Anda di halaman 1dari 75

BUKU PANDUAN SKILL LAB

KESADARAN
Kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan,
tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
1.

Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..

2.

Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh.

3.

Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh
tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

4.

Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.

5.

Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun
(tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).

Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam
lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke
otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.
Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas
reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan
angkamorbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).Jadi sangat penting dalam mengukur status
neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien,
(apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan
yang diberikan. Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata ,
bicara dan motorik

BUKU PANDUAN SKILL LAB

Eye (respon membuka mata) :


(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat.
Misalnya aduh, bapak)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol EVM

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah
adalah 3 yaitu E1V1M1.

Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :


GCS : 14 15 = CKR (cidera kepala ringan)
GCS : 9 13 = CKS (cidera kepala sedang)
GCS : 3 8 = CKB (cidera kepala berat)

RANGSANGAN MENINGEAL
- Kaku kuduk

: Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb: Tangan pemeriksa ditempatkan

dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar
dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita
dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat
- Kernig sign

: Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada

persendian panggul sampai membuat sudut 90. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada
persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135 terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan
rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135, maka dikatakan Kernig sign positif.
-Brudzinski I (Brudzinskis neck sign)
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah kepala pasien yang
sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk
mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Test
ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul
kedua tungkai secara reflektorik.
-Brudzinski II (Brudzinskis contralateral leg sign)
3

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut, kemudian
tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi
tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini postif.
-Lasegue sign : Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua tungkai
diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi) persendian
panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Pada keadaan
normal dapat dicapai sudut 70 sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan
tahanan sebelum mencapai 70 maka disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah
lanjut usianya diambil patokan 60.
PENINGGIAN INTRA KRANIAL
Kranium dan kanalis vertebralis relatif sama-sama intak dan tidak elastik. Peningkatan volume
dari beberapa keadaan seperti pada jaringan otak, darah atau cairan serebrospinal, akan meningkatkan
tekanan intrakranial. Tanda peninggian tekanan intrakranial harus selalu membangkitkan kecurigaan
adanya lesi desak ruang intrakranial.
Beberapa

mekanisme

yang

jelas

dari

Peninggian

Tekanan

Intrakranial

Penggian volume intrakranial yang disebabkan oleh tumor otak, infark cerebri yang luas, trauma
serebri,

perdarahan

otak,

abses

otak,

hematoma

extraserebral,

edema

serebri

akut.

Tekanan venous yang tinggi dari kegagalan jantung atau obstruksi mediastinal superior.
Obstruksi dan absorbsi aliran cairan likuor serebrospinalis.
Pendapat lain mengenai mekanisme Peninggian Tekanan Intrakranial :
Gangguan yang disebabkan edema otak yang difus, Penekanan massa pada ruang supra atau
infratentorial, Hidrosefalus akibat dari penggian produksi cairan likuor serebrospinalis atau obstruksi
aliran likuor serebrospinalis, atau gangguan absorbsi cairan likuor serebrospinalis.
Penyebab peninggian tekanan intrakranial :Lesi desak ruang intrakranial (tumor otak, perdarahan otak,
infark otak, abses otak ), Ensefalitis, Meningitis, Trauma kranioserebral,, Trombosis sinus venous,
4

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Obstruksi aliran keluar CSS.
Gejala-gejala umum tekanan intrakranial yang meninggi terdiri dari :Sakit kepala, Muntah, Kejang,
Gangguan mental, Perasaan abnornmal di kepala, Kesadaran menurun, Diplopia.

NERVUS CRANIAL
Nervus I (olfaktorius)
cara pemeriksaan: Pasien disuruh untuk memejamkan mata,tutup salah satu luban hidung, pasien
disuruh membedakan bau yang dirasakan( kopi,tembakau,alkohol, dll), nilai apakah normosmia,
anosmia, parosmia, dan hiposmia. Bandingkan dengan hidung yang lainnya
- Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.
- Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam.
- Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka.
-Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai misalnya minyak kayu
putih tercium sebagai bau bawang goreng.
- Kakosmia adalah mempersepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada.
- Halusinasi penciuman adalah bila tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa adanya perangsangan
maka kesadaran akan suatu jenis bau ini
Nervus II (optikus)
- Tajam penglihatan : membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan jalan pasien disuruh
melihat benda yang letaknya jauh misal jam didinding, membaca huruf di buku atau koran.
5

