Anda di halaman 1dari 25

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati.
Plasma nutfah tumbuhan mempunyai fungsi dan peranan yang penting bagi
kehidupan dan penghidupan manusia. Tanaman-tanaman lokal Indonesia sudah
dikonsumsi masyarakat Indonesia secara turun temurun. Tanaman-tanaman
tersebut dikonsumsi untuk pangan ataupun untuk kebutuhan obat.
Masyarakat Indonesia sudah lama memanfaatkan berbagai tanaman untuk
pengobatan. Tanaman biasanya digunakan menjadi ramuan-ramuan tertentu.
Secara tradisional tanaman tanaman tersebut diolah menjadi obat tradisional
atau jamu. Saat ini tanaman-tanaman obat tersebut berkembang sangat pesat.
Tanaman-tanaman obat dikembangkan dan dikemas menjadi obat-obatan modern
dalam dunia kedokteran. Selain itu, tanaman-tanaman tersebut dikembangkan
untuk terapi-terapi kesehatan. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa tanamantanaman tersebut memiliki kandungan-kandungan senyawa bioaktif untuk
mencegah dan mengobati penyakit-penyakit tertentu .
Tanaman yang bermanfaat sebagai tanaman obat ini sangat beragam.
Keragaman tersebut baik secara keragaan tanaman maupun sifat-sifat tumbuhnya.
Kebutuhan lingkungan tumbuh satu tanaman akan berbeda dari satu tanaman yang
lainnya. Sehingga aspek-aspek ekologi dari komponen biotik maupun abiotik serta
cara budidaya tanaman harus diperhatikan agar tanaman mampu tumbuh dengan
baik dan optimal.
Tujuan
Mengenal dan mendeskripsikan berbagai jenis tanaman obat, komponen
biotik dan abiotik pada ekosistem tanaman obat serta teknik budidaya yang
diterapkan untuk mendukung pertumbuhan tanaman.

TINJAUAN PUSTAKA

Secara umum dapat diketahui bahwa tidak kurang dari 82% dari total
spesies tumbuhan obat hidup di ekosistem hutan tropika dataran rendah pada
ketinggian di bawah 1000 meter dari permukaan laut. Tumbuhan dapat digunakan
sebagai obat-obatan karena tumbuhan tersebut menghasilkan suatu senyawa yang
memperlihatkan aktifitas biologis tertentu. Senyawa aktif biologis itu merupakan
senyawa metabolit sekunder yang meliputi alkaloid, flavonoid, terpenoid dan
steroid (Tjahjohutomo 2001).
Tanaman obat tradisional merupakan tanaman yang dapat dipergunakan
sebagai obat, baik yang sengaja ditanam maupun tanaman yang tumbuh secara
liar. Tanaman tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk diramu dan disajikan
sebagai obat guna penyembuhan penyakit. Secara umum di dalam tumbuhan obat
(rimpang, akar, batang, daun, bunga, dan buah) terdapat senyawa aktif seperti
alkaloid, fenolik, tripenoid, minyak atsiri, glikosida dan sebagainya yang bersifat
antiviral, anti bakteri serta imunomodulator. Komponen senyawa aktif tersebut
berguna untuk menjaga kesegaran tubuh serta memperlancar peredaran darah
(Chasanah 2013). Efek samping dari penggunaan obat tradisional relatif kecil jika
digunakan secara tepat. Ketepatan tersebut meliputi kebenaran bahan, ketepatan
dosis, ketepatan waktu penggunaan, dan ketepatan cara penggunaan, serta
ketepatan dalam menerjemahkan informasi tentang penggunaan obat tradisional.

BAHAN DAN METODE


Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu 9 September 2015 di Unit
Kebun Konservasi Budidaya Biofarmaka Cikabayan Bawah.
Bahan dan Alat
Alat dan bahan yang digunakan adalah lahan biofarmaka di Cikabayan
Bawah dan alat tulis.
Metode
Metode yang dilakukan dalam mengidentifikasi komponen ekosistem
tanaman obat adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi berbagai jenis tanaman, catat keragaan tanaman dan catat kondisi
lingkungan.
2. Ada 4 lokasi yang bisa dikunjungi, bagi mahasiswa menjadi 4 kelompok agar
kunjungan bisa bergantian ke-4 lokasi berikut :
a. Kelompok tanaman yang umum di manfaatkan masyarakat (display)
b. Kelompok tanaman tahunan
c. Kelompok tanaman di pembibitan
d. Kelompok tanaman di lahan produksi
3. Mahasiswa mencatat berbagai tanaman obat yang ada, mengidentifikasi
morfologi tanaman serta lingkungan tumbuh tanaman.
4. Mahasiswa melakukan pengamatan keragaan tanaman dan lingkungan tumbuh
tanaman.
5. Mahasiswa mempelajari pustaka tentang manfaat tanaman, kondisi lingkunagn
yang dibutuhkan, dan kandungan senyawa bioaktif.
6. Mahasiswa merangkum nhasil pengamatan, dan bandingkan antara komoditi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
KELOMPOK TANAMAN DI LOKASI DISPLAY
1. Kumis Kucing (Orthosipon stamineus Benth)
Kumis kucing yang ada di areal display kondisinya menguning dan mulai
mengering bahkan ada beberapa yang mati. Sehingga keragaan tanaman sedikit
susah diamati.
Kumis kucing merupakan tanaman terna yang tumbuh tegak. Akar
tanaman kumis kucing berakar pada buku-bukunya tetapi tidak tampak nyata.
Batang tanaman berbentuk persegi empat agak beralur. Tinggi tanaman sekitar
1 m, menurut Rukmana (2000) tinggi tanaman dapat mencapai tinggi 2 m.
Daun-daun kumis kucing berwarna hijau, merupakan daun tunggal,
bertangkai, berbentuk bulat telur, ada pula yang berbentuk belah ketupat
memanjang seperti lidah tombak. Panjang daun 4 12 cm dan lebar 5 8 cm.
Tepi-tepi daunnya bergerigi kasar tidak beraturan, ujung dan pangkalnya
meruncing. Tepi daun dan tulang daun berbulu, warna tulang daun hijau, tetapi
ada pula yang berwarna ungu (Kartasapoetra 1992). Daun-daun yang teramati
di lapang areal display berwarna kuning serta sebagian sudah layu dan mati.
Kelopak bunga berkelenjar, urat dan pangkal berbulu pendek dan jara ng
sedangkan di bagian yang paling atas gundul. Bunga bibir, mahkota berwarna
ungu pucat atau putih, dengan ukuran panjang 13 27 mm, di bagian atas
ditutupi oleh bulu pendek yang berwarna ungu atau putih, panjang tabung 10
18mm, panjang bibir 4.5 10 mm, helai bunga tumpul, bundar. Benang sari
ukurannya lebih panjang dari tabung bunga dan melebihi bibir bunga bagian
atas. Buah geluk berwarna coklat gelap, panjang 1.75 2 mm (Rukmana
2000). Kumis kucing yang diamati di lapang tidak berbunga dan tidak berbuah.
Lingkungan tumbuh tanaman kumis kucing pada areal display dapat
diamati dari komponen biotik dan abiotik. Komponen abiotik yang dapat
diamati pada areal kumis kucing yaitu kumis kucing terserang hama dan
penyakit yang menyebabkan daun-daun berlubang. Selain itu, areal tanam
ditumbuhi banyak gulma seperti pakis-pakisan dan mimosa. Tanaman tapak
dara yang berada di areal tanaman kumis kucing juga dianggapa sebagai gulma
karena mengganggu pertumbuhan kumis kucng dan tidak seharusnya ada pada
areal tersebut. Sedangkan komponen abiotik yang dapat diamati, yaitu tanah di
areal tersebut mengalami kekeringan karena hujan yang kurang dan tidak
kunjung tiba, suhu tinggi, dan kahat hara rendah. Gejala akibat komponen
abiotik yang tidak baik tersebut adalah tanaman yang menguning serta
sebagian sudah mulai mengering dan mati. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa tanaman kumis kucing tidak tahan terhadap kekeringan dan cuaca yang
ekstrim.
Sistem budidaya yang dapat diamati yaitu jarak tanam yang digunakan
teratur. Jarak tanam yang digunakan berukuran 40 cm x 50 cm. Diharapkan
dengan jarak tanam tersebut tajuk atau cabang-cabang tanaman tidak saling
menutupi.

