PERCOBAAN
PENELUSURAN PUSTAKA
Hari : Selasa
Tanggal : 22 Maret 2022
Nama : WINDY LIDIA RIZMA
NIM : 01019007
Kelompok :7
Kelas :6D
PENELUSURAN PUSTAKA
I. Pendahuluan
a. Tinjauan botani
Tapak dara (Catharanthus roseus [L.] G. Don)
1. Nama
- Sinonim
Ammocallis rosea Small, Lochnera rosea Reich, Vinca rosea L.
- Nama daerah
Sumatra : rutu-rutu, rumput jalang
Jawa : kembang sari cina, kembang serdadu, kembang tembaga
Bali : tapak lima
Sulawesi : sindapor
Maluku : usia
- Nama asing
China : chang chun hua
Vietnam : hoa hai dang, dira can
Belanda : soldatenbloem
Inggris : vinca, periwinkle
- Nama Simplisia
Catharanthi Herba (herba tapak dara), Catharanthi Radix (akar tapak dara)
2. Klasifikasi Tapak Dara
Klasifikasi Tumbuhan Tapak Dara, yaitu (Plantamor, 2008)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatopyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Gentianales
Famili : Apocynaceae
Genus : Catharanthus
Spesies : Catharanthus roseus (L.) G. Don
3. Tempat tumbuh
Tapak dara dapat tumbuh di tempat terbuka dengan berbagai macam iklim,
serta ditemukan mulai dataran rendah hingga ketinggian 800 m dpl (Dalimartha,
2008).
4. Morfologi Tapak Dara Catharanthus roseus (L.) G. Don
Tumbuhan ini berasal dari Amerika Tengah, umumnya ditanam sebagai
Tumbuhan hias. Tapak dara bisa tumbuh ditempat terbuka. Daun tapak dara
tergolong daun tunggal dengan letaknya silang berhadapan, mempunyai morfologi
bulat telur dengan ujungnya terdapat getah dan pangkal tumpul, tepi rata, mengkilat,
memiliki tangkai dengan panjang 2-6 cm, lebar daun 1-3 cm, pertulangan menyirip,
serta berwarna hijau.
5. Masa waktu panen
Tumbuhan ini tidak tahan terhadap pemangkasan besar dan dapat mati
karenanya. Tapak dara biasanya diperbanyak dengan bijinya yang lembut. Caranya,
sediakan biji-biji yang tua, lalu semaikan pada suatu tempat persemaian. Masukkan
biji ke dalam tanah, lalu tutup dengan lapisan tanah setipis tebal bijinya. Rajinlah
menyiram. Bila biji-biji mulai tumbuh, dan tingginya sudah mencapai sekitar 15 - 20
cm, umumnya dapat dipindahkan ke tempat yang diinginkan. Jika ingin ditanam
dalam pot, tentu perlu disiapkan pot dan media tanamnya. Pot bisa dari tanah liat,
semen, atau kaleng bekas. Media tanamnya berupa campuran tanah subur, kompos,
dan pupuk kandang (2: 1: 1). Bibit langsung ditanam, dan setelah itu diletakkan di
tempat teduh. Seminggu kemudian, ditempatkan di tempat terbuka.
Jika ingin ditanam di kebun pekarangan, perlu dibuat lubang tanah berukuran
15 x 151 x 15 cm, dengan jarak di antara lubang 50 cm. Tiap lubang diberi pupuk
kandang atau kompos sebanyak 1,5 kg. Masukkan bibit ke dalam lubang, lalu
timbun dengan tanah, dan siram.
Untuk perawatannya, tapak dara tidak menuntut perawatan khusus. Asal
disiram dan diberi pupuk, sudah cukup. Pada awal pertumbuhan, gunakan pupuk
yang kandungan nitrogennya tinggi, atau pupuk daun yang disemprotkan pada
permukaan bawah daun di pagi hari. Kemudian, ketika tanaman mulai berbunga,
untuk merangsang pembungaan, dapat digunakan pupuk yang memiliki kandungan
fosfor tinggi. Nah, jika rajin merawat, tentulah dijamin tapak dara akan berbunga
sepanjang tahun.
b. Tinjauan Kimia
e. Peraturan zat tambahan pada obat tradisional dan analisa kualitatif zat yang
ditambahkan pada obat tradisional
II. Metodologi
a. Pembuatan simplisia
Akar tapak dara (Catharanthus roseus L. Radix).
Cara Kerja
1. Pengumpulan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain
tergantung pada :
Bagian tanaman yang digunakan. Umur tanaman yang digunakan. Waktu panen.
Lingkungan tempat tumbuh.
Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam
bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian
tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar.
2. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan
asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar
suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun,
akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah mengandung
bermacam-macam mikroba dalam jurnlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan
simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal.
3. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang
melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air
dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang
mudah larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu
yang sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978), pencucian sayur-sayuran satu kali
dapat menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika dilakukan pencucian
sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah mikroba
awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua mikroba karena air
pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga sejumlah mikroba. Cara
sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah rnikroba awal
simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah
mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat
pada permukaan bahan tersebut dapat menipercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri
yang umum terdapat dalam air adalah Pseudomonas, Proteus, Micrococcus, Bacillus,
Streptococcus, Enterobacter dan Escherishia. Pada simplisia akar, batang atau buah
dapat pula dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi jumlah mikroba
awal karena sebagian besar jumlah mikroba biasanya terdapat pada permukaan
bahan simplisia. Bahan yang telah dikupas tersebut mungkin tidak memerlukan
pencucian jika cara pengupasannya dilakukan dengan tepat dan bersih.
4. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,
pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang
tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan
dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau
potongan dengan ukuran yang dikehendaki. Semakin tipis bahan yang akan
dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu
pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan
berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap. Sehingga
mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu bahan
simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya
dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar minyak
atsiri. Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah. Penjemuran
sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi pewarnaan akibat reaksi antara
bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari selama satu
hari.
5. Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi
kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau
perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu
dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad reniklainnya.Enzim tertentu
dalam sel, masih dapat bekerja, menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati
dan selama bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu. Pada
tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang
merusak itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses
metabolisme, yakni proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel.
Keseimbangan ini hilang segera setelah sel tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950,
sebelum bahan dikeringkan, terhadap bahan simplisia tersebut lebih dahulu
dilakukan proses stabilisasi yaitu proses untuk menghentikan reaksi enzimatik. Cara
yang lazim dilakukan pada saat itu, merendam bahan simplisia dengan etanol 70%
atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil penelitian selanjutnya diketahui bahwa
reaksi enzimatik tidak berlangsung bila kadar air dalam simplisia kurang dari 10%.
Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau
menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama proses
pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, Waktu
pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak
dianjurkan menggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan bahan
simplisia, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia
kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara
pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya “Face hardening”, yakni
bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini
dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan
yang terlalu tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air
permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan
tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan
selanjutnya. “Face hardening” dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di
bagian dalarn bahan yang dikeringkan.
Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara
pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 300 sampai 90°C,
tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60°C. Bahan simplisia yang
mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus
dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 300 sampai 450 C, atau dengan
cara pengeringan vakum yaitu dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang
atau lemari pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga
tergantung pada bahan simplisia,cara pengeringan, dan tahap tahap selama
pengeringan. Kelembaban akan menurun selama berlangsungnya proses
pengeringan. Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan digunakan orang. Pada
dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan secara alamiah dan buatan.
6. Pengeringan Alamiah.
Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang
dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan : Dengan panas sinar matahari
langsung. Cara ini dilakitkan untuk mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras
seperti kayu, kulit kayu, biji dan sebagainya, dan rnengandung senyawa aktif yang
relatif stabil. Pengeringan dengan sinar matahari yang banyak dipraktekkan di
Indonesia merupakan suatu cara yang mudah dan murah, yang dilakukan dengan
cara membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di udara terbuka di atas
tampah-tampah tanpa kondisi yang terkontrol sepertl suhu, kelembaban dan aliran
udara. Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung kepada keadaan
iklim, sehingga cara ini hanya baik dilakukan di daerah yang udaranya panas atau
kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang mendung
dapat memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberi kesempatan pada
kapang atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia tersebut kering.
F’IDC (Food Technology Development Center IPB) telah merancang dan
membuat suatu alat pengering dengan menggunakan sinar matahari, sinar matahari
tersebut ditampung pada permukaan yang gelap dengan sudut kemiringan tertentu.
Panas ini kemudian dialirkan keatas rak-rak pengering yang diberi atap tembus
cahaya di atasnya sehingga rnencegah bahan menjadi basah jika tiba-tiba turun
hujan. Alat ini telah digunakan untuk mengeringkan singkong yang telah dirajang
dengan demikian dapat pula digunakan untuk mengeringkan simplisia. Dengan
diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Cara ini
terutama digunakan untuk menghasilkan bagian yang lebih halus (serbuk). Dalam
proses ini, akar tapak dara yang awalnya mempunyai berat 300 gram, beratnya
menyusut menjadi 30 gram saja ketika menjadi serbuk dikarenakan proses
pengeringan yang bertujuan mengurangi kadar air dari akar hingga menjadi 10%
saja.
7. Penyimpanan
Hasil serbuk dari simplisia akar tapak dara dimasukan dan disimpan didalam botol
kaca berwarna coklat atau gelap dalam keadaan tertutup rapat pada tempat yang
tidak panas, atau terlindung dari sinar matahari. Dan diberi label atau etiket.
Standardisasi dapat didefinisikan sebagai kualitas suatu sediaan farmasi yang memiliki
nilai yang tetap dan reprodusibel, serta menentukan jumlah minimum dari satu atau
beberapa komponen yang terkandung di dalamnya. Beberapa alasan perlunya dilakukan
standardisasi obat tradisional, antara lain dapat menyediakan produk yang terstandar,
reprodusibel, dan memiliki kualitas tinggi, serta memberikan rasa aman dan
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap obat tradisional. Standardisasi dalam
kefarmasian adalah serangkaian parameter, prosedur, dan cara pengukuran yang
hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian. Mutu dalam
artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi, farmasi), termasuk jaminan stabilitas
sebagai produk kefarmasian umumnya. Selain itu, standardisasi juga berarti proses
yang menjamin bahwa produk akhir (obat, ekstrak, atau produk ekstrak) mempunyai
nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan terlebih dahulu.
Standardisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan
digunakan sebagai bahan baku obat harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam
monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan (Materia Medika Indonesia),
sedangkan sebagai produk yang langsung dikonsumsi harus memenuhi persyaratan
produk kefarmasian sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Ekstrak yang digunakan sebagai bahan baku maupun produk kefarmasian, selain harus
memenuhi persyaratan monografi bahan baku (simplisia), juga diperlukan persyaratan
parameter standar ekstrak. Persyaratan mutu ekstrak terdiri dari berbagai parameter
standar umum (non spesifik) dan parameter standar spesifik. Parameter non spesifik
meliputi susut pengeringan, kadar abu, kadar air, sisa pelarut, dan cemaran logam berat,
sedangkan parameter spesifik meliputi identitas ekstrak, organoleptik ekstrak, dan
kadar senyawa terlarut dalam pelarut tertentu.
Parameter spesifik terdiri dari:
1. Identitas ekstrak, merupakan deskripsi tata nama ekstrak, nama latin tumbuhan,
bagian tumbuhan yang digunakan serta senyawa identitas yang menjadi petunjuk
spesifik dengan metode tertentu. Parameter ini bertujuan memberikan identitas
objektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas.
