3 Cara Ampuh Agar Tidak Menjadi Pengangguran Intelektual
3 Cara Ampuh Agar Tidak Menjadi Pengangguran Intelektual
Anti Jobless # 2 : Kalau Anda ingin anak atau adik Anda kelak menjadi entrepreneur
yang sukses, mungkin kuliah di S1 justru bukan pilihan satu-satunya yang harus diambil
(sebab lulusan S1 kadang lebih suka melamar pekerjaan kantoran dibanding berjibaku
membangun usaha sendiri. Mungkin karena gengsi).
Kalau mau jadi entrepreneur, mungkin cukup sekolah di SMK pada jurusan yang sesuai
dengan bidang yang mau diambil + kursus yang praktikal.
Contoh : kalau mau jadi enterpreneur di bidang fashion / busana muslim, mungkin cukup
sekolah di SMK jurusan tata busana + kursus satu tahun di sekolah desain ESMOD.
Hasilnya bisa lebih fenomenal dibanding kuliah susah-susah kuliah 4 tahun di jurusan
Ekonomi atau Teknik Industri.
Contoh : Pengusahan fashion kondang Dian Pelangi yang hanya sekolah SMK + kursus
Esmod setahun. Penghasilan dia per bulan? Sekitar 100 juta-an.
Ilmu SMK + kursus bisa lebih praktikal dan down to earth dipake untuk merintis bisnis
dan membesarkannya. Dibanding kuliah yang hanya melulu teori.
Maka jika mau jadi enterpreneur kuliner, jauh lebih bagus sekolah di SMK jurusan tata
boga + D3 tata boga daripada kuliah mentereng di sekolah bisnis macam Prasetya Mulya
atau bahkan UI sekalipun.
(Yang sering terjadi : sudah susah-susah kuliah S1 Teknik Elektro atau Geologi, begitu
lulus malah pengin bisnis kuliner. Lhah ngapain kuliah di jurusan Teknik. Kenapa dulu
ndak sekolah di SMK Tata Boga saja. Ini namanya opportunity cost yang mahal).
Anti Jobless # 3 : Kalau Memang Sudah Kuliah, Bergiatlah di Beragam Aktivitas Ekstra
Kurikuler.
Kini banyak perusahaan multinasional yangs saat melihat CV pelamar, bukan IP yang
pertama dilihat, namun langsung melihat pengalaman organisasi mereka. Apakah pernah
ikut kegiatan mapala, pers mahasiswa, atau kegiatan organisasi lain yang relevan.
Sebab para recruiters itu paham : pengalaman organisasi amat bagus untuk menempa
leadership skill, teamwork dan communication skills beragam elemen yang amat
penting dalam dunia kerja.
Itulah kenapa mereka lebih tertarik dengan kandidat fresh graduates yang aktif di
berbagai kegiatan ekstra kurikuler dibanding yang hanya kuliah melulu.
Demikianlah sekilas tiga langkah yang layak dicermati saat Anda (atau juga anak,
adik dan sodara Anda semua) tidak ingin menjadi pengangguran terdidik.
Acapkali nasib hidup tidak hanya semata bergantung pada kompetensi; namun ada satu
elemen yang kadang lebih krusial, yakni : DECISION dalam sejumlah aspek kunci
kehidupan.
Keputusan yang salah dalam memilih jurusan kuliah, dalam memilih strata pendidikan
yang mau ditekuni, atau dalam memilih pekerjaan acapkali akan memberi dampak amat
panjang dalam sejarah kehidupan Anda.
Anda boleh pintar dan punya bekal pendidikan yang bagus. Namun jika Anda SALAH
dalam MENGAMBIL KEPUTUSAN (decision making) dalam aspek kunci kehidupan; nasib
Anda bisa stagnan dan tenggelam dalam bayang-bayang kekecewaan.
Selamat hari Senin, teman. Have a productive week.
- See more at: http://strategimanajemen.net/2014/11/17/apa-yang-harus-dilakukan-agarsetelah-lulus-kuliah-tidak-jadi-pengangguran/?
utm_source=feedburner&utm_medium=feed&utm_campaign=Feed
%3A+strategimanajemen+%28www.strategimanajemen.net%29#sthash.okKfCU0U.dpuf
Cara Mudah Membangun Mindset dan Motivasi Kerja yang Mak Nyus
Sebelum kita menelisik jawabannya, kita mau melihat betapa banyak perusahaan (dan
mungkin kita sendiri) yang memberikan solusi keliru dalam proses memperbaiki perilaku
dan motivasi kerja. Disini kita kita melihat kalau ada karyawan yang motivasi kerjanya
melorot, atau yang mindset-nya amburadul, kita segera berasumsi bahwa mereka adalah
karyawan atau SDM yang buruk; atau pegawai yang tidak mau berubah ke arah yang
lebih baik.
Asumsi itu sering saya dengar dari para pengelola SDM : wah pak, disini karyawannya
susah diajak melakukan perubahan. Wah pak, disini mindset karyawannya sulit untuk
diajak maju. Atau wah disiplin dan motivasi para pegawainya disini kurang bagus pak.
Para pakar perilaku (human behavior) menyebut asumsi itu sebagai fundamental
attribution error. Atau asumsi yang segera menyalahkan aspek SDM/aspek manusianya ketika menyaksikan berbagai keburukan.
Error itu suka muncul, misalnya ketika kita menyaksikan para pengendara sepeda motor
di jalanan kota Jakarta (atau kota besarnya) yang mengendarai kendaraan dengan
pecicilan. Pak polisi dengan mantap langsung menyebut : disiplin para pengendara
sepeda motor di Jakarta sangat memprihatinkan. Atau komenter yang lebih ekstrem :
mentalitas para pengendara sepeda motor sungguh tak bermartabat.
Komentar atau asumsi semacam itu disebut sebagai fundamental error sebab
melupakan satu elemen yang amat penting, yakni : konteks, atau situasi.
Motivasi para karyawan menjadi kacau lantaran konteks/situasi telah membuat ia seperti
itu. Para pengendara sepeda motor cenderung bertindak ugal-ugalan lantaran SITUASI
telah mendorong mereka mengendarai sepeda motornya seperti itu.
Dengan kata lain, bukan SDM atau manusianya yang brekele; namun situasi atau konteks
yang telah membuat mereka bertindak seperti itu.
Orang mengalami demotivasi lantaran mungkin situasi lingkungan kerjanya yang tidak
kondusif (jadi bukan orang itu yang buruk motivasinya). Orang mengendarai sepeda
motor dengan liar lantaran mungkin tidak adanya jalur khusus untuk sepeda motor atau
karena sistem transportasi publik yang buruk. Dan orang tumbuh dengan mindset yang
negatif karena mungkin ia bekerja dalam konteks yang membuat ia menjadi seperti itu.
Konteks. Situasi. Ini elemen yang amat penting ketika kita mau melakukan perubahan
perilaku ke arah yang lebih baik (lebih disiplin, lebih tekun, lebih gigih, dan lebih
cemerlang).
Dalam lingkungan organisasi atau perusahaan, konteks yang menjadi penentu bagus
tidaknya mindset para karyawan (atau juga motivasi kerja mereka) antara lain adalah
ini : pola komunikasi atasan bawahan; target kinerja yang jelas, terukur dan fair; atau
mekanisme reward yang berbasis prestasi; kompetisi yang fun, asyik dan yang sehat
antar bagian; atau juga lokasi/tata letak kantor yang mudah dijangkau dan nyaman. Dan
tentu saja ada banyak contoh konteks/situasi lainnya.
Untuk melakukan perubahan perilaku dan mindset yang sukses, Anda harus kreatif
dalam mengutak-utik beragam contoh KONTEKS tersebut diatas.
Artinya, untuk mengubah perilaku dan mindset orang, kita sebenarnya ndak perlu
banyak petuah, ceramah, sesi motivasi, beragam sosialisasi dan himbauan verbal
lainnya. Cukup ubah konteks dan situasi dimana mereka bekerjadan perubahan
perilaku akan dengan sendirinya segera terjadi.
- See more at: http://strategimanajemen.net/2011/02/21/cara-mudah-membangunmindset-dan-motivasi-kerja-yang-mak-nyus/#sthash.idllHbvu.dpuf