Puji syukur yang berlimpah penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Sang Pemberi
Kehidupan dan Sumber Pengharapan karena atas tuntunan dan bimbingannya penulis dapat
menyelesaikan tugas uts “KONSERVASI TUMBUHAN OBAT INDONESIA” ini.Banyak hal yang dialami
dan dirasakan oleh penulis selama menjalankan dinamika perkuliahan di Universitas Halu Oleo
khususnya Jurusan Kehutan Fakultas Kehutanan Dan ilmu Lingkungan tercinta ini. Ketercapaian yang
dialami penulis sampai sejauh ini tak lepas dari campur tangan berbagai pihak yang telah
mendukung, member semangat dan harapan untuk terus berjuang mencapai cita.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
“konservasi tumbuhan obat “ .Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang “Keanekaragaman jenis tumbuhan obat tropika indonesia” bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Ir SITTI MARWAH, selaku dosen mata kuliah “
Konservasi tumbuhan obat hutan indonesia” yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah yang
saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan flora dan fauna. Kekayaan flora
Indonesia ini, banyak termasuk ke dalam kategori tanaman obat. Di Indonesia terdapat sekitar
30.000 jenis tanaman, dimana 7.000 spesies diantaranya memiliki khasiat obat (Jumiarni dan
Komalasari, 2017).Hutan tropika Indonesia diperkirakan mencapai 143 juta ha, dimana terdapat 80
% tanaman obat yang ada di dunia tumbuh disana (Pribadi, 2009). Karena itu, Indonesia dijuluki
sebagai negara mega-biodiversity (Utami, 2008). Kekayaan alam berupa aneka jenis tumbuhan obat
di negara Indonesia sangatlah bermanfaat bagi kesehatan (Muhlisah, 2007). Selain itu, bangsa
Indonesia juga memiliki banyak etnis yang menyimpan sejumlah pengetahuan lokal mengenai
pemanfaatan tumbuhan sebagai obat (Setiawan dan Maryatul, 2014).
Sejak zaman dahulu, manusia sangat mengandalkan lingkungan sekitar untuk memenuhi
kelangsungan hidupnya. Masyarakat Indonesia telah lama mengenal tanaman yang berkhasiat obat
sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi berbagai masalah kesehatan (Sari, 2006).
Pengetahuan tentang tumbuhan yang berkhasiat obat telah lama di lakukan masyarakat secara
turun-temurun dari satu generasi kegenerasi berdasarkan pada pengalaman dan keterampilannya
(Muhlisah, 2007). Seiring dengan semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat akan kesehatan,
penggunaan obat tradisional mulai digemari karena lebih murah dan minim efek samping dibanding
dengan menggunakan obat-obat modern atau obat-obatan dari bahan kimia. Selain itu, tanaman
obat memiliki khasiat yang terbukti ampuh menyembuhkan penyakit dan penggunaannya lebih
efektif, efisien, aman dan ekonomis (Sari, 2006).
Tanaman obat tradisional merupakan ramuan bahan alami yang berasal dari tanaman sekitar
yang dibuat secara tradisional dan berkhasiat untuk pengobatan berbagai macam penyakit.
Pemanfaatan tanaman sebagai bahan obat sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat di
Indonesia, dengan keanekaragaman etnis yang ada, maka pemanfaatan tanaman sebagai obat juga
semakin beraneka ragam. Namun, jenis tumbuhan berkhasiat obat yang ada di Indonesia sampai
saat ini belum diketahui secara pasti, sehingga diperlukan pendokumentasian secara menyeluruh
terhadap penggunaan tumbuhan sebagai bahan baku pengobatan (Handayani, 2015).
1.3. Tujuan
• Untuk mengetahui teknologi konservasi tumbuhan obat secara in-situ dan ex-situ.
PEMBAHASAN
1. Temulawak
Tanaman temulawak (Curcuma zanthorrihiza L.) merupakan tanaman asli Indonesia yang
tumbuh liar di hutan-hutan jati di Jawa dan Madura. Tumbuhan semak berumur tahunan, batang
semunya terdiri dari pelepah-pelepah daun yang menyatu,mempunyai umbi batang. Tinggi tanaman
antara 50-200 cm, bunganya berwarna putih kemerah-merahan atau kuning bertangkai 1,5-3 cm
berkelompok 3 sampai 4 buah. Tumbuhan ini tumbuh subur pada tanah gembur, dan termasuk jenis
temu-temuan yang sering berbunga. Panen dapat dilakukan pada umur 7-12 bulan setelah tanam
atau daun telah menguning dan gugur. Sebagai bahan tanaman untuk bibit digunakan tanaman
sehat berumur 12 bulan (Hayani, 2006).
Temulawak termasuk tanaman tahunan yang tumbuh merumpun dengan habitus mencapai
ketinggian 2-2,5 meter. Tiap rumpun tanaman ini terdiri atas beberapa anakan dan tiap anakan
memiliki 2-9 helai daun. Daun temulawak bentuknya panjang dan agak lebar. Panjang daunnya
sekitar 50-55 cm dan lebar ± 18 cm. Warna bunga umumnya kuning dengan kelopak bunga kuning
tua dan pangkal bunganya berwarna ungu. Rimpang temulawak bentuknya bulat seperti telur
dengan warna kulit rimpang sewaktu masih muda maupun tua adalah kuning kotor. Warna daging
rimpang adalah kuning dengan cita rasa pahit, berbau tajam dan keharumannya sedang. Untuk
sistem perakaran tanaman temulawak termasuk tanaman yang berakar serabut dengan panjang
akar sekitar 25 cm dan letaknya tidak beraturan (Anonymous, 2013).
Klasifikasi Temulawak
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Familia : Zingiberceae
Genus : Curcuma
Terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari satu meter, tetapi kurang dari dua meter.
Batang semu merupakan bagian dari pelepah daun yang tegak dan saling bertumpang tindih,
warnanya hijau atau coklat gelap. Rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat,
berukuran besar, bercabang-cabang, dan berwarna cokelat kemerahan, kuning tua atau berwarna
hijau gelap. Tiap tunas dari rimpang membentuk daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang
sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31
– 84 cm dan lebar 10 – 18 cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43 – 80 cm, pada setiap
helaian dihubungkan dengan pelepah dan tangkai daun agak panjang. Bunganya berwarna kuning
tua, berbentuk unik dan bergerombol yakni perbungaan lateral. tangkai ramping dan sisik berbentuk
garis, panjang tangkai 9 – 23 cm dan lebar 4 – 6 cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya
melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8
– 13 mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5 cm, helaian bunga
berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau
merah, panjang 1,25 – 2cm dan lebar satu cm, sedangkan daging rimpangnya berwarna jingga tua
atau kecokelatan, beraroma tajam yang menyengat dan rasanya pahit.
Tanaman ini ditanam secara konvensional dalam skala kecil dengan menggunakan teknologi
budidaya yang sederhana, karena itu sulit menentukan letak sentra penanaman temu lawak di
Indonesia. Hampir di setiap daerah pedesaan, terutama di dataran sedang dan tinggi, dapat
ditemukan temu lawak terutama di lahan yang teduh.
Bibit diperoleh dari perbanyakan secara vegetatif yaitu anakan yang tumbuh dari rimpang tua
yang berumur 9 bulan atau lebih, kemudian bibit tersebut ditunaskan terlebih dahulu di tempat yang
lembap dan gelap selama 2 − 3 minggu sebelum ditanam. Cara lain untuk mendapatkan bibit adalah
dengan memotong rimpang tua yang baru dipanen dan sudah memiliki tunas (setiap potongan
terdiri dari 2-3 mata tunas), kemudian dikeringkan dengan cara dijemur selama 4 − 6 hari. Temu
lawak sebaiknya ditanam pada awal musim hujan agar rimpang yang dihasilkan besar, sebaiknya
tanaman juga diberi naungan.
