DASAR TEORI
3.1 Pemboran
Pemboran merupakan langkah awal yang dilakukan sebelum peledakan dilakukan.
Pemboran dimaksudkan untuk membuat lubang bor yang nantinya akan diisi dengan bahan
peledak. Kegiatan ini dilakukan untuk memungkinkan terjadinya peledakan untuk memberai
material yang keras yang ada di tambang. Pemboran erat kaitannya dengan peledakan, sehingga
dalam kegiatan pemboran harus memperhitungkan juga pola peledakan yang akan digunakan.
Keberhasilan sebuah proses pemboran diukur dari kualitas lubang ledak yang dihasilkan,
untuk itu diperlukan proses pemboran yang tepat dan efisien untuk menghasilkan pemboran yang
optimal. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemboran lapisan
overburden adalah:
1) Kondisi lapangan
Metode tambang terbuka (surface mining) memungkinkan untuk digunakan alat bor
yang berukuran besar karena pengoperasiannya mudah, dibandingkan dengan metode
tambang bawah tanah (underground mining).
2) Jenis batuan yang akan dibor
Jenis batuan ini akan menentukan pemilihan alat bor yang akan dipakai. Pada batuan
keras lebih baik jika menggunakan alat bor yang menggabungkan gaya tumbukan
(percussive) dengan gaya putar (rotary). Alat bor dengan prinsip rotary cutting baik
digunakan pada batuan yang relatif lebih lunak.
3) Peraturan atau undang-undang yang berlaku
Pemboran untuk peledakan harus disesuaikan dengan peraturan peledakan yang ada,
sehingga hasil pemboran menjadi optimal untuk peledakan serta sesuai dengan aturanaturan yang berlaku seperti kedalaman lubang bor yang menentukan jumlah bahan
peledak yang dipakai. Jumlah penggunaan bahan peledak dibatasi oleh peraturanperaturan.
4) Fragmentasi yang diharapkan
Ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan menentukan produktivitas dari proses
selanjutnya, sehingga proses pemboran yang optimal dan sesuai dengan peledakan harus
dipenuhi untuk mencapai laju produksi yang direncanakan.
3.1.1. Pola Pemboran (Drill Pattern)
Pola pemboran adalah suatu susunan letak lubang ledak dimana pengaturannya
disesuaikan dengan ukuran burden dan spacing dari geometri peledakan yang sudah
direncanakan. Beberapa macam pola pemboran yang biasa diterapkan pada suatu tambang
terbuka, yaitu:
1) Pola pemboran paralel
Pola pemboran paralel ini dibagi menjadi dua jenis (Gambar 3.1), yaitu:
a. Pola bujur sangkar (Square Pattern), yaitu jarak antara burden dan spacing
sama.
b. Pola persegi panjang (Rectangular Pattern), jarak spacing dalam satu baris lebih
besar daripada jarak burden.
1) Waktu pemboran lebih cepat, karena kedalaman lubang bor cenderung lebih pendek
jika dibandingkan dengan arah pemboran miring untuk ketinggian jenjang yang
sama.
2) Penempatan alat bor cenderung lebih mudah, sehingga dapat mempercepat waktu
pemboran.
3) Pelemparan batuan (flyrock) lebih dekat.
Penggunaan arah lubang ledak vertikal (tegak) juga memiliki kekurangan, yaitu:
1) Menghasilkan lebih banyak boulder jika dibandingkan dengan pola miring karena
penyebaran energi yang tidak merata.
2) Menimbulkan tonjolan pada lantai jenjang, hal ini diakibatkan oleh gelombang tekan
terlalu kuat pada lantai jenjang, juga karena energi yang dipantulkan sebagian menuju
bidang bebas dan sebagian lagi menuju bawah lantai jenjang.
3) Lereng kurang stabil terhadap getaran, perlu analisis kestabilan lereng.
3.1.3. Produktivitas Pemboran
Produktivitas alat bor sangat mempengaruhi besar kecilnya lapisan tanah penutup yang
akan dibongkar dalam suatu tambang. Produktivitas alat bor ditentukan dengan menghitung
kecepatan pemboran, efisiensi kerja alat dan volume setara.