Kumis kucing dikenal sebagai tanaman yang dimanfaatkan untuk obatobatan. Pemanfaatan daun kumis kucing sebagai obat dapat berupa daun kering
atau basah. Di indonesia daun kering kumis kucing digunakan sebagai obat
untuk melancarkan pengeluaran air kemih sedangkan di India digunakan
sebagai obat rematik. Dalam dunia farmasi khasiat kumis kucing sangat
beragam selain manfaat tersebut di atas. Kumis kucing bermanfaat untuk
memperlancar pengeluaran air kemih (diuretik), rematik, batuk, encok, demam,
sembelit, sakit pinggang (Dalimarta 2003). Selain itu, kumis kucing dapat
mengobati radang ginjal, batu ginjal, kencing manis, infeksi saluran kencing
(Cystitis), albuminuria, syphilis, hipertensi, amandel, keputihan, batu kantung
empedu, menstabilkan gula darah, radang prostat, dan asam urat (Arief 2005).
Tanaman kumis kucing ini bisa dimanfaatkan dengan cara-cara tradisional
(jamu) atau modern (pil atau kapsul).
Tanaman kumis kucing membutuhkan lingkungan yang ideal untuk
pertumbuhannya. Tanaman kumis kucing tumbuh pada ketinggian 500 1.200
mdpl. Tanaman kumis kucing menghendaki iklim dengan curah hujan lebih
dari 3000 mm/tahun, sinar matahari penuh tanpa ternaungi, kelembaban sedang
dan suhu udara 28 0C 34 0C. Tanaman kumis kucing membutuhkan kondisi
tanah yang gembur, subur, banyak mengandung bahan organik. Tanah andosol
dan latosol sangat baik untuk budidaya tanaman kumis kucing. Kemasaman
tanah (pH) yang dikehendaki antara 5 7. Tata air dan udara dalam sistem
budidaya harus baik (Rukmana 2000).
Kumis kucing banyak mengandung senyawa-senyawa bioaktif yang
berguna dalam pengobatan. Daun kumis kucing mengandung minyak atsri 0,02
0,06 % yang terdiri atas 60 macam sesquiterpens dan senyawa fenolik.
Sebesar 0,2% flavonoid lipofil dengan kandungan utama sinensetin, eupatorin,
skutellarein, tetrametil eter, salvigenin, rhamnazin; glikosida flavonol, turunan
asam kafeat (terutama asam rosmarinat dan asam 2,3-dikaffeoil tartarat ),
metilripariokromen A, saponin serta garam kalsium (3%) dan myoinositol
4,9,13). Hasil ekstraksi daun dan bunga kumis kucing ditemukan
metilripariokromen A atau 6-(7,8-dimetoksietanon).
Selain senyawa-senyawa tersebut, kumis kucing juga mengandung
senyawa-senyawa golongan flavonoid, seperti sinensetin ( 5,6,7,3',4'pentametoksi flavon), tetrametilskutellarein (5,6,7,4'-tetra metoksi flavon), 5hidroks i 6,7,3',4' tetrametoksi flavone, Salvigenin (5-hidroksi-6,7,4'-trimetoksi
flavon), Kirsimaritin (5,6-dihidroksi-7,4'-dimetoksi flavon), Pilloin (5,3dihidroksi-7,4-dimetoksi flavon), dan Rhamnazin (3,5,4'-trihidroksi-7,3'dimetoksi flavon).
2. Cincau hijau (Premna oblongifolia Merr.)
Batang tanaman cincau hijau tumbuh tegak. Tanaman berupa tanaman
perdu. Cabang tanaman muncul sejak dari pangkal batang, cabang berjumlah
banyak sehingga cukup rimbun dimana tajuk menyebar berbentuk V. Daun
tanaman berbentuk oval lonjong berwarna hijau pucat dan panjang dengan
tulang daun yang cukup besar. Daun cukup kaku dan tebal. Daun-daun tua
berwarna hijau kekuning-kuningan sampai kuning kecokalatan. Daun tanaman
ada yang bolong-bolong kemungkinan disebabkan oleh serangan hama.

Pembungaan berkelompok diujung ranting atau diketiak, dan dapat


juga pada batang atau cabang yang besar. Bunganya berkelamin ganda,
dengan makhkota berjumlah 4 5 helai. Kelopak bunga berjumlah 2 5
helai. Buah tidak berdaging dengan biji yang tidak memiliki endosperma
(Anonim 2008). Bunga dan buah tidak ditemukan saat pengamatan di areal
display.
Lingkungan tumbuh tanaman cincau hijau dapat diamati dari komponen
biotik maupun abiotik. Komponen biotik yang dapat diamati pada areal tanam
cincau hijau yaitu kondisi gulma yang jarang. Gulma yang jarang ada karena
tajuk cincau hijau lebar sehingga gulma-gulma yang tidak tahan terhadap
naungan tidak dapat tumbuh. Gulma pada areal tanam cincau hijau ini
didominasi oleh gulma Axonopus compressus. Selain itu, tanaman cincau hijau
yang ada terindikasi terserang oleh hama dengan gejala daun yang bolong
meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak. Sedangkan komponen abiotik yang
dapat diamati yaitu kondisi tanah yang mengalami kekeringan, suhu tinggi, dan
kahat hara yang rendah. Namun, kondisi tanaman cincau hijau masih terlihat
segar. Tanaman cincau hijau tampak dapat bertahan pada kondisi kekeringan.
Selain itu, sepertinya tanaman cincau hijau memiliki perakaran yang cukup
dalam sehingga mampu menyerap air tanah yang lebih dalam. Daun-daun
cincau hijau mengalami rontok atau gugur yang merupakan salah satu adaptasi
tanaman cincau hijau untuk mengurangi penguapan.
Di areal ini tanaman cincau hijau ditanam dengan jarak tanam yang teratur.
Jarak tanam yang digunakan berukuran 50 cm x 60 cm. Hal ini karena tajuk
tanaman lebar dan menyebar.
Cincau hijau dimanfaatkan sebagai salah satu bahan dalam pembuatan
obat. Cincau hijau bermanfaat sebagai obat pasca persalinan, bengkak, pereda
batuk, penurun panas, radang lambung, menghilangkan rasa mual, penurun
darah tinggi, cacingan, peluruh haid, pusing, dan masuk angin. Cincau hijau
juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan seperti agar-agar (Mardiah
etal 2007).
Cincau perdu dapat tumbuh baik di daerah yang berketinggian 50
1000 meter di atas permukaan laut dengan kondisi tidak kekurangan air
(Sunanto 1995).
Daun cincau mengandung serat pektin dan aktivitas antioksidan yang
sangat tinggi. Daun cincau juga memiliki aktivitas anti radang lambung.
Tanaman cincau kaya akan zat aktif flavonoid dan alkaloid (Sundari 2014).
Bahkan ekstrak dari akar cincau mempunyai aktivitas sebagai antioksidan.
Beberapa komponen yang berperan aktif dalam cincau adalah karotenoid,
flavonoid, dan klorofil (Mardiah etal 2007).
3. Bawang Dayak (Eleuthorine americaca Merr.)
Bawang dayak tumbuh berumpun, tinggi sekitar 40 cm. Menurut Winarto
(2007) tinggi bawang dayak dapat mencapai 50 cm. Batang tumbuh tegak atau
merunduk, basah dan berumbi.
Umbi bawang dayak berbentuk lonjong. Umbi tersebut dapat juga
berbentuk bulat telur. Umbi berwarna merah seperti umbi bawang merah.
Menurut Winarto (2007) umbi bawang dayak dapat dikonsumsi setelah usia 6
bulan dengan tinggi 20 40 cm dan lebar 1,5 3 cm.

Daun bawnag dayak berbenntuk lonjong dan panjang. Ujung daun runcing
dengan pangkal daun yang tumpul, pertulangan daun menyirip, warna daun
hijau. Bunga bawang dayak berbentuk tunggal, berwarna putih. Bunga bawang
dayak terlihat indah dengan 6 kelopak dan mekar pada sore hari dalam
beberapa jam (Winarto 2007). Namun sayang pada pengamatan areal display
tidak ditemukan tanaman bawang dayak yang sedang berbunga.
Lingkungan tumbuh bawang dayak di areal display dapat dilihat dari
komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik yang paling jelas yaitu adanya
petumbuhan gulma yang cukup banyak yaitu gulma-gulma golongan daun
lebar. Komponen abiotik yang ada yaitu kondisi tanah yang kering, suhu yang
tinggi, air yang kurang akibat tidak adanya hujan dalam waktu yang cukup
lama. Bawang dayak mampu bertahan dalam keadaan kekeringan akibat hujan
yang tidak kunjung turun. Bawang dayak ditanam dengan teratur. Jarak tanam
yang digunakan berukuran 20 x 20 cm.
Bawang dayak berkhasiat sebagai bahan obat untuk pencegahan dan
pengobatan penyakit. Bawang dayak dapat sebagai antikanker payudara,
mencegah penyakit jantung, immunostimulan, antinflamasi, antitumor, dan anti
bleeding agent. Bawang dayak juga digunakan sebagai tanaman hias. Hal
tersebut karena bawang dayak memiliki bunga berwarna putih yang indah
(Amanda 2014).
Bawang dayak memerlukan lingkungan yang optimum untuk mendukung
pertumbuhannya. Bawang dayak dapat tumbuh daerah pegunungan dengan
ketinggian anatara 600 2000 mdpl. Suhu yang cocok antara 18 35 0C. Tanah
yang gembur dan subur serta kaya akan humus sangat baik untuk pertumbuhan
bawang dayak. Kemasaman tanah berkisar 5,5 7,5. Aerasi dan drainase tanah
harus selalu dijaga dalam kondisi yang baik (Dalimartha 2003). Bawang dayak
tumbuh dan memberikan hasil lebih baik, jika ditanam pada lahan yang
terkena cahaya penuh dibandingkan jika ditanam pada kondisi ternaungi.
Tekstur tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman ini (jumlah anakan,
jumlah umbi dan bobot segar umbi) adalah lempung berliat atau lempung liat
berdebu (Yusuf 2009). Berdasarkan penelitian Raga et. al. (2012) menyatakan
bahwa perlakuan jarak tanam 15 x 20 cm dengan umbi utuh memberikan hasil
terbaik terhadap respon pertumbuhan.
Bawang dayak mengandung senyawa-senyawa bioaktif terutama pada
umbinya. Berdasarkan penelitian Aulia (2003) menegaskan bahwa umbi
bawang dayak mengandung senyawa terpenoid, flavonoid, antrakinon, dan
kamarin. Selain itu, senyawa bioaktif lain yang terkandung dalam umbi dayak,
yaitu alkanoid, steroid, glikosida, fenolik, saponin, triterpenoid, tannin, dan
kuinon (Galingging 2009).
4. Maja (Aegle marmelos (L.) Correa)
Maja memiliki habitus berupa pohon. Batang berkayu dan tegak dengan
tinggi sekitar 2 m. Tanaman maja dapat tumbuh mencapai tinggi 10 15 m.
Bentuk batang bulat, bercabang, berduri, dan berwarna kekuningan. Daun
tanaman maja cukup lebat dari bawah sampai ujung batang. Warna daun hijau
tua, berbentuk lonjong dengan ujung dan pangkal yang runcing. Tepi daun
bergerigi atau berlekuk tidak dalam. Tulang daun jelas. Panjang daun sekitar 4
7 cm dengan lebar 2 3,5 cm. Daun maja dapat mencapai panjang antara 4

13,5 cm. Bunga berupa bunga majemuk yang berbentuk malai. Buah berbentuk
bola, diameter 5 - 12 cm, berdaging, dan berwarna coklat. Biji berbentuk pipih
dan berwarna hitam. Akar tunggang berwarna putih kotor (BPOM RI 2008).
Lingkungan tumbuh tanaman maja dapat diamati dari komponen biotik
maupun abiotik. Daun tanaman maja terlihat beberapa yang bolong
kemungkinan disebabkan oleh hama. Jumlah gulma yang ada di areal tanaman
maja sangat sedikit hanya terlihat gulma golongan rumput yakni Axonopus
compressus. Serasah-serasah daun sangat banyak. Kompenen abiotik yang
dapat diamati yaitu kondisi tanah yang terlihat kering namun cukup lembab
dan teduh karena dinaungi oleh tajuk-tajuk tanaman maja, suhu tidak terlalu
tinggi dan cukup teduh, cahaya matahari tidak terlalu banyak karena areal
tanaman maja ternaungi oleh tanaman obat lain yang lebih tinggi. Tanaman
maja dapat bertahan dari kondisi sekitar yang kering dengan kondisi tanaman
yang maih segar. Karena bentuknya yang lebih mirip pohon memungkinkan
perakaran yang cukup dalam sehingga mampu mencari air dari daerah sekitar
yang lebih dalam.
Bagian-bagian tanaman maja dimanfaatkan sebagai bahan obat. Efek
farmakologis akar maja diantaranya mengobati demam. Kulit batang dan akar
mojo untuk obat jantung, stomakikum, dan sedatif. Daun maja untuk borok,
kudis, eksim, bisul, abortif, demam, dan radang selaput lendir hidung. Buah
maja untuk disentri dan diare, sedangkan kulit buahnya untuk pewangi (Nadiah
2014).
Tanaman maja terdapat di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Tanaman maja
dapat tumbuh pada dataran rendah hingga ketinggian 500 mdpl. Tanaman maja
dapat tumbuh di lingkungan lahan basah seperti rawa-rawa dan di lahan kering
sampai ekstrim (Anonim 2014).
Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam maja di antaranya zat lemak
dan minyak terbang yang mengandung linonen. Daging buah maja
mengandung substansi semacam minyak balsem, 2-furocoumarins-psoralen,
dan marmelosin (C13H12O). Buah, akar, dan daun maja bersifat antibiotik.
Selain itu akar, daun, dan ranting digunakan untuk mengobati gigitan ular. Akar
maja mengandung psoralen, anthotoxin, o-methylscopoletin, scopoletin,
decursinol, haplonine, dan aegelinol. Daun maja mengandung a-limonene,
56%-a-8-phellandzene, sineol, 17% cyrnene, citonellol, citiol, 5% cumin
aldehyde, alkaloids, o-(3,3-dimethylallyl)-halfordinol, n-2-ethoxy-2-(4methoxyphenyl)
ethylcinna-mide,
n-2-methoxy-2-(4-3,3-dimethyalloxy)
phennyl, ethylcinnamamide (Lambole etal 2010).
5. Mangkokan (Nothopanax scutellarium)
Tanaman mangkokan berupa tanaman perdu yang tumbuh tegak dengan
tinggi 1 3 m. Batang berkayu, bercabang, bentuk bulat, panjang dan lurus.
Batang-batang atau cabang yang diamati sebagian layu dan ada yang
mengering. Pertumbuhannya terganggu. Mungkin karena kekurangan air.
Daun tanaman mangkokan berbentuk bulat berlekuk seperti mangkok.
Tanaman ini berdaun tunggal, bertangkai, daun agak tebal. Daun berwarna
hijau kekuning-kuningan sampai kuning dan jumlah daun sedikit/tidak rimbun.
Hal tersebut kemungkinan karena kondisi kekeringan yang terlalu ekstrim.
Pertulangan daun berbentuk menyirip, dan berbentuk hijau tua (Anonim 2005).

Areal tanaman mangkokan cukup terbuka karena tersinari cahaya penuh.


Kondisi tanah kering, suhu yang tinggi, dan air yang kurang. Tanaman
mangkokan seperti terserang hama. Gulma alang-alang (Imperata cylindrica)
tumbuh cukup banyak dan mendominasi di areal tanaman mangkokan ini.
Karena gulma tersebut suka dengan tempat-tempat terbuka dan tidak cukup
ternaungi. Penanaman tanaman magkokan dilakukan secara teratur. Jarak
tanam yang digunakan sekitar 60 cm x 60 cm.
Tanaman mangkokan bermanfaat untuk penyembuh radang payudara yang
bernanah, luka, sukar kencing, dan penumbuh rambut serta mencegah
kerontokan (Heyne 1987).
Tanaman mangkokan sering ditanam sebagai tanaman hias atau tanaman
pagar, walaupun dapat ditemukan tumbuh liar di ladang dan tepi sungai.
Mangkokan menyukai tempat terbuka yang terkena sinar matahari atau sedikit
terlindung, dan dapat tumbuh pada ketinggian 1 200 mdpl (Anonim 2015).
Batang dan daun mangkokan mengandung kalsium-oksalat, peroksidase,
amygdalin, fosfor, besi, lemak, protein, serta vitamin A, B1, dan C. Daun
mangkokan mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol. Selain itu,
daun mangkokan mengandung tanin, polifenol, dan saponin (Triguspita etal
2000).
KELOMPOK TANAMAN DI KONSERVASI
1. Jati Mas (Tectona grandis Linn. F.)
Tanaman jati memiliki tinggi yang dapat mencapai 30 45 m. Diameter
batang dapat mencapai 220 cm. Kulit kayu berwarna kecoklatan atau abu-abu
yang mudah terkelupas. Daun berbentung jantung dengan ujung meruncing dan
permukaannya berbulu. Daun muda berwarna hijau kecoklatan, sedangkan
daun tua berwarna hijau kebu-abuan. Bunga jati bersifat majemuk yang
terbentuk dalam malai bunga yang tumbuh terminal di ujung cabang. Bunga
bersifat actinomorfik, berwarna putih (Sumarna 2006).
Lingkungan tumbuh tanaman kepel pada areal koleksi dapat diamati dari
komponen biotik dan abiotik. Komponen abiotik yang dapat diamati pada areal
jati mas yaitu jati mas terserang hama dan penyakit yang menyebabkan daundaun terdapat bercak kecoklatan. Selain itu, areal tanam ditumbuhi gulma
seperti rumput-rumputan dan berdaun lebar.
Parutan kayu jati dapat dimanfaatkan sebagai teh untuk menyembuhkan
penyakit kolera dengan dicampuri asam jawa. Daun jati memiliki beberapa
khasiat antara lain sebagai obat radang tenggorokan, sakit sendi, dan memiliki
beberapa kandungan kimia seperti flavonoid, saponin, tanin galatin, tanin
katekat, kuinon dan steroid atau triterpenoid. Flavonoid yang banyak
terkandung dalam tanaman jati adalah quersetin dengan kadar 0,023%. Ekstrak
biji jati dapat digunakan sebagai penumbuh rambut serta dapat menumbuhkan
lebih banyak folikel rambut daripada minoxil. Ekstrak kulit batang jati dapat
digunakan sebagai obat alami penurun kadar glukosa darah. Ekstrak daun jati
dapat digunakan sebagai penyembuh luka, obat anemia, dan menambah
ketahanan osmotik pada sel darah merah (Jaybhaye 2010).
Secara umum tanaman jati idealnya ditanam di areal dengan tofografi yang
relatif datar (hutan dataran rendah) atau memiliki kemiringan lereng kurang
dari 20%, selain itu tanaman jati membutuhkan iklim dengan curah hujan