Pertumbuhan
• Iklim
Secara alami temu lawak tumbuh dengan baik di lahan-lahan yang teduh dan terlindung dari
teriknya sinar matahari. Di habitat alami rumpun tanaman ini tumbuh subur di bawah naungan
pohon bambu atau jati. Namun, temu lawak juga dapat dengan mudah ditemukan di tempat yang
terik seperti tanah tegalan. Secara umum tanaman ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
berbagai cuaca di daerah beriklim tropis.
-Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan antara 1.000 − 4.000 mm/tahun.
• Media tanamSunting
Perakaran temu lawak dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah baik tanah
berkapur, berpasir, agak berpasir maupun tanah-tanah berat yang berliat. Namun, untuk
memproduksi rimpang yang optimal diperlukan tanah yang subur, gembur dan berdrainase baik.
Dengan demikian pemupukan anorganik dan organik diperlukan untuk memberi unsur hara yang
cukup dan menjaga struktur tanah agar tetap gembur. Tanah yang mengandung bahan organik
diperlukan untuk menjaga agar tanah tidak mudah tergenang air.
• KetinggianSunting
Temu lawak dapat tumbuh pada ketinggian tempat 5 − 1.000 m/dpl dengan ketinggian tempat
optimum adalah 750 m dpl. Kandungan pati tertinggi di dalam rimpang diperoleh pada tanaman
yang ditanam pada ketinggian 240 m dpl. Temu lawak yang ditanam di dataran tinggi menghasilkan
rimpang yang hanya mengandung sedikit minyak atsiri. Tanaman ini lebih cocok dikembangkan di
dataran sedang.
Manfaat
Di Indonesia satu-satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang. Rimpang temu lawak
diekstrak untuk dibuat jamu godog/rebus. Rimpang ini mengandung 48 − 59,64 % zat tepung, 1,6 −
2,2 % kurkumin dan 1,48-1,63 % minyak asiri dan dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal serta
anti inflamasi. Manfaat lain rimpang tanaman ini adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu
makan, antikolesterol, antiinflamasi, anemia, antioksidan, pencegah kanker, dan antimikroba.
Minuman ekstrak rimpang temu lawak berkarbonasi (limun temu lawak) juga dikenal di
Indonesia, khususnya di Jawa. Minuman penyegar ini diproduksi mulai akhir dekade 1960-an dan
mengalami kejayaan di sekitar 1970 sampai 1980-an.
Rimpang temu lawak dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dengan mengambil patinya,
kemudian diolah menjadi bubur makanan untuk bayi dan orang-orang yang mengalami gangguan
pencernaan. Pada sisi lain, temu lawak juga mengandung senyawa pengusir (repellant) nyamuk,
karena tumbuhan tersebut menghasilkan minyak atsiri yang mengandung linalool, suatu geraniol
yaitu golongan fenol yang tidak disukai Aedes aegypti.
Kelompok penyakit/penggunaannya
Jamur Fusarium disebabkan oleh fungusoxysporum Schlecht dan Phytium sp serta bakteri
Pseudomonas sp yang berpotensi untuk menyerang perakaran dan rimpang temublawak baik di
kebun atau setelah panen. Gejala Fusarium dapat menyebabkan busuk akar rimpang dengan gejala
daun menguning, layu, pucuk mengering dan tanaman mati. Akar rimpang menjadi keriput dan
berwarna kehitam-hitaman dan bagian tengahnya membusuk. Jamur Phytium menyebabkan daun
menguning, pangkal batang dan rimpang busuk, berubah warna menjadi coklat dan akhirnya
keseluruhan tanaman menjadi busuk. Cara pengendalian dengan melakukan pergiliran tanaman
yaitu setelah panen tidak menanam tanaman yang berasal dari keluarga Zingiberaceae. Fungisida
yang dapat dipakaikan adalah Dimazeb 80 WP atau Dithane M-45 80 WP dengan konsentrasi 0,1 −
0,2%.
Penyakit layu disebabkan oleh Pseudomonas sp, gejala berupa kelayuan daun pada bagian
bawah yang diawali menguningnya daun, pangkal batang basah dan rimpang yang dipotong
mengeluarkan lendir seperti getah. Cara pengendaliannya dengan pergiliran tanaman dan
penyemprotan Agrimycin 15/1.5 WP atau grept 20 WP dengan konsentrasi 0,1 − 0,2%%.
2. Temu Giring
Temu giring atau kuning gajah (Curcuma heyneana) adalah sejenis tumbuhan yang digunakan
sebagai bahan obat-obatan tradisional (jamu). Tumbuhan ini berkhasiat sebagai obat cacing. ia
mengandung piperazin sitrat, yang diketahui dapat menangkal serangan cacing gelang (Ascaris).
Temu giring merupakan temu-temuan atau empon-emponan yang tegak, dengan tinggi
mencapai 2 m. Tumbuhan ini tahunan, dengan rimpang yang panjang dan sempit dan membengkok
ke bawah. Kebanyakan rimpangnya tumbuh ke bawah dengan percabangan berbentuk bujur
sangkar. Bagian dalam temu giring mirip dengan temu mangga. Rimpang-rimpang samping terasa
pahit. Seluruh daunnya berwarna hijau. Perbungaannya keluar dari samping batang semu. Ia
berwarna merah pada pinggir mahkota bunga. Daun-daun pelindungnya memunyai ujung yang
lancip.
Kingdom : Plantae
Ordo: Zingiberales
Genus: Curcuma
Famili: Zingiberaceae
Kelas: Liliopsida
Manfaat
• Obat Cacing
Sudah lama temu giring dikenal sebagai herbal obat cacing tradisional. Biasanya temu giring
dipadukan dengan sejumlah bahan baku lain seperti bawang, temu ireng, temu lawak dan juga jenis
temu-temuan lain untuk terapi penambah nafsu makan dan cacingan untuk anak.
Berdasarkan catatan jurnal IPB, temu giring sendiri memiliki kandungan pipetazin sitrat, sejenis
senyawa fitokimia yang bekerja sebagai toksin terhadap sistem saraf cacing, cacing akan mati dan
terbuang melalui sistem pencernaan setelah Anda mengasup temu giring secara rutin dalam
beberapa hari.
• Anti Inflamasi
Dalam riset yang dikembangkan oleh Fakultas Farmasi UNAIR ditemukan bahwa terdapat kandungan
sejumlah fitosterol, atsiri, zedoarondiol dan etanol dalam temu giring. Ketiganya dapat berperan
dalam membantu mengatasi inflamasi dalam tubuh dan di permukaan kulit. Secara tradisional, temu
giring biasa dimanfaatkan untuk membantu mengatasi peradangan pada usus dan lambung.
Dalam riset yang dijurnalkan dalam Journal of International Immunopharmacy tahun 2009 diungkap
mengenai manfaat zedoarondiol, salah satu komponen penting temu giring yang terbukti bekerja
sebagai agen anti-inflamasi.
• Mencegah Kanker
Kandungan penting dalam temu giring adalah sesquiterpenes, demikian menurut The Journal of
Natural Products berdasarkan riset pada Institute of Natural Medicine, University of Toyamatahun
2013. Kandungan sesquiterpenes ini menurut International Journal Molecular Sciences merupakan
sejenis senyawa fitokimia yang memiliki kemampuan menurunkan intensitas kerusakan DNA dan
mencegah serta menghambat pembentukan sel kanker. Senyawa ini juga efektif untuk mencegah
leukemia dan kerusakan sel tulang, sehingga juga baik untuk mencegah kanker tulang.
