauberitahukan pada teman-temanmu, apa yang lucu? Mr.
Tyssling berhenti menulis di papan tulis dan memandangi Nathan dengan tajam.
Anak-anak lainnya ikut menoleh.
Nathan mencoba berhenti tertawa, tapi ia tidak bisa menahan rasa gelinya
melihat gambar yang dibuat temannya, Eddie Frinkes. Eddie menggambar Mr.
Tyssling. Lucu sekali. Dari hidungnya keluar cacing-cacing hitam panjang.
AMBIL AKU, begitulah tulisan di bawah gambar itu. Eddie pintar sekali
menggambar, pikir Nathan.
Tapi kenapa ia bodoh sekali, tertawa keras seperti hyena sementara kelas sedang
sunyi senyap begini?
Bodoh sekali.
Sekarang Mr. Tyssling menghampirinya, matanya tertuju pada gambar di
tangan Nathan.
Diambilnya kertas itu dari tangan Nathan dan dipandanginya isinya dari dekat.
Nathan menelan ludah dan menatap Mr. Tyssling. Guru itu sama sekali tidak
tersenyum.
Seisi kelas diam tak bersuara sedikit pun.
Kau yang membuat gambar ini? tanya Mr. Tyssling, suaranya seperti
berbisik.
Bukan, sahut Nathan dengan susah payah. Wajahnya bagai terbakar. Pasti
merah padam, pikirnya.
Lalu siapa yang menggambar ini? tanya Mr. Tyssling pelan.
Eh... Nathan tidak mau mengadukan Eddie. "Entah ya.
Orang di gambar ini aku? tanya Mr. Tyssling.
Aku tidak tahu, sahut Nathan. Lalu ia tertawa terbahak-bahak. Tidak tahan.
Bodoh. Bodoh sekali.
Seisi kelas ikut tertawa. Semuanya. Kecuali Mr. Tyssling.
Ia menunggu sampai tawa mereka reda, lalu dikembalikannya gambar itu pada
Nathan. Tidak terlalu bagus, katanya Rambutku lebih panjang dari itu dan
hidungku jauh lebih pendek.
Wow, dia tidak akan marah padaku, pikir Nathan. Ia mendesah lega.
8
MR. TYSSLING menyapukan kedua tangannya di rambutnya yang gelap dan
tebal. Matanya memandangi papan tulis.
Aku takjub, gumamnya Benar-benar takjub.
Nathan nyengir lebar padanya.
Mr. Tyssling menelan ludah dan menyipitkan mata pada Nathan. Tidak ada
satu pun yang benar katanya Tidak ada satu pun.
Apa? Nathan tercekat.
Mr. Tyssling geleng-geleng kepala. Kau menulis seperti kesetanan. Kau benarbenar berhasil menipuku, Nathan. Kupikir kau tahu jawaban soal itu. Tapi...
Suaranya makin pelan.
9
"RAMUAN itu tidak bekerja, Paman Frank, ratap Lindy.
Kami sama sekali tidak menjadi lebih pintar, Nathan menambahkan.
Mereka menelepon dari kamar Nathan. Lindy memakai telepon portabel yang
diambil dari bawah.
Kan kubilang kalian mesti sabar, sahut Paman Frank. Ia mesti berteriak,
karena lab-nya bising oleh suara mesin.
Tapi kami sudah minum semuanya, dan tidak terjadi apa-apa, kata Nathan
dengan suara nyaring. "Aku sial terus di sekolah, dan...
Kupikir kami malah jadi lebih bodoh, kata Lindy. Ia merengut pada Nathan di
seberang ruangan.
Ramuan itu tidak langsung muncul efeknya, teriak Paman Frank. Perlu
waktu untuk masuk ke aliran darah kalian. Kan kubilang.. .
Bunyi bising di lab Paman Frank berhenti.
Suara apa itu? Sedang eksperimen? tanya Lindy.
Tidak. Itu suara blender, sahut Paman Frank. "Aku sedang membuat sari
wortel.
Yah lalu kapan kami jadi pintar? tuntut Lindy. Besok ada ulangan
matematika. Kami ingin dapat nilai bagus.
Atau setidaknya nilai yang lumayanlah, kata Nathan.
Kalian pasti dapat nilai bagus, sahut Paman Frank Ingat, kan, instruksiku?
Kahan mesti belajar lebih giat lagi. Dan jangan pikirkan Sari Otak itu. Kalian
lihat saja. Pasti bekerja juga. Besok kalian pasti bisa mengerjakan ulangan itu
dengan baik.
Tapi... mestinya ramuan itu sudah masuk ke aliran darah kami, kan? tanya
Nathan sambil menggaruk-garuk rambutnya yang ikal.
Lupakan tentang Sari Otak itu. Belajar saja yang rajin, kata paman mereka.
Telepon aku besok. Aku yakin akan mendapat kabar bagus dari kalian.
Mereka mengucapkan terima kasih, lalu menutup telepon.
10
NATHAN mencengkeram jantungnya dan terenyak ke dinding. Ia melotot pada
adiknya. Brenda kau menancapku dengan dart itu!
(dart: anak panah yang dilemparkan ke papan permainan berbentuk lingkaraneditor)
11
NATHAN mendesah. Lindy menunduk ke lantai.
Kami kami dapat nilai jelek lagi? tanya Nathan dengan suara pelan.
Mr. Tyssling tidak menjawab. Ia berjalan dengan marah ke jendela dan
memandang ke langit berawan yang kelabu.
Kurasa aku ikut bersalah dalam hal ini, katanya sambil membelakangi
mereka. Aku terlalu memaksa kalian untuk mendapat nilai bagus.
Lalu ia memutar tubuh ke arah mereka Tapi tak kusangka kalian akan nekat
menyontek, katanya.
Ha?
Menyontek? Kalian berdua dapat nilai sepuluh, kata Mr. Tyssling sambil mengangkat
kertas-kertas ulangan itu. Kalian bisa menjawab semua soal dengan benar.
Dilemparkannya kertas itu pada mereka Kenapa kalian nyontek? Apa kalian
pikir dengan cara itu aku akan terkesan?
Tapi.. tapi kami tidak nyontek seru Nathan
Kami belajar giat, Lindy menjelaskan.
Dan kami minum Sari Otak, pikirnya. Tapi ia tidak mengatakan itu pada
gurunya.
Wow, pikir Lindy sambil memeriksa kertas ulangngnya. Wow. Wow. Apa Sari
Otak itu akhirnya bekerja juga? Apa sekarang aku dan Nathan sudah jadi anak
pintar?
Ia menatap Mr. Tyssling lagi. Aku menyukai kalian, kata guru itu. Jadi, aku
tidak akan mengadukan kalian pada Kepala Sekolah. Kalian kuberi kesempatan
untuk ulangan lagi.
"Tapi.. tapi.. tapi... , Nathan terbata-bata.
"Kami tidak nyontek. Sungguh, protes Lindy.
Mr. Tyssling memutar-mutar bola matanya dan naikkan satu jarinya ke bibir.
Ssst. Tidak apa. Aku mengerti kenapa kalian melakukannya. Begini. Kertaskertas ini akan kurobek dan kalian kuberi ulangan lagi besok.
"Tapi... tapi..."
"Belajarlah yang giat malam ini, anak-anak, katanya. Aku yakin kalian bisa
dapat nilai bagus dengan hasil usaha kalian sendiri. Dan kita lupakan saja
peristiwa ini pernah terjadi.
***
Nathan dan Lindy melompat-lompat kegirangan dalam perjalanan pulang.
"Kita jenius! Jenius! seru Nathan gembira.
"Paman Frank yang jenius, kata Lindy. Dia membuat kita jadi pintar.
Bayangkan, Nathan, dia bisa menjual Sari Otak itu dan membuat semua orang
di dunia jadi pintar.
Masa bodoh dengan orang lain, kata Nathan. Aku cuma peduli tentang kita.
Kau sadar, tidak, senang sekali bisa dapat nilai A terus?