2. Organoleptik ekstrak, dilakukan dengan menggunakan panca indera untuk
mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa. Parameter ini bertujuan sebagai
pengenalan awal yang sederhana seobjektif mungkin.
3. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu, dilakukan dengan cara melarutkan ekstrak
dengan pelarut (alkohol atau air) untuk ditentukan jumlah solut yang identik dengan
jumlah senyawa kandungan secara gravimetri. Parameter ini bertujuan untuk
memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan.
c. Pembuatan Ekstrak
Cara Ekstrasi
Ekstraksi bisa dilakukan dengan metode maserasi, perkolasi, digesti,refluks
atau ekstraksi fluida super kritik. Sifat zat aktif yang terkandung didalam bahan
mempengaruhi metode ekstraksi dan jenis pelarut yang dipilih. Selain itu pada metode
maserasi dan perkolasi dapat dimodifikasi menggunakan ekstraktor yang dilengkapi
dengan mantel pemanas. Pada buku ini, metode yang dibahas meliputi maserasi,
perkolasi, dan digesti. Ekstrak yang dibuat harus memenuhi standar yang telah
ditentukansebagaimana tercantum di dalam monografi.
Maserasi
Maserasi digunakan untuk simplisia segar, kering atau serbuk zat aktifnya
tidak tahan terhadap proses pemanasan. Pelarut yang dipakaiadalah air atau pelarut
organik. Keuntungan dari maserasi adalah pengerjaannya dan peralatannya mudah dan
saederhana. Sedangkan kekurangannya antara lain waktuyang dibutuhkan untuk
mengekstraksi bahan cukup lama, penyarian kurang sempurna, pelarut yang digunakan
jumlahnya banyak.Metode : Kecuali dinyatakan lain lakukan sebagai berikut :
masukkan satu & bagian simplisia ke dalam maserator, tambahkan sepuluh & bagian
penyari dan rendam selama - jam sambil sekali+kali diaduk,kemudian diamkan hingga
24 jam. Pisahkan maserat dengan separator dan ulang 2 kali dengan jumlah dan jenis
pelarut yang sama, kemudian kumpulkan semua maserat. Jika maserasi dilarutkan
dengan pelarut air maka tambahkan etanol minimal 0,5, selain sebagai pengawet,
jugauntuk memudahkan penguapan maserat.
d. Standarisasi Ekstrak
Simplisia menurut peraturan ini adalah bahan alam yang telah dikeringkan
yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali
dinyatakan lain suhu pengeringan tidak lebih dari 600. Pengemasan obat tradisional
dalam kapsul, sebetulnya hanya dibenarkan bagi industri obat tradisional dan harus
memenuhi cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB). Oleh karena itu
pemberian obat tradisional dalam bentuk kapsul dapat menyalahi ketentuan yang telah
digariskan dalam peraturan ini.Uraian di atas juga menjelaskan bahwa suhu
pengeringan sebaiknya tidak lebih dari 600C.4 Sebagaimana dikemukakan dalam
CPOTB, maksud pengeringan adalah untuk membatasi kandungan kadar air sehingga
tidak memungkinkan pertumbuhan kapang,khamir dan/atau jasad renik lainnya.
Pengeringan harus diperhatikan sehingga zat aktif dalam bahan baku obat tidak
mengalami kerusakan akibat suhu pengeringan yang berlebihan.
Apabila mengacu pada CPOTB, penggunaan alat perajang sebetulnya
memiliki beberapa aturan khusus, yaitu harus mampu menghaluskan bahan baku
atauproduk antara menjadi serbuk dengan derajat halus yang dikehendakisejumlah
minimum 90% dari jumlah bahan, yang dihaluskan. Apabila alat perajang tidak
digunakan semestinya, dikhawatirkan akan mengganggu proses metabolisme obat
tradisional dalam tubuh pasien.
Penggunaan sarung tangan juga dikhawatirkan justru dapat mencemari bahan baku
obat,
akibat adanya bedak (talk) yang melekat pada sarung tangan tersebut. oleh karena itu
CPOTB tidak menyatakan secara eksplisit bahwa pembuat obat tradisional harus
menggunakan sarung tangan. Namun CPOTB justru lebih menekankan pada masalah
pencemaran/kontaminasi bahan baku obat tradisional. Uraian di atas menunjukkan
bahwa konsep pembuatan obat tradisional yang dikuasai oleh para pengobat tradisional
belum sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh berbagai kebijakan yang diterbitkan
oleh pemerintah.
f. Evaluasi obat tradisional
Produk obat tradisional saat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Menurut
hasil evaluasi pengujian oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih
ditemukan produk obat tradisional yang tidak memenuhi syarat diperedaran. Untuk
melindungi masyarakat terhadap efek negatif dari penggunaan obat tradisional yang
tidak memenuhi persyaratan kualitas, diperlukan standar proses pembuatan agar
diperoleh produk yang memenuhi syarat kualitas yang konsisten dari bets ke bets
melalui penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB). Penerapan
CPOTB dapat melindungi masyarakat dari penggunaan obat tradisional yang tidak
memenuhi syarat dan dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk obat
tradisional Indonesia dalam era pasar bebas sehingga siap menghadapi Harmonisasi
Asean tahun 2010. Teknik Statistical Quality Control (SQC) dapat digunakan untuk
memantau dan meningkatkan kinerja proses produksi agar dihasilkan produk obat
tradisional yang berkualitas.
III. Kesimpulan
https://id.wikipedia.org/wiki/Tapak_dara
http://e-journal.uajy.ac.id/11903/2/1BL01379.pdf
http://repository.unisba.ac.id/bitstream/handle/
123456789/585/09bab5_amanah_10060310112_skr_2015.pdf?
sequence=9&isAllowed=y
https://aljabarselaras.com/food/training-cpotb-cara-pembuatan-obat-tradisional-
yang-baik/
https://jdih.pom.go.id/download/product/1308/25/2021
https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-7/20181276-S32674-Rahmadiah.pdf
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA
PERCOBAAN
PENELUSURAN PUSTAKA
Hari : Selasa
Tanggal : 22 Maret 2022
Nama : RIZAL AHMAD PRATAMA
NIM : 01019117
Kelompok :1
Kelas :6D
PENELUSURAN PUSTAKA
I. Pendahuluan
a. Tinjauan botani
1. Nama ilmial : Curcuma zanthorrhiza) adalah tumbuhan obat yang tergolong dalam
suku temu-temuan (Zingiberaceae). Tanaman ini di wilayah Jawa Barat (Sunda)
dikenal sebagai koneng gede, sedangkan di Madura disebut temu labak.
2. Klasifikasi Rimpang temulawak
(Curcuma zanthorrhiza L.) termasuk ke dalam :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Familia : Zingiberceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma zanthorrhiza L. (Anonymous, 2011).
3. Tempat tumbuh
Secara alami temulawak tumbuh dengan baik di lahan-lahan yang teduh dan
terlindung dari teriknya sinar matahari. Di habitat alami rumpun tanaman ini tumbuh
subur di bawah naungan pohon bambu atau jati. Namun demikian temulawak juga
dapat dengan mudah ditemukan di tempat yang terik seperti tanah tegalan.
4. Ciri morfologi
Temulawak termasuk tanaman tahunan yang tumbuh merumpun dengan
habitus mencapai ketinggian 2-2,5 meter. Tiap rumpun tanaman ini terdiri atas
beberapa anakan dan tiap anakan memiliki 2-9 helai daun. Daun temulawak
bentuknya panjang dan agak lebar. Panjang daunnya sekitar 50-55 cm dan lebar ± 18
cm.
5. Masa waktu panen
Rimpang dipanen dari tanaman yang telah berumur 9-10 bulan. Tanaman yang
siap panen memiliki daun-daun dan bagian tanaman yang telah menguning dan
mengering, memiliki rimpang besar dan berwarna kuning kecoklatan.
6. Khasiat dan penggunaannya
Temulawak (Curcuma zanthorrhiza) adalah tanaman herbal asli Indonesia
yang kerap dimanfaatkan untuk mengobati berbagai masalah kesehatan, mulai dari
kurang nafsu makan, gangguan lambung, sembelit, diare, demam, radang sendi,
hingga gangguan fungsi hati. Tanaman ini masih kerabat dekat dengan kunyit.
b. Tinjauan kimia
Kandungan senyawa kimia pada temulawak seperti Alkaloid, Flavonoid,
Triterpenoid, Saponin dan Tanin. Kandungan ini memiliki manfaat untuk antioksidan,
antimikroba, dan antiinflamsi.
c. Khasiat dan Penggunaanya
Kebijakan perdagangan tanaman obat disisi hilir diatur dalam Permenkes No.
006 tahun 2002 tentang industri dan usaha obat tradisional, dimana pada pasal 42
disebutkan bahwa IOT, IEBA, IKOT dan IMOT wajib menyampaikan laporan
jenis jumlah bahan baku yang digunakan. Dengan adanya Permenkes 006/2002
diharapkan dikembangkan kebutuhan bahan baku tanaman obat dapat diketahui
sehingga dapat menjadi acuan dalam produksi dan perdagangan tanaman obat.
Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaga Negara
Republik Indonesia bahan baku simplisia dan bahan baku ekstrak tanaman obat).
e. Peraturan zat tambahan pada obat tradisional dan analisa kualitatif zat yang
ditambahkan pada obat tradisional
II. Metodologi
a. Pembuatan simplisia
1. Pemanenan
Waktu panen ditandai oleh berakhirnya pertumbuhan vegetatif, pada keadaan
ini rimpang telah berukuran optimal dan umur di lahan antara 9 - 10 bulan. Ciri
tanaman yang siap panen adalah memiliki daun-daun yang telah menguning dan
mengering.
Pemanenan dilakukan dengan cara membongkar rimpang menggunakan
garpu/cangkul secara hati-hati agar tidak terluka/rusak. Tanah yang menempel pada
rimpang dibersihkan dengan cara dipukul pelan-pelan hingga tanah terlepas dari
rimpang. Kemudian daun-daun dan batang dibuang.
2. Pencucian
Rimpang direndam dalam bak pencucian selama 2 – 3 jam. Selanjutnya
rimpang dicuci sambil disortasi. Setelah bersih rimpang segera ditiriskan dalam rak -
rak peniris selama 1 hari. Penirisan sebaiknya dilakukan di dalam ruangan atau di
tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung.
3. Perajangan
Perajangan dapat menggunakan mesin ataupun perajang manual. Arah irisan
melintang agar sel-sel yang mengandung minyak atsiri tidak pecah dan kadarnya
tidak menurun akibat penguapan. Tebal irisan rimpang antara 4 - 6 mm. Untuk
mendapatkan warna dan kualitas rimpang yang bagus, setelah perajangan rimpang
diuapi dengan uap panas atau dicelup dalam air mendidih selama 1 jam sebelum
dikeringkan.
4. Pengeringan
Pengeringan dilakukan dengan mesin, selain lebih cepat juga hasilnya lebih
berkualitas. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan
bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Hal yang perlu diperhatikan dalam
pengeringan dengan mengunakan mesin adalah suhu pengeringan yang tepat. Untuk
rimpang temulawak digunakan suhu pengeringan antara 40 - 60 oC. Dengan suhu
tersebut waktu pengeringan yang diperlukan antara 3 - 4 hari.
5. Pengemasan
Setelah rimpang mencapai derajat kekeringan yang diinginkan, selanjutnya
dapat segera dikemas untuk menghindari penyerapan kembali uap air oleh rimpang.