BUKU PANDUAN SKILL LAB


- Lapangan pandang: Yang paling mudah adalah dengan munggunakan metode Konfrontasi dari
Donder. Dalam hal ini pasien duduk atau berdiri kurang lebih jarak 1 meter dengan pemeriksa, Jika kita
hendak memeriksa mata kanan maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangannya
pemeriksa harus menutup mata kanannya. Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri
pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat ke mata kanan pasien. Setelah pemeriksa menggerakkan
jari tangannya dibidang pertengahan antara pemeriksa dan pasien dan gerakan dilakukan dari arah luar
ke dalam. Jika pasien mulai melihat gerakan jari jari pemeriksa, ia harus memberitahu, dan hal ini
dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya. Bila sekiranya ada gangguan kampus
penglihatan (visual field) maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut. Gerakan jari
tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing masing mata harus diperiksa.
- Melihat warna
- Refleks ancaman
- Refleks pupil
Nervus III (okulomotorius)
-Pergerakan bola mata ke arah : atas, atas dalam, atas luar, medial, bawah, bawah luar.
-Diplopia (melihat kembar)
-Strabismus (juling)
-Nistagmus (gerakan bola mata diluar kemauan pasien)
-Eksoftalmus (mata menonjol keluar)
-Pupil : lihat ukuran, bentuk dan kesamaan antara kiri dan kanan
-Refleks pupil (refleks cahaya) Direk/langsung : cahaya ditujukan seluruhnya kearah pupil. Normal,
akibat adanya cahaya maka pupil akan mengecil (miosis). Perhatikan juga apakah pupil segera miosis,
6

BUKU PANDUAN SKILL LAB


dan apakah ada pelebaran kembali yang tidak terjadi dengan segera. Indirek/tidak langsung: refleks
cahaya konsensuil. Cahaya ditujukan pada satu pupil, dan perhatikan pupil sisi yang lain.
-Rima palpebra
-Deviasi konjugae

Nervus IV (trochlearis)
- Pergerakan bola mata ke bawah dalam
Nervus V (trigeminus)
-Pemeriksaan motorik : membuka dan menutup mulut; palpasi otot maseter dan temporalis; kekuatan
gigitan.
-Cara :1. pasien diminta merapatkan gigi sekuatnya, kemudian meraba M. masseter dan M.
temporalis. Normalnya kiri dan kanan kekuatan, besar dan tonus nya sama.
2. Pasien diminta membuka mulut dan memperhatikan apakah ada deviasi rahang bawah, jika
ada kelumpuhan maka dagu akan terdorong kesisi lesi. Sebagai pegangan diambil gigi seri
atas dan bawah yang harus simetris.Bila terdapat parese disebelah kanan, rahang bawah tidak
dapat digerakkan kesamping kiri. Cara lain pasien diminta mempertahankan rahang
bawahnya kesamping dan kita beri tekanan untuk mengembalikan rahang bawah keposisi
tengah.
-Pemeriksaan sensorik : dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan suhu, kemudian
lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.
7

BUKU PANDUAN SKILL LAB


-Refleks kornea : Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien akan menutup matanya atau
menanyakan apakah pasien dapat merasakan.
-Refleks masseter : Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada bagian tengah dagu, lalu
pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul dengan hammer reflex normalnya
didapatkan sedikit saja gerakan, malah kadang kadang tidak ada. Bila ada gerakan hebat yaitu kontraksi
M. masseter, M. temporalis, M. pterygoideus medialis yang menyebabkan mulut menutup ini disebut
refleks meninggi.
-Refleks bersin : menggunakan kapas.
Nervus VI (abdusens)
- Pergerakan bola mata ke lateral
Nervus VII (fasialis)
-Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan dahi (dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam),
mimik, mengangkat alis, menutup mata (menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan
pemeriksa), moncongkan bibir atau menyengir, memperlihatkan gigi, bersiul (suruh pasien bersiul,
dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama kuat. Bila ada kelumpuhan maka
angin akan keluar kebagian sisi yang lumpuh)
-Pemeriksaan fungsi sensorik :

2/3 bagian depan lidah : Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah, kemudian pada sisi kanan dan
kiri diletakkan gula, asam,garam atau sesuatu yang pahit. Pasien cukup menuliskan apa yang
terasa diatas secarik kertas. Bahannya adalah: glukosa 5 %, NaCl 2,5 %, asam sitrat 1 %, kinine

0,075 %.
Sekresi air mata : Dengan menggunakan Schirmer test (lakmus merah). Ukuran : 0,5 cm x 1,5
cm. Warna berubah jadi biru; normal: 1015 mm (lama 5 menit).