Wah. Senyum Lindy memudar. Mungkin terlalu awal membayangkan dapat
nilai A terus. Siapa tahu kita cuma kebetulan beruntung dalam ulangan itu?
Ingat, besok kita mesti ikut ulangan lagi.
Kita pasti dapat nilai bagus lagi, seru Nathan Kita bahkan tidak perlu
belajar. Ia melompat gembira dan melontarkan ranselnya tinggi-tinggi di udara,
lalu menangkapnya lagi. Kemudian mereka adu lari dalam perjalanan pulang ke
rumah.
Brenda sedang bermain di ruang tamu ketika mereka masuk. Ia ada di lantai,
sedang mengotak-atik potongan-potongan plastik rumah bonekanya
Kau masih penasaran juga, ya? tahya Lindy
Tidak ada yang mau memasangkan buatku, kata Brenda kesal Mom dan Dad
terlalu sibuk. Kau dan Nathan terlalu bodoh.
Sini kubuatkan, Nathan menawarkan, lalu duduk di samping Brenda.
Biar aku saja, kata Lindy.
Kita buat sama-sama, kata Nathan Diambilnya lembar petunjuk pembuatan,
lalu dirobek-robeknya
Stop! Kenapa dirobek? teriak Brenda sambil mencoba merebut lembaran itu
darinya.
Nathan tertawa Kita tidak memerlukan lembar petunjuk itu.
Lalu ia dan Lindy mulai bekerja dengan cepat. Sangat cepat. Memasang dan
menyambung bagian-bagian rumah boneka itu.
Beberapa menit kemudian rumah boneka itu sudah berdiri. Brenda ternganga
takjub. Kok bisa? serunya.
"Gampang, kata Lindy.
"Kami kan jenius, Nathan menimpali.
Lalu ia dan Lindy tertawa terbahak-bahak dengan gembira.
***
Selesai makan malam, Nathan dan Lindy berbaring di lantai ruang santai,
menonton Jeopardy. Mr. dan Mrs. Nichols duduk di sofa di belakang mereka,
membaca majalah.
"Siapakah Ratu Victoria? seru Lindy.
"Siapakah Isabella dari Spanyol? kata Nathan beberapa saat kemudian.
Disusul lagi oleh Lindy, Siapakah George Ketiga dari Inggris?
Ibu mereka bertanya, Kalian menyebutkan jawaban-jawabannya, ya?
"Ssst. sahut Lindy sambil maju lebih dekat ke TV. Kategorinya adalah Raja
dan Ratu dalam Sejarah."
Tapi bagaimana kalian bisa tahu semua itu? tanya ibu mereka.
Unsur apakah seng itu? seru Nathan.
"Apakah besi itu? Lindy menjawab yang berikutnya.
Mereka mengganti kategorinya, katanya pada ibunya.
Tapi bagaimana kalian tahu tentang unsur-unsur kimia? tanya Mrs. Nichols.
Dan... dan kalian menyebutkan jawabannya sebelum pertanyaannya
disebutkan.
Mereka mempermainkanmu, kata Mr. Nichols sambil menurunkan
majalahnya. Mereka sudah pernah melihat acara ini. Ini kan tayangan ulangan.
Makanya mereka tahu semua jawabannya.
Benar begitu? tanya ibu Lindy, Kalian sudah pernah nonton acara ini?
Tidak, belum pernah, sahut Lindy tanpa menoleh Ssst
Apakah Armada Spanyol itu? seru Nathan lagi.
Apakah Lusitania? ia dan Lindy berseru bersamaan.
Kita berhasil, seru Nathan Kita tahu semua jawabannya.
Mereka ber-high five, sementara orangtua mereka terheran-heran.
Kita siap untuk Final Jeopardy, kata Lindy.
***
Final Jeopardy, gumam Gobbul sambil mengamati kedua anak itu dari luar
jendela. Kedua makhluk itu tersembunyi dalam kegelapan malam musim dingin
yang pekat. Final Jeopardy. Ya nanti mereka juga akan mengalami Final
JeopardyBahaya Terakhir.
Morggul melompat-lompat dengan tubuhnya yang gemuk dan basah, sambil
mengintip di jendela yang berkabut.
"Untung aku berubah pikiran, kata Gobbul. "Untung aku tidak membiarkan
kau memakan mereka."
Dua senyum licik terbentuk di kedua mulut Gobbul. Ya. Mereka masih muda,
kuat, dan sekarang mereka sudah cukup pintar, Morggul, bisiknya. "Kurasa
kita sudah menemukan budak-budak yang tepat.
12
"PAMAN FRANK, Paman pasti tidak percaya mendengar ini! seru Lindy di
telepon.
Ia mendengar pamannya tertawa kecil di ujung sana. Tidak percaya apa?
Nathan dan aku dapat nilai bagus untuk ulangan matematika, kata Lindy
dengan gembira. Ramuan dari Paman ternyata berhasil!
Paman Frank tertawa keras. Mungkin kalian dapat nilai bagus karena belajar
giat, katanya.
Tidak. Kami benar-benar jadi jenius, kata Nathan yang menyambar telepon
itu dari Lindy. Sari Otak itu membuat kami jadi jenius Paman Frank, jual saja
ramuan itu di toko-toko Paman bisa dapat uang banyak.
Hmm aku senang kalian tertolong oleh ramuan itu, sahut Paman Frank Tap
jangan lupa, kalian mesti terus belajar giat. Itu yang paling penting
Ia mengobrol beberapa saat dengan kedua anak itu, lalu menutup telepon dan
berkata pada istrinya, Mereka dapat nilai bagus untuk ulangan matematika
Lihat, kan, pengaruh rasa percaya diri itu besar sekali. Aku cuma memberi
mereka sebotol sari anggur, dan sekarang mereka merasa menjadi jenius."
***
Keesokan paginya Lindy mengingatkan Nathan, sebelum naik ke bus sekolah.
Jangan pamer, katanya. "Aku serius. Kau biasa-biasa saja. Jangan sampai ada
yang tahu apa yang terjadi pada kita.
Tapi Nathan tidak bisa menahan diri. Ia sudah begitu lama menunggu ingin
menjadi anak pintar. Ia melihat Wardell dan Ellen sedang pamer, seperti
biasa,mengisi TTS The New York Times. Ia menunggu sampai mereka menoleh
padanya.
"Hei, Nathan, panggil Wardell sambil tersenyum sombong. Apa kata enam
huruf untuk orang yang lamban? Huruf awalnya N.
Ellen terkikik. Beberapa anak lain tertawa.
"Coba kulihat, kata Nathan. Disambarnya koran itu dari tangan Wardell, lalu ia
membaca TTS itu.
"Apa-apaan sih kau ini? kata Ellen. Kembalikan!
"Kurasa aku bisa membantu kalian, sahut Nathan mengambil bolpoin dan
dengan cepat mengisi semua pertanyaan TTS itu.
"Ha? Coba lihat! seru Wardell. Disambarnya koran itu. Ia dan Ellen ternganga
kaget ketika membaca TTS tersebut.
Ellen memandangi Nathan dengan curiga. Bagaiana kau bisa melakukannya?
Nathan angkat bahu. TTS kan gampang kalau punya kosakata yang banyak.
***
Hari itu Mr. Tyssling memberikan ulangan matematika lagi pada Nathan dan
Lindy, sementara anak-ahak lainnya disuruh membaca. Santai saja, katanya.
Lewatkan saja soal-soal yang kalian anggap susah.
Nathan dan Lindy membawa lembar ulangan itu ke meja mereka.
Jangan lupa tunjukkan hasilnya nanti, kata Mr Tyssling. Aku ingin tahu, apaapa yang kalian pahami dan apa yang tidak. Lalu kita bisa membahas soal-soal
yang belum kalian mengerti.
Nathan dan Lindy mengangguk.
Sepuluh menit kemudian Lindy menyerahkan lembar kerjanya pada Mr.
Tyssling. Nathan menyusul dua menit kemudian.
Mr. Tyssling ternganga kaget. Ada apa? tanyanya. Apa soal-soalnya terlalu
sulit?
13
Seminggu kemudian Nathan sedang berdiri di depan lokernya, mengisi ransel,
siap-siap untuk pulang.. Hei, bagaimana kabarnya? ia berseru pada temannya,
Eddie Frinkes, yang berdiri di loker seberang.
Eddie cuma mengangguk.
"Mau main komputer di rumahku? tanya Nathan.
Eddie menyeringai. Tidak ah.
"Ayolah kenapa tidak? Nathan memohon.
Eddie angkat bahu Aku tidak bisa main apa pun denganmu. Kau terlalu pintar.
Kau selalu menang.
"Tapi...
Eddie menutup pintu lokernya dan cepat-cepat pergi.
Sebelum Nathan sempat mengejarnya, Stan dan Wardell serta tiga anak lainnya
muncul dari belokan.
Mereka berhenti ketika melihat Nathan dan mengepungnya.
"Hei, Nathan coba ucapkan Pidato Gettysburg, kata Stan dengan nada
mengejek.
"Ceritakan beberapa mitos Yunani, tuntut Wardell.
Beritahukan semua kesalahan yang kautemukan di buku matematika!
Ceritakan bagaimana kau memprogram ulang semua komputer di lab.
Sudahlah, kata Nathan.
Apa kau benar-benar sudah hafal isi seluruh buku sejarah? tanya seorang
anak.
Hmm... ya. Nathan merasa wajahnya mulai panas. Aku membacanya, dan
isinya langsung menempel di kepalaku.
Apa kau benar-benar membuat laporan sepuluh buku untuk mendapat nilai
ekstra? tanya Stan sambil mendekat dengan sikap mengancam.
Yaa... mungkin. Nathan mencoba mundur, tapi tertumbuk loker. Hei... sini...
kembalikan! serunya ketika Wardell menyambar ranselnya.
Wardell lari sambil membawa ransel Nathan. Dengan tertawa-tawa yang
lainnya ikut lari.
Kau kan pintar, kata Wardell. Cari akal untuk mendapatkan ranselmu
kembali.
Nathan mendesah dan hendak mengejar mereka, tapi langkahnya terhenti ketika
ia melihat Lindy berjalan lesu ke arahnya. Rambut Lindy tampak kusut dan
jatuh bergumpal di dahinya. Matanya merah.
14
"MOM! Dad! Kenapa datang kemari? seru Lindy.
Orangtua mereka menyeberangi lorong, menghampiri mereka dengan ekspresi
serius.
Nathan merasa perutnya mulas oleh rasa cemas.
Ada yang tidak beres?
Mungkin kau bisa menjawab pertanyaanmu sendiri, sahut ayahnya sambil
menatap tajam. Mr. Tyssling menelepon ibumu dan aku, meminta kami
datang.
Mr. Tyssling memainkan helai benang yang lepas di lengan sweater-nya. Mr.
Haywood berdeham-deham dan bergerak-gerak gelisah di kursinya.
Nathan dan Lindy membuat anak-anak lain merasa tidak nyaman, Mrs Lopez
memulai. Dan saya khawatir mereka juga membuat guru-guru merasa
demikian.
Tunggu..., kata Nathan.
Mrs. Lopes mengangkat tangan, menyuruhnya diam. Kedua anak Anda
tampaknya jenius, ia melanjutkan. Entah kenapa kami terlambat menyadari
hal ini. Tapi dalam dua minggu belakangan ini, hal itu menjadi sangat jelas.
Jenius? Mr Nichols menggosok-gosok dagunya sambil memandangi kedua
anaknya.
Mrs. Lopez mengangguk Mereka selalu mendapat nilai sepuluh dalam .setiap
ulangan. Mereka sudah hafal isi seluruh buku pelajaran. Mereka membaca
banyak sekali buku, dan menulis karangan dua puluh halaman untuk mendapat
nilai ekstra.
Tapi. . itu kan bagus sekali! kata Mrs. Nichols. Saya tahu mereka belajar
sangat giat setiap malam
Dengan menyesal saya mengatakan bahwa ini sama sekali tidak bagus, kata
Mrs. Lopez pelan. Nathan dan Lindy terus-menerus mengoreksi guru- guru
mereka. Mereka menemukan kesalahan-kesalahan di buku-buku pelajaran.
Anak-anak lain sangat terganggu dengan ulah mereka. Mereka merasa tidak bisa
bersaing dengan Nathan dan Lindy. Saya rasa anak-anak lain merasa ada
sesuatu yang aneh dan... tidak wajar.
Nathan dan Lindy tidak bermaksud membuat masalah, kata Mr. Tyssling
sambil membungkuk ke dekat meja Tapi mau bagaimana lagi? Mereka tahu
terlalu banyak. Jauh lebih banyak daripada anak-anak dua belas tahun lainnya di
planet ini. Dan akibatnya anak-anak lain jadi terganggu.
Saya perhatikan mereka dijauhi anak-anak lain, Mr Haywood menambahkan
Saya tidak ingin mengatakannya... tapi saya rasa banyak murid kami yang
merasa takut pada Nathan dan Lindy.
Sekonyong-konyong Nathan menyadari bahwa semua mata tertuju pada dirinya
dan Lindy. Jantungnya berdebar kencang. Benarkah ini sungguh-sungguh
terjadi? Apa kami jadi mendapat masalah karena kami terlalu pintar?
Ia merinding.
Apa aku menjadi manusia aneh? pikirnya.
Aku tidak punya teman. Semua anak membenciku.
Dan kurasa guru-guru pun begitu.
Apa yang akan terjadi padaku?
Ia menoleh ke arah Lindy. Kepala Lindy tertunduk, kedua tangannya terkatup
erat di pangkuan. Nathan tahu Lindy pasti merasa sedih dan takut juga, seperti
dirinya.
Kami bisa menjelaskan seru Lindy tiba-tiba. Kami bisa menjelaskan
semuanya.
Lindy tunggu Nathan mencengkeram lengan Lindy. Kita sudah janji pada
Paman Frank, tidak akan cerita pada siapa pun.
Kita mesti memberitahukannya!. Lindy bersikeras. Ditariknya lengannya
Memberitahukan apa? tanya ibunya.
Kami minum Sari Otak, kata Lindy
Lindy, jangan , pinta Nathan.
Tapi Lindy tak bisa dicegah lagi Paman Frank memberikan sebotol Sari Otak
pada kami, untuk membuat kami lebih cerdas Kami meminumnya
dan ternyata berhasil. Sari Otak itu membuat kami menjadi jenius.
Mrs. Nichols ternganga Mr. Nichols menyipitkan mata pada Lindy,
mengamatinya tanpa bicara.
Lama semuanya berdiam diri.
Lalu Mrs. Lopez memecahkan keheningan itu dengan mendesah Aku tidak
tahu ramuan ajaib apa yang membuat kalian menjadi jenius, katanya pelan.
Tapi satu hal sudah pasti. Kalian mesti keluar dari sekolah ini. Kalian tidak
bisa tetap di sini.
15
BEBERAPA hari kemudian, Nathan dan Lindy duduk dengan murung di ruang
santai, menonton tayangan tentang mereka di siaran berita TV.
Kedua anak ini sedang bersengketa dengan dewan sekolah, kata sang reporter.
Apa benar mereka terlalu pintar untuk bersekolah? Pihak sekolah mengatakan
ya, tapi orangtua mereka mengatakan tidak. Jadi, pertikaian ini terus
berlanjut..."
Di belakangnya Nathan mendengar ibu Lindy sedang menelepon. Kata
pengacara kami, kami punya peluang bagus. Tapi kami juga sedang mencari
sekolah swasta. Tidak. Tidak... Paman Frank mereka sedang berada di Swiss
bersama istrinya. Di hutan belantara. Tak bisa dihubungi.
Bel pintu depan berbunyi.
Nathan melompat untuk membukakan pintu tapi mengurungkannya.
Mungkin yang datang itu reporter lagi, ingin mengajukan pertanyaan yang ituitu juga. Sudah belasan kali ia dan Lindy dinterviu (diwawancarai-editor).