Sejumlah komponen penting dari sesquiterpenes dalam temu giring adalah terpenoid. Memberi efek
sedikit getir pada temu giring, rupanya senyawa biokimia ini justru memberi manfaat dalam
mempercepat regenerasi sel dan proses perbaikan jaringan yang rusak karena efek luka atau
inflamasi. Bahkan juga baik untuk mengatasi peradangan jerawat dan memiliki sifat anti jamur
sehingga secara tradisional juga kerap dimanfaatkan untuk terapi panu dan kurap.
• Anti Diare
Sejenis senyawa lain dalam temu giring yang disebut dengan nama zerumbone memiliki manfaat
untuk mengatasi diare. Memperbaiki tekstur dan kadar air dalam feses, membantu meringankan
kontraksi berlebihan pada kolon yang mendorong terjadinya rasa mulas dan diare. Sifat anti bakteri
yang terdapat dalam temu giring terbukti mengatasi inkubasi bakteri tidak sehat yang memicu diare.
3. Urang Aring
Urang-aring (Eclipta alba (L.) Hassk., sin. Eclipta prostrata L.) adalah sejenis tumbuhan,
kebanyakan ditemukan liar sebagai gulma, anggota suku Asteraceae. Terna ini terkenal oleh
kegunaannya sebagai penyubur rambut. Di samping itu, urang-aring juga memiliki khasiat sebagai
tumbuhan obat. Beberapa nama-nama lainnya, di antara
Famili: Asteraceae
Spesies: E. alba
Ordo: Asterales
Terna semusim, dengan batang tegak atau berbaring, kerap bercabang-cabang, hingga 0,8 m.
Batang bulat pejal, sering keunguan, dengan rambut putih. Daun berhadapan, duduk, lanset
memanjang hingga bundar telur memanjang, 2–12,5 × 0,5–3,5 cm, dengan pangkal menyempit dan
ujung runcing, tepi daun bergerigi atau hampir rata, kedua permukaannya berambut.
Bunga-bunga tergabung dalam bongkol bunga majemuk bertangkai panjang, selanjutnya 2-3
bongkol bersama-sama berkumpul di ujung (terminal) atau di ketiak. Daun pembalut dalam 2
lingkaran, panjang 5 mm, membentuk mangkuk. Bunga tepi dengan mahkota bentuk pita sempit,
bergigi dua. Bunga cakram bentuk tabung, berwarna putih. Buah keras (achene) memanjang hingga
serupa baji pendek, 2 mm, berbintil-bintil.
Urang-aring menghasilkan zat pewarna hitam. Cairan sarinya digunakan untuk menghitamkan
rambut dan untuk membuat tato. Daun urang-aring diremas-remas dalam air, yang kemudian
digunakan untuk mendinginkan kepala serta untuk menyuburkan dan menghitamkan rambut. Cairan
urang-aring dioleskan pada kepala bayi agar lekas mendapatkan rambut yang hitam. Seduhan urang-
aring dalam minyak kelapadigunakan sebagai minyak penyubur rambut. Minyak urang-aring
semacam ini populer di Jawa hingga sekitar tahun ’70-an.
Dalam Ayurveda (ilmu pengobatan India), urang aring diyakini sebagai semacam rasayana yang
memiliki khasiat panjang usia dan awet muda. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa
tumbuhan ini memiliki daya pengobatan terhadap gangguan hati(hepar) dan lambung.Di tempat-
tempat lain, urang-aring digunakan sebagai obat luar untuk penyakit kulit, eksem, "kutu air", bahkan
untuk mengatasi serangan hewan berbisa seperti sengatan kalajengkingatau gigitan ular.Daun
urang-aring juga dimanfaatkan sebagai lalap, atau di Bali, dicampurkan ke dalam sayur.
Terna ini asal-usulnya tidak diketahui. Menyebar luas di seluruh dunia, di wilayah tropika dan
subtropika, pada banyak tempat telah berkembang menjadi gulma yang sangat mengganggu bagi
beberapa banyak jenis tanaman pertanian. Di India, Cina, Thailand, dan Brasil; didapati pula di
seluruh Indonesia.
Urang-aring mampu beradaptasi pada lingkungan yang berubah, terutama di tempat-tempat
yang berdrainase buruk, daerah-daerah basah di sekitar sungai, parit, atau rawa, namun kaya akan
sinar matahari. Mulai dari wilayah pantai –gulma ini tahan hidup di tanah bergaram– hingga
ketinggian 2000 m. Kemampuan berbiaknya tinggi: berbunga di sepanjang tahun, urang-aring
mampu menghasilkan 17.000 biji per individu tumbuhan.
4. Tali Putri
Cuscuta atau Tali putri adalah salah satu genus dari tumbuhan berbunga, cuscutaterdiri dari
sekitar 160 sepesies. Genus ini merupakan golongan tumbuhan parasityang hidup pada tanaman
inang.[1] Tali putri tersebar luas di Eropa dan Amerika Utara, di Amerika Serikat bagian selatan tali
putri menjadi parasit pada alfalfa dan semanggi. Tanaman lain yang menjadi inang dari tali putri
antara lain; bawang, bit gula, kentang, dan beberapa jenis tanaman hias(ornamental).
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranales
Suku : Lauraceae
Marga : Cassytha
Tanaman tali putri merupakan tanaman yang termasuk dalam salah satu jenis keluarga tanaman
lauracea. Tanaman tali putri ini termasuk tanaman parasit yang cara hidupnya menempel dan
membelit pada tanaman yang lain. Tanaman tali putri tumbuhnya merambat yang memiliki ukuran
panjang berserabut. Pada batang tanaman tali putri memiliki ukuran yang kecil yang berbentuk
seperti tali yang kusut bercabang banyak panjanganya dapat mencapai yakni 8 m.
Pada batang tanaman tali putri ini berwarna kuning, coklat dan kadang hijau yang mana pada
batannya ini terdapat alat hisap yang digunakan untuk mengambil makanan dari tanaman lain yang
menjadi inangnya. Daun tanaman tali putri ini kecil yanga mana seperti sirip, bunga tanaman tali
putri berwarna putih kekuningan, berbentuk bulir dengan posisi tegak. Buah tanaman tali putri ini
buni berbentuk bulat dan mudah rontok.
Tanaman tali putri persebarannya di daerah tropis yang mana syarat hidupnya intensitas curah
hujan dan cahaya matahari yang cukup. Habitat tanaman tali putri berada pada dataran rendah
hingga pada daerah yang memiliki ketinggian 1.200 m, diatas permukaan laut. Tanaman tali putri
berkembang biak dengan cara menggunakan bijinya.
Kelompok penyakit
Sebagai parasit, tali putri bergantung sepenuhnya kepada tanaman inang sebagai sumber
nutrisi. Selama pertumbuhannya tali putri akan memenetrasikan jaringan menembus pembuluh
tapis tumbuhan inang yang kemudian tersambung dengan pembuluh tapis tali putri. Cuscuta terbagi
menjadi dua jenis yaitu; hemiparasit, jenis yang memiliki klorofil dan dapat melakukan fotosintesis,
dan holoparasit, jenis yang tidak memiliki klorofil dan tidak melakukan fotosintetis. Cuscuta
merupakan parasit batang, sebelum menempel pada inang biji dari semua spesies hidup mandiri
bergantung pada cadangan makanannya. Evolusi yang mengarah ke parasitisme menyebabkan
berkurangnya aktivitas fotosintetis pada spesies hemiparasit. Spesies yang lebih tua seperti
subgenus Monogynella memiliki plastid yang utuh serta aktivitas fotosintesis yang rendah Spesies
hemiparasit yang paling hijau pun tetap bergantung hampir sepenuhnya pada tanaman inang dalam
memenuhi kebutuhan hidup seperti air, nutrisi, dan sumber karbon organik Contohnya pada spesies
Cuscuta reflexa, 99% karbon dalam tubuhnya berasal dari tanaman inangnya
• Spesies merugikan
Sekitar 15 spesies Cuscuta sp. di seluruh dunia merupakan parasit serius yang dapat
menyebabkan kehilangan hasil sampai dengan 80%. Selain itu biji yang mudah tersebar menjadi
masalah yang menyebabkan kontaminasi benih Beberapa negara telah menetapkan peraturan
perundang-undangan untuk mencegah masuknya benih yang terkontaminasi.
• Spesies menguntungkan
Beberapa tali putri dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional misalnya Cuscuta chinensis,
belakangan ini cuscuta mulai diteliti sebagai tanaman obat Beberapa spesies digunakan sebagai
pewarna seperti Cuscuta tinctoria. Dalam ekosistemnya Cuscuta sp. menjadi kunci ekosistem,
Cuscuta memiliki kemampuan untuk mengurangi biomasa dan menentukan modifikasi bentuk
tumbuhan.
5. Sirih
Sirih adalah tanaman asli Indonesia yang tumbuh merambat atau bersandar pada batang pohon
lain. Sebagai budaya daun dan buahnya biasa dikunyah bersama gambir, pinang, tembakau dan
kapur. Namun mengunyah sirih telah dikaitkan dengan penyakit kanker mulut dan pembentukan
squamous cell carcinoma yang bersifat malignan. Juga kapurnya membuat pengerutan gusi
(periodentitis) yang dapat membuat gigi tanggal, walaupun daun sirihnya yang mengandung
antiseptik pencegah gigi berlubang.
Sirih digunakan sebagai tanaman obat(fitofarmaka); sangat berperan dalam kehidupan dan
berbagai upacara adat rumpun Melayu.
Klasifikasi Sirih
Kingdom : plantae
Famili: Piperaceae
Spesies: P. Betle
Ordo: Piperales
Di Indonesia, sirih merupakan flora khas provinsi Kepulauan Riau. Masyarakat Kepulauan Riau
sangat menjunjung tinggi budaya upacara makan sirih khususnya saat upacara penyambutan tamu
dan menggunakan sirih sebagai obat berbagai jenis penyakit. Walaupun demikian tanaman sirih
banyak dijumpai di seluruh Indonesia, dimanfaatkan atau hanya sebagai tanaman hias.
Tanaman merambat ini bisa mencapai tinggi 15 m. Batang sirih berwarna coklat
kehijauan,berbentuk bulat, beruas dan merupakan tempat keluarnya akar. Daunnya yang tunggal
berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh berselang-seling, bertangkai, dan mengeluarkan bau
yang sedap bila diremas. Panjangnya sekitar 5 – 8 cm dan lebar 2 – 5 cm. Bunganya majemuk
berbentuk bulir dan terdapat daun pelindung ± 1 mm berbentuk bulat panjang. Pada bulir jantan
panjangnya sekitar 1,5 – 3 cm dan terdapat dua benang sari yang pendek sedang pada bulir betina
panjangnya sekitar 1,5 – 6 cm dimana terdapat kepala putik tiga sampai lima buah berwarna putih
dan hijau kekuningan. Buahnya buah buni berbentuk bulat berwarna hijau keabu-abuan. Akarnya
tunggang, bulat dan berwarna coklat kekuningan.
Manfaat
Minyak atsiri dari daun sirih mengandung minyak terbang (betIephenol), seskuiterpen, pati,
diatase, gula dan zat samak dan kavikolyang memiliki daya mematikan kuman, antioksidasi dan
fungisida, anti jamur. Sirih berkhasiat menghilangkan bau badan yang ditimbulkan bakteri dan
cendawan. Daun sirih juga bersifat menahan perdarahan, menyembuhkan luka pada kulit, dan
gangguan saluran pencernaan. Selain itu juga bersifat mengerutkan, mengeluarkan dahak,
meluruhkan ludah, hemostatik, dan menghentikan pendarahan. Biasanya untuk obat hidung
berdarah, dipakai 2 lembar daun segar Piper betle, dicuci, digulung kemudian dimasukkan ke dalam
lubang hidung. Selain itu, kandungan bahan aktif fenol dan kavikol daun sirih hutan juga dapat
dimanfaatkan sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan hama penghisap.
Jumlah tumbuhan Indonesia terancam kepunahan mencapai 437 spesies saat ini, terdiri atas 116
spesies Kritis (Critically Endangered/CR), 94 spesies Genting (endangered/EN), dan 227 spesies
Rawan/Rentan (Vulnerable/VU) (IUCN, 2017). Apabila kategori Hampir Terancam Kepunahan (Near
Thretaened) dimasukkan, Indonesia memiliki sekitar 600 spesies tumbuhan terancam kepunahan
(Widyatmoko, 2017a). Jumlah sebenarnya tumbuhan Indonesia yang terancam kepunahan sangat
mungkin lebih besar dari angka ini, mengingat masih banyak pulau dan area terpencil yang belum
diinventarisasi keragaman flora dan tingkat kerusakannya (Widyatmoko & Risna, 2017). Contoh-
contoh tumbuhan Indonesia yang dinilai sudah punah adalah Dipterocarpus cinereus(WCMC, 1997;
IUCN, 2006) tetapi berhasil ditemukan kembali pada tahun 2013 di Pulau Mursala Tapanuli Barat,
Nepenthes campanulata (IUCN, 2000), dan Calamus spectabilis (WCMC, 1997). Tumbuhan yang
diduga kuat telah punah in situ (Extinct in the Wild/EW) adalah Mangifera casturi (IUCN, 2000, 2001;
Fakhrozi, Hikmat, & Widyatmoko, 2013) dan Mangifera rubropetala (IUCN, 2000). Indonesia
diperkirakan kehilangan minimal satu spesies tiap hari (KPPN/Bappenas, 2016; Widyatmoko, 2016c).
Kepunahan dan keterancaman spesies lebih sulit ditentukan dibandingkan dengan pengukuran
tingkat kerusakan ekosistem, terutama dalam memastikan bahwa suatu spesies benar-benar sudah
punah (Kusuma, Dodo, & Widyatmoko, 2008; Budiharta et al, 2011; Widyatmoko, 2016c), misalnya
tidak pernah dikoleksi atau dijumpai lagi dalam kurun waktu sedikitnya 50 tahun (IUCN, 2008). Untuk
itu, spesies-spesies endemik dari pulau-pulau kecil dan spesies-spesies dengan preferensi habitat
khusus memerlukan upaya studi yang lebih detil (Widyatmoko & Norton, 1997a; Widyatmoko &
Norton, 1997b; Widyatmoko et al, 2005; Widyatmoko & Burgman, 2006; Widyatmoko, 2012;
Widyatmoko, 2015a; Willis, 2017).
Saat ini ada 54 suku tumbuhan Indonesia yang anggota-anggotanya termasuk kategori
Terancam/Threatened (Widyatmoko et al, 2018). Dipterocarpaceae menjadi suku paling dominan
berdasarkan jumlah spesiesnya yang terancam kepunahan (mencapai 33%), diikuti Myristicaceae
12%, Nepenthaceae 7%, dan Orchidaceae (5%) (Gambar 2). Potensi kayu ernilai komersial tinggi yang
dimiliki spesies-spesies Dipterocarpaceae menjadi penyebab utama merosotnya populasi anggota-
anggota famili ini di habitat alaminya. Bahkan sebagian besar spesies tumbuhan anggota marga
Shorea dan Dipterocarpus di Asia Tenggara dan Asia Selatan telah masuk dalam kategori Terancam
(Deb et al., 2017). Sementara itu, manfaat dan potensi sebagai bahan baku industri kosmetik dan
produk lainnya menjadi faktor penyebab utama terjadinya eksploitasi spesies-spesies Myristica.