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Nervus VIII (vestibulo-koklearis)
-Pemeriksaan fungsi n. koklearis untuk pendengaran

Pemeriksaan Weber : Maksudnya membandingkan transportasi melalui tulang ditelinga kanan


dan kiri pasien. Garputala ditempatkan didahi pasien, pada keadaan normal kiri dan kanan sama
keras (pasien tidak dapat menentukan dimana yang lebih keras). Pendengaran tulang mengeras
bila pendengaran udara terganggu, misal: otitis media kiri, pada test Weber terdengar kiri lebih
keras. Bila terdapat nerve deafness disebelah kiri, pada test Weber dikanan terdengar lebih

keras.
Pemeriksaan Rinne : Maksudnya membandingkan pendengaran melalui tulang dan udara dari
pasien. Pada telinga yang sehat, pendengaran melalui udara didengar lebih lama daripada
melalui tulang. Garputala ditempatkan pada planum mastoid sampai pasien tidak dapat
mendengarnya lagi. Kemudian garpu tala dipindahkan kedepan meatus eksternus. Jika pada
posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan test positip. Pada orang normal test Rinne ini

positif. Pada conduction deafness test Rinne negatif.


Pemeriksaan Schwabah : Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan pendengaran
pemeriksa yang dianggap normal. Garpu tala dibunyikan dan kemudian ditempatkan didekat
telinga pasien. Setelah pasien tidak mendengarkan bunyi lagi, garpu tala ditempatkan didekat
telinga pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh pemeriksa, maka dikatakan bahwa
Schwabach lebih pendek (untuk konduksi udara). Kemudian garpu tala dibunyikan lagi dan
pangkalnya ditekankan pada tulang mastoid pasien. Dirusuh ia mendengarkan bunyinya. Bila
sudah tidak mendengar lagi maka garpu tala diletakkan di tulang mastoid pemeriksa. Bila
pemeriksa masih mendengar bunyinya maka dikatakan Schwabach (untuk konduksi tulang)
lebih pendek.

-Pemeriksaan fungsi n. vestibularis untuk keseimbangan

Pemeriksaan dengan tes kalori, Bila telinga kiri didinginkan (diberi air dingin) timbul
nystagmus kekanan. Bila telinga kiri dipanaskan (diberi air panas) timbul nistagmus kekiri.
Nystagmus ini disebut sesuai dengan fasenya yaitu : fase cepat dan fase pelan, misalnya
9

BUKU PANDUAN SKILL LAB


nystagmus kekiri berarti fase cepat kekiri. Bila ada gangguan keseimbangan maka perubahan
temperatur dingin dan panas memberikan reaksi.

Pemeriksaan past pointing test, Pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa dengan jari
telunjuknya, kemudian dengan mata tertutup pasien diminta untuk mengulangi. Normalnya
pasien harus dapat melakukannya.

Tes Romberg, Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki yang satu didepan kaki yang
lainnya. Tumit kaki yang satu berada didepan jari kaki yang lainnya, lengan dilipat pada dada
dan mata kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg yang
dipertajam selama 30 detik atau lebih.

Stepping test/tandem walking, Pasien disuruh berjalan ditempat, dengan mata tertutup,
sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti jalan biasa. Selama test ini pasien diminta untuk
berusaha agar tetap ditempat dan tidak beranjak dari tempatnya selama test berlangsung.
Dikatakan abnormal bila kedudukan akhir pasien beranjak lebih dari 1 meter dari tempatnya
semula, atau badan terputar lebih dari 30 derajat.

Nervus IX (glossofaringeus)
-Pemeriksaan motorik : disfagia, palatum molle, uvula, disfonia, refleks muntah.