Dulu ia mengira pasti menyenangkan diwawancara untuk TV dan radio. Tapi
ternyata sama sekali tidak begitu. Apalagi kalau mereka dianggap aneh oleh
orang-orang.
Mereka terpaksa diam di rumah, karena pihak sekolah sudah menolak mereka.
Dan mereka juga tidak punya teman untuk melihat mereka tampil di TV.
Sari Otak itu merusak seluruh hidupku, pikir Nathan getir. Sekarang semua
orang di dunia tahu tentang mereka.
Ia pergi ke lorong depan, mendengarkan ibu tirinya yang sedang berdebat
dengan wanita yang datang itu. Tidak. Tidak bisa, katanya pada wanita itu.
Kami tidak tertarik dengan minuman buah Sari Otak. Ya. Ya. Aku yakin
perusahaan Anda membuat minuman yang bagus dan sehat, tapi anak-anakku
tidak berminat menjual minuman di iklan TV.
Nathan kembali ke ruang santai Di tengah suara TV ia masih bisa mendengar
ibu tirinya berdebat dengan wanita itu.
Pria satunya menatap Nathan dan Lindy. Kami cuma ingin tahu, seberapa
cerdas anak-anak Anda. Mungkin mereka bisa berguna untuk pemerintah.
Kalian ingin mengabdi pada negara, bukan?
Nathan dan Lindy tidak menjawab, cuma memandangi kedua pria berwajah
serius itu.
Aku... entahlah. Ibu mereka ragu-ragu.
Kami cuma meminjam mereka beberapa jam, kata salah satu pria itu. Kami
akan memberikan tes tertulis, lalu mereka akan diwawancarai oleh beberapa
orang dokter. Dan akan ada pembedahan juga.
Pembedahan? seru Mrs. Nichols.
Ya. Kami perlu mengambil sedikit contoh tisu otak.
16
"TIDAK mau! Nathan dan Lindy berteriak berbarengan. Lalu mereka lari
melintasi pekarangan.
Hei. Frisbee-nya dilempar dong, seru Brenda.
Tapi Nathan dan Lindy tidak menoleh. Keduanya lari melompati pagar tanaman
yang membatasi pekarangan mereka dan pekarangan tetangga. Terus berlari.
Mereka melewati rumah-rumah tetangga, lalu berbelok tajam dan mengarah ke
bagian belakang. Nathan mendengar kedua pria itu memanggil-manggil mereka.
Ia merunduk dan menerobos sebuah lubang sempit di pagar tetangga.
Tanpa memelankan laju lari dan tanpa berkata-kata, ia dan Lindy terus lari
menerobos pekarangan-pekarangan belakang, melewati sebuah gang sempit,
lalu menyeberangi jalan yang menuju jalan utama di kota. Terus melintasi
pekarangan-pekarangan belakang lagi.
Akhirnya, empat-lima blok dari rumah, mereka berhenti dengan napas terengahengah. Nathan membungkuk dan tangannya bertumpu di lututnya, sambil
berusaha menarik napas.
Di mana kita sekarang? tanya Lindy dengan megap-megap. Apa kedua orang
itu masih mengejar kita?
Nathan melayangkan pandang. Kurasa tidak. Ia merasa mengenali rumah
kelabu di depan mereka. Hei... itu kan rumah Wardell.
Mereka cepat-cepat lari ke pintu belakang rumah itu.
Nathan menggedor-gedor jendelanya. Hei, ada orang di rumah?
Tak lama kemudian Wardell membuka pintu. Ia tampak heran. Hei, ada apa?
tanyanya.
Boleh kami masuk? tanya Lindy terengah-engah. Ia menoleh ke belakang.
Mungkin ada yang mengejar kami
Yah... Wardell mundur memberi jalan. Ellen dan Stan sedang duduk di depan
meja dapur yang penuh buku dan kertas. Keduanya juga tampak kaget.
Kunci pintu! kata Lindy pada Wardell.
Ada apa sih? tanya Wardell.
Nathan angkat bahu. Ia membuka ritsleting jaketnya. Meski udara dingin,
dahinya basah oleh keringat.
Kami mesti mengungsi, kata Lindy. Keadaan di rumah kami agak kacau saat
ini.
Mereka berjalan ke meja.
Sedang apa kalian? tanya Nathan sambil memandangi kertas-kertas dan bukubuku itu.
Hening sejenak.
Belajar untuk ulangan sejarah, sahut Ellen akhirnya. Susah sekali. Bahannya
meliputi seluruh semester.
Stan membuat balon dengan permen karetnya, lalu menelannya lagi. Kalian
akan sekolah lagi? tanyanya.
Senang rasanya bisa berada bersama teman-teman dan menjadi normal lagi,
pikirnya.
Bagaimana kalau kedua orang itu benar-benar membawa aku dan Lindy ke lab
mereka dan membedah otak kami?
Ia mengambil telepon dan menghubungi rumahnya. Ibu Lindy menjawab pada
deringan kedua. Nathan, kau di mana? tanyanya. Apa Lindy ada
bersamamu?
Kami ada di rumah Wardell, sahut Nathan. Apa mereka sudah pergi? Orangorang dari lab itu?
Tehtu saja sudah, sahut ibu Lindy. Aku menyuruh mereka pergi.
Jadi jadi mereka tidak akan membedah otak kami?
Tidak. Tidak akan ada yang mengapa-apakan otak kalian, sahut ibu Lindy.
Kenapa kalian kabur begitu? Kalian mestinya tahu, aku tidak akan membiarkan
kalian dibawa pergi.
Aku. .. kurasa kami cuma panik, kata Nathan terbata-bata. Lalu ia
membalikkan tubuh. Wardell, Stan, dan Ellen sedang memandanginya
Kami akan segera pulang, kata Nathan pada ibu tirinya.
Ya. Cepatlah, sahut ibu Lindy. Aku ingin kalian menolong menjaga Brenda.
Dad dan aku mesti bertemu dengan dewan sekolah.
Oke. Sebentar lagi kami pulang. Nathan menutup telepon Semuanya beres,
katanya pada Lindy Mereka sudah pergi. Ayo pulang.
Ia beranjak ke pintu. Trims, Wardell.
Sampai ketemu, sahut Wardell.
Coba kami bisa belajar dengan kalian, kata Lindy dengan sedih.
Sampai jumpa, seru Ellen.
Yeah Sampai jumpa, Stan dan Wardell berkata berbarengan.
Setelah memakai jaket, Nathan dan Lindy keluar dan berlari-lari kecil melewati
gang-gang dan pekarangan-pekarangan belakang.
Setengah jalan ke rumah, mereka dihadang oleh dua makhluk asing yang
muncul dari balik sebuah pagar tanaman.
17
NATHAN terenyak ketika kedua makhluk itu maju menghampirinya. Lindy
hampir menabrak mereka, karena ia berlari sambil menunduk.
Nathan menyambar lengannya dan menariknya supaya berhenti.
Lindy mengangkat wajah... dan menjerit ngeri.
Nathan juga ingin menjerit... tapi tak bisa.
Mereka... jelek sekali! pikirnya. Belum pernah aku melihat makhluk sejelek itu.
Kedua makhluk hijau besar itu mendekat. Mata mereka yang kuning bersinar
basah. Mulut mereka mengerut-membuka karena senang. Tampak empat deret
gigi yang tajam ketika mereka membuka mulut. Sulur mereka yang basah dan
berkilauan membuka dengan cepat dan terjulur hendak menarik Nathan dan
Lindy. Di ujung sulur-sulur itu ada katup berwarna ungu yang menjijikkan,
membuka dan menutup seperti mulut.
Makhluk yang lebih jangkung mempunyai gading melengkung. Ia menjilatnya
dengan dua lidah ungu yang gemuk. Makhluk yang lebih gendut melompatlompat di kakinya yang pendek, perutnya yang hijau menampar-nampar rumput.
Si... siapa kalian? tanya Nathan akhirnya. Apa kalian... memakai kostum?
Lindy merapat kepada Nathan, matanya terbelalak ketakutan. Keduanya
memandangi tetesan keringat yang meluncur di tubuh hijau kedua makhluk itu,
jatuh ke rerumputan.
Buat apa kami pakai kostum? tanya yang lebih gemuk sambil menoleh pada
rekannya.
18
"TIDAAAK! Lindy menjerit ketakutan. Suaranya bergema di pekaranganpekarangan belakang.
Tolong! teriak Nathan. Tolong kami!
Ia menyerbu kearah Lindy dan menyambar sulur yang menjepit Lindy. Ditariktariknya sulur itu sekuat tenaga.
Tapi tangannya tergelincir di kulit yang basah dan berkeringat itu.
Pelan-pelan sulur itu mengendur dan melepaskan Lindy.
Lindy terhuyung mundur, lalu jatuh berlutut.
19
NATHAN lari sekitar tiga langkah, tapi tahu-tahu dijerat oleh sulur makhluk
itu.
Tidaaak! Ia menjerit marah dan jatuh tersungkur.
Sulur itu menjerat kakinya.
Nathan mendarat di siku dan lututnya. Rasa sakit menjalari seluruh tubuhnya,
tapi ia tidak merasakannya dan langsung berguling telentang.
Ditendangkannya kedua kakinya hingga lepas dari jeratan sulur itu. Lalu ia
berdiri lagi dan sambil terengah-engah ia melompati sebuah semak-semak
pendek dan terus berlari.
Ia melihat Lindy lan di depan sana, menginjak petak-petak bunga yang mati
karena musim dingin, melompati pagar pendek, dan masuk ke sebuah gang
sempit. Rambutnya berkibar-kibar, dan ia terus lari tanpa menoleh.
Dapur itu harum oleh wangi cokelat. Mom pasti baru membuat kue, pikir
Nathan.
Brenda, kau di mana? panggilnya.
Di sini!
Nathan hendak mengikuti arah suara itu ke ruang tamu, tapi Lindy menahannya
Kita mesti bagaimana? bisiknya panik.
Nathan angkat bahu. Entahlah. Kita mesti berpikir. Tapi jangan sampai Brenda
ketakutan.
Lindy mengangguk setuju Mungkin kita bisa membujuknya untuk nonton
video. Jadi, kita bisa berpikir, membuat rencana, atau menghubungi seseorang
untuk membantu kita.
Mereka masuk ke ruang tamu. Brenda sedang telungkup di lantai, dikelilingi
boneka-boneka Barbienya. Kalian dari mana? tuntutnya Aku ingin kalian
menemaniku main boneka.
Kami.. . Nathan ragu-ragu.
Kau mau nonton video baru, tidak? tanya Lindy. Tentang gadis kecil yang
pindah ke..."
Tidak sela Brenda Sudah kubilang aku mau main boneka.
Tapi Lindy dan aku..."
Tahu-tahu terdengar suara keras, dan Nathan langsung tahu suara apa itu.
Suara pintu dapur yang dihantam terbuka.
Apa itu? teriak Brenda.
Tak ada waktu untuk menjawab.
Kedua makhluk planet itu masuk ke dalam. Mata kuning mereka memandangi
Nathan dan Lindy.
Mata itu sangat dingin. Mulut mereka merengut mengejek.
lih! seru Brenda. Siapa mereka?
Hei, budak, kalian mesti ikut kami, kata Gobbul dengan suara menggelegar.
Kami tidak mau mehgejar-ngejar kalian di seantero planet ini.
Tidak! Lindy menjerit.
Kami tidak mau ikut! teriak Nathan. Tidak!
Gobbul mendesah. Kurasa kami terpaksa mesti membujuk kalian. Ia
mengganguk pada Morggul.
Morggul bergerak cepat. Ia langsung melompat melintasi ruangan dan
mengangkat Brenda dari lantai dengan dua sulurnya.
Turunkan aku! teriak Brenda sambil menendang-nendang, mencoba
menghantam makhluk itu. Tolong aku! Nathan! Lindy! Suruh dia menurunkan
aku!
Nathan bergerak hendak menolong Brenda. Tapi Gobbul mengayunkan satu
sulurnya ke leher Nathan dan menjeratnya.
Nathan terhenti, berusaha untuk bernapas.
Kau mau apa? jerit Lindy.
Membujukmu supaya mau ikut dengan sukarela, Gobbul menyahut tenang.
Lalu ia berpaling pada Morggul. Makanlah si kecil itu, katanya.
Morggul menjulurkan lidah dengan lapar. Liur kental menetes ke lantai. Ya,
bagus! katanya.
Sisakan satu kakinya untukku, kata Gobbul. Kau tahu aku suka kaki.
Brenda menjerit-jerit.
Morggul mengangkatnya dengan mudah dan menurunkannya ke dekat
wajahnya, mulutnya membuka lebar . semakin lebar.
Stop! teriak Nathan Stop!
Jangan makan dia, kata Lindy. Kami akan ikut dengan kalian. Kami janji
tidak akan lari. Tapi jangan makan dia.
Senyum kejam terpampang di kedua mulut Gobbul. Sudah terlambat,
bisiknya.
20
Bagian dalam pesawat makhluk itu berwarna keperakan dan sangat terang,
hingga Nathan dan Lindy mesti menudungi mata mereka ketika baru
memasukinya.
Sambil memicingkan mata, Nathan melihat belasan kotak kecil di pesawat itu.
Seperti kotak tempat tinggal lebah, pikirnya.
Sebelum ia bisa melihat lebih jelas, Gobbul dan Morggul sudah mendorong
mereka ke sebuah kotak kecil. Jeruji keperakan yang berkilauan membentuk
tembok-tembok, lantai, dan langit-langit. Lalu terdengar suara pintu dikunci.
Ini kandang, kata Lindy dengan kaget. Mereka mengurung kita di dalam
kandang.
Kedua makhluk itu menghilang ke sebuah lorong keperakan. Nathan dan Lindy
bersandar di tembok kandang, menunggu sampai mata mereka bisa
menyesuaikan diri, dan sampai jantung mereka tidak berdegup kencang lagi.
Pesawat ini akan segera mengangkasa, bisik Lindy. Kita tidak akan melihat
rumah dan orangtua kita lagi. Juga teman-teman kita. Atau siapa pun. Ia
terisak.
Nathan menggeleng dengan sedih Setidaknya kita berhasil menyelamatkan
Brenda.
Makhluk gendut menjijikkan itu sudah menelan kepala Brenda, kata Lindy
dengan ekspresi muak. Tubuhnya gemetar. Sedikit lagi saja dan..."
Dan dia akan menggigit kepala Brenda, sambung Nathan Kalau kita tidak
memohon-mohon dan berjanji akan menjadi budak yang baik... Suaranya
makin pelan.
Lindy mengerang. Aku merasa muak. Sungguh. Waktu dia melepaskan Brenda
dari mulutnya dan aku melihat kepala Brenda tertutup lendir kuning itu.
Rambutnya lengket dan menempel di kepalanya
Kita mesti kasih alasan apa. desah Nathan. Yang tadi itu sama sekali tidak
meyakinkan
Ayolah, kata Lindy Berpikirlah. Kita kan jenius. Mestinya kita bisa pakai
otak kita untuk kabur.
Ia menatap Nathan dengan tajam.
Nathan balas menatapnya. Ya. Otak kita, katanya. Itu sebabnya mereka ingin
membawa kita, bukan? Karena otak kita?"
Lindy mengangguk.
Mereka berdiam diri. Lama, sambil memandangi kotak keperakan di depan
mereka. Lalu keduanya saling pandang.
Pikir , gumam Lindy. Pikirkan sesuatu.
Wow, kata Nathan sambil geleng-geleng kepala Aku... aku tidak bisa
berpikir. Tidak punya rencana satu pun.
Aku juga, kata Lindy Aku sama sekali tidak bisa berpikir jernih. Otakku
seperti keberatan beban.
Nathan menelan ludah. Matanya terbelalak lebar saat ia berpaling pada Lindy.
Sari Otak itu. .. kurasa efeknya mulai pudar, serunya.
Nathan mencengkeram jeruji kandang yang mulai bergoyang-goyang.
Terdengar suara derum di bawahnya, lalu seluruh pesawat itu bergetar.
Kita berangkat! serunya Sekarang bagaimana?
20
"MUNGKIN kita bisa mengakali mereka kalau sudah sampai, kata Lindy
dengan suara gemetar. Mungkin kita bisa meyakinkan mereka untuk
memulangkan kita.
Bagaimana caranya? tanya Nathan lemah. Ia menempelkan dahunya di jeruji
yang keperakan Aku tidak merasa pintar lagi, Lindy Aku sama sekali tidak
bisa berpikir jernih.
Aku juga sama, kata Lindy. Tapi ini mungkin karena kita ketakutan.
Mungkin kalau kita tenang..." Suaranya makin pelan.
Mereka mengharapkan kita ini super cerdas, kata Nathan sedih. Bagaimana
kalau mereka tahu kita tidak pintar?
Lindy tidak sempat menjawab Morggul sudah muncul di depan mereka. Kulitnya yang hijau bersinar basah
dalam cahaya terang itu. Gobbul dan aku bisa mendengar kebohongan kalian,
geramnya Ramuan kami adalah yang terbaik di alam raya. Efeknya tak
mungkin pudar.
Tapi kenyataannya begitu, kata Nathan. Otak kami...
Diam, budak! .perintah Morggul. Kalian tak bisa membodohi kami. Ia
menyodorkan setumpuk kertas pada mereka.
Nathan mengambilnya. Apa ini? tanyanya.
TTS,. sahut Morggul. Perjalanan kita lama. Kalian perlu menyibukkan otak.
Nathan memandangi tumpukan kertas itu. TTS? Dari mana kalian tahu kami
suka TTS?
Kami sudah mengamati kalian dengan saksama, sahut Morggul. Ia
menyodorkan beberapa batang pensil dengan sulurnya pada Nathan. Aktifkan
otak kalian, perintahnya Sang raja ingin semua budaknya cerdas.
Tapi... tapi..., kata Nathan.
Kau membuat kesalahan besar, seru Lindy. Kembalikan kami ke bumi. Kami
tak bisa menjadi budak. Kau tidak boleh berbuat begini.
Morggul tidak menjawab. Ia berbalik dan kembali ke dek kontrol.
Dia... dia tidak percaya pada kita, keluh Nathan Dia menolak percaya bahwa
Sari Otak itu sudah tidak berfungsi.
Kita mesti bagaimana? ratap Lindy.
Nathan memandangi pertanyaan TTS yang pertama dan membacakannya pada
Lindy. Lawan kata pergi, katanya. Enam huruf.
Lindy menggosok-gosok dagunya. Hmmm.. . Ia berpikir... lama. Apa tadi
pertanyaannya? Aku lupa.
Nathan membacakannya lagi. Lawan kata pergi. Susah ya... ?
Lompati saja. Yang berikutnya, usul Lindy.
Binatang yang mengeong, kata Nathan Enam huruf.
Mereka berpikir sambil berdiam diri.
Coba tulis anjing, kata Lindy akhirnya. Pasti pas.
Nathan menuliskannya. Tulisnya di kotak yang putih atau yang hitam?
tanyanya.
Kurasa yang putih, sahut Lindy.
Tapi... pensilnya tidak bisa dipakai menulis! seru Nathan.
Lindy menyipitkan mata padanya Kau terbalik memegangnya, katanya. Kau
menulis dengan bagian setipnya.
Masa? Nathan memandangi pensil itu lama sekali. Setip itu apa sih?
tanyanya.
Mereka saling pandang dengan terbelalak. Nathan menjatuhkan pensil dan TTS
itu ke lantai.
Kita... jadi bodoh lagi, katanya.
Lindy merinding, lalu mengerang pelan. Ya. Sari Otak itu sudah tidak
berfungsi. Dan sekarang kita malah jadi lebih bodoh.
Nathan menggeleng-gelengkan kepala dengan ekspresi ketakutan.
Bagaimana kita bisa kabur? Kita terlalu bodoh untuk membuat rencana apa
pun.
Lindy menelan ludah. Bagaimana kita bisa bertahan hidup?
22
MEREKA duduk di lantai sambil memandang kosong ke tembok. Mendadak
Gobbul dan Morggul muncul Kita sudah mendarat, kata Gobbul.
Nathan dan Lindy menggeleng-gelengkan kepala, seperti mencoba terbangun.
Kami kok tidak merasa, gumam Lindy Aku tidak mendengar apa-apa.
Berapa lama perjalanan kita? tanya Nathan. Aku tidak tahu jam lagi.
Lindy melihat arlojinya. Kurasa benda ini berguna untuk mengetahui waktu,
katanya pada Nathan. Tapi aku tidak ingat caranya.
Nathan menarik tangan Lindy dan mendekatkan arloji itu ke wajahnya. Mana
jarum besar dan mana jarum kecilnya? tanyanya
Kita tidak punya waktu untuk semua kekonyolan ini, kata Gobbul tak sabar.
Kami tahu kalian sangat pintar. Ia menempelkan satu sulurnya di bagian
depan kandang.
Terdengar suara klik keras. Dan suara dengung. Lalu kandang itu terbuka.
Kedua makhluk itu bernapas keras, katup di ujung sulur mereka berdenyutdenyut, membuka dan menutup dengan cepat.
Aku tegang sekali, kata Morggul.
Sebab kami akan mempersembahkan kalian pada raja kami, kata Gobbul.
Kami juga tegang, sahut Nathan. Ia menyipitkan mata. Raja itu apa sih?
Lindy menggaruk-garuk kepalanya. Rasanya dulu aku tahu kata itu: Coba beri
petunjuk.
Jangan berlama-lama lagi, geram Gobbul. Keluar dan ikuti kami. Pesawat ini
sudah mendarat di bawah istana sang raja,
"Di bawah?" tanya Nathan. Di bawah itu di sebelah mana ya?"
"Diam! bentak Gobbul Ingat, kalian ini budak. Kalian hanya bicara kalau
diajak bicara.
Tapi... kami mesti mengerjakan apa? tanya Nathan dengan suara nyaring
karena panik.
Sebagai budak pribadi Raja, kalian akan mengerjakan matematika untuk
beliau, sahut Gobbul. Juga semua hitungan yang sulit-sulit. Kalian akan..."
Matematika? Maksudnya angka-angka? tanya Lindy.
Tentu saja, seru Gobbul tak sabar.
Tapi kita terlalu bodoh untuk mengerjakan angka-angka! bisik Nathan pada
Lindy.
Sssh. Lindy menaikkan satu jarinya ke bibir. Mungkin kita bisa pura-pura.
Morggul menoleh pada Gobbul. Kenapa mereka jadi begini?
Mereka cuma ketakutan, sahut Gobbul. Jangan dihiraukan. Kita tahu mereka
pintar sekali. Raja akan melihat nanti.
Ini penerjemah kalian, kata Morggul. Ia mengalungkan sebuah rantai perak di
leher Nathan dan Lindy. Supaya kalian mengerti bahasa kami.
Cepat, perintah Gobbul. Ikut kami. Kalian mesti dibersihkan dulu.
Ha? Dibersihkan? Nathan tercekat.
Mereka dibawa menyusuri sebuah lorong panjang keperakan. Segalanya seakan
dibuat dari krom dan cermin. Semuanya bersinar terang.
Langkah mereka bergema keras saat mereka berjalan. Nathan dan Lindy mesti
bergerak cepat untuk mengimbangi kedua makhluk itu.
Mereka berhenti di depan sebuah pintu ganda mengilap. Kedua pintu itu
membuka, dan mereka masuk ke dalam sebuah kotak keperakan.
Lift ini akan membawa kita ke ruang pembersihan, kata Gobbul. Ingat,
kalian ini budak. Kalian tidak boleh bicara pada siapa pun.
Lalu kedua pintu menutup dan lift itu mulai naik dengan cepat.
Tidak akan ada yang percaya kalau nanti melihat dua makhluk ini, kata
Morggul dengan mengejek. Cuma punya dua lengan dan satu mulut.