1. Kecepatan Pemboran
Kecepatan pemboran adalah kecepatan rata-rata pemboran termasuk adanya suatu
hambatan yang terjadi selama dilakukannya pemboran. Dalam menentukan
kecepatan pemboran harus diketahui waktu edar (cycle time) pemboran, yaitu waktu
yang diperlukan untuk membuat sebuah lubang ledak dari permukaan sampai dengan
kedalaman tertentu. Waktu edar pemboran dapat dihitung dengan cara menjumlahkan
setiap bagian waktu dari setiap tahapan dalam pemboran lubang ledak, yaitu:
Ct = Pt + Bt + St + Lt + Tt + Ht
Dimana:
Ct
Pt
Bt
St
Lt
Ht
Kecepatan pemboran untuk berbagai kedalaman lubang ledak dapat dihitung dengan
persamaan berikut:
Vt=H
60
Ct
Dimana:
Vt
Ct
Hambatan tak terduga seperti terjepitnya batang bor, kerusakan pada alat bor, kompresor
b.
a.
Faktor yang berhubungan dengan alat bor dan pemberian tekanan udara dari kompresor, yaitu:
1) Tekanan udara yang diberikan
2) Konsumsi udara yang diberikan
3) Berat alat bor, dimana alat bor yang mempunyai konstruksi lebih berat akan
memberikan kecepatan pemboran yang lebih besar jika dibandingkan
dengan alat bor yang mempunyai konstrusi ringan.
4) Berkurangnya efisiensi alat bor, misalkan karena umur alat sudah tua
(depresiasi) atau berkurangnya ketajaman mata bor (bit).
b.
Dalam menghitung volume batuan yang diledakkan (W) dapat digunakan persamaan
berikut:
W= A L
Dimana:
A
Harga volume setara sangat tergantung pada ukuran burden, spacing dan pola
peledakan yang dipakai serta metode peledakannya.
3. Efisiensi Pemboran
Efisiensi pemboran merupakan perbandingan antara kedalaman lubang ledak yang
dapat dicapai secara nyata dalam waktu kerja yang tersedia terhadap kedalaman
lubang ledak yang seharusnya dapat diperoleh dalam waktu kerja yang dinyatakan
dalam persen. Untuk menghitung efisiensi pemboran dapat menggunakan persamaan
berikut:
E=
100
Wt
Dimana:
E
Wp
= Waktu produktif
Wt
= Waktu tersedia
Dimana:
P
Vt
Veq
3.2 Peledakan
Peledakan merupakan proses yang bertujuan untuk memecah material (batuan) yang keras
dengan menggunakan bahan peledak agar dapat digunakan untuk proses selanjutnya.
Keberhasilan suatu peledakan sangat ditentukan oleh karakteristik batuan yang diledakkan dan
jenis bahan peledak yang digunakan serta metode peledakan yang diterapkan sesuai dari tujuan
peledakan tersebut. Proses peledakan biasanya diawali dengan pembuatan lubang ledak dan
pengisian bahan peledak yang sesuai dengan geometri peledakan yang telah direncanakan.
3.2.1. Proses Kegiatan Peledakan
Jenis bahan peledak yang digunakan dalam proses peledakan ditentukan dengan
mempertimbangkan kondisi batuan di lokasi peledakan, serta keadaan
lingkungan lokasi
peledakan seperti:
1) Keterdapatan air di dalam lubang ledak.
2) Perbedaan kekuatan lapisan batuan.
3) Adanya unsur kimia yang reaktif terhadap bahan peledak di dalam lubang ledak
atau adanya temperatur yang diperkirakan dapat memicu bahan peledak.
4) Jarak aman lemparan fragmentasi hasil peledakan.
Selain jenis bahan peledak, jumlah bahan peledak yang akan digunakan juga harus
diperhitungkan agar tidak terjadi kelebihan atau kekurangan energi ledak yang berdampak buruk
terhadap hasil peledakan. Adapun jenis pekerjaan persiapan peledakan meliputi:
1) Peramuan amonium nitrat dengan fuel oil (solar).
