2/2011
I. PENDAHULUAN
Gayaberat merupakan salah satu metode
geofisika yang digunakan untuk menggambarkan
struktur geologi bawah permukaan berdasarkan
variasi medan gravitasi bumi akibat perbedaan
densitas secara lateral. Salah satu penerapan
metode gayaberat yaitu dalam tahap awal
eksplorasi hidrokarbon dimana metode ini
digunakan untuk memperkirakan keberadaan
cekungan.
Cekungan Melawi-Ketungau di Kalimantan
Barat (Gambar 1) merupakan cekungan dengan
status frontier area, dimana keberadaan
hidrokarbon pada kawasan ini (khususnya
Subcekungan Melawi) belum banyak diketahui
secara luas. Salah satu kontraktor migas yang
telah melakukan kegiatan pada kawasan ini yaitu
Canadian Oxy pada tahun 1995. Beberapa
pengeboran eksplorasi (Sumur West Kayan-1
57
Trias Ningrum, Wawan Gunawan A. Kadir, Susanti Alawiyah, Eko Januari Wahyudi
TMNo.4/2009
kemudian diikuti tumbukan Luconian Platform
yang mendesak lempeng kerak Samudera. Pada
energi maksimum, penunjaman ini menyebabkan
kerak samudera patah sehingga membentuk
graben-graben yang selanjutnya diisi oleh
sedimen sebagai awal mula terbentuknya
Cekungan Melawi-Ketungau.
58
Studi Identifikasi Struktur dan Prospek Hidrokarbon Daerah Frontier pada Cekungan
Melawi-Ketungau, Kalimantan Barat dengan Metode Gayaberat
terdapat pada Formasi Pendawan (TOC = 0.52%
- 2.22%) dengan Ro 0.7 0.81% dan kandungan
dominan pada formasi ini merupakan kerogen
penghasil gas (gas prone) dari jenis humik.
59
Trias Ningrum, Wawan Gunawan A. Kadir, Susanti Alawiyah, Eko Januari Wahyudi
TMNo.4/2009
Untuk pemodelan ke depan, model bawah
permukaan diasumsikan terdiri dari dua jenis
batuan yaitu batuan dasar dengan densitas 2,84
gr/cc dan batuan sedimen dengan densitas 2,5
gr/cc. Pemodelan ini dilakukan pada 3 lintasan,
masing-masing sepanjang 200 km hingga
kedalaman 9 km dan strike bodi 50 km.
Pada pemodelan kebelakang, data masukan
berupa anomali residual dengan parameter
sebagai berikut:
1. Ukuran sel yang digunakan adalah 5 km x 5
km x 0,5 km dengan kedalaman maksimal
yang dimodelkan yaitu 9 km. Pemodelan
dilakukan dalam mesh sebesar 115311 sel
(119 x 51 x 19).
2. Batasan (bounds) kontras densitas yang
digunakan adalah 0,169 gr/cc hingga 0,171
gr/cc untuk batuan dasar pada kedalaman
lebih dari 6500 m, dan untuk batuan sedimen
pada kedalaman 0 2500 m adalah -0,171
gr/cc hingga -0,169 gr/cc. Sementara pada
daerah yang berada di antaranya, penulis
menggunakan kisaran densitas -0,169 gr/cc
hingga 0,171 gr/cc.
60
Studi Identifikasi Struktur dan Prospek Hidrokarbon Daerah Frontier pada Cekungan
Melawi-Ketungau, Kalimantan Barat dengan Metode Gayaberat
61
Trias Ningrum, Wawan Gunawan A. Kadir, Susanti Alawiyah, Eko Januari Wahyudi
TMNo.4/2009
terdapat di sebelah utara, daerah tengah, serta
sebelah selatan daerah penelitian. Sesar naik
yang memanjang di bagian tengah daerah
penelitian merupakan Sesar Boyan yang
membatasi Subcekungan Melawi di sebelah
utara. Selain sesar-sesar naik tersebut terdapat
pula beberapa sesar geser pada daerah penelitian.
Penarikan sesar geser pada peta anomali second
vertical derivative ini dibantu dengan data
geologi pada daerah penelitian. Sesar geser yang
pertama merupakan Sesar Amar yang terdapat di
sebelah utara Subcekungan Ketungau. Sesar ini
memiliki arah pergerakan menganan yang
berarah barat timur laut-timur tenggara. Sesar
Melawi Timur terdapat pada bagian tenggara
daerah penelitian, sesar ini ditandai pula dengan
62
Studi Identifikasi Struktur dan Prospek Hidrokarbon Daerah Frontier pada Cekungan
Melawi-Ketungau, Kalimantan Barat dengan Metode Gayaberat
5.3 Pemodelan Ke Depan (Gambar 10)
Model bawah permukaan hasil pemodelan ke
depan dapat dilihat dalam Gambar 11, Gambar
12, dan Gambar 13. Dari ketiga model, dapat
disimpulkan bahwa ketebalan sedimen rata-rata
pada cekungan ini adalah sekitar 4,54 km. Secara
umum, hasil pemodelan ke depan menunjukkan
Gambar 11. Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan penampang Line 123
Gambar 12. Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan penampang Line 124
63
Trias Ningrum, Wawan Gunawan A. Kadir, Susanti Alawiyah, Eko Januari Wahyudi
TMNo.4/2009
Gambar 13. Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan penampang Line 125
Gambar 14. Penampang model inversi pada kedalaman 3.000 m, 4.000 m, dan .5000 m
5.4 Pemodelan Ke Belakang
Untuk melihat sebaran kontras densitas hasil
pemodelan ke belakang, dari model inversi 3
dimensi dilakukan slice pada 3 kedalaman. Dari
ketiga penampang kedalaman (Gambar 14),
dapat dilihat pada kedalaman 3.000 m pada
cekungan masih berupa batuan sedimen,
kemudian pada kedalaman 4.000 m mulai dapat
terlihat adanya basement high pada daerah
Tinggian Semitau dan Lubok Antu Melange.
Sementara pada kedalaman 5.000 m, batuan
dasar sudah mulai mendominasi cekungan.
64
Studi Identifikasi Struktur dan Prospek Hidrokarbon Daerah Frontier pada Cekungan
Melawi-Ketungau, Kalimantan Barat dengan Metode Gayaberat
Gambar 15. Model hasil pemodelan ke depan dan ke belakang Line 123
Gambar 16. Model hasil pemodelan ke depan dan ke belakang Line 124
Gambar 17. Model hasil pemodelan ke depan dan ke belakang Line 125
Perbedaan hasil antara kedua teknik pemodelan
disebabkan oleh perbedaan nilai kontras densitas
yang diberikan sebagai input (masukan) dalam
melakukan pemodelan. Dalam pemodelan ke
depan, masukan yang digunakan terdiri dari dua
lapisan yaitu batuan dasar dan batuan sedimen
65
Trias Ningrum, Wawan Gunawan A. Kadir, Susanti Alawiyah, Eko Januari Wahyudi
TMNo.4/2009
dasar dan -0,175 gr/cc hingga -0,165 gr/cc untuk
batuan sedimen. Sehingga hasil pemodelan
inversi menghasilkan model bawah permukaan
dengan banyak lapisan yang memiliki kontras
densitas batuan yang berbeda-beda.
5.5 Top Basement Hasil Pemodelan Ke Depan
dan Ke Belakang
Setelah melakukan pemodelan ke depan dan
pemodelan ke belakang, penulis memetakan top
basement sesuai dengan daerah yang dijadikan
lintasan untuk pemodelan. Hasil top basement
daerah penelitian ditunjukkan pada Gambar 18.
Dari gambar dapat disimpulkan bahwa top
basement hasil pemodelan ke belakang
menunjukkan hasil yang lebih detil dibandingkan
dengan top basement pemodelan ke depan. Hal
ini disebabkan oleh model 2,5D pemodelan ke
depan hanya memiliki variasi densitas terhadap
kedalaman dengan strike bodi tertentu.
66
Studi Identifikasi Struktur dan Prospek Hidrokarbon Daerah Frontier pada Cekungan
Melawi-Ketungau, Kalimantan Barat dengan Metode Gayaberat
Gambar 19. Interpretasi arah migrasi hidrokarbon pada Subcekungan Melawi berdasarkan
pola anomali SVD
3. Adanya sumur pemboran eksplorasi yang
mengidentifikasi keberadaan gas serta
indikasi potensi hidokarbon berupa rembesan.
4. Kecuraman kontur SVD antara nilai anomali
rendah dengan nilai anomali tinggi yang
diwakili oleh kontur anomali yang rapat.
VI. KESIMPULAN
Setelah melakukan pengolahan dan pemodelan
serta interpretasi terhadap data gayaberat di
Cekungan Melawi-Ketungau dengan didukung
oleh informasi geologi, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Dari hasil analisis dan interpretasi anomali
gayaberat dan didukung oleh informasi
sejarah pembentukan cekungan, Cekungan
Melawi-Ketungau
yang
terletak
di
Kalimantan Barat merupakan satu buah
cekungan besar yang terpisah menjadi tiga
buah subcekungan, antara lain Subcekungan
Ketungau, Subcekungan Melawi Barat, dan
Subcekungan Melawi Timur.
2. Hasil analisis second vertical derivative serta
didukung
oleh
informasi
geologi
menunjukkan sesar yang berkembang di
daerah penelitian didominasi oleh sesar naik
yang memanjang dengan arah relatif timurbarat, yang salah satunya merupakan Sesar
Boyan. Selain itu terdapat pula sesar-sesar
geser menganan dengan arah relatif barat
laut-tenggara, yaitu Sesar Amar dan Sesar
Melawi Timur.
3. Hasil kedua teknik pemodelan (pemodelan ke
depan dan pemodelan ke belakang)
menunjukkan ketebalan sedimen rata-rata
daerah penelitian sekitar 4,62 0,157 km.
4. Dari hasil analisis prospek hidrokarbon,
Subcekungan
Melawi
berpotensi
mengandung
hidrokarbon
dengan
rekomendasi 4 kawasan yang dapat
dikembangkan sebagai lapangan migas,
antara lain Prospek A, Prospek B, Prospek C,
dan Prospek D yang berada pada nilai
anomali second vertical derivative tinggi
yang diasosiasikan sebagai struktur antiklin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Blakely, R.J., 1995. Potential Theory in
Gravity and Magnetic Application, Cambrige
University Press.
2. Encom Model Vision Pro, 2009. Reference
Manual version 9.0, Pitney Bowes Business
Insight.
3. Hadipandoyo, S., Setyoko, J., Suliantara, G.
A., Riyanto, H., Saputro, H.H., Harahap,
M.D., Firdaus, N., 2007. Kuantifikasi
Sumberdaya Hidrokarbon Indonesia, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Energi dan
Sumberdaya Mineral LEMIGAS, Jakarta.
4. Hall, R., 2005. Cenozoic Tectonics of
Indonesia, Problems and Models, Indonesian
Petroleum Association and Royal Halloway,
University of London.
5. Hamilton, W., 1979. Tectonics of the
Indonesian Region, United States Geological
Survey Professional Paper 1078, p. 345.
6. Hammer, S., 1939. Terrain corrections for
gravimeter stations, Geophysics, 4, p. 184194.
7. Heryanto, N., Williams, P.R., Harahap, B. H.,
Pieters, P.F., 1993. Peta Geologi Lembar
Sintang,
Kalimantan
skala
1:
250.000, PPPG Bandung.
8. Hutchison, C.S., 1989. Geological Evolution
of South-East Asia, Clarendon Press Oxford,
p. 368.
67
Trias Ningrum, Wawan Gunawan A. Kadir, Susanti Alawiyah, Eko Januari Wahyudi
TMNo.4/2009
9. Hutchison, C.S., 1996. The Rajang
Accretionary Prism and Lupar Line
problem of Borneo, In Tectonic Evolution of
SE Asia. pp. 247-261. Edited by R. Hall and
D. J. Blundell. Geological Society of London
Special Publication 106.
10. Kadir, W.G.A., 2000. Eksplorasi Gayaberat
dan Magnetik, Jurusan Teknik Geofisika,
Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi
Mineral, ITB, Bandung.
11. Moss, S.J., and Wilson, M.E.J., 1998.
Biogeographic Implications of the Tertiary
Palaeogeographic Evolution of Sulawesi and
Borneo, in Biogeography and Geological
Evolution of SE Asia, pp. 133-163. Edited by
Robert Hall and Jeremy D. Holloway.
Backbuys
Publishers,
Leiden,
The
Netherlands.
12. Reynolds, J.M., 1997. An Introduction to
Applied and Environmental Geophysics, John
Wiley & Sons.
13. Robinson, E., and Caruh, C., 1988. Basic
exploration geophysics, Wiley and Sons.
14. Rose, R., and Hartono, P., 1978. Geological
Evolution of The Tertiary Kutei-Melawi
Basin Kalimantan Indonesia, Proceedings
68