Terdapat paling tidak enam penyebab utama kemerosotan dan kepunahan tumbuhan
Indonesia, yaitu kehilangan atau konversi habitat (habitat loss), pemanfaatan secara berlebihan,
invasi spesies asing, pencemaran lingkungan, dan faktor internal (biologi).
Kehilangan Habitat
Konversi habitat yang ditandai dengan kerusakan hutan alam menjadi faktor terbesar yang
menyebabkan keterancaman dan kepunahan berbagai spesies tumbuhan di Indonesia (Widyatmoko,
2011a; KPPN/BAPPENAS, 2016; Widyatmoko, 2018). Kehilangan tutupan hutan alam di Indonesia
pada periode 2009-2013 adalah sekitar 4,50 juta hektare, sementara laju kehilangan hutan alamnya
adalah sekitar 1,13 juta ha per tahun (Purba & Kosar, 2014). Provinsi-provinsi dengan kehilangan
tutupan hutan alam terbesar dalam periode tersebut adalah Riau 690 ribu ha, Kalimantan Tengah
619 ribu ha, Papua 490 ribu ha, Kalimantan Timur 448 ribu ha, dan Kalimantan Barat 426 ribu ha.
Pada periode tahun 2000 hingga 2009, Pulau Kalimantan merupakan daerah penyumbang
deforestasi terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 36,16% atau setara dengan 5,5 juta ha, dengan laju
kerusakan 550,59 ribu ha per tahun. Pada periode yang sama, Pulau Kalimantan dan Sumatra
menyumbang jumlah spesies terancam kepunahan terbanyak dengan masing-masing 150 dan 135
spesies. KLHK (2017) menyatakan bahwa laju deforestasi pada tahun 2016 di Indonesia adalah
630.000 hektare.Berdasarkan data IUCN (2018), terdapat 120 spesies tumbuhan terancam
kepunahan di Indonesia yang disebabkan oleh kerusakan habitat, 25% di antaranya berasal dari Suku
Dipterocarpaceae, 18.33% dari Suku Orchidaceae, dan 7.5% dari Suku Fabaceae. Kerusakan habitat
alami terutama disebabkan oleh konversi hutan menjadi area pemukiman, lahan pertanian, area
pertambangan dan industri, jalan, serta jembatan (Widyatmoko, 2011a; Widyatmoko, 2015a;
Widyatmoko, 2018). Kerusakan lain disebabkan oleh perambahan kawasan hutan, bencana alam,
dan invasi spesies asing invasif (Burgman et al, 2007; Widyatmoko & Astutik, 2013; Abywijaya,
Hikmat, & Widyatmoko, 2014; Afrianto, Hikmat,& Widyatmoko, 2016).
Pemanfaatan Berlebihan
Pemanfaatan berlebihan merupakan salah satu faktor dominan yang mengancam tumbuhan
langka Indonesia, terutama untuk kelompok pohon, palem, serta tumbuhan hias anggrek dan
kantong semar. Dari 437 spesies tumbuhan Indonesia terancam kepunahan yang tercatat di IUCN
Red List (http://www.iucnredlist.org), sebanyak 160 spesies (36.5%) mendapatkan status terancam
karena faktor pemanfaatan yang tidak berkelanjutan. Dari jumlah ini, suku Dipterocarpaceae sebagai
taksa penghasil kayu bernilai ekonomi tinggi memiliki jumlah spesies tereksploitasi paling tinggi (50),
diikuti oleh Anggrek (21), dan Kantong Semar (10) (Widyatmoko, 2018).
Pemanfaatan flora secara berkelanjutan dipercaya sebagai solusi bijak dan memiliki justifikasi
kuat dalam pengelolaan sumberdaya hayati. Untuk itu, Indonesia sangat memerlukan kajian dan
data biota yang terpercaya dalam upaya menerapkan maximum sustainable yield(MSY) yang
membutuhkan data populasi dan daya regenerasi dari tiap-tiap spesies yang akan dipanen.
Pemanfaatan keanekaragaman hayati harus berdasarkan prinsip hasil maksimum yang bisa dipanen
tanpa menyebabkan kemerosotan populasi atau melebihi daya regenerasi sumberdaya hayati
tersebut. Prinsip MSY telah diterapkan di sejumlah Negara dalam penangkapan ikan, sehingga
nelayan dapat mengetahui berapa sisa ikan yang masih dapat ditangkap, yaitu berdasarkan
ukuran/umur ikan serta waktu kapan ikan tersebut dapat ditangkap.
Spesies asing invasif (invasive alien species/IAS) merupakan salah satu penyebab utama
kemerosotan populasi tumbuhan lokal dan langka, bahkan di sejumlah negara telah menjadi
ancaman terbesar kedua setelah konversi dan perusakan habitat (Genovesi et al, 2015;
KPPN/Bappenas, 2016). IAS juga menyebabkan dampak sangat serius terhadap layanan ekosistem
dan kemerosotan jumlah keanekaragaman hayati. Kemerosotan dan keterancaman tumbuhan lokal
terutama disebabkan oleh mekanisme atau faktor kompetisi, yang mana IAS mampu tumbuh,
bereproduksi dan menyebar secara cepat, memiliki toleransi tinggi terhadap berbagai kondisi
lingkungan, serta sering berasosiasi dengan aktivitas manusia. Kemampuan IAS dalam mengubah
ekosistem melalui mekanisme hidrologi, siklus hara dan proses-proses lainnya menyebabkan
punahnya spesies-spesies local (Widyatmoko, 2018). Beberapa contoh dampak serius IAS di
Indonesia adalah hilangnya ekosistem Sabana (mencapai 7.500 Ha) di Taman Nasional (TN) Baluran
akibat pertumbuhan masif Acacia nilotica, invasi Mantangan (Merremia peltata) di TN Bukit Barisan
Selatan akibat terbukanya kanopi-kanopi tebal hutan karena penebangan-penebangan pohon asli
sehingga spesies invasif ini bisa tumbuh cepat dan akhirnya mengubah struktur hutan, spesies pohon
asing invasif Maesopsis emenii (Kayu Afrika) telah menjadi populasi pohon dengan Indeks Nilai
Penting tertinggi ketiga di kawasan Bodogol TN Gunung Gede Pangrango.
Pencemaran Lingkungan
Pencemaran terhadap tumbuhan dapat menyebabkan gangguan secara primer dan sekunder.
Gangguan secara primer terjadi karena adanya kontak langsung antara sumber pencemar dengan
bagian (permukaan) tumbuhan, sehingga partikel pencemar menutupi bagian epidermal tumbuhan
dan selanjutnya mengganggu proses fotosintesis dan evapotranspirasi. Gangguan secara sekunder
terjadi karena akumulasi polutan pada tanah atau permukaan air sehingga mengganggu aktivitas
akar, yaitu menghalangi proses absorbsi dan alterasi nutrisi dari dalam tanah atau area di sekitar
perakaran. Jika zat pencemar terserap akar maka akan meracuni jaringan dan akhirnya merusak
metabolisme tumbuhan (Widyatmoko, 2018). Pencemaran udara terutama menyebabkan gangguan
pada fungsi stomata dan terhambatnya proses fotosintesis (respons fisiologis), memicu klorosis
(kerusakan klorofil), nekrosis (kerusakan jaringan pada daun) dan flecking (bintik-bintik daun), serta
menurunkan produksi karbohidrat. Penurunan kondisi tumbuhan akibat polusi menyebabkan
penurunan daya sintas dan menjadi rawan terhadap serangan penyakit dan hama. Dampak polusi
terhadap tumbuhan langka akan mempercepat proses kepunahannya.