2) Penyambungan leg wire detonator listrik apabila diperlukan di lokasi tersendiri.
3) Pembuatan primer sesuai dengan metode yang akan digunakan dan dilakukan dekat
dengan lubang ledak.
4) Pengisian (charging) bahan peledak ke dalam lubang ledak.
5) Penutupan lubang ledak dengan stemming dan perangkaian peledakan.
Merujuk pada jenis pekerjaan persiapan peledakan tersebut, maka helper peledakan harus
pula dibekali pengetahuan tentang peledakan pada pertambangan bahan galian. Dengan demikan
setiap helper peledakan harus mempunyai sertifikat juru ledak atau Kartu Izin Meledakan (KIM).
bidang bebas. Dalam proses pemecahan tingkat I dan tingkat II fungsi dari
gelombang kejut adalah menyiapkan batuan dengan sejumlah rekahan-rekahan kecil.
Secara teoritis energi gelombang kejut jumlahnya antara 5 15% dari energi total
bahan peledak. Jadi gelombang kejut menyediakan kesiapan dasar untuk proses
pemecahan tingkat akhir.
peledakan.
Gambar 3.8 Pemecahan tingkat III
uniaksial. Klasifikasi kuat tekan uniaksial batuan utuh dapat dilihat sebagai berikut
(Tabel 3.1) :
Tabel 3.1
Klasifikasi umum jenis penggalian massa batuan berdasarkan ucs
Metode
UCS
(MPa)
Alat
Free digging
1 10
Ripping
10 25
Ripper
Rock cutting
10 50
Rock cutter
Blasting
> 25
Dari tabel tersebut terlihat bahwa batuan yang memerlukan proses pengeboran dan
peledakan dalam pemberaian adalah batuan dengan UCS > 25 MPa. Kekerasan dapat dipakai
dalam menyatakan besarnya tegangan yang diperlukan untuk menyebabkan kerusakan pada
batuan. Tabel 3.2 menunjukkan derajat kekerasan sebagai fungsi dari skala Mohs dan kuat tekan
uniaksial (uniaxial compressive strength, Protodyakonov classification).
Tabel 3.2
Hubungan antara ucs dengan kekerasan batuan
Kekerasan
Mohs
UCS
(MPa)
Very strong
>7
> 200
Strong
6-7
120 200
Moderately strong
4,5 - 6
60 120
Moderately weak
3 - 4,5
30 60
Weak
2-3
10 30
Very weak
1-2
< 10
RQD dapat dihitung secara tidak langsung melalui pengukuran orientasi dan
jarak antar kekar pada singkapan batuan (scanline). Nilai RQD dapat ditentukan
melalui persamaan Priest & Hudson (1976).
0 25
> 15
Buruk
25 50
15 8
Sedang
50 75
85
Baik
75 90
51
Sangat baik
90 - 100
<1
Jarak antar bidang lemah adalah jarak tegak lurus antar dua bidang lemah yang
berurutan. Dari nilai RQD dapat diperoleh jarak antar bidang lemah dengan cara
menghitung nilai frekuensi bidang lemah per meter () menggunakan persamaan :
JS
Deskripsi
Tabel 3.4
Klasifikasi Jarak Antar Bidang Lemah
Struktur Bidang Lemah
Jarak (mm)
> 2000
Spasi lebar
Perlapisan tebal
600 2000
Perlapisan tebal
200 600
Spasi dekat
Perlapisan tipis
60 200
20 60
Laminasi tipis
< 20
(Sedimentasi)
tidak hancur serta batuan menggantung pada crest. Batuan yang menggantung
tersebut dapat membahayakan keselamatan pekerja tambang dan alat gali - muat.
3. Kedudukan bidang lemah utama yang sejajar dengan bidang bebas atau tegak
lurus arah peledakan (Gambar 3.9c), akan menghasilkan lereng yang mantap
setelah peledakan dan arah lemparan dapat terkontrol.