Ya, mereka menjijikkan untuk dilihat, sahut Gobbul Tapi mereka bisa
menjadi budak yang bagus
Pintu lift membuka Nathan dan Lindy dibawa ke sebuah lorong yang lebih
terang lagi. Begitu terang, sampai-sampai Nathan mesti memejamkan mata.
Rasa takut dan panik meliputi dirinya. Hanya dengan susah payah ia bisa
menarik napas.
Kami berada di planet lain, pikirnya.
Kami diculik.
Untuk dijadikan budak.
Lorong itu melebar menjadi sebuah ruangan luas Tembok-temboknya berupa
kotak-kotak seperti kotak TTS. Ratusan jumlahnya.
Itu pintu atau jendela? pikirnya.
Sulur-sulur hijau meliuk keluar dari banyak kotak itu.
Seluruh tembok itu seperti hidup, bisik Nathan pada Lindy.
Lindy memandangi sulur-sulur di kotak-kotak itu dengan ternganga.
Kenapa mereka begitu? Apa mereka tinggal di balik kotak-kotak itu?
Sejumlah makhluk hijau - yang bentuknya seperti Morggul - lewat dan menatap
kaget pada Nathan dan Lindy.
Makhluk apa itu tanya salah satu makhluk dengan heran.
Mereka itu manusia, sahut Gobbul sambil mendorong Nathan dan Lindy ke
depan:
Uh, kata salah satu makhluk:
Wajah mereka seram, kata satu makhluk lain.
Cepat, desak Gobbul pada kedua anak yang ketakutan itu. Raja tidak boleh
dibiarkan menunggu.
Mereka melewati sebuah tembok kotak-kotak lagi. Sulur-sulur hijau meliuk
keluar dari dalamnya.
Di kejauhan Nathan mendengar musik yang aneh, seperti dengung lebah
bercampur bunyi gergaji listrik membelah kayu.
Ini dia ruang pembersihan, kata Gobbul dengan tajam. Belok kanan.
Nathan berhenti dan menoleh sana-sini dengan kebingungan. Kanan itu
sebelah mana? tanyanya.
Lindy mengangkat kedua tangannya dan memandanginya bergantian. Satu
tanganku kanan, satu lagi kiri, gumamnya. Tapi mana yang kanan dan mana
yang kiri?
Hentikan. Lewat sini! seru Gobbul. Ia mendorong mereka ke sebuah ruangan
besar dan terang. Meja-meja perak yang panjang disusun di tengah ruangan.
Sepanjang tembok, makhluk-makhluk hijau sibuk mengoperasikan sebuah
mesin listrik yang aneh.
Tembok itu panjang sekali dan semua makhluk hijau itu tampak sibuk.
Gobbul mendekati satu makhluk jangkung yang memiliki gading dan
mengatakan sesuatu dalam bahasa yang tidak dimengerti Nathan.
Setelah itu, Gobbul menoleh kembali pada Nathan dan Lindy. Sang Raja ingin
segera melihat kedua budaknya yang baru, katanya. Tapi kalian mesti
dibersihkan dulu, supaya layak dibawa menghadap.
Dua makhluk gendut seperti singa laut menarik slang-slang panjang dan
tembok.
Nathan dan Lindy tercekat melihatnya Slang- slang itu besar dan lebar, seperti
slang pemadam kebakaran. Di ujungnya ada semprotan besar berwarna perak,
sebesar kotak makanan.
23
"TIDAK! teriak Nathan. Kedua makhluk itu menyeret slang tersebut lebih
dekat.
Kami akan tercekik, seru Nathan.
Ia menyambar pergelangan tangan Lindy dan berbalik.
Tanpa sadar mereka lari melewati meja-meja keperakan itu, ke tengah ruangan,
di antara makhluk-makhluk planet yang ternganga.
Whump whump whummp! Seruan-seruan marah terdengar di ruangan luas itu.
Makhluk-makhluk itu berteriak dan menunjuk-nunjuk dari jalur jalan di langitlangit.
Nathan menoleh dan melihat Morggul serta Gobbul mengejar mereka.
Nathan menarik Lindy keluar dari ruangan itu, masuk ke lorong yang bercahaya
sangat terang, hingga matanya berair.
Kita mau ke mana? seru Liridy dengan suara pelan terengah.
Entah ya, kata Nathan. Aku tidak bisa melihat.
24
Asam? Pikir Nathan.
Rasa ngeri merayapi dirinya. Lututnya lemas dan ia mulai jatuh.
Terdengar suara gemuruh slang yang mulai terisi.
Asam?
Nathan memejamkan mata.
Tapi mendadak sebuah suara menggelegar di ruangan luas itu: "MANA DIA
BUDAK-BUDAKKU YANG BARU?"
"Mereka sedang dibersihkan," sahut Gobbul, matanya terarah pada pengeras
suara keperakan di tembok.
"TIDAK USAH DIBERSIHKAN!" kata suara tadi dengan sangat keras.
"BAWA MEREKA PADAKU... SEKARANG JUGA!"
"Kita selamat." bisik Lindy.
"Untuk berapa lama?" balas Nathan.
***
Ruangan sang raja terang sekali oleh cahaya putih yang berpendar-pendar.
Nathan berteriak dan menutupi matanya dengan lengan, menunggu sampai rasa
perih itu mereda. Lalu pelan-pelan Ia membuka mata dan mencoba
menyesuaikan diri dengan cahaya membutakan itu.
Setelah matanya terfokus, ia melihat sekelompok makhluk hijau berkerumun di
ruangan itu. Bentuknya macam-macam. Ada yang jangkung dan memiliki
gading. Ada yang pendek gemuk dan berkeringat. Semuanya bergumam dalam
bahasa yang aneh dan menjulurkan sulur mereka ke arah kedua manusia itu.
Dengan senang hati, Yang Mulia, sahut Gobbul sambil membungkuk lagi. Ia
menoleh pada kedua anak itu. Pergi ke tembok di belakang kalian.
Nathan memandanginya Di belakang kami? Sebelah mana itu? tanyanya
Lindy menggelengkan kepala dengan bingung. Kami mesti ke mana?
tanyanya dengan sangat bingung.
Ke belakang kalian! Ke belakang kalian! seru Gobbul tak sabar.
Nathan maju ke depan, sementara Lindy menoleh. Mereka bertumbukan.
Ow! Lindy mengusap-usap dahinya. Hati-hati, dong.
ADA APA INI? tanya sang raja dengan marah. Pada Gobbul.
Ha ha, mereka cuma bercanda, kata Gobbul yang memaksakan diri tersenyum
lebar.
Katamu kau membuat makhluk-makhluk ini menjadi pintar, tantang sang raja.
Ya, Gobbul mengiyakan dengan cepat. Butir-butir keringat mengalir di
tubuhnya. Mereka pintar, kok. Pintar sekali.
Pintar sekali? seru Nathan. Ia menggaruk-garuk kepalanya.
Itu hinaan, ya? tanyanya pada Lindy.
Nathan, diamlah, bentak Lindy. Jangan sampai mereka tahu kita tidak pintar
lagi.
APA KATAMU? tanya sang raja.
Mendadak ruangan itu dipenuhi bisik-bisik dan gumaman tegang para makhluk
hijau.
Tapi aku tidak bisa apa-apa, protes Nathan pada Lindy. Aku jadi bodoh.
Sssh. Aku juga, kata Lindy. Tapi kita mesti pura-pura."
Aku lebih bodoh daripada kau, kata Nathan.
Tidak! bantah Lindy Aku dua kali lebih bodoh daripada kau.
Dua kali? Nathan memandanginya Itu lebih banyak atau lebih sedikit?
CUKUP! teriak sang raja. Ia mengamuk pada Gobbul dan Morggul. Kalian
pikir kahan bisa MEMBODOHI aku? Manusia-manusia ini goblok sekali.
Tidak Gobbul hendak memprotes.
Tapi tidak ada suara lain yang keluar.
Sang raja memberi isyarat pada kedua pengawal, yang langsung mengangkat
senjata mereka.
Nathan melihat dua kilasan cahaya terang. Gobbul dan Morggul tertegun
sejenak, lalu kepala mereka tertengadah dan sulur-sulur mereka terkulai lemas.
Nathan terkesiap ketika kedua makhluk itu menjadi lumer. Kulit mereka yang
hijau mencair dan tulang-tulang mereka, lalu tulang-tulang itu juga hancur
menjadi bubuk
Sebentar saja tak ada lagi yang tersisa.
Tak ada....
Sang raja menoleh pada kedua pengawal, sambil menunjuk Nathan dan Lindy.
Hancurkan mereka juga, perintahnya.
25
"TIDAAAAK Nathan menjerit ngeri. Ia mencengkeram bahu Lindy dan
mendorongnya ke lantai .
Lalu ia sendiri tiarap di samping Lindy.
Dua berkas cahaya putih melesat di atas kepala mereka.
Dengan terengah Nathan bangkit berdiri, matanya menyapu ruangan itu dengan
cepat, mencari jalan keluar.
Tidak ada...
Kalau kami lari ke tengah kerumunan makhluk itu, kami akan tertangkap
dengan cepat.
Kalau kami tetap disini...
Merunduk! teriaknya.
Dua cahaya terang melesat lagi di atas mereka. Panasnya yang membakar terasa
oleh Nathan.
Lewat sini. seru Lindy. Ia bergerak ke arah sang raja.
Sesaat Nathan ragu-ragu.
Kedua pengawal itu memutar senjata mereka.
Nathan berlari menyusul Lindy. Mereka terus menyerbu ke arah sang raja yang
terkejut.
Sang raja membuka mulutnya dan berteriak marah sekali. Keempat sulurnya
terangkat di atas kepalanya.
Nathan dan Lindy berlari merunduk ke belakang singgasana yang lebar. Sebersit
cahaya putih melesat lagi di atas mereka.
Di balik singgasana itu mereka memeriksa tembok belakang... dan melihat
ambang pintu yang terbuka di salah satu sudutnya.
Bisa kita coba, tidak? tanya Nathan.
Mesti dicoba, sahut Lindy dengan terengah.
Nathan meharik napas panjang dan menahannya. Lalu sambil merunduk ia
berlari zigzag dengan cepat di lantai yang mengilap.
Seruan-seruan marah mengiringi derap langkah kaki makhluk-makhluk yang
mengejar mereka. Seluruh ruangan itu seakan bergerak-gerak ketika sang raja
dan para pengikutinya mengejar mereka.
Nathan dan Lindy masuk ke ambang pintu itu bersama-sama.
Lalu Nathan berseru keras dan berhenti. Lindy terlambat berhenti dan menabrak
tembok.
Ini lemari, kata Nathan.
26
"TIDAAAK Jeritan nyaring mereka menggema dalam kegelapan.
Sekonyong-konyong tampak cahaya terang Nathan melihat sebuah lubang
membuka di bawah mereka.
Mereka meluncur melewati lubang itu dan mendarat keras dalam posisi duduk
di lantai yang berupa cermin.
Lalu turun jeruji-jeruji mengelilingi mereka, dan pintu ditutup.
Apakah ini sel penjara? Atau kandang lagi? Dengan jantung berdebar kencang
dan leher sakit karena menjerit-jerit, Nathan menatap ke cahaya putih itu. Pelanpelan matanya mulai terfokus.
Di mana kita?" tanya Lindy dengan berbisik Apa kita sudah mati?
Nathan mengguncangkan tubuhnya, seperti mencoba mengenyahkan perasaan
jatuh yang mengerikan itu. Susah payah ia berusaha menjernihkan kepalanya.
Terdengar suara gemuruh di bawah mereka. Lalu jeruji keperakan itu mulai
bergetar, juga lantainya.
Kita dimasukkan ke pesawat lagi, kata Nathan pada Lindy. Kita akan lepas
landas.
Lindy menelan ludah. Ia menatap Nathan dengan mata berkaca-kaca.
Mungkinkah mereka mengirim kita pulang? tanyanya. Mungkinkah kita
seberuntung itu?
***
Dua hari kemudian mereka sudah berada di rumah Paman Frank, mencoba
menjelaskan apa yang telah mereka alami. Mereka bicara berberengan tanpa
menarik napas.
Whoa. Pelan-pelan, kata Paman Frank sambil menggaruk-garuk pipinya yang
merah. Satu per satu, oke?
Untuk kesekian kalinya ia memeluk mereka. Aku senang sekali kalian selamat.
Bibimu dan aku langsung terbang pulang dari Swiss. Kami cemas sekali waktu
kalian menghilang.
Kami tak mengira bisa pulang lagi, kata Lindy. Mereka tidak menginginkan
kami,
Nathan menjelaskan: Kami tidak cukup pintar. Jadi, mereka memulangkan
kami.
Paman Frank menyipitkan mata pada mereka. Mula-mula kalian menjadi
sangat pintar, katanya. Lalu efek ramuan itu pudar?
Ya, sahut Nathan dan Lindy berbarengan. Kami jadi semakin bodoh, kata
Nathan. Tapi begitu dipulangkan, kami jadi normal lagi.
Paman Frank menepukkan kedua tangannya.
Wow! Cerita kalian hebat! serunya Kita mesti panggil reporter dan
wartawan. Kita mesti...
Tidak! kata Nathan dan Lindy Tidak bisa.
Apa kata kalian? tanya Paman Frank.
Kami ingin menjadi anak normal lagi, kata Nathan Kami tidak ingin
dianggap aneh, dipandangi oleh orang-orang, tidak dipercayai, diejek karena
kami berbeda.
Ya, benar, Lindy menimpali Kami ingin punya teman lagi dan bersekolah
lagi. Kami tidak ingin ada yang tahu bahwa kami diculik makhluk angkasa
luar.
Paman Frank menggosok-gosok dagunya sambil berpikir. Oke, oke, desahnya
Aku mengerti.
Ia memandang papan tulis di tembok. Papan itu penuh dengan angka dan
persamaan.
Berhubung kalian sudah selamat, mungkin aku bisa meneruskan
menyelesaikan persamaan itu, katanya sambil menggelengkan kepala.
Mereka mendengar ketel berbunyi di dapur.
Duduklah, anak-anak, kata Paman Frank Nanti aku akan membawakan
cokelat panas yang sudah kujanjikan
Ia bergegas keluar dari ruangan itu
Nathan berjalan ke papan tulis, mengambil kapur, dan mengamati soal
persamaan itu sejenak.
Lalu ia mulai menulis dengan cepat Nah, katanya setelah beberapa saat Aku
bisa menyelesaikannya.
Nathan tegur Lindy dengan tercekat. Hapus tulisanmu! Cepat!" Ia lari ke
samping Nathan dan menyodorkan penghapus padanya. Cepat. Tidak boleh
ada yang tahu. Ingat? Kita mesti dianggap normal lagi sekarang.
Aku tahu, aku tahu, erang Nathan. Ia mulai menghapus tulisannya tadi. Tapi
bagaimana, ya? bisiknya. Aku tidak tahan sih, tidak menggunakan otakku.
Waktu kita masih di planet itu, susah sekali pura-pura bertingkah bodoh
Tapi dengan begitu kita jadi bisa pulang, kan? kata Lindy. Rencana kita
bagus sekali. Tapi mulai sekarang kita mesti sangat hati-hati. Kalau kita ingin
hidup normal, tidak boleh ada yang tahu bahwa kita sangat cerdas.
Begitu Nathan selesai menghapus, Paman Frank muncul dengan membawa
nampan berisi minuman. Ini, katanya. Ia menyodorkan mug-mug cokelat
panas pada Nathan dan Lindy.
Paman sendiri minum apa? tanya Nathan sambil menunjuk gelas tinggi di
tangan pamannya.
Ini? Paman Frank mengangkat gelas itu sambil tersenyum lebar. Ini sari
anggur. Seperti yang kuberikan pada kalian. Aku sudah minum delapan kali
sehari. Tidak apa-apa, kan?
End