Perubahan Iklim
Salah satu fenomena lingkungan global yang dapat mengancam tumbuhan langka Indonesia adalah
perubahan iklim (Widyatmoko et al, 2012; Widyatmoko, 2018). IUCN Red List
(http://www.iucnredlist.org) mencatat paling tidak sebanyak 10 spesies tumbuhan Indonesia
terancam oleh dampak perubahan iklim, terutama akibat kenaikan permukaan air laut bagi spesies-
spesies penghuni pesisir pantai dan estuary, yaitu Sonneratia griffithii, Heritiera globosa,
Camptostemon philippinense, Bruguiera hainesii, dan Avicennia rumphiana, sedangkan spesies-
spesies yang rentan terhadap fluktuasi (kenaikan) suhu adalah Paphiopedilum lowii, P. javanicum, P.
hookerae, dan P. bullenianum, serta spesies-spesiesyang tumbuh di pegunungan tinggi terutama
Machaerina lamii.
Kepunahan tumbuhan tidak hanya disebabkan oleh faktor lingkungan atau antropogenik, tetapi
juga bisa dari faktor biologis spesies itu sendiri, misalnya siklus reproduksi yang sangat panjang
(lambat), fertilitas rendah atau ketiadaan pasangan bagi spesies berumah dua, persentase
perkecambahan yang rendah, laju pertumbuhan yang sangat lambat, preferensi habitat yang sangat
spesifik, dan distribusi geografi yang sempit (Widyatmoko, 2018). Davies et al (2011) menunjukkan
hasil penelitian di Tanjung Afrika Selatan (Cape of South Africa) bahwa kepunahan dan
keterancaman pada tumbuhan tidak hanya disebabkan oleh faktor-faktor yang selama ini telah
umum kita ketahui, seperti proses perkawinan yang lambat atau fertilitas yang rendah, distribusi
ekologi spesies yang sempit, ukuran tubuh yang besar, serta dampak kegiatan manusia. Kepunahan
di area dengan keanekaragaman yang sangat tinggi ini justru terjadi pada kelompok-kelompok
tumbuhan yang masih muda (fertil) dan yang berevolusi secara cepat terutama Proteaceae,
Rutaceae, dan Alliaceae. Hasil riset ini menunjukkan adanya korelasi sangat kuat antara proses
spesiasi (yang cepat) dengan kepunahan.
Karakteristik spesies dan tingkat ancaman menyebabkan status konservasi untuk masing-
masing spesies tidak sama. Pemahaman kita tentang risiko kepunahan pada kelompok tumbuhan
ternyata jauh lebih rendah dibandingkan pada vertebrata dan mamalia (Davies et al, 2011). Untuk
itu, studi-studi mendalam tentang karakteristik spesies kelompok tumbuhan sangat diperlukan untuk
menyusun strategi konservasinya.
Menteri Kesehatan Nila F.Moeloek meyakini bahwa obat tradisional memiliki peluang untuk
digunakan dalam upaya promotif preventif terutama untuk menjaga daya tahan tubuh sebagai salah
satu tradisi budaya masyarakat secara turun temurun dengan memanfaatkan kearifan lokal.
Penggunaan obat tradisional, berupa obat herbal terstandar dan fitofarmaka di Puskesmas dapat
melalui penggunaan dana alokasi khusus bidang kesehatan.Hasil Riskesdas dari tahun 2010 hingga
2018, masyarakat yang menggunakan upaya kesehatan tradisional makin meningkat menjadi
sebesar 44,3%. Hal ini menunjukkan minat masyarakat dalam penggunaan obat tradisional dan
upaya kesehatan tradisional meningkat.
Dari sisi akademisi diharapkan bisa mengembangkan penelitian yang dapat diaplikasikan untuk
menjadi obat tradisional. Di dunia industri mampu berperan aktif dalam pengembangan obat
tradisional, terutama obat herbal terstandar dan fitofarmaka, melalui riset dan hilirisasi bahan baku
obat tradisional.Pemerintah sangat berperan pada pembinaan industri obat tradisional. Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota diharapkan bisa meningkatkan penggunaan fitofarmaka dan obat herbal
terstandar di Puskesmas melalui penggunaan dana alokasi khusus bidang kesehatan. Rumah sakit
juga dapat berperan dalam meningkatkan penggunaan obat tradisional dan melakukan pelayanan
berbasis penelitian
1. Jahe
Jahe (Zingiber officinale), adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah
dan bahan obat. Rimpangnya berbentuk jemari yang menggembung di ruas-ruas tengah. Rasa
dominan pedas disebabkan senyawa keton bernama zingeron.
Rimpang jahe, terutama yang dipanen pada umur yang masih muda tidak bertahan lama disimpan di
gudang. Untuk itu diperlukan pengolahan secepatnya agar tetap layak dikonsumsi. Untuk
mendapatkan rimpang jahe yang berkualitas, jahe dipanen pada umur tidak terlalu muda juga tidak
terlalu tua.
Jahe segar Selain dipasarkan dalam bentuk olahan jahe, juga dipasarkan dalam bentuk jahe segar,
yaitu setelah panen, jahe dibersihkan dan dijual kepasaran.
- Jahe kering
Merupakan potongan jahe yang dikeringkan dengan irisan memotong serat irisan tipis (digebing).
Jenis ini sangat populer di pasar tradisional.
- Awetan Jahe
Merupakan hasil pengolahan tradisional dari jahe segar. Yang paling sering ditemui di pasaran
adalah, tingting jahe (permen jahe), acar, asinan, sirup, dan jahe instan. Beberapa jenis olahan jahe
ini disukai konsumen dari daerah Asia dan Australia.
- Jahe Bubuk
Merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dari jahe menggunakan teknologi industri, jahe dikeringkan
selanjutnya digiling dengan kehalusan butiran bubuk yang ditentukan. Bubuk jahe diperlukan untuk
keperluan farmasi, minuman, alkohol dan jamu. Biasanya menggunakan bahan baku jahe kering.
- Minyak jahe
Adalah hasil pengolahan lebih lanjut dari tepung jahe. Warnanya cokelat dengan kandungan minyak
asiri 15 hingga 35%.
Di masyarakat barat, ginger ale merupakan produk yang digemari. Sementara Jepang dan Tiongkok
sangat menyukai asinan jahe. Sirup jahe disenangi masyarakat Tiongkok, Eropa dan Jepang.
Di indonesia sikoteng , badrek dan wedang jahe merupakan minuman yang digemari karena mampu
memberikan rasa hangat di malam hari, terutama di daerah pegunungan.
Merupakan jahe yang paling disukai di pasaran internasional. Bentuknya besar gemuk dan rasanya
tidak terlalu pedas. Daging rimpang berwarna kuning hingga putih.
- Jahe Kuning
Merupakan jahe yang banyak dipakai sebagai bumbu masakan, terutama untuk konsumsi lokal. Rasa
dan aromanya cukup tajam. Ukuran rimpang sedang dengan warna kuning.
- Jahe merah
Jahe jenis ini memiliki kandungan minyak atsiri tinggi dan rasa paling pedas, sehingga cocok untuk
bahan dasar farmasi dan jamu. Ukuran rimpangnya paling kecil dengan kulit warna merah, serat
lebih besar dibanding jahe biasa.
2. Kapulaga
Kapulaga adalah sejenis rempah yang dihasilkan dari biji beberapa tanaman dari general elettaria
dan amonum dalam keluarga Zingiberaceae (keluarga jahe-jahean). Kedua genera ini adalah
tanaman asli Bangladesh, Bhutan, India, Indonesia, Nepal, dan Pakistan; biji kapulaga dapat dikenali
dari biji polongnya yang kecil, penampang irisan segitiga, dan berbentuk gelendong kumparan,
dengan kulit luar yang tipis, dan biji hitam yang kecil.
• Manfaat Kapulaga
Kapulaga sering digunakan sebagai rempah(bumbu) untuk masakan tertentu dan juga untuk
campuran jamu atau obat-obatan herbal tradisional. Kapulaga dapat dijadikan anti-depresan,
caranya dengan mencampurkannya di air dalam gelas, tunggu hingga mengendap (sekitar 30 menit);
sebelum dan saat diminum, dapat diselang dengan menghirup aromanya.
Ada dua macam kapulaga yang banyak digunakan di indonesia, yakni kapulga jawa dan
kapulaga seberang atau kapulaga india keduanya termasuk ke dalam suku jahe-jahean atau
Zingiberaceae.
Kapulaga India diperkenalkan ke guatemala oleh pengusaha perkebunan kopi asal Jerman,
Oscar Majus Kloeffer, sebelum perang dunia Kini Guetemala menjadi penghasil kapulaga terbesar di
dunia, diikuti oleh India. beberapa negara seperti sri langka, Indonesia juga membudidayakannya.
Polong biji elettaria berwarna hijau terang, sementara polong biji amomum lebih besar dan
berwarna cokelat tua.
Kini kapulaga adalah rempah termahal ketiga di dunia, setelah safron dan vanila.
3. Kunyit
Kunyit atau kunir, (Curcuma longa Linn. syn.Curcuma domestica Val.), adalah termasuk salah satu
tanaman rempah-rempah dan obatasli dari wilayah Asia Tenggara. Tanaman ini kemudian
mengalami penyebaran ke daerah Malaysia, Indonesia, Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang
Indonesia dan India serta bangsa Asia umumnya pernah mengonsumsi tanaman rempah ini, baik
sebagai pelengkap bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan.
• Manfaat/kegunaan kunyit
Kunyit juga digunakan sebagai obat anti gatal, anti septik dan anti kejang serta mengurangi
pembengkakan selaput lendir . Kunyit dikonsumsi dalam bentuk perasan yang disebut , juga
diminum sebagai ekstrak atau digunakan sebagai l untuk mengobati bengkak dan terkilir. Kunyit juga
berkhasiat untuk menyembuhkan hidung yang tersumbat, caranya dengan membakar kunyit dan
menghirupnya.
Berdasarkan warta penelitian dan pengembangan tanaman industri volume 19 No.2 yang
dikeluarkan oleh Dinas Pertanian Republik Indonesia (Sekarang Kementerian Pertanian), manfaat
kunyit bisa digunakan sebagai obat tradisional. Kunyit memiliki manfaat sebagai jamu dan obat
tradisional untuk berbagai jenis penyakit. Senyawa yang terkandung dalam kunyit yaitu kurkuminoid
dan minyak atsiri mempunyai peranan sebagai antioksidan, antitumor, dan antikanker.
Antioksidan adalah senyawa yang dapat menangkal senyawa-senyawa radikal bebas. Secara in-
vitro telah dibuktikan bahwa kurkuminoid kunyit dapat menghambat proses peroksidasilemak pada
hati tikus. Kurkuminoid dilaporkan merupakan antioksidan yang kuat dan memiliki daya antioksidan
8 kali lebih kuat dibandingkan dengan vitamin E. Manfaat kunyit sebagai antikanker dan anti tumor
telah dibuktikan secara in-vitro. Masih dalam jurnal yang sama, senyawa kurkuminoid dalam
rimpang kunyit memiliki sifat sitotoksik yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker dan dapat
mengurangi dan menghilangkan bau, rasa gatal, dan mengurangi ukuran luka dari kanker. Oleh
karena itu, kunyit memungkinkan untuk digunakan sebagai antiradang yang berguna dalam terapi
pengobatan kanker dan tumor.
4. Temu Mangga
Temu mangga yang nama ilmiahnya curcuma amada mungkin kurang populer di telinga sebagian
orang. Namun temu mangga memiliki khasiat yang sangat baik bagi kesehatan tubuh, tak kalah dari
jenis tanaman rempah lainnya.Temu mangga memiliki bentuk mirip kunyit, namun dengan warna
yang lebih pucat. Ini membuat orang sering salah dan menyebut temu mangga sebagai kunyit putih.
Herba setahun, dapat lebih dari 2 m. Batang sesungguhnya berupa rimpang yang bercabang di
bawah tanah, berwama coklat muda coklat tua, di dalamnya putih atau putih kebiruan, memiliki
umbi bulat dan aromatik.Daun tunggal, pelepah daun membentuk batang semu, berwarna hijau
coklat tua, helaian 2-9 buah, bentuk memanjang lanset 2,5 kali lebar yang terlebar, ujung runcing
meruncing, berambut tidak nyata, hijau atau hijau dengan bercak coklat ungu di tulang daun
pangkal, 43-80 cm atau lebih. Kandungan kimia yang terdapat pada Temu Mangga berupa:
Kurkumin, minyak atsiri, saponin,polifenol, saponin, labdan diterpen glukosida, kurkumanggosida,
labda-8(17),12-diena-15,16-dial, kalkaratarin A, zerumin B, skopoletin, demetoksikurkumin,
bisdemetoksikurkumin, 1,7-bis(4-hidroksifenil)-1,4,6 heptatrien-3-on, kurkumin, dan asam p-
hidroksisinamat.
Meski temu mangga tak dikenal baik seperti temulawak dan kunyit, tanaman herbal yang
mengandung flavonoid dan tanin ini memiliki khasiat cukup banyak. Salah satunya untuk obat
maag.Temu mangga umumnya tidak digunakan sebagai bahan campuran masakan seperti umumnya
tumbuhan rimpang lainnya. Karena itu tumbuhan rimpang ini kurang populer sehingga tidak banyak
yang tahu tentang jenis tanaman herbal yang satu ini. Cara pembuatannya ambil temu mangga satu
ruas atau satu jempol dicuci bersih dengan air mengalir, kemudian dirajang menjadi beberapa
bagian dan digodok dengan air. Sedangkan gula aren yang dibutuhkan secukupnya sesuai selera
sehingga jamu menjadi segar.Sedangkan takaran air untuk menggodok, diperlukan empat gelas jenis
belimbing. Setelah bahan tersedia, Temu Mangga dimasukkan ke kendil atau wadah lainnya dan
digodok hingga mendidih dan airnya sisa tiga gelas.
5. Ki tolod
Menurut sejarahnya, kitolod merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika namun lebih
dominan di wilayah Amerika Serikat dan Amerika Selatan.Peneliti mengatakan jika kitolod masuk
kedalam family Campanulaceae, teridir dari 60-70 genus dan sekitar 2000 sepesies tanaman.Jika
tanaman yang masuk kedalam family Camanulaceae, umumya dapat memproduksi getah yang
menyerupai air susu.Di Indonesia sendiri, banyak orang menyebut nama tanaman ini dengan
sebutan yang berbeda-beda tergantung dengan wilayahnya.Seperti contoh untuk wilayah Sunda
orang sana menyebutnya dengan nama daun tolod, sedangkan di Jawa masyarakat lebih
mengenalnya dengan sebutan kendali atau sangkobak.
Tanaman yang memiliki nama latin Isotoma longiflora ini dapat tumbuh tegak hingga 60cm.
Bentuknya terlihat seperti tanaman liar biasa, batangnya bercabang dan memiliki daun
bergerigi.Seperti yang sudah kami bilang diatas, meskipun tumbuh liar namun khasiat yang dimiliki
oleh tanaman kitolod sangat berlimpah khsusunya dalam segi pengobatan herbal.Orang jaman dulu
memanfaatkan tanaman ini untuk mengobati gangguan mata, dan sampai sekarang kitolod dapat
dipanggil sebagai obat herbal sepsialis mata.Karena menurut hasil penelitian, kitolod ampuh dalam
mengobati berbagai penyakit mata seperti katarak, rabun jauh, mata minus serta plus, silinder dan
nyeri.Untuk mengenal lebih dekat, mari kita bahas klasifikasi dan morfologi dari tanaman kitolod.
4.2. Lembaga (perusahaan) yang telah yang mengembangkan industri tanaman obat beserta
manfaatnya.
Berdasarkan keputusan kepala BPOM No. HK.00.05.4.2411 tahun 2004 tentang ketentuan
pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia, obat tradisional Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi Jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka. Industri jamu dan
obat herbal sangat bergantung pada bahan baku alam dan kondisi alam Indonesia masih tersedia
luas untuk pengadaan bahan baku pembuat obat tradisional. Budidaya tanaman obat di Indonesia
mulai berkembang seiring dengan peningkatan pemanfaatan tumbuhan untuk pengobatan berbagai
penyakit secara tradisional. Banyak industri jamu, fitofarmaka, obat herbal dan kosmetik tradisional
yang membutuhkan bahan baku tumbuhan obat.
Perkembangan perdagangan tanaman obat sangat dipengaruhi oleh perkembangan
perdagangan obat tradisional dan perkembangan industri obat tradisional. Saat ini, terjadi
perkembangan perusahaan/industri obat tradisional yang sangat pesat. Oleh sebab itu, pemerintah
telah mengatur jenis-jenis usaha yang terkait dengan obat tradisional melalui Peraturan Menteri
Kesehatan No. 006 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional. Industri dan usaha obat
tradisional tersebut terdiri atas Industri Obat Tradisional (IOT) dan Industri Ekstrak Bahan Alam
(IEBA), sedangkan usaha obat tradisional meliputi: Usaha Kecil Obat Tradisional ( UKOT), Usaha
Mikro Obat Tradisional (UMOT), Usaha Jamu Racikan dan Usaha Jamu Gendong.
Pasar obat tradisional di Indonesia terus mengalami peningkatan. Dari data Direktorat Jendral
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan kementrian Kesehatan RI, pada tahun 2006 pasar obat herbal
mencapai Rp 5 triliun. Di tahun 2007 dan 2018, pasar obat herbal menjadi Rp.6 triliun dan Rp 7,2
triliun secara berurutan. Pada tahun 2012, pasar obat herbal mencapai Rp 13,2 triliun dengan nilai
dalam negeri sebesar Rp12,1 triliun dan ekspor sebesar Rp 1,1 triliun. Pasar obat herbal tersebut
meliputi Jamu, obat herbal, minuman herbal, spa dan aroma terapi.
Mengingat penggunaan obat herbal di masyarakat yang makin meningkat dan dalam rangka
meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tradisional yang bermutu, dibuat
pedoman atau standar pelayanan kesehatan tradisional terintegrasi yaitu Formularium Obat Herbal
Asli Indonesia. Hal ini sesuai dengan UU 36/2009 pasal 48 tentang kesehatan yang menyatakan
bahwa salah satu pelayanan kesehatan adalah obat tradisional. Sebagai tindak lanjut dari hal
tersebut akan disusun Formularium Obat Tradisional Nasional (Fotranas) untuk penyediaan obat
herbal di rumah sakit.
Ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan obat bahan alam,
yaitu pengaruh pada proses penyiapan bahan baku, variasi biologi, kompleksitas komposisi sediaan
obat bahan alam, kandungan berbagai senyawa aktif, proses ekstraksi, potensi kontaminasi, kontrol
mutu, dan uji non klinik.
Dalam pengembangan bahan baku obat/bahan baku obat tradisional (BBO/BBOT) Kementrian
Kesehatan RI, melakukan upaya-upaya yang meliputi: Pengembangan bahan baku, Pembinaan
Industri (termasuk penanggung jawab teknis), Pembinaan pelaku usaha yaitu industri dan usaha
obat tradisional (termasuk Usaha Jamu Gendong dan Racikan UJG/UJR) melalui program GERNAS
BUDE JAMU, Penyusunan standar mutu dari BBO/BBOT.
Dalam upaya mengawal penelitian dan pengembangan obat dan makanan di Indonesia serta
membangun sinergi kebijakan nasional dan regulasi sehingga hasil penelitian dapat
dihilirisasi/dikomersialisi, baru-baru ini telah dibuat kesepakatan antara BPOM RI dengan
Kemenristekdikti RI. Pentingnya kerjasama ini dikarenakan Indonesia kaya akan keanekaragaman
hayati yang potensial untuk pengembangan produk farmasi seperti produk bioteknologi, obat
tradisional termasuk fitofarmaka, dan produk natural lainnya.
Disamping itu juga telah dibuat kesepakatan pembentukan Konsorsium Nasional Percepatan
Pengembangan, yang melibatkan Kemenristekdikti, Kementan, Kemenkes, BPPT, Kemendag,
Komenko PMK dan Asosiasi Perguruan Tinggi Farmasi, Ikatan Apoteker, Pengusaha Jamu dan
pengusaha Farmasi. Konsorsium Nasional ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas peneliti
dan kemajuan industri obat dan makanan Indonesia, sehingga dapat mengurangi ketergantungan
bahan baku obat dari luar. (BPOM, 2018)
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
dapat menyembuhkan beberapa jenis penyakit seperti diabetes, TBC dan dapat
menyembuhkan luka.
biaya serta tidak mengandung bahan kimia. dan yang paling utama adalah kondi
Desa yang kurang akan fasilitas kesehatan serta jauh dari lokasi berobat
obat. Tetapi tanaman ini juga dimanfaatkan masyarakat sebagai tanaman adat
yang digunakan masyarakat dalam prosesi adat beat dan mandi lemon untuk
anak perempuan.Penggunaan tanaman obat dalam prosesi adat tidak bisa diganti dengan jenis
tumbuhan lain.
3.2. Saran
Diharapkan kepada masyarakat agar kiranya tidak hanya terfokus untuk berobat
dengan cara tradisional yakni dengan memanfaatkan tanaman obat. Akan tetapi alangkah
seperti dokter untuk mendeteksi penyakit apa yang di derita sehingga dapat
sudah terbukti khasiat dan manfaatnya, melalui dokter kita akan mampu
mengetahui bahaya atau tidak tanaman yang digunakan. Hal ini dapat dilakukan
agar masyarakat tidak akan meraba-raba dan ragu dalam pemilihan tanaman obat
Pemerintah daerah agar kiranya pemanfaatan tanaman obat ini dapat disorot dan
obat ini akan mendapat sorotan dari masyarakat luas sebagai hasil karya ramuan
obat.
DAFTAR PUSTAKA
.
$UERUHWXP
FDUD XQWXN PHQJNRQVHUYDVL WXPEXKDQ REDW KXWDQ \DQJ DGD GLGDODPQ\D +DO LQL
PHQFDNXS
DVOL GDUL VXDWX MDQLV WXPEXKDQ DWDX VDWZD .RQVHUYDVL H[VLWX PHUXSDNDQ
WLQGDNDQ \DQJ
VHFDUD ODQJVXQJ GLODNXNDQ SDGD MHQLVMHQLV WXPEXKDQ REDW KXWDQ \DQJ DNDQ
GLNRQVHUYDVL
%XGLGD\D WXPEXKDQ REDW DVDO KXWDQ GDSDW GLNDWDNDQ VHEDJDL VDODK VDWX
XSD\D
NRQVHUYDVL H[VLWX 8SD\D EXGLGD\D LQL MXJD GLSHUOXNDQ PHQJLQJDW WXPEXKDQ REDW
PHPLOLNL