Cara 1 : Pasien diminta untuk membuka mulut dan mengatakan huruf a. Jika ada gangguan
maka otot stylopharyngeus tak dapat terangkat dan menyempit dan akibatnya rongga hidung
dan rongga mulut masih berhubungan sehingga bocor. Jadi pada saat mengucapkan huruf a
dinding pharynx terangkat sedang yang lumpuh tertinggal, dan tampak uvula tidak simetris

tetapi tampak miring tertarik kesisi yang sehat


Cara 2 : Pemeriksa menggoreskan atau meraba pada dinding pharynx kanan dan kiri dan bila
ada gangguan sensibilitas maka tidak terjadi refleks muntah.
10

BUKU PANDUAN SKILL LAB


- Pemeriksaan sensorik : pengecapan 1/3 belakang lidah
Pengecapan 1/3 lidah belakang lidah, pasien diminta menutup mata dan
menjulurkan lidah, keringkan lidah denganmenggunakan tisue, lalu teteskan rasa pahit di
permukaan lidah.tanyakan kepada pasien rasa apa yang dirasakan

Nervus X (vagus)
Pemeriksaan bersamaan dengan nervus IX.
Nervus XI (accesorius)
-Memeriksa tonus m. sternocleidomastoideus : Dengan menekan pundak pasien dan pasien diminta
untuk mengangkat pundaknya.
-Memeriksa tonus m. trapezius : Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri dan ditahan oleh
pemeriksa , kemudian dilihat dan diraba tonus dari m. sternocleidomastoideus.
Nervus XII (hipoglossus)
Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan-perkataan tidak dapat diucapkan dengan
baik, hal demikian disebut: dysarthria. Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya tergeser
kedaerah lumpuh karena tonus disini menurun. Bila lidah dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi
yang sakit. Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot lidah. Kekuatan otot lidah dapat
diperiksa dengan menekan lidah kesamping pada pipi dan dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi
pipi.
SISTEM MOTORIK
Kontrol gerak volunter melibatkan komponen yang sangat kompleks. Terdapat banyak sistem
yang saling berhubungan dan bekerja bersama-sama untuk menghasilkan gerak volunter. Untuk
mendapatkan gambaran tentang system motorik dalam hubungannya dengan sistem gerak volunter,
maka pembahasan akan dimulai pada aktivitas sistem spinal kemudian meningkat pada batang otak dan
11

BUKU PANDUAN SKILL LAB


akhirnya pembahasan pada area korteks serebri. Selain itu akan dilengkapi pula dengan penjelasanpenjelasan pada area lain di otak seperti ganglia basal dan serebellum.
sindrom lower motor neuron mempunyai gejala : lumpuh, atoni, atrofi, dan arefleksi. Sindrom
lower motor neuron didapatkan pada kerusakan di neuron motorik, neuraksis neuron motorik (misalnya
saraf spinal, pleksus, saraf perifer), alat penghubung neuraksis dan otot (myoneural junction) dan otot.
Sindrom upper motor neuron, yang dijumpai pada kerusakan sistem pyramidal, mempunyai gejala :
lumpuh, hipertoni, hiper refleksi, dan klonus, serta refleks patologis. Kita ketahui pula bahwa
kelumpuhan bukanlah merupakan kelainan yang harus ada pada tiap gangguan gerak. Pada gangguan
gerak oleh kelainan di system ekstrapiramidal dan serebelar, kita tidak mendapatkan kelumpuhan.
Pada gangguan sistem ekstrapiramidal didapatkan gangguan pada tonus otot, gerakan otot
abnormal yang tidak dapat dikendalikan, gangguan pada kelancaran gerakan otot volunter dan
gangguan gerak-otot asosiatif.
Gangguan pada serebelum mengakibatkan gangguan gerak berupa gangguan sikap dan tonus.
Selain itu, juga terjadi ataksia, dismetria, dan tremor intensi. (Tiga fungsi penting dari serebelum ialah
keseimbangan, pengatur tonus otot, dan pengelola serta pengkoordinasi gerakan volunter).
Pemeriksaan
Pada tiap bagian badan yang dapat bergerak harus dilakukan :
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Pemeriksaan gerakan pasif
4. Pemeriksaan gerakan aktif
5. Koordinasi gerakan
1. INSPEKSI
Pada inspeksi diperhatikan sikap, bentuk, ukuