Putar kanan… putar kiri… hadap kanan… hadap kiri… badanku meliuk-
liuk. Aliran darah segar segera membanjiri pembuluh darahku. Aku terbuai
keasyikan. Di tengah keasyikan itu, samar-samar kudengar orang bercakap-cakap.
Kuajak kakiku melangkah mencari asal suara. Di ruang tamu kudapati dua orang
tengah terlibat perbincangan yang serius. Aku intip dibalik pintu belakang. Bapak
angkat dan temannya. Aku tak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan.
Bahasa sunda adalah penghalangnya, karena aku tidak mengerti bahasa itu.
“Saya heran kenapa kamu tak pernah capek bolak-balik dari rumah ke pasar
tiap hari?” Pertanyaan temannya buat bapak. Pertanyaan konyol kupikir.
Bagaimana tidak coba , kalau aku boleh bertanya padanya kenapa pula dia tak
pernah capek bolak-balik dari rumahnya ke sekolah? Ya… kan?
Kembali bapak diam. Kulihat teman bapak diam menyimak sabda bapak.
Aku ikut menunggu apa yang akan disampaikan bapak selanjutnya.
“Kalau matahari berhenti sejenak saja dari tugasnya, apa yang bakalan
terjadi?”
Begitulah pula beliau menjelaskan bahwa beliau tidak bosan pergi pulang ke
pasar setiap hari, karena beliau juga berpikir jika ia berhenti bekerja, maka anak
dan istrinya tidak akan makan.
Temannya itu menganggap nasihat ayah angkat pengarang adalah salah satu
dukungan agar ia tidak bekerja setengah-setengah dalam menjalani profesinya.
Pengarang pun tidak menyangka walaupun ayah angkatnya tidak sempat
menyelesiakan Sekolah Dasar dan hanya seorang pedagang, namun beliau mampu
memberikan motivasi pada temannya. Dia sangat bangga dengan ayahnya itu.