minimum 750 mm/tahun, optimum 1000 1500 mm/tahun dan maksimum


2500 mm/tahun. Walaupun demikian, tanaman jati masih dapat tumbuh di
daerah dengan curah hujan 3750 mm/tahun. Suhu udara yang dibutuhkan
tanaman jati minimum 13-170C dan maksimum 39-430C. Pada suhu optimal,
32-420C, tanaman jati akan menghasilkan kualitas kayu yang baik. Adapun
kondisi kelembaban lingkungan tanaman jati yang optimal sekitar 80% untuk
fase vegetatif dan antara 60-70% untuk fase generatif (Asmayannur 2012).
2. Seligi (Phyllanthus buxifolius Muell.)
Tanaman seligi memiliki batang tegak, bulat, dan berkayu. Daun seligi
berbentuk bulat telur dan berwarna hijau, bagian ujung meruncing, sedangkan
bagian pangkal tumpul, tepi daun rata. Bunga seligi muncul di ketiak daun,
menggantung, bertangkai pendek, benang sari banyak, dan bakal buah beruang
enam.
Tanaman seligi digunakan sebagai obat nyeri terkilir oleh masyarakat.
Daun seligi memiliki efek farmakologi dan memiliki aktivitas immunodulator
serta dapat digunakan sebagai analgesik pada sendi terkilir, kandungan kimia
yang terdapat pada daun seligi antara lain: flafonoid, saponin, polifenol (Safitri
dan Hastuti 2014).
3. Kepel (Stechocarpus burahol (bl.) Hook. f.&.th)
Tanaman kepel memiliki batang tegak, dengan percabangan datar atau
agak datar. Daunnya berbentuk lonjong atau lanset, berwarna hijau, permukaan
daun tidak berbulu. Bunganya berwarna putih dan tumbuh pada tonjolantonjolan di batang. Buah kepel berbentuk bulat dan berwarna coklat merata.
Buah tumbuh pada batang pohon dengan bergerombol.
Lingkungan tumbuh tanaman kepel pada areal koleksi dapat diamati dari
komponen biotik dan abiotik. Komponen abiotik yang dapat diamati pada areal
kepel yaitu kepel terserang hama dan penyakit yang menyebabkan daun-daun
terdapat bercak hitam dan putih serta daun menggulung. Selain itu, areal tanam
ditumbuhi gulma seperti rumput-rumputan dan berdaun lebar.
Tanaman kepel bagian buahnya dapat digunakan sebagai antiseptik luka
berupa perasan buat tersebut. Buah kepel mengandung saponin, polifenol, dan
flavonoid, senyawa tersebut diketahui memiliki aktivitas sebagai antimikroba,
antiinflamasi, antivirus dan antioksidan (Pribadi 2014). Daerah kertaon, kepel
telah digunakan sebagai bahan parfum, yaitu dengan mengkonsumsi buahnya
dapat membuat bau keringat menjadi wangi, bau nafas menjadi harum, bahkan
dapat mengharumkan bau air seni. Kegunaan kepel yang lain adalah untuk
pencegahan kehamilan (alat kontrasepsi), peluruh kencing dan mencegah
radang ginjal (Tisnadjaja 2006). Kepel digunakan sebagai obat untuk
menurunkan kadar asam urat dan diuretik. Selain itu, sebagian masyarakat
memanfaatkan daunnya sebagai campuran teh (Wildan dan Mutiara 2013).
Kepel tumbuh liar pada tanah lembab dan dalam, di hutan-hutan sekunder
di Jawa. Dibudidayakan sebagai pohon buah pada ketinggian mencapai 600
mdpl. Jenis ini dapat tumbuh baik di sela-sela rumpun bambu, yang di tempat
itu pohon-pohon lain tidak mampu bersaing.

4. Binong (Hernandia peltata Meissn.)


Tinggi binong mencapai 15 m. Batang tegak, berkayu, bulat, percabangan
simpodial, dan berwarna putih kotor. Daun berwarna hijau, tunggal, tersebar,
lonjong, panjang 15 22 cm, lebar 9 11 cm, tepi rata, ujung runcing, pangkal
tumpul, dan pertulangan menyirip. Bunga berwarna putih, majemuk, berbentuk
malai, terdapat dua bunga jantan di pinggir dan bunga betina di tengah, terletak
di ketiak daun, mahkota berjumlah delapan helai, benangsari empat buah,
kepala sari bulat, dan putik berbentuk gada. Buah kotak, bulat, dan berwarna
hijau. Biji bulat, pipih, dan berwarna coklat. Akar tunggang dan berwarna
kuning kecoklatan.
Lingkungan tumbuh tanaman kepel pada areal koleksi dapat diamati dari
komponen biotik dan abiotik. Komponen abiotik yang dapat diamati pada areal
binong yaitu binong terserang hama dan penyakit yang menyebabkan daun
terdapat bercak kehitaman dan daun terbakar berwarna merah, serta terdapat
walang sangit.
Biji binong dapat digunakan untuk mengobati masuk angin. Di Maluku,
batang binong digunakan untuk menghendikan pendarahan. Di India, daun
binong yang dihaluskan dapat digunakan untuk menyembuhkan sakit maag,
mengobati rasa nyeri dan luka. Lignan yang terdapat dalam binong diketahui
sebagai agen antineoplastic, sedangkan alkaloid benzylisoquinoline memiliki
aktivitas antiplasmodial yang berpotensi sebagai antimalaria. Penelitian lain
mengungkapkan bahwa ekstrak metanol daun binong berkhasiat sebagai
analgesik dan antiinflamasi.
5. Sawo Manila (Manilkara zapota)
Sawo manila adalah pohon buah yang dapat berbuah sepanjang tahun dan
dapat tumbuh hingga setinggi 30 40 m. Bunga tunggal terletak di ketiak daun
dekat ujung ranting, menggantung, sisi luarnya berbulu kecoklatan,
berbilangan enam. Daun tunggal, terletak berseling, sering mengumpul pada
ujung ranting. Helai daun bertepi rata, sedikit berbulu, hijau tua mengkilap,
bentuk bulat telur jorong sampai agak lanset, pangkal dan ujungnya bentuk
baji, tulang daun utama menonjol di sisi sebelah bawah. Bercabang rendah,
batang sawo manila berkulit kasar abu-abu kehitaman sampai coklat tua.
Seluruh bagiannya mengandung lateks, getah berwarna putih susu yang kental.
Buah buni bertangkai pendek, bulat, bulat telur atau jorong, coklat kemerahan
sampai kekuningan di luarnya bersisik-sisik kasar coklat yang mudah
mengelupas. Berkulit tipis, daging buah lembut, coklat kemerahan sampai
kekuningan, manis dan mengandung banyak sari buah (Juwita 2013).
Lingkungan tumbuh tanaman kepel pada areal koleksi dapat diamati dari
komponen biotik dan abiotik. Komponen abiotik yang dapat diamati pada areal
sawo manila yaitu sawo manila terserang hama dan penyakit yang
menyebabkan daun menggulung dan batang ditumbuhi lumut.
Buah sawo mengandung asam folat yang diperlukan tubuh manusia untuk
pembentukan sel darah merah. Asam folat juga membantu pencegahan
terbentuknya homosistein yang sangat berbahaya bagi kesehatan, selain itu,
buah ini juga baik untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah. Buah ini
digunakan sebagai obat penyakit tipus yang menyebabkan demam tipoid

(Mustary 2011). Kandungan senyawa yang terdapat dalam sawo manila adalah
tanin dan flavonoid.
Sawo manila banyak ditanam di daerah dataran rendah, meski dapat
tumbuh dengan baik hingga ketinggian sekitar 2500 m di atas permukaan laut.
Pohon sawo tahan terhadap kekeringan, salinitas yang agak tinggi, dan tiupan
angin keras. Sawo dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, akan tetapi
pada umumnya terdapat satu atau dua musim berbuah puncak (Juwita 2013).
KELOMPOK TANAMAN DI PEMBIBITAN
1. Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)
Tumbuhan semusim, dengan tinggi 50-90 cm, cabang berbentuk segi
empat. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan bersilang, bentuk
lanset, pangkal runcing, ujung meruncing, tepi rata, permukaan atas daun
berwarna hijau tua, bagian bawah daun berwarna hijau muda, panjang 2-8 cm,
lebar 1-3 cm. Bunga tumbuh dari ujung batang atau ketiak daun, berbentuk
tabung, kecil-kecil, warnanya putih bernoda ungu. Memiliki buah kapsul
berbentuk jorong, panjang sekitar 1,5 cm, lebar 0,5 cm, pangkal dan ujung
tajam, bila masak akan pecah membujur menjadi 4 keping. Biji gepeng, kecilkecil, warnanya cokelat muda. Tumbuhan ini dapat dikembangbiakkan dengan
biji atau stek batang (Yuniarti 2008).
Sambiloto dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan
ketinggian 900 m di atas permukaan laut, dengan naungan jati, pinus dan
glirisidae. Sambiloto dapat hidup pada pH agak masam (dataran rendah dan
menengah) sampai masam (dataran tinggi); C organik rendah (dataran rendah)
sampai sedang (dataran menengah dan tinggi). Unsur hara di habitat sambiloto:
N sedang, P rendah, K sedang, Mg rendah, sedangkan Ca rendah sampai sangat
rendah (Pujiasmanto 2007).
Daun sambiloto bermanfaat untuk menurunkan demam tinggi dan malaria.
Selain itu, daun tumbuhan sambiloto berkhasiat untuk mengatasi hepatitis,
infeksi saluran empedu, disentri basiler, tifoid, diare, influenza, radang
amandel (tonsilitis), abses paru, radang paru (pneumonia), radang saluran
napas (Bronkitis), radang ginjal akut (pielonefritis akut), radang telinga,
kencing nanah (gonore), kencing manis (diabetes melitus), tumor trofoblas
(trofoblas ganas), serta tumor paru, kanker: penyakit trofoblas seperti
kehamilan anggur (mola hidatidosa), batuk rejan (pertusis), sesak napas (asma),
darah tinggi (hipertensi) (Yuniarti 2008). Tumbuhan sambiloto berkhasiat
sebagai obat amandel, obat asam urat, obat batuk rejan, obat diabetes melitus,
obat hipertensi, hepatitis, stroke, TBC, menguatkan daya tahan tubuh terhadap
serangan flu babi dan flu burung.
2. Torbangun (Coleus amboinicus Lour.)
Daun bangun-bangun memiliki ciri-ciri bertulang lunak, beruas-ruas,
melingkar, dengan diameter sekitar 15 mm, bagian tengah dan ujungnya sekitar
10 mm 5 mm, dapat berkembang- biak dengan mudah. Daun yang masih
segar bentuknya tebal, berwarna hijau tua, kedua permukaan daun licin. Daun
bangun-bangun termasuk dalam keluarga Lamiaceae, berkerabat dengan
kemangi, selasih dan daun mint. Berperawakan pendek yang dapat mencapai
ketinggian 50 cm, sukulen, berbatang lunak, berhelai daun tebal berbulu,

tepinya bergerigi dan keseluruhan bagian tanaman memancarkan wangi yang


kuat (gembong 2007).
Pengembangbiakan tanaman ini dapat dilakukan dengan cara stek dan
dapat ditanam dalam pot maupun ditanam langsung di tanah. Daun bangunbangun tumbuh di tempat-tempat yang tidak terlalu banyak kena sinar matahari
dan airnya cukup (tidak terlalu kering).
Di luar penggunaan kuliner, di Nusantara daun bangun-bangun sudah
turun-temurun digunakan secara tradisional sebagai obat perangsang semangat
dan untuk mengatasi rasa lelah, meredakan asma, batuk, demam, perut
kembung, sakit kepala, sariawan dan rematik.
Kandungan zat aktif dalam daun bangun-bangun antara lain barbatusin,
barbatusol, koleol, forskolin, dan phytosterol. Efek farmakologis tanaman ini
adalah penghilang rasa sakit, penurun panas dan antiseptik, serta penyegar.
Tanaman ini mengandung berbagai jenis flavonoid yaitu quercetin, apigenin,
luteolin, salvigenin, genkwanin. Daun tanaman ini juga telah dibuktikan
sebagai antiinflamasi karena bekerja menghambat respon inflamasi yang
diinduksi oleh siklooksigenase, juga terbukti sebagai anti kanker dan anti
tumor.
3. Jintan hitam
Tanaman jintan hitam merupakan tanaman semak dengan ketinggian lebih
kurang 30 cm. Ekologi dan penyebaran tanaman ini tumbuh mulai dari daerah
Levant, kawasan Mediterania timur sampai ke arah timur Samudera Indonesia,
dan dikenal sebagai gulma semusim dengan keanekaragaman yang kecil.
Budidaya perbanyakan tanaman dilakukan dengan biji.
Berdaun runcing, bercabang, bergaris (namun garis daunnya tidak seperti
ciri daun tumbuhan). Bentuk daun lanset garis (lonjong), panjang 1,5 sampai 2
cm. Merupakan daun tunggal yang ujung dan pangkalnya runcing, tepi berigi
dan berwarna hijau. Pertulangan menyirip dengan tiga tulang daun yang
berbulu seperti pada Gambar genus Nigella pada umumnya yang memiliki
garis daun seperti benang).
Kandungan biji jintan hitam antara lain: timokuin, timohidrokuinon,
ditimokuinon, thymol, carvacrol, nigellicine, nigellidine, nigellimine-N-oxide
dan alpha-hedrin. Beberapa senyawa kimia yang terkandung dalam jintan
hitam merupakan senyawa yang berperan sebagai antioksidan dan mampu
menangkal radikal bebas.
Biji jintan hitam kerap digunakan sebagai salah satu bahan bumbu dapur
sebagai peluruh keringat, peluruh kentut, obat perangsang, peluruh haid,
sertamemperlancar air susu ibu (Junaidi 2002).
4. Tempuyung (Sonchus arvensis L.)
Tempuyung tumbuh liar di tempat terbuka yang terkena sinar matahari
atau sedikit terlindung, seperti di tebing-tebing, tepi saluran air, atau tanah
terlantar, kadang ditanam sebagai tumbuhan obat. Tumbuhan yang berasal dari
Eurasia ini bisa ditemukan pada daerah yang banyak turun hujan pada
ketinggian 50 - 1.650 m, tinggi 0,6 - 2 m, mengandung getah putih, dengan
akar tunggang yang kuat. Batang berongga dan berusuk. Daun tunggal, bagian
bawah tumbuh berkumpul pada pangkal membentuk roset akar. Helai daun

berbentuk lanset atau lonjong, ujung runcing, pangkal bentuk jantung, tepi
berbagi menyirip tidak teratur, panjang 6 - 48 cm, lebar 3 - 12 cm, warnanya
hijau muda.
Tempuyung memiliki daun tunggal, tidak bertangkai, helaian daun
berbentuk lonjong atau berbentuk lanset, berlekuk menjari atau berlekuk tidak
teratur; pangkal daun menyempit atau berbentuk panah sampai berbentuk
jantung; pinggir daun bergerigi tidak teratur; permukaan daun sebelah atas
agak kasar dan berwarna lebih pucat; panjang daun 6 cm sampai 48 cm, lebar
daun 2 cm sampai 10 cm.
Kandungan kimia yang terdapat di dalam daun tempuyung adalah ion-ion
mineral antara lain, silika, kalium, magnesium, natrium, dan senyawa organik
macam flavonoid (kaempferol, luteolin-7-O-glukosida dan apigenin-7-Oglukosida), kumarin (skepoletin), taraksasterol, inositol, serta asam fenolat
(sinamat, kumarat dan vanilat).
Khasiat yang terkandung dalam tempuyung adalah sebagai batu saluran
kencing, batu empedu, disentri, wasir, rematik goat, radang usus buntu
(apendisitis), radang payudara (mastitis), bisul, beser mani (spermatorea),
darah tinggi (hipertensi), luka bakar, Pendengaran kurang (tuli), memar
(Depkes RI 1997).
5. Daun dewa
Daun dewa tergolong tumbuhan semak yang subur pada ketinggian 0
1000 m diatas permukaan laut. Tinggi tumbuhan ini bisa mencapai 50 cm.
Daunnya tunggal bertngkai pendek berbentuk bulat telur berujung lancip.
Kedua permukaan daun berambut dengan warna putih. Warna permukaan atas
daun berwarna hijau tua, sedangkan permukaan bawah daun berwarna hijau
muda. Bunganya terletak di bagian ujung batang berwarna kuning berbentuk
bonggol.
Efek farmakologis daun dewa adalah antikoagulan (koagulan adalah zat
yang mempermudah dan mempercepat pembekuan darah), mencairkan bekuan
darah, stimulasi sirkulasi, menghentikan pendarahan, menghilangkan panas,
dan membersihkan racun. Daun dewa mengandung zat saponin, minyak atsiri,
flavonoid, dan tanin. Efek farmakologis didapatkan dari seluruh tanaman. Daun
dewa juga dapat mengatasi kejang pada anak dan beberapa jenis pendarahan.
Untuk mengatasi luka terpukul, keterlambatan datang bulan bagi wanita,
pendarahan pada wanita, pembengkakan payudara, batuk, dan muntah darah
yaitu dengan cara seluruh tanaman daun dewa ditumbuk atau direbus, lalu
airnya diminum. Bila anak-anak mengalami kejang, berikan minuman air dari
satung batang daun dewa. Bagian daunnya dapat dimanfaatkan untuk
mengatasi kulit dan tumor. Untuk mengatasi kutil, haluskan daun dan
ditempelkan pada bagian yang sakit dan biarkan hingga keesokan harinya.
Untuk mengatasi tumor, makanlah daun dewa sebagai lalapan. Untuk
mengatasi kanker, buatlah ramuan dari 30 gram daun dewa segar, 20 gram
temu putih, 30 gram jombang yang direbus dengan 600 cc air hingga tersisa
300 cc, lalu disaring dan airnya diminum.