4. Dan untuk orientasi bidang lemah utama yang membentuk sudut terhadap bidang
bebas (Gambar 3.9d), hasil pemberaian akan mengakibatkan muka jenjang
berblok - blok dan hancuran yang berlebih.
Gambar 3.9
Pengaruh kekar pada kegiatan peledakan
Reaksi
Contoh
Peledak
Low Explosives
Deflagrate (terbakar)
Black Powder
High Explosives
Detonate (meledak)
Nitroglycerin,
Dinamit
Blasting Agent
Detonate (meledak)
ANFO, Slurry
b. Kecepatan Detonasi
Kecepatan detonasi (Velocity of Detonation = VOD) adalah kecepatan
gelombang detonasi yang melalui sepanjang kolom isian bahan peledak, yang
dinyatakan dalam meter/detik. Hal ini tergantung pada beberapa faktor yaitu
bobot isi bahan peledak, diameter bahan peledak, derajat pengurungan, ukuran
partikel dari bahan penyusunnya dan bahan-bahan yang terkandung dalam bahan
peledak.
c. Kepekaan (Sensitivity)
Kepekaan adalah ukuran besarnya impuls yang diperlukan oleh suatu bahan
peledak untuk memulai beraksi dan menyebarkan reaksi peledakan ke seluruh
isian. Kepekaan bahan peledak tergantung pada komposisi kimia, ukuran butir,
bobot isi, pengaruh kandungan air, dan temperatur.
d. Bobot Isi Bahan Peledak
Bobot isi bahan peledak adalah perbandingan antara berat dan volume bahan
peledak, dinyatakan dalam gr/cm3. Bobot isi biasanya juga dinyatakan dengan
istilah Spesific Gravity (SG), Stick Count (SC), ataupun loading density (de).
e. Tekanan Detonasi
Tekanan detonasi adalah penyebaran tekanan gelombang ledakan dalam kolom
isian bahan peledak, dinyatakan dengan kilobar (kb). Tekanan akibat ledakan di
sekitar dinding lubang ledak intensitasnya tergantung pada jenis bahan peledak
(kekuatan, bobot isi, VOD), derajat pengurungan, jumlah, dan temperatur gas
hasil ledakan.
f. Ketahanan Terhadap Air (Water Resistance)
Ketahanan terhadap air suatu bahan peledak adalah kemampuan bahan peledak
itu dalam menahan rembesan air dalam waktu tertentu tanpa merusak,
mengurangi, merubah kepekaannya. Sifat ini sangat penting, sebab untuk
sebagian besar jenis bahan peledak, adanya air dalam lubang ledak
mengakibatkan ketidakseimbangan kimia dan memperlambat reaksi pemanasan.
g. Sifat Gas Beracun (Fumes)
Bahan peledak yang meledak menghasilkan dua kemungkinan jenis gas, yaitu
smoke atau fumes. Smoke tidak berbahaya karena hanya mengandung uap air
(H2O) dan asap berwarna putih (CO2). Sedangkan fumes bewarna kuning dan
berbahaya karena sifatnya beracun, yang terdiri dari karbon monoksida (CO) dan
oksida nitrogen (NOx). Fumes terjadi karena tidak terjadi kesimbangan oksigen
dalam pembakaran, hal ini dikarenakan bahan peledak tersebut dalam keadaan
rusak.
3.2.5. Geometri Peledakan
Geometri peledakan sangat berpengaruh dalam mengontrol hasil peledakan, karena jika
geometri peledakannya baik akan menghasilkan fragmentasi batuan yang sesuai dengan ukuran
alat gali-muat, tanpa terdapat adanya bongkah, kondisi jenjang yang lebih stabil, serta keamanan
alat-alat mekanis dan keselamatan para pekerja yang bekerja lebih terjamin. Ada tujuh standar
dasar geometri peledakan yaitu: burden, spacing, stemming, subdrilling, kedalaman lubang
ledak, panjang kolom isian dan tinggi jenjang. Dan beberapa teori tentang geometri peledakan
adalah dengan Geometri Peledakan Rules of Thumb (Dyno Nobel) dan Geometri Peledakan
R.L. Ash. Dasar dari penggunaan Teori Rules of Thumb adalah dari percobaan para engineer
di lapangan maupun dari produsen bahan peledak yang tujuannya untuk mempermudah dalam
menentukan geometri peledakan karena penggunaan Teori Rules of Thumb dilapangan lebih
sederhana saat akan disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Adapun cara yang diterapkan untuk menentukan geometri peledakan dengan metode
yang dikemukakan RL. Ash (gambar 3.10) adalah sebagai berikut:
1)
Burden (B)
Burden merupakan jarak tegak lurus terpendek antara lubang tembak yang diisi
bahan peledak dengan bidang bebas atau ke arah mana batuan hasil peledakan akan
terlempar.
Kb De
12
AF 1=
AF 2=
(
3
SG . Ve 2
S Gstd .Ve std
( DDstd )
3
Kb=Kb . std AF 1 AF 2
Dimana:
B
= Burden (ft)
Kb
= Burden ratio
De
AF1
SG
SGstd
Ve
Vestd
AF2
Dstd
Kbstd
Type of explosives
Soft
(< 2 t/m3)
30
35
40
2)
Rock Group
Medium
(2-2,5t/m3)
25
30
35
Hard
(>2,5 t/m3)
20
25
30
Spasi (S)
Spasi adalah jarak terdekat antara dua lubang tembak yang berdekatan di dalam satu
baris (row) dan diukur sejajar terhadap pit wall. Apabila jarak spasi terlalu kecil akan
menyebabkan batuan hancur menjadi halus, tetapi bila spasi lebih besar daripada
ketentuan akan menyebabkan banyak terjadi bongkah (boulder) dan tonjolan (stump)
diantara dua lubang ledak setelah diledakkan.
S=Ks B
Dimana:
S
= Spasi (meter)
Ks
= Burden (meter)
1.8B.
e. Peledakan dengan pola equilateral dan beruntun tiap lubang ledak dalam baris
yang sama, S = 1.15B
3)
Stemming (T)
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor, yang letaknya di atas
kolom isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah supaya terjadi keseimbangan
tekanan dalam lubang tembak dan mengurung gas-gas hasil ledakan sehingga dapat
menekan batuan dengan energi yang maksimal. Panjang pendeknya serta padat atau
tidaknya stemming sangat mempengaruhi hasil dari peledakan, hal ini dilihat dari
segi ground vibration, flying rock, air blast, dan hasil fragmentasi batuannya.
a. Apabila stemming terlalu panjang, akan menyebabkan:
Dimana:
4)
= stemming (meter)
Kt
= burden (meter)
Dimana:
5)
= Subdrilling (meter)
Kj
= Burden (meter)
6)
Kh
= Burden (meter)
7)
PC
= Stemming (meter)
Ratio), maka akan diketahui hasil dari peledakan tersebut. Penentuan ukuran tinggi
jenjang berdasarkan Stiffness Ratio digunakan rumus sebagai berikut:
L=5 De
Dimana:
L
De
5) Stemming (T)
Untuk mencari stemming, dapat dihitung dengan dua cara, yaitu:
a. Stemming 20 x Blast Hole diameter,
b. Stemming (0,7 1,2) x Burden
6) Blast Hole Dept (H)
Blast Hole Depth = Bench Height + Subdrilling
7) Bench Height (L)
Bench Height Blast Hole Diameter / 15
Ada dua macam pola peledakan yang dibagi berdasarkan arah runtuhan batuan (hasil
peledakan) dan waktu peledakan. Pola peledakan yang berdasarkan arah runtuhan batuan dibagi
menjadi tiga pola (Gambar 3.12):
1) Box Cut, adalah pola peledakan yang dimulai dari bagian tengah suatu jenjang dan
mempunyai dua bidang bebas. Arah runtuhan peledakan pola box cut adalah kedepan
dan membentuk kotak.
2) V Cut, adalah pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan membentuk
huruf V.
3) Corner Cut, adalah pola peledakan yang dimulai dari sudut suatu jenjang dan
mempunyai tiga bidang bebas. Dengan adanya tiga bidang bebas ini maka
diharapkan proses peledakan berlangsung sempurna. Arah runtuhan peledakan pola
corner cut adalah kesalah satu sudut dari bidang bebasnya.
Berdasarkan urutan waktu peledakan, maka pola peledakan diklasifikasikan sebagai
berikut:
1) Pola peledakan serentak, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan secara
serentak untuk semua lubang tembak.
2) Pola peledakan beruntun, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan dengan waktu
tunda antara baris yang satu dengan baris lainnya.
peledakannya menuju sudut tumpul perpotongan antara arah umum kedua kekar utama. Apabila
arah peledakannya menuju sudut runcing, maka akan terjadi penerobosan energi peledakan
melalui rekahan yang ada. Hal ini mengakibatkan pengurangan energi ledakan untuk
menghancurkan batuan, sehingga terbentuk fragmentasi batuan yang tidak seragam dan
cenderung menghasilkan banyak overbreak (Gambar 3.13). Sedangkan dari segi perlapisan
batuan, untuk mendapatkan fragmentasi batuan yang baik, diterapkan arah lubang tembak yang
berlawanan arah dengan bidang perlapisan batuan karena energi ledakan akan menekan batuan
secara maksimal. Secara teoritis, bila lubang tembak arahnya berlawanan dengan arah pelapisan
batuan, maka kemungkinan terjadinya backbreak akan lebih rendah, lantai jenjang tidak rata,
tetapi fragmentasi hasil peledakan akan lebih seragam dan akan membentuk tumpukan material
(muckpile) yang lebih tinggi dengan lemparan batuan tidak terlalu jauh. Sedang jika arah lubang
tembak searah dengan arah kemiringan bidang perlapisan, maka kemungkinan yang terjadi
adalah timbul backbreak lebih besar, fragmentasi batuan tidak seragam dan tumpukan material
hasil peledakan (muckpile) akan lebih rendah dengan terlemparnya batuan akan lebih jauh, serta
kemungkinan terhadap terjadinya longsoran akan lebih besar, namun akan menghasilkan lantai
jenjang yang lebih rata.
Dimana:
E
= jumlah bahan peledak tiap lubang ledak (kg)
de
= loading density dari handak yang digunakan (kg/m)
PC
= panjang kolom isian (m)
2) Powder Factor (Pf)
Powder factor atau specific charge merupakan perbandingan antara jumlah bahan
peledak yang digunakan terhadap jumlah batuan yang diledakkan.
E
Pf =
V
Dimana:
Pf
= powder factor (kg / ton)
V
= berat batuan yang diledakkan (ton)
E
= berat bahan peledak yang digunakan (kg)
Dalam menentukan powder factor ada 2 macam satuan yang dapat digunakan, yaitu:
a.
diketahui hubungan antar densitas batuan dengan nilai powder factor, dan pada tabel
3.4 diketahui hubungan powder factor dengan beberapa jenis batuan.
Bila pengisian bahan peledak terlalu banyak akan mengakibatkan jarak stemming
menjadi kecil sehingga menyebabkan terjadinya batuan terbang (flyrock) dan ledakan
tekanan udara (airblast). Sedangkan bila pengisian terlalu kecil maka jarak stemming
menjadi besar sehingga menimbulkan bongkah dan backbreak di sekitar dinding
jenjang.
Tabel 3.8 Hubungan Nilai Powder Factor dengan Tipe Batuan
Types Of Rock
0,60 1,50
0,30 0,60
0,10 0,30
0.12 0.18
0.150
1.40 1.80
0.18 0.27
0.225
1.75 2.35
0.27 0.38
0.320
2.25 2.55
0.38 0.52
0.450
2.50 2.80
0.52 0.68
0.600
2.75 2.90
0.68 0.88
0.780
2.85 3.00
0.88 1.10
0.990
2.95 3.20
1.10 1.37
1.235
3.15 3.40
1.37 1.68
1.525
3.35 3.60
1.68 2.03
1.855
>3.35
Konstanta waktu tunda didasarkan pada hasil peledakan yang diinginkan. Nilai konstanta
waktu tunda dapat dilihat pada tabel 3.5.