Pengemasan hendaknya dilakukan dengan hati-hati agar rimpang tidak hancur.
Seterusnya simplisia dapat segera disimpan atau diangkut ke pasar.
6. Penyimpanan
Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab, suhu tidak melebihi 30 oC,
memiliki ventilasi yang baik, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang
menurunkan kualitas simplisia, memiliki penerangan yang cukup (terhindar dari
sinar matahari langsung), serta bersih dan bebas dari hama gudang.
Minyak atsiri dalam simplisia temulawak mengandung siklo isoren, mirsen, d-
kamfer, P-tolil metikarbinol, zat warna kurkumin. Kandungan kurkumin dalam
rimpang temulawak berkisar antara 1,6% - 2,22% dihitung berdasarkan berat kering.
c. Pembuatan Ekstrak
Cara Ekstrasi
Ekstraksi bisa dilakukan dengan metode maserasi, perkolasi, digesti,refluks
atau ekstraksi fluida super kritik. Sifat zat aktif yang terkandung didalam bahan
mempengaruhi metode ekstraksi dan jenis pelarut yang dipilih. Selain itu pada metode
maserasi dan perkolasi dapat dimodifikasi menggunakan ekstraktor yang dilengkapi
dengan mantel pemanas. Pada buku ini, metode yang dibahas meliputi maserasi,
perkolasi, dan digesti. Ekstrak yang dibuat harus memenuhi standar yang telah
ditentukansebagaimana tercantum di dalam monografi.
- Cara membuat ekstrak temulawak yang pertama adalah dengan menyiapkan alat-alat
terlebih dahulu seperti parutan, wajan, kompor, pengaduk, pisau, saringan dan juga
ayakan.
- Jangan lupa siapkan juga bahan-bahan lain seperti : Rimpang temulawak, gula pasir,
kayu manis, jeruk nipis, cengkeh, daun pandan segar dan garam.
- Cara membuat ekstrak temulawak selanjutnya adalah dengan mencuci bersih
rimpang temulawak tersebut. Setelah dicuci, kupaslah temulawak dan kemudian
diparut hingga halus. Setelah halus, tambahkan air dan peras agar ampas berpisah
dengan air. Simpanlah air temulawak dalam wadah yang terpisah.
- Tumbuklah cengkeh yang telah dibersihkan dan campurkan tumbukan tersebut
dengan kayu manis bubuk. Masukkan air dan kemudian peras dan simpan di wadah
terpisah.
- Haluskan daun pandan dengan cara ditumbuk dan tambahkan sedikit air, simpan
dalam wadah terpisah.
- Satukan semua air perasaan tersebut ke dalam satu wadah. Saringlah kembali
campuran air perasaan tersebutagar tak ada ampas yang ikut.
- Masukkan gula dan tambahkan garam secukupnya.
- Masaklah campuran tersebut di atas wajan dengan api sedang (wajan harus terbebas
dari minyak karena akan menyebabkan gagalnya sari terbentuk)
- Aduklah campuran tersebut hingga terbentuk adonan kental dan terlihat berminyak.
- Tambahkan gula dan aduk hingga adonan berubah menjadi bubuk. Haluskan bubuk
dengan pengaduk saat keadaan masih panas agar butirannya lebih halus
- Angkat, dinginkan dan ayak serbuk hingga benar-benar sama ukuran butirannya
dengan yang lain.
d. Standarisasi Ekstrak
Simplisia menurut peraturan ini adalah bahan alam yang telah dikeringkan
yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali
dinyatakan lain suhu pengeringan tidak lebih dari 600. Pengemasan obat tradisional
dalam kapsul, sebetulnya hanya dibenarkan bagi industri obat tradisional dan harus
memenuhi cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB). Oleh karena itu
pemberian obat tradisional dalam bentuk kapsul dapat menyalahi ketentuan yang telah
digariskan dalam peraturan ini.Uraian di atas juga menjelaskan bahwa suhu
pengeringan sebaiknya tidak lebih dari 600C.4 Sebagaimana dikemukakan dalam
CPOTB, maksud pengeringan adalah untuk membatasi kandungan kadar air sehingga
tidak memungkinkan pertumbuhan kapang,khamir dan/atau jasad renik lainnya.
Pengeringan harus diperhatikan sehingga zat aktif dalam bahan baku obat tidak
mengalami kerusakan akibat suhu pengeringan yang berlebihan.
Apabila mengacu pada CPOTB, penggunaan alat perajang sebetulnya
memiliki beberapa aturan khusus, yaitu harus mampu menghaluskan bahan baku
atauproduk antara menjadi serbuk dengan derajat halus yang dikehendakisejumlah
minimum 90% dari jumlah bahan, yang dihaluskan. Apabila alat perajang tidak
digunakan semestinya, dikhawatirkan akan mengganggu proses metabolisme obat
tradisional dalam tubuh pasien.
Penggunaan sarung tangan juga dikhawatirkan justru dapat mencemari bahan baku
obat,
akibat adanya bedak (talk) yang melekat pada sarung tangan tersebut. oleh karena itu
CPOTB tidak menyatakan secara eksplisit bahwa pembuat obat tradisional harus
menggunakan sarung tangan. Namun CPOTB justru lebih menekankan pada masalah
pencemaran/kontaminasi bahan baku obat tradisional. Uraian di atas menunjukkan
bahwa konsep pembuatan obat tradisional yang dikuasai oleh para pengobat tradisional
belum sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh berbagai kebijakan yang diterbitkan
oleh pemerintah.
Produk obat tradisional saat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Menurut
hasil evaluasi pengujian oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih
ditemukan produk obat tradisional yang tidak memenuhi syarat diperedaran. Untuk
melindungi masyarakat terhadap efek negatif dari penggunaan obat tradisional yang
tidak memenuhi persyaratan kualitas, diperlukan standar proses pembuatan agar
diperoleh produk yang memenuhi syarat kualitas yang konsisten dari bets ke bets
melalui penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB). Penerapan
CPOTB dapat melindungi masyarakat dari penggunaan obat tradisional yang tidak
memenuhi syarat dan dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk obat
tradisional Indonesia dalam era pasar bebas sehingga siap menghadapi Harmonisasi
Asean tahun 2010. Teknik Statistical Quality Control (SQC) dapat digunakan untuk
memantau dan meningkatkan kinerja proses produksi agar dihasilkan produk obat
tradisional yang berkualitas.
III. Kesimpulan
Curcuma zanthorrhiza) adalah tumbuhan obat yang tergolong dalam suku temu-
temuan (Zingiberaceae). Tanaman ini di wilayah Jawa Barat (Sunda) dikenal
sebagai koneng gede, sedangkan di Madura disebut temu labak.
Kandungan kimia
Kandungan senyawa kimia pada temulawak seperti Alkaloid, Flavonoid,
Triterpenoid, Saponin dan Tanin. Kandungan ini memiliki manfaat untuk antioksidan,
antimikroba, dan antiinflamsi.
Khasiat dan Penggunaanya
Mengandung banyak antioksidan, tapak dara dipercaya efektif menyembuhkan
sejumlah penyakit ringan sampai berat. Semua bagian tanaman tapak dara bisa
digunakan sebagai obat herbal. Tapak dara mengandung vincristine dan vinblastine
yang bermanfaat untuk menghambat pertumbuhan sel kanker leukemia dan jenis kanker
lainnya.
IV. Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Temu_lawak
http://pustaka-pertanian.blogspot.com/2013/08/cara-pengolahan-simplisia-
temulawak.html
https://aljabarselaras.com/food/training-cpotb-cara-pembuatan-obat-tradisional-
yang-baik/
https://jdih.pom.go.id/download/product/1308/25/2021
https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-7/20181276-S32674-Rahmadiah.pdf