KELOMPOK TANAMAN DI LAHAN PRODUKSI


1. Jati belanda
Tanaman jati belanda dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, dari tanah
subur hingga berbatu, tetapi pertumbuhan terbaik ada di dataran rendah pada
tipe tanah alluvial dan liat. Tanaman ini ditemukan di hutan kering maupun
basah, biasanya merupakan vegetasi dari hutan sekunder. Lingkungan
tumbuhnya pada daerah dengan ketinggian 0 1200 m dari permukan laut
dengan curah hujan tahunan 700 1500 mm dan musim kering 4 7 bulan.
Jati belanda adalah komoditas yang sangat menjanjikan, tetapi kurangnya
perhatian sehingga menajdikanya kurang dikenal oleh publik. Jati belanda
adalah tanaman yang berakar tunggang dengan keras, bulat, memiliki banyak
alur, berwarna hijau keputih putihan. Daunnya berbentuk lanset hingga bulat
telur dengan panjang dan lebar mencapai 22,5 cm x 10 cm. Memiliki mahkota
bunga berwarna kuning dengan bentuk bunga bulat agak ramping dan berbau
wangi, panjang ganggang bunga kurang lebih 5 cm berwarna ungu tua
terkadang kuning tua. Buahnya berbentuk kotak, bulat, keras, berduri dibagian
pangkal buah, berambut, berwarna hijau saat belum masak dan berwarna hitam
saat sudah masak.
Daun Guazuma ulmifolia berkhasiat sebagai obat pelangsing tubuh.
Bijinya sebagai obat mencret. Obat pelangsing tubuh dipakai 20 gram serbuk
daun Guazuma ulmifolia, diseduh dengan satu gelas air matang panas, setelah
dingin disaring. Hasil saringan diminum sehari dua kali sama banyak pagi dan
sore. Buah atau daun berkhasiat membantu pengobatan diare, batuk, dan nyeri
perut. Kulit batang bermanfaat membantu pengobatan diaforetik dan bengkak
kaki. Penelitian terbaru menunjukkan Guazuma ulmifolia digunakan untuk
menurunkan hiperlipidemia. Jati belanda juga memiliki bau aromatik yang
lemah karena mengandung kafein sterol dan asam fenolat. Senyawa tanin dan
musilago yang terkandung dalam tanaman jati belanda dapat mengendapkan
mukosa protein yang ada didalam permukaan intestin (usus halus) sehingga
mengurangi penyerapan makanan. Dengan demikian, proses obesitas
(kelebihan berat badan) dapat dihambat. Musilago juga bersifat pelicin atau
pelumas sehingga makanan tidak diberi kesempatan untuk diabsorbsi atau
diserap (Sulaksana dan Jayusman 2005).
Tanaman jati belanda merupakan salah satu tanaman obat yang banyak
digunakan masyarakat sebagai obat tradisional. Kandungan kimia dari tanaman
jati belanda adalah seluruh bagian mengandung bahan aktif seperti tanin dan
musilago. Kandungan bahan aktif yang juga diketahui terdapat pada hampir
semua bagian tanaman adalah -sitosterol, kafein, friedelin-3a-asetat, friedelin3-ol, terpen, triterpen, karotenoid, resin, glukosa, asam lemak, asam fenolat,
zat pahit, karbohidrat, serta minyak lemak. Daun dan kulit batang jati belanda
mengandung alkaloida, flavonoida, saponin, dan tanin. Sementara kulit batang
mengandung 10% zat lendir, 9.3 % damar-damaran, 2.7% tanin, beberapa zat
pahit, glukosa dan asam lemak (Sulaksana dan Jayusman 2005).
2. Pegagan
Centella asiatica merupakan tanaman herba tahunan, tanpa batang tetapi
dengan rimpang pendek dan stolon-stolon yang melata, panjang 10 80 cm.
Daun tunggal, tersusun dalam roset yang terdiri dari 2 10 daun, kadang-

kadang agak berambut, tangkai daun panjang sampai 50 mm, helai daun
berbentuk ginjal, lebar, dan bundar dengan garis tengah 1 7 cm, pinggir daun
beringgit sampai beringgit-bergerigi, terutama ke arah pangkal daun.
Perbungaan berupa payung tunggal atau 3 5 bersama-sama keluar dari ketiak
daun kelopak, gagang perbungaan 5 50 mm, lebih pendek dari tangkai daun.
Bunga umumnya 3, yang ditengah duduk, yang disamping bergagang pendek,
daun pelindung 2, panjang 3 4 mm, bentuk bundar telur, tajuk berwarna
merah lembayung, panjang 1-1,5 mm, lebar sampai 0,75 mm. Buah pipih, lebar
lebih kurang 7 mm dan tinggi lebih kurang 3 mm, berlekuk dua, jelas berusuk,
berwarna kuning kecoklatan, berdinding agak tebal.
Pegagan merupakan tanaman herba tahunan yang tumbuh menjalar dan
berbunga sepanjang tahun. Tanaman akan tumbuh subur bila tanah dan
lingkungannya sesuai hingga dijadikan pennutup tanah. Jenis pegagan yang
banyak dijumpai adalah pegagan merah dan pegagan hijau. Pegagan merah
dikenal juga dengan antanan kebun atau antanan batu karena banyak ditemukan
di daerah bebatuan, kering dan terbuka. Pegagan merah tumbuh merambat
dengan stolon (geragih) dan tidak mempunyai batang, tetapi mempunyai
rhizoma (rimpang pendek). Sedangkan pegagan hijau sering banyak dijumpau
di daerah pesawahan dan disela-sela rumput. Tempat yang disukai oleh
pegagan hijau yaitu tempat agak lembab dan terbuka atau agak ternaung.
Daun pegagan ini memiliki sifat manis dan sejuk. Sementara efek
farmakologisnya adalah anti-infeksi, antitoxic, penurun panas, peluruh air seni.
Karena efek farmakologis tersebut pegagan secara turun temurun sering
dijadikan sebagai obat tradisional.
Kandungan kimiawinya terdiri dari asiaticoside, thankuniside,
isothankuniside, madecassoside, brahmoside, brahminoside, brahmic acid,
madasiatic acid, meso-inositol, centellose, carotenoids, garam-garam mineral
seperti garam kalium, natrium, magnesium, kalsium, besi, vellarine dan zat
samak.
3. Meniran (Phyllanthus niruri)
Meniran tumbuhan berasal dari daerah tropis yang tumbuh liar di hutanhutan, ladang-ladang, kebun-kebun maupun pekarangan halaman rumah. Pada
umumnya tidak dipelihara karena dianggap tumbuhan rumput biasa. Meniran
tumbuh subur ditempat yang lembab pada dataran rendah sampai ketinggian
1000 meter di atas permukaan laut.
Meniran adalah tumbuhan semusim yang tumbuh tegak, bercabang
cabang, dan tingginya mencapai 50 cm. Meniran memiliki batang yang bulat
berwarna hijau dengan diameter mencapai 3 cm. Tanaman ini berdaun
majemuk yang berseling, berbentuk bulat telur dan tepi daun rata, panjang dan
lebar mencapai 1,5 cm dan 7 mm dan berwarna hijau. Bunga tunggal tumbuh
pada ketiak daun dan menghadap kebawah, menggantung dan berwarna putih,
memiliki daun kelopak berbentuk bintang, benang sari dan putik tidak terlihat
jelas, mahkota bunga kecil. Buahnya memiliki bentuk kotak, bulat pipih dan
berwarna hijau. Akar meniran merupakan akar tunggang yang berwarna putih.
Tanaman ini memiliki beberapa khasiat atau manfaat sebagai obat yaitu
sebagai berikut: antibakteri ekstrak metanol daun meniran mempunyai efek
antibakteri paling tinggi terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus

subtilis, Escherichia colli, dan Pseudomonas aeruginosa. Efek ini disebabkan


senyawa antibakteri pada meniran seperti phyllanthin, hypophyllanthin,
niranthin, dan nietetralin. Ekstrak petroleum eter dari batang, daun, dan akar
meniran juga menunjukkan efek antifungi. Pelarut asam urat dan batu ginjal.
Tanaman meniran ini kaya akan kandungan senyawa flavonoid dan glikosida
flavonoid yang dapat digunakan untuk mengobati asam urat dan batu ginjal.
Meniran juga bersifat diuretik (membantu keluarnya air seni). Dengan cara
tersebut, meniran digunakan untuk mengatasi asam urat dan batu ginjal
ataupun penyakit lain yang disebabkan oleh asam urat seperti rematik gout.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak meniran dapat memodulasi sistem
imun melalui proliferasi (penyebaran) dan aktivasi limfosit T dan B, apabila
perlawanan sistem kekebalan alami kita tidak mencukupi. Limfosit T dan B
bekerja menurut jenis serangan virus dan bakteri yang terjadi. Selain itu,
meniran juga berfungsi mengaktivasi sel fagositik seperti monosit dan
makrofag yang bertugas memberikan potongan patogen (agen biologis
penyebab penyakit) kepada sel T sehingga patogen tersebut dapat dikenali dan
dibunuh. Karena bersifat immunomodulator, meniran dapat digunakan untuk
memperkuat sistem kekebalan tubuh terhadap bakteri, virus, dan mikroba
penyebab penyakit sehingga dapat mencegah berbagai penyakit yang
disebabkan bakteri dan virus.
Tanaman obat meniran sangat kaya akan berbagai kandungan kimia, antara
lain: phyllanthin, hypophyllanthin, niranthin, nirtetrali, nirurin, nirurinetin,
norsecurinine, phyllanthenol, phyllnirurin, phylltetrin, quercitrin, quercetin,
ricinoleic acid, rutin, salicylic acid methyl ester, garlic acid, ascorbic acid,
hinokinin, hydroxy niranthin, isolintetralin, dan isoquercetin. Senyawa lain
yang terkandung dalam meniran adalah beta-d-xylopyranoside dan betasitosteroy. Senyawa lain yang baru ditemukan adalah seco-4-hidroksilintetralin,
seco-isoarisiresinol trimetil eter, hidroksinirantin, dibenzilbutirolakton, nirfilin,
dan neolignan. Akar dan daun meniran kaya akan senyawa flavonoid, antara
lain phyllanthin, hypophyllanthin, qeurcetrin, isoquercetin, astragalin, dan
rutin. Minyak bijinya mengandung beberapa asam lemak seperti asam
ricinoleat, asam linoleat, dan asam linolenat.
4. Temulawak
Temu lawak termasuk tanaman tahunan yang tumbuh merumpun. Tanaman
ini berbatang semu dan habitusnya dapat mencapai ketinggian 2 2,5 meter.
Tiap rumpun tanaman terdiri atas beberapa tanaman (anakan), dan tiap tanaman
memiliki 2 9 helai daun. Daun tanaman temulawak bentuknya panjang dan
agak lebar. Lamina daun dan seluruh ibu tulang daun bergaris hitam. Panjang
daun sekitar 50 55 cm, lebarnya 18 cm, dan tiap helai daun melekat pada
tangkai daun yang posisinya saling menutupi secara teratur. Daun berbentuk
lanset memanjang berwana hijau tua dengan garis-garis coklat. Habitus
tanaman dapat mencapai lebar 30 90 cm, dengan jumlah anakan perumpun
antara 3 9 anak. Bunga tanaman temu lawak dapat berbunga terus-menerus
sepanjang tahun secara bergantian yang keluar dari rimpangnya (tipe erantha),
atau dari samping batang semunya setelah tanaman cukup dewasa. Warna
bunga umumnya kuning dengan kelopak bunga kuning tua, serta pangkal
bunganya berwarna ungu. Panjang tangkai bunga 3 cm dan rangkaian bunga

(inflorescentia) mencapai 1,5 cm. Dalam satu ketiak terdapat 3 4 bunga.


Rimpang induk temu lawak bentuknya bulat seperti telur, dan berukuran besar,
sedangkan rimpang cabang terdapat pada bagian samping yang bentuknya
memanjang. Tiap tanaman memiliki rimpang cabang antara 3 4 buah. Warna
rimpang cabang umumnya lebih muda dari pada rimpang induk. Warna kulit
rimpang sewaktu masih muda maupun tua adalah kuning-kotor atau coklat
kemerahan. Warna daging rimpang adalah kuning atau oranye tua, dengan cita
rasanya amat pahit, atau coklat kemerahan berbau tajam, serta keharumannya
sedang. Rimpang terbentuk dalam tanah pada kedalaman 16 cm. Tiap rumpun
tanaman temu lawak umumnya memiliki enam buah rimpang tua dan lima
buah rimpang muda akar. Sistem perakaran tanaman temu lawak termasuk akar
serabut. Akar-akarnya melekat dan keluar dari rimpang induk. Panjang akar
sekitar 25 cm dan letaknya tidak beraturan.
Temulawak juga berkembang biak di tanah tegalan sekitar pemukiman,
terutama pada tanah gembur, sehingga buah rimpangnya mudah berkembang
menjadi besar. Tumbuh di seluruh pulau Jawa, tumbuh liar di bawah naungan
di hutan jati, di tanah yang kering dan di padang alang-alang , ditanam atau
tumbuh liar di tegalan; tumbuh pada ketinggian tempat 5 1500 m diatas
permukaan laut.
Daging atau rimpang Temu Lawak memiliki beberapa kandungan zat kimia,
antara lain: zat tepung (48-59,64%), fellandrean dan turmerol (minyak
menguap), minyak atsirin (1,48-1,63%), kamfer, glukosa, foluymetik karbinol
kurkumin (1,6-2,2%), terdapat pada rimpang dan bermanfaat untuk
acnevulgaris serta anti radang (inflamasi) dan juga anti keracunan
empedu(hepototoksik).
Manfaat temu lawak sangatlah banyak antara lain sebagai berikut menjaga
kesehatan hati, mengurangi radang sendi, menurunkan lemak darah, mengatasi
penyakit maag, melancarkan pencernaan, menyehatkan jantung, mengatasi
kanker, mengatasi gangguan ginjal.
Pembahasan
KP Biofarmaka Cikabayan memiliki ketinggian 100 400 mdpl dengan
curah hujan 2500 5000 dan suhu berkisar antara 20 30 0C. Tanah di KP
Biofarmaka Cikabayan merupakan tanah ultisol. Area display memiliki jarak
tanam sekitar 40 cm x 50 cm, sedangkan area koleksi memiliki jarak antar
tanaman sekitar 1 meter. Media tanam yang digunakan di area pembibitan
menggunakan tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1 serta ditambah dengan
bahan-bahan yang lain seperti arang sekam. Media dimasukkan ke polybag dan
dibiarkan kurang lebih 1 sampai 2 minggu agar media membentuk struktur tanah
yang baik. Bibit tanaman kemudian ditanam ke dalam polybag agak memudahkan
dalam pemindahan tanaman ke area terbuka. Sebelum dipindahkan, bibit dinaungi
menggunakan jaring atau paranet guna mengatur intensitas cahaya sekaligus
aklimatisasi bagi tanaman. Selain itu, digunakan untuk mengatur kelembaban
serta suhu karena bibit yang belum siap akan rentan terhadap suhu yang berlebih.
Kumis kucing merupakan tanaman yang tumbuh di ketinggian 500 1200
mdpl. Kumis kucing memerlukan tanah andosol atau tanah latosol untuk

mendukung pertumbuhannya. Kumis kucing membutuhkan tanah-tanah yang kaya


akan humus. Tanah-tanah ultisol biasanya miskin akan hara tanaman. Sehingga
lingkungan tumbuh di KP Biofarmaka Cikabayan kurang mendukung
pertumbuhan kumis kucing. Tanaman cincau hijau mampu tumbuh di ketinggian
lebih dari 50 mdpl dengan kondisi air yang cukup. Curah hujan yang tinggi di KP
Biofarmaka Cikabayan mampu memenuhi kebutuhan air tesebut. Sehingga
kondisi KP Biofarmaka Cikabayan tersebut mendukung pertumbuhan tanaman
cincau hijau dengan baik.
Bawang dayak merupakan tanaman yang suka cahaya penuh. Hal tersebut
sudah diterapkan di KP Biofarmaka Cikabayan. Suhu tempat juga sudah
mendukung pertumbuhan tanaman karena bawang dayak memerlukan suhu 18
350C. Tetapi dari ketinggian tempat KP Biofarmaka Cikabayan kurang
mendukung pertumbuhan bawang dayak. Bawang dayak akan tumbuh dengan
baik pada ketinggian lebih dari 600 mdpl. Tanaman maja membutuhkan tempat
dengan ketinggian kurang dari 500 mdpl, sehingga kondisi KP Biofarmaka sangat
mendukung pertumbuhan tanaman maja. Curah hujan dan suhu juga mendukung
untuk pertumbuhan tanaman maja. Tanaman mangkokan membutuhkan tempat
yang terbuka yang terkena sinar matahari. Hal tersebut diterapkan dalam sistem
budidaya tanaman mangkokan di KP Biofarmaka Cikabayan. Tanaman
mangkokan membutuhkan ketinggian tempat antara 1 200 mdpl. Sehingga
ketinggian tempat di KP Biofarmaka Cikabayan masih mendukung pertumbuhan
tanaman mangkokan.
Jati mas merupakan tanaman yang tumbuh di areal dengan topografi yang
relatif datar. Curah hujan yang tinggi di KP Biofarmaka Cikabayan mampu
memenuhi kebutuhan air jati mas. Sehingga kondisi KP Biofarmaka Cikabayan
tersebut mendukung pertumbuhan tanaman jati mas dengan baik. Kepel
merupakan tanaman yang tumbuh dengan ketinggian mencapai 600 mdpl,
sedangkan sawo manila dapa tumbuh baik di dataran rendah namun masih bisa
tumbuh dengan baik pada ketinggian 2500 mdpl, sehingga ketinggian tempat di
KP Biofarmaka Cikabayan masih mendukung pertumbuhan tanaman tersebut.
Beberapa bulan ini KP Biofarmaka Cikabayan mengalami kemarau kering namun
keadaan tersebut tidak mempengaruhi pertumbuhan sawo manila karena sawo
manila tahan terhadap kekeringan.
Sambiloto merupakan tanaman yang tahan terhadap naungan, lingkungan
yang ada di KP Biofarmaka mendukung pertumbuhan sambiloto dengan baik
kerana sambiloto tumbuh pada naungan pohon-pohon. Hanya ketinggian tempat
yang ada di KP Biofarmaka kurang mendukung karena syarat tumbuh sambiloto
ada pada ketinggian lebih dari 500 mdpl. Torbangun merupakan tanaman yang
tahan terhadap naungan, lingkungan yang ada di KP Biofarmaka mendukung
pertumbuhan dengan baik kerana torbangun tumbuh pada naungan pohon-pohon.
Jinten merupakan tanaman yang tahan terhadap naungan, lingkungan yang ada di
KP Biofarmaka mendukung pertumbuhan jinten. Tempuyung merupakan tanaman
yang tahan terhadap naungan, lingkungan yang ada di KP Biofarmaka mendukung
pertumbuhan tempuyung.
Lingkungan yang ada di KP Biofarmaka mendukung pertumbuhan
tanaman temulawak, meniran, pegagan, dan jati belanda yang berada disktor
produksi. Keadaan yang terjadi pada saat praktikum yaitu kemarau kering dari
tahun sebelumnya menggangu pertumbuhan dari tanaman pegagan dan meniran

karena perlu hidup dalam kondisi lembab dan perlu cukup air. Tetapi untuk
tanaman temulawak dan jati belanda tahan dalam kondisi kering. Jati belanda
pada kebun produksi berfungsi sebagai tanaman pelindung bagi tanaman pegagan,
meniran, dan temulawak karena ketiga tanaman ini memerlukan naugan sehingga
dapat tumbuh dengan baik. Kondisi kebun produksi cukup baik hanya kekurangan
air dan terlalu banyak gulma seperti Eleusine indica, Axonopus compressus, sisik
naga dan tali sait yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman sehingga perlu
pengendalian yang tepat.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Kebun percobaan biofarmaka secara umum faktor abiotik dan biotik telah
memenuhi syarat tumbuh untuk setiap tanaman yang ada didalamnya, dari faktor
abiotiknya tanaman obat banyak sekali yang cocok dengan ketinggian dibawah
1000 mdpl sesuai dengan ketinggian pada kebun percobaan biofarmaka, perlakuan
tanaman yang diberikan sudah sangat sesuai seperti pegagan pada areal produksi
yang memanfaatkan jati belanda sebagai tanaman pelindung, yang menjadi
kendala yang bisa menunjukkan ketidaksesuain lingkungan hidup tanaman
didalam kebun percobaan biofarmaka adalah ketidakcocokan jenis tanah seperti
yang diperlukan untuk tanaman tumbuh optimal seperti tanaman kumis kucing
yang memerlukan tanah andosol tetapi tanah ultisol yang miskin hara
mendominasi kebun percobaan biofarmaka. Kondisi kekeringan yang melanda
dapat menyebabkan pertumbuhan terganggu karena ada beberapa tanaman seperti
pegagan yang membutuhkan air cukup untuk tumbuh secara optimal. Faktor
biotiknya ialah banyaknya gulma yang mendominasi kebun percobaan biofarmaka
sehingga pertumbuhan tanaman bisa saja sangat terganggu dan banyaknya
tanaman yang memberi efek negatif terhadap pertumbuhan tanaman obat yang
ada,contohnya adalah tanaman tali sait pada tanaman jati belanda.
Saran
Kebun pecobaan biofarmaka memiliki kondisi yang cukup terjaga dan
terpelihara tetapi alangkah lebih baik jika koleksi tanamanya diperbanyak dan
fasilitas untuk mencukupi kebutuhan air disaat kondisi kekeringan melanda.
Perlunya pengendalian gulma karena dikhawatirkan mengganggu hasil dari
produk tanaman tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Amanda FR.2014.Efektivitas ekstrak bawang dayak (Eleutherine americana
Merr.) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli.Skripsi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.Jakarta.
Anonim.2005.Mangkokan.http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?
id=120 [18 September]
Anonim.

2008.
Apple
Fiber
(Apple
Pektin).
http://dnutri.com/template/394/index.cfm?id=5255&urlID=dnutri
[21
September 2015]

Anonim.

2014.
Mengenal
Tanaman
Mojo.
http://www.petanihebat.com/2014/06/mengenal-tanaman-mojo.html [18
September 2015]

Anonim.2015.Mangkokan
(Nothopanax
scutellarium
Merr.).
http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/tanaman_obat/lipi_p
dii/mangkokan.htm [20 September 2015]
Arief H.2005.Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2 Cetakan I.Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Asmayannur I, Chairul, Syam Z.2012.Analisis vegetasi dasar di bawah tegakan
jati emas (Tectona grandis L.) dan jati putih (Gmelina arborea Roxb.) di
kampus universitas andalas.Jurnal Biologi Universitas Andalas 1 (2):
172 177.
Bermawie N, S. Purwiyanti dan Mamun.2006.Performances of three genotyps of
asiatic pennywort (Centella asiatica L. Urban) under shading.
Proccedings of the OECD-POKJANASTOI InternationalSeminar. 9-11
April 2006, Surabaya.
Budiyastomo.2010.Pengaruh pemberian fraksi etanolik ekstrak bawang dayak
terhadap tingkat ekspresi Cycline-E galur sel kanker serviks uteri HeLa
(Human Papiloma Virus High Risk type).Tesis.Universitas Sebelas Maret
RSUD Dr. Moewardi Surakarta.Surakarta.
Chasanah
T.2013.Pemanfaatan
Tumbuhan
http://bio.unsoed.ac.id [23 September 2015]

Obat

Tradisional.

Dalimartha S.2003.Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2.Jakarta (ID): Trubus


Agriwidya.
Depkes RI.1997.Materia Medika Indonesia Jilid I.Direktorat Jendral Pengawasan
Obat dan Makanan.Jakarta.100 104.

Galingging RY.2009.Bawang dayak (Eleutherine palmifolia) sebagai tanaman


obat multifungsi.Warta Penelitian dan Pengembangan 15 (3): 2 4.
Geurin JC, Reveillere HP.1989.Orthosiphone stamineus as a potent source of
methylripario chromene A.J. Nat. Prod. 52 (1): 171-173.
Heyne K.1987.Tumbuhan Berguna Indonesia.Jakarta (ID): Yayasan Sarana Wana.
J. Kloppenburgh Versteegh.2006.Tanaman Berkhasiat Indonesia Volume I.Alih
Bahasa dan Saduran: drh.J.Soegiri, Prof.Dr.drh.Nawangsari.Bogor (ID):
IPB Press.
Jaybhaye D, Varma S, Gagne N, Bonde V, Gite A, Bhosle D.2010.Effect of
Tectona grandis Linn. seeds on hair growth activity of albino
mice.Internasional journal Ayurveda Res. 1 (3): 163 166.
Junaidi

Edi.2002.Sembuhkan penyakit
hitam).Publication Disorbub.

dengan

Habbatussauda

(jinten

Juwita J.2013.Aktivitas antibakteri ekstrak buah muda, daun dan kulit batang
sawo manila (Manilkara zapota (L.) Van Royen) terhadap Vibrio cholerae
dan
Clostridium
perfringens.Tesis.Universita
Atma
Jaya
Yogyakarta.Yogyakarta.
Lambole VB, Murti K, Kumar U, Sandipkumar BP.2010.Phytopharmacological
properties of aegle marmelos as a potential medicinal tree: an
overview.International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and
Research 5 (2): 67 72.
Mardiah et.al.2007. Makanan Anti Kanker.Jakarta (ID): Kawan Pustaka.
Mustary M, Djide MN, Mahmud I, Hasyim N.2011.Uji daya hambat dan analisis
klt-bioautografi perasan buah sawo manila (Achras zapota Linn) terhadap
bakteri uji Salmonella thyposa.Jurnal MKMI 7 (1): 25 27.
Nadiah.2014.Buah Maja Mengandung Antifeedant sebagai Pengendali Serangga
Herbivora.POPT Ahli Pertama Balai Besar Perbenihan dan Proteksi
Tanaman Perkebunan Surabaya.Surabaya.
Pribadi P, Latifah E, Rohmayanti.2014.Pemanfaatan perasan buah kepel
(Stelechocarpus burahol (Blume) Hook.&Thomson) sebagai antiseptik
luka.Pharmaiana 4 (2): 177 183.
Pujiasmanto B.2007.Kajian Agroekologi dan Morfologi Sambiloto (Andrographis
paniculata Ness.) pada Berbagai Habitat.Surakarta (ID): Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret.

Raga YP, Haryati, Lisa M.2012.Respon pertumbuhan dan hasil bawang sabrang
(Eleutherine americana Merr.) pada berbagai jarak tanam dan berbagai
tingkat pemotongan umbi bibit.Jurnal Online Agroekoteknologi Vol 1 (1).
Resti

D.2009.Pengaruh pemberian ekstrak etanol temulawak (Curcuma


xanthorrhiza roxb.) pada gambaran histopatologi ginjal ayam
petelur.Skripsi.Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rukmana R.2000.Kumis Kucing.Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.


Safritri IA dan Hastuti S.2014.Uji daya analgetik ekstrak etanol daun seligi
(Phyllanthus Buxifolius Muell .Arg) terhadap mencit galur
swiss.Indonesian Journal on Medical Science 1 (2): 35 40.
Sulaksana J dan Dadang IJ.2005.Kemuning dan Jati Belanda.Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Sumarna Y.2006.Budidaya Jati.Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Sunanto H.1995.Budidaya Cincau.Yogyakarta (ID): Kanisius.
Sundari F, Amalia L, dan Ekawidyani KR.2014.Minuman cincau hijau (Premna
oblongifolia Merr.) dapat menurunkan tekanan darah pada wanita dewasa
penderita hipertensi ringan dan sedang.Jurnal Gizi Pangan 9 (3): 203
210.
Suprapto H.2011.Deskripsi dan manfaat tanaman obat di pedesaan sebagai upaya
pemberdayaan apotik hidup (studi kasus di Kecamatan Wonokerto).Pena
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 21: 24 25.
Tjahjohutomo
R.2001.Teknologi
Pascapanen
Tanaman
http://pascapanen.litbang.pertanian.go.id [23 September 2015]

Obat.

Tisnadjaja D, Saliman E, Silvia, Simanjuntak P.2006.Pengkajian burahol


(Stelechocarpus burahol (Blume) Hook & Thomson) sebagai buah yang
memiliki kandungan senyawa antioksidan.BIODIVERSITAS 7 (2): 199
202.
Tjitrosoepomo Gembong.2007.Morfologi Tumbuhan.Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada Press.
Triguspita A, Subarnas A, dan Supriyatna.2000.Efek analgesik dan penapisan
fitokimia ekstrak metanol daun kayu putih, kecubung, mangkok,
pohpohan, dan turi dengan metode geliat pada mencit.Prosiding Seminar
Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XVII.Bandung 28 30 Maret 2000.

Wildan A, Mutiara EV.2013.Uji aktivitas antioksidan penangkap radikal senyawa


flavonoid daun kepel (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook f. &
Th).Media Farmasi Indonesia 5 (2): 642 649.
Winarto WP. 2007. Tanaman obat Indonesia untuk pengobatan herbal. 1:55-57.
Wulandari I.2011.Teknologi ekstraksi dengan metode maserasi dalam etanol 70 %
pada daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) di balai besar
penelitian dan pengembangan tanaman obat dan obat tradisional
(B2P2TO-OT) Tawamangu.Tugas Akhir.Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Yuniarti T.2008.Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional.Yogyakarta (ID): Media
Pressindo.
Yusuf H.2009.Pengaruh naungan dan tekstur tanah terhadap pertumbuhan dan
produksi bawang sabrang (Eleutherine americana Merr.).Skripsi.
Universitas Sumatera Utara.Medan.

Anda mungkin juga menyukai