Tabel 3.10. Waktu tunda antar row
Konstanta TR (ms/m)
Hasil
6,5
8,0
11,5
16,5
peledakan
akan
menghasilkan
energi
yang
menyebabkan terjadinya
berbagai jenis gelombang yang merambat di dalam bumi, dipermukaan bumi maupun
di udara. Salah satu penyebab pecahnya batuan dari bergetarnya
adalah
adanya
rambatan
gelombang tersebut.
Reaksi
bumi
karena
peledakan
peledakan
tidak
saja
menghasilkan gelombang energi yang mampu menghancurkan massa batuan padat, tetapi
masih ada tersisa energy yang
menghasilkan
gelombang
dan
terus
merambat
dengan
kecepatan yang kian melemah seiring dengan semakin jauh jarak rambatannya dari
pusat ledakan. Tetapi dalam kasus yang khusus semakin jauh ternyata getaran yang ditimbulkan
lebih besar. Energi peledakan akan membentuk gelombang tekan yang menghasilkan deformasi
plastis terhadap batuan, sehingga batuan akan pecah atau hancur. Sebagian dari gelombang
tersebut terus merambat menembus bumi atau batuan membentuk gelombang tegangan-regangan
di dalam batas zona elastis batuan. Gelombang
yang
menjalar
di
dalam
batas
zona
elastis batuan disebut pula gelombang seismik yang tidak akan memecahkan batuan
tetapi
hanya menggetarkannya.Dari
peledakan
dapat dikategorikan
ke
uraian
di
dalam
dua
atas,
maka
bagian,
energi
yang
yaitu energi
dihasilkan
terpakai (work
energy) dari energi sisa (waste energy). Energi terpakai adalah energi yang menghasilkan
tenaga atau daya yang betul-betul digunakan untuk menghancurkan batuan.Energi ini
terdiri dari 2 jenis, yaitu energi kejut dan energi gas
3.3.1 Work Energy
Pada peledakan suatu media padat akan timbul tekanan detonasi (detonation pressure)
dan tekanan peledakan (explosion pressure)yang merupakan efek dari
shock energy
dan gas energy hasil dari perubahan kimia bahan peledak. Untuk bahan peledak dari jenis high
explosive, pertama kali akan terjadi tekanan detonasiyang kemudian diikuti tekanan peledakan,
sedangkan untk bahan peledak Low explosive hanya terjadi tekanan peledakan. Hal ini
dikarenakan adanya perbedaankecepatan penjalaran reaksi kimia dalam kolom bahan
peledak.Bahan peledak high explosive mempunyai kecepatan penjalaran reaksi yang lebih besar
dari kecepatan penjalaran suara dalam bahan peledak, yang dikenal sebagaikecepatan detonasi.
Kecepatan detonasi ini menyebabkan timbulnya gelombangkejut ( shock wave) atau gelombang
detonasi (detonation wave) yang terletak didepan daerah reaksi utama (primary reaction zone)
dalam kolom bahan peledak.Gelombang kejut ini yang menyebabkan timbulnya tekanan
detonasi. Tekanandetonasi ini dinyatakan sebagai fungsi dari bobot isi bahan peledak kali
kuadratdari kecepatan detonasi bahan peledak (Calvin J. Konya, et. al).
Pd = 2.5 x x VOD2
Dimana :
Pd = Tekanan detonasi (MPa)
= Bobot isi bahan peledak (Kg/m3)
VOD = Kecepatan detonasi (m/detik)
di
dalam
batas
elastiknya.
Hal
ini
akan
menghasilkan
gelombang
seismik.Gelombang ini pada batas tinggi tertentu dapat menyebabkan kerusakan padastruktur
bangunan dan juga dapat sangat mengganggu manusia. Gelombangseismik ini dirasakan oleh
manusia sebagai getaran.