Anda di halaman 1dari 15

BAB II

Materi Pembahasan
FUNGSI PERASAAN DALAM ISLAM

Sesungguhnya amalan-amalan hati memiliki nilai dan kedudukan


yang sangat tinggi, memperhatikan dan berilmu dengannya adalah
termasuk al-maqashid (tujuan) bukan sekedar wasa`il (sarana dan
perantara). Karenanya termasuk perkara yang terpenting adalah
menjelaskan urgensi dan kedudukannya dalam nash-nash Al-Qur`an dan
As-Sunah, serta menjelaskan berbagai maslahat yang lahir dari baiknya
hati serta semua mafsadat yang lahir dari jeleknya hati. Karenanya Allah
mengingatkan, Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan
jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS.
Asy-Syams: 9-10)
Pembahasan mengenai amalan-amalan hati termasuk pembahasan
yang sangat panjang di dalam kitab-kitab para ulama, dan membahas
semua itu tentunya akan memakan waktu yang sangat lama. Karenanya
pada kesempatan yang ringkas ini kita hanya akan membicarakan
beberapa poin yang berkenaan dengannya:
a) Definisi dan tempat hati.
b) Kedudukan hati.
c) Perbandingan antara hati dengan pendengaran dan penglihatan.
d) Hal-hal yang memperbaiki hati.
e) Hal-hal yang merusak hati.
f) Yang dimaksud dengan amalan hati.
g) Hukum amalan hati dari sisi pahala dan dosa.
h) Keutamaan amalan hati dibandingkan amalan jawarih (anggota tubuh).
i) Pembagian manusia dalam mengamalkan amalan hati.

A. Definisi dan letak hati.


Kata hati (arab: qalbun) mempunyai dua penggunaan dalam
bahasa:
a. Menunjukkan bagian yang paling murni dan paling mulia dari sesuatu.
b. Bermakna merubah dan membalik sesuatu dari satu posisi ke posisi
lain.
Kedua makna ini sesuai dengan makna hati secara istilah, karena
hati merupakan bagian yang paling murni dan paling mulia dari seluruh
makhluk hidup yang mempunyainya, dan dia juga sangat rawan untuk
berbolak-balik
dan
berubah
haluan.
Nabi

bersabda:

Wahai Yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas
agamamu. (HR.
At-Tirmidzi
dari
Anas
bin
Malik
)
Adapun letaknya, maka Al-Qur`an dan As-Sunnah menunjukkan bahwa
dia terletak di dalam dada. Allah berfirman, Karena sesungguhnya
bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam
dada. (QS. Al-Hajj: 46) Dan Nabi juga bersabda tentang
ketaqwaan, Ketakwaan itu di sini, ketakwaan itu di sini, seraya beliau
menunjuk ke dada beliau (HR. Muslim dari Abu Hurairah). Dan tempat
ketakwaan tentunya adalah dalam hati.
Bertolak dari hal ini para ulama juga membahas mengenai letak
akal. Seluruh kaum muslimin bersepakat -kecuali mereka yang
terpengaruh dengan filosof dan ilmu kalam- bahwa akal itu terletak di
dalam hati, bukan di otak. Allah berfirman, Maka apakah mereka

tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan
itu mereka dapat berakal dengannya. (QS. Al-Hajj: 46)
Kalau begitu letak akal adalah di dalam hati, di dalam dada,
walaupun tidak menutup kemungkinan dia (akal) mempunyai hubungan
dengan otak, sebagaimana tangan yang terluka akan berpengaruh pada
seluruh anggota tubuh lainnya. Karenanya kalau ada seseorang yang
kepalanya dipukul atau terkena benturan yang keras maka terkadang
menyebabkan akal dan ingatannya hilang.
B. Kedudukan hati.
Nabi

bersabda
dalam
hadits
Ibnu
Masud:


Ketahuilah, sesungguhnya di dalam hati ada segumpal daging yang
kalau dia baik maka akan baik pula seluruh anggota tubuh, dan kalau
dia rusak maka akan rusak pula seluruh anggota tubuh, ketahuilah di
adalah hati. (Muttafaqun alaih) Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata, Dalam
hadits ini ada isyarat yang menunjukkan bahwa baiknya gerakan anggota
tubuh seorang hamba, dia meninggalkan semua yang diharamkan dan
menjauhi semua syubhat, sesuai dengan baiknya gerakan hatinya. (Jami
Al-Ulum Wa Al-Hikam: 1/210)
C. Perbandingan antara hati dengan pendengaran dan penglihatan.
Ketiga anggota tubuh ini merupakan anggota tubuh terpenting
pada tubuh manusia karena pada ketiganyalah semua ilmu dan
pengetahuan berputar. Allah berfirman, Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al-Isra`: 36) Allah

mengkhususkan penyebutkan ketiganya di antara semua anggota tubuh


lainnya karena merekalah anggota tubuh yang paling mulia dan paling
sempurna. Syaikhul Islam Ibnu Taimiah menyebutkan perbandingan
ketiga anggota tubuh ini dalam Al-Majmu Al-Fatawa (9/310) yang
kesimpulannya
sebagai
berikut:
Penglihatan adalah yang terendah di antara ketiganya karena dia hanya
bisa mengetahui sesuatu yang terlihat pada saat itu, berbeda halnya
dengan pendengaran dan hati karena kedua bisa mengetahui sesuatu yang
tidak terlihat, baik yang terjadi di zaman dahulu maupun di zaman yang
akan datang. Kemudian pendengaran dan hati berbeda dari sisi: Hati itu
sendiri bisa memahami sesuatu sementara pendengaran hanya berfungsi
sebagai pengantar ucapan -yang berisi ilmu- kepada hati.
D. Hal-hal yang memperbaiki hati.
Jumlahnya sangatlah banyak, di antaranya:
a. Al-mujahadah (kesungguhan) dalam memperbaikinya.
Allah berfirman, Dan orang-orang yang bermujahadah untuk
(mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada
mereka jalan-jalan Kami. (QS. Al-Ankabut: 69) Abu Hafsh AnNaisaburi berkata, Saya menjaga hatiku selama dua puluh tahun
kemudian dia yang menjagaku selama dua puluh tahun. (Nuzhah AlFudhala`: 1205)
b.

Banyak mengingat kematian dan hari akhirat.

Rasulullah bersabda dalam hadits Abu Hurairah :


Perbanyaklah mengingat penghancur
kelezatan, yakni kematian(HR. Imam Empat kecuali Abu Daud)
Dan beliau juga bersabda tentang ziarah kubur, Karena sesungguhnya
dia mengingatkan kalian kepada negeri akhirat -dalam sebagian

riwayat: Kematian-. (HR. An-Nasa`i dan Ibnu Majah juga dari Abu
Hurairah ) Dan dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah sangat banyak ayat dan
hadits yang mengingatkan akan kengerian hari kiamat dan dahsyatnya api
neraka. Said bin Jubair -rahimahullah- berkata, Seandainya mengingat
kematian hilang dari hatiku niscaya saya khawatir kalau hal itu akan
merusak hatiku.
c. Bergaul dengan orang-orang yang saleh.
Dalam hal ini Nabi bersabda sebagaimana dalam hadits Abu
Musa
Al-Asyari
:




Perumpamaan teman duduk yang baik dengan teman
duduk yang jelek adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi.
Adapun penjual minyak wangi, maka mungkin dia akan memberikannya
kepadamu atau mungkin juga kamu akan membeli darinya atau paling
tidak kamu mencium bau wangi di sekitarmu. Adapun pandai besi, maka
kalau dia tidak membakar pakaianmu maka paling tidak kamu mencium
bau busuk di sekitarmu. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Bahkan Allah Taala telah berfirman, Dan janganlah kamu cenderung
kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api
neraka, (QS. Hud: 113) d. Hatinya selalu terkait dengan Penciptanya
dan Sembahannya. Ini adalah jenjang ihsan yang Rasulullah telah
jelaskan definisinya dalam hadits Jibril yang masyhur, Engkau
menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan kalau
kamu tida sanggup melihat-Nya maka yakinlah kalau Dia
melihatmu. (Muttafaqun alaih)
Ibnu Al-Qayyim berkata dalam Al-Wabil Ash-Shayyib,
Sesungguhnya di dalam hati ada wahsyah (sifat liar) yang tidak bisa
dihilangkan kecuali dengan ketenangan dalam mengingat Allah, di

dalamnya ada kesedihan yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan


kegembiraan mengenal-Nya, dan padanya ada kefakiran yang tidak bisa
dihilangkan kecuali dengan kejujuran tawakkal kepada-Nya, yang
seandainya seseorang diberikan dunia beserta segala isinya niscaya
kefakiran tersebut tidak akan hilang.
e. Amalan saleh dengan semua bentuknya.
Allah Taala berfirman, Barang siapa yang mengerjakan amal
yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa
yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri. (QS.
Fushshilat:
46)
Ibnu Abbas berkata, Sesungguhnya amalan baik memberikan cahaya
pada hati, kecemerlangan pada wajah, kekuatan pada badan, tambahan
pada rezeki, kecintaan di dalam hati-hati para hamba.
Dan sebesar-besar bahkan landasan setiap amalan yang saleh adalah ilmu
agama yang bermanfaat, dengannyalah seorang hamba mendapatkan
kebaikan dunia dan akhirat. Rasulullah bersabda dalam hadits
Barangsiapa
Muawiah bin Abi Sufyan:
yang Allah inginkan kebaikan pada dirinya maka Dia akan
memberikannya pemahaman dalam agama. (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
f.

Memanfaatkannya (hati) sesuai dengan tujuan penciptaannya.

Ini adalah hal yang bisa dipahami secara akal, yakni suatu benda
yang dibuat untuk mengerjakan sesuatu pasti akan rusak kalau digunakan
untuk selain dari tujuan pembuatannya. Dan tujuan diciptakannya hati
dan akal adalah untuk mentadabburi ayat-ayat Allah yang bersifat syari
dan kauni yang darinya akan lahir amalan-amalan sebagai tanda
keimanan dia kepada Allah. Pernah ditanyakan kepada Ummu Ad-Darda`
-radhiallahu anha- tentang ibadah suaminya yang paling sering dia

lakukan, maka beliau menjawab, Berpikir dan mengambil pelajaran


(darinya).
g.

Berdzikir kepada Allah Taala.

Allah Taala berfirman, Barang siapa yang berpaling dari


pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Quran), Kami adakan
baginya setan (yang menyesatkan) maka setan itulah yang menjadi
teman
yang
selalu
menyertainya. (QS.
Az-Zukhruf:
36)
Dan Allah berfirman, Dan barang siapa berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami
akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.
Berkatalah ia: Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku
dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang
melihat? Allah berfirman: Demikianlah, telah datang kepadamu ayatayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini
kamu
pun
dilupakan. (QS.
Thaha:
124-126)
Dan Allah berfirman, Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati
menjadi tenteram. (QS. Ar-Rad: 28)
E. Hal-hal yang merusak hati.
Telah jelas pada pembahasan sebelumnya perkara apa saja yang
merusak hati, yaitu dengan mengetahui kebalikan semua perkara yang
memperbaiki hati. Dan di sini kita tambahkan beberapa perkara:

a. Melampaui batas dalam semua perkara.


Allah Taala berfirman, Bermegah-megahan telah melalaikan
kamu.(QS. At-Takatsur: 1) Dan Allah berfirman, Makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-Araf: 31)


Al-Fudhail bin Iyadh berkata, Ada dua perkara yang menjadikan hati
menjadi keras: Terlalu banyak bicara dan terlalu banyak makan.
(Nuzhah Al-Fudhala`: 779)
b.

Memakan makanan yang haram.

Karena makanan merupakan salah satu unsur pembentuk hati, dan


telah shahih dari Nabi bahwa beliau bersabda, Daging mana saja
yang tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka lebih pantas
baginya.
c. Tenggelam dalam mengejar dunia.
Telah datang tahdziran dari Allah dan Rasul-Nya mengenai fitnah
dunia, di antaranya Allah Taala berfirman, Sesungguhnya kehidupan
dunia hanyalah permainan dan senda gurau. (QS. Muhammad: 36)
Dan Rasulullah telah bersabda dalam hadits Abu Said Al-Khudri :

Maka takutlah kalian kepada fitnah dunia dan takutlah kalian kepada
fitnah wanita, karena sesungguhnya fitnah yang pertama kali menimpa
Bani Israil adalah dalam masalah wanita. (HR. Muslim)
F. Yang dimaksud dengan amalan hati.
Yang dimaksud dengannya adalah semua amalan yang letaknya di
dalam hati atau yang mempunyai hubungan dengannya. yang terbesar
darinya adalah keimanan kepada Allah, cinta, takut dan berharap kepadaNya, taubat dan kembali kepada-Nya, tawakkal, sabar, yakin, khusyu,
ikhlas dan semacamnya. Darinya kita sudah bisa membedakan antara
amalan hati, amalan lisan -seperti berzikir dan berdoa-, dan amalan
anggota tubuh seperti ruku, sujud dan semacamnya-.

G. Hukum amalan hati dari sisi pahala dan dosa.


Dalam hal ini dia sama dengan amalan anggota tubuh lainnya
walaupun dari sisi kedudukan, dia lebih utama darinya. Maka kalau
seseorang dihukum ketika dia melakukan ghibah dengan lisannya, maka
demikian pula dia akan dihukum ketika hatinya bertawakkal kepada
selain Allah. Apalagi yang memang merupakan ibadah hati, maka
seseorang akan dihukum ketika hatinya meninggalkan ibadah tersebut
walaupun dia tidak menampakkannya dalam amal perbuatannya, seperti
cinta kepada Allah, keyakinan hanya Allah yang mengetahui perkara
ghaib dan semacamnya.
H. Keutamaan amalan hati dibandingkan amalan jawarih (anggota
tubuh).
Keutamaannya bisa ditinjau dari beberapa sisi:
a. Rusaknya ibadah hati terkadang menyebabkan rusaknya ibadah
yang berkenaan dengan anggota tubuh, contohnya keikhlasan dalam
ibadah.
Allah

berfirman
dalam
hadits
qudsi:

Saya adalah Dzar yang paling tidak butuh kepada kesyirikan,
karenanya barangsiapa yang mempersekutukan saya dalam ibadahnya
maka Saya akan meninggalkannya dan apa yang dia sekutukan. (HR.
Muslim dari Abu Hurairah )
b.Amalan hati -yang asalnya adalah tauhid- merupakan asas untuk
selamat
dari
neraka
dan
masuk
ke
dalam
surga.
Nabi bersabda dalam hadits Jabir riwayat Muslim:


Barangsiapa yang berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak
berbuat kesyirikan sedikit pun maka dia akan masuk surga, dan

barangsiapa yang berjumpa dengan Allah dalam keadaan berbuat


kesyirikan maka dia akan masuk neraka.
c. Ibadah hati lebih berat dilaksanakan daripada ibadah jawarih.
Muhammad bin Al-Munkadir berkata, Saya melatih jiwaku selama
empat puluh tahun sampai akhirnya dia bisa istiqamah. (Nuzhah AlFudhala`: 607) Dan Yunus bin Ubaid -rahimahullah- juga pernah berkata,
Sesungguhnya saya telah menawarkan kepada jiwaku agar dia
mencintai untuk manusia pada apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri
dan membenci untuk manusia pada apa yang yang dia benci untuk
dirinya sendiri, tapi ternyata itu sangat jauh darinya. Kemudian pada
kesempatan lain saya menawarkan kepadanya agar dia tidak menyebutnyebut mereka (orang lain) kecuali dengan kebaikan dan agar tidak
menyebut dan tidak membicarakan mereka dengan kejelekan, akan tetapi
saya menilai puasa di siang hari yang sangat panas lebih mudah baginya
(jiwa) daripada itu. (Nuzhah Al-Fudhala`: 539)
d. Amalan hari merupakan pendorong dan penggerak dari
amalan jawarih. Telah berlalu ucapan Ibnu Abbas yang menunjukkan
akan hal itu. Dan Utbah Al-Ghulam -rahimahullah- juga pernah berkata,
Barangsiapa yang mengenal Allah niscaya dia akan mencintai-Nya, dan
barangsiapa yang mencintai-Nya niscaya dia akan menaatinya.
e. Terkadang ibadah hati bisa menjadi pengganti dari ibadah
jawarih.
Misalnya
dalam
jihad,
Nabi

bersabda:
:
-

Sesungguhnya di Madinah ada beberapa orang yang tidaklah kalian


menempuh satu pun perjalanan dan tidaklah kalian melewati satu pun
lembah kecuali mereka bersama kalian -dalam sebagian riwayat:
Bersekutu dengan kalian dari sisi pahala-, mereka adalah orang-orang

yang ditahan oleh penyakit. (HR. Muslim dari Jabir dan Al-Bukhari
dari Anas yang semakna dengannya)
f. Amalan jawarih mempunyai batas yang telah ditentukan, baik
dari sisi pelaksanaan maupun pahala, berbeda halnya dengan amalan hati.
Hal ini disebutkan oleh Ibnu Al-Qayyim dalam Madarij As-Salikin.
Aisyah -radhiallahu anha- berkata dalam hadits riwayat Muslim:



Adalah Rasulullah selalu mengingat Allah dalam setiap keadaan
beliau.
Allah Taala berfirman, Sesungguhnya hanya orang-orang yang
bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS. AzZumar: 10)
g. Amalan hati ada yang terus-menerus berlanjut pada saat
amalan
jawarih
terhenti
atau
melemah.
Di dalam kubur seseorang menjawab pertanyaan kedua malaikat dengan
tauhidnya, penghuni surga senantiasa mencintai, mengagungkan dan
memuliakan Allah. Akan tetapi mereka (yang dalam kubur atau di surga)
tidak lagi mengerjakan shalat, puasa dan seterusnya dari ibadah anggota
tubuh.
h. Ibadah hati penentu besar kecilnya nilai dan pahala ibadah
anggota tubuh, bahkan -dalam sebagian keadaan- dia bisa menjadi
penentu diterima atau tertolaknya ibadah anggota tubuh.
Rasulullah bersabda, Sesungguhnya setiap amalan ibadah tergantung
dengan niatnya, dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang
dia niatkan, al-hadits. (Muttafaqun alaih dari Umar
)
Abdullah bin Al-Mubarak berkata, Betapa banyak amalan kecil yang
dibuat banyak (besar) oleh niatnya, dan betapa banyak amalan yang
banyak (besar) dibuat kecil oleh niatnya.

I. Pembagian manusia dalam mengamalkan amalan hati.


Imam Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziah menyebutkan tiga keadaan
manusia dalam hal ini:
a. Di antara mereka ada yang sibuk mengurusi ibadah-ibadah hati dan
memperbaiki hatinya, akan tetapi dia meninggalkan dan melalaikan
amalan-amalan yang zhahir.
b. Sekelompok lainnya jutsru melakukan sebaliknya.
c. Kelompok yang ketiga -dan ini yang tepat-, adalah mereka yang
memperhatikan dan menjaga kedua jenis amalan ini tanpa ada bentuk
tafrith (penyepelean) dan ifrath (extrim) padanya,
Dan mungkin bisa ditambahkan keadaan yang keempat -dan ini juga
beliau isyaratkan dalam kitab beliau yang lain-: Kelompok yang
menelantarkan keduanya.

Ada beberapa tingkatan hati manusia untuk beriman kepada Allah Swt:
(a) Qalbu ( )yaitu hati, berfungsi untuk memahami sesuatu,
sehingga terkadang hati memiliki kemantapan dan keraguan.
(b) Fuad ( )yaitu hati, berfungsi untuk menuntut pikiran dan perasaan
manusia untuk berbuat yang baik. Jika fuad (hati) manusia yang
brsemayam di jantung manusia itu kotor, maka perbuatan manusia
menjadi kotor (berbuat dosa dan maksiat) sehingga merugikan manusia
itu sendiri. Tetapi jika manusia senantiasa berbuat baik, maka hatinya pun
terjaga baik. itulah fungsi fuad yang sesungguhnya bagi manusia.
(c) Syaghaf ( ) yaitu hati, berfungsi untuk mencintai kesenangan
dan pemantapan hati atas sesuatu yang disenangi atau dikerjakan oleh
manusia. Tetapi, hati ini juga membuat manusia membenci sesuatu
(pekerjaan atau seseorang).
(d) Aql ( )yaitu hati, berfungsi untuk berpikir bagi manusia ialah
memikirkan sesuatu yang tertulis, yang realistis, yang menjadi anganangan seperti cita-cita dan harapan. Akal manusia berfungsi untuk
menangkap sesuatu atau segla yang dapat dipikirkan, baik sesuatu yang

nyata (kongkret) ataupun yang abstrak yaitu alam fisis (nyata) dan alam
metafisis (ghaib). Hasil berpikir manusia dinamakan pemikiran, konsep,
teori yang di dalamnya bias mengandung kebenaran dan juga bias
mengandung kesalahan. Pikiran yang mantap dan ragu berarti ada
kerjasama antara aqal dengan qalbu, fuad, dan syaghaf.
(e) Lubb (/ )yaitu hati, berfungsi untuk memikirkan segala ciptaan
Allah, berkontemplasi, merenung kebesaran dan keagungan Allah serta
berzikir (mujahadah) kepada-Nya.
(f) Hubb ( )yaitu hati, berfungsi untuk selalu mencintai dan senang
mencintai kepada Allah Swt, untuk selalu dekat dengan-Nya, juga selalu
mencintai kepada sesama manusia dan makhluk lainnya.
g) Sirr ( )yaitu hati, berfungsi untuk selalu dekat kepada Allah,
manusia selalu berzikir sirr (zikir khaufi) dengan perasaan,bukan diucap
dengan lidah. Di mana pun, kapan pun, manusia selalu berzikir kepada
Allah sehingga Allah pun membuka hijab/tabir sehingga keduanya
(manusia dan Allah) saling melihat dan mengenal, dan manusia
dibukakan pengetahuan karena ia mengenal rahasia-rahasia Allah karena
Allah membuka dan menampakkan rahasia-rahasia-Nya.
(h) Ruh ( )yaitu hati, berfungsi untuk berzikir dengan rasa yang palin
halus, sensitif, dan manusia terus berusaha supaya bertemu dengan Allah
Swt sehingga Allah pun memperlihatkan-Nya ( ) dan ia bertemu
dengan-Nya () .
C.

Dalil Al-Quran Surat Asy-Syams: 7-15:

{ 9} { 8} { 7}
} { 12} { 11} { 10}
{ 14} { 13
{15}
Artinya: Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan
dan ketaqwaan (8). Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan
jiwa itu (9). Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
(10). (Kaum) Tsamud telah mendustakan (rasulnya) karena melampaui
batas (11). Ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka
(12). Lalu Rasul Allah (Saleh) berkata kepada mereka:"(Biarkanlah)
unta betina Allah dan minumannya (13). Lalu mereka mendustakannya

dan menyembelih unta itu, maka Rabb mereka membinasakan mereka


disebabkan dosa mereka, lalu Allah menyama-ratakan mereka (dengan
tanah) (14). Dan Allah tidak takut terhadap akibat tindakan-Nya itu
(15). (QS. 91:7-15).

TAMBIGH (INGAT - INGATLAH):


Banyaklah berzikir dengan kalimat thayyibah ()
sebanyak-banyaknya (70-100 x lebih), manfaatnya untuk:
1. Menuntun hati menjadi tenang, berbuat yang baik (taqwa);
2. Mendapatkan rezeki dan keberkahan dari Allah Swt.
3. Menjauhkan dari fasik, musyrik, kegelisahan, dan keraguan hati.
4. Mendekatkan diri kepada Allah, tingkatkan iman & taqwa.
5. Mendatangkan 100 kebaikan dan menghilngkan 100 kejahatan.
6. Mengantarkan orang itu meninggal dunia khusnul khatimah.
7. Memudahkan kita masuk ke Surga di kaherat nanti.
8. Menjauhkan kita dari siksa api neraka.

D. PENUTUP
Ya Allah, jadikanlah kami sebagai hamba-Mu yang pandai
berzikir, ahludz-dzikir, ahlul ibad.
Amin ya Rabbal Alamin.
.

. .
.

..

Anda mungkin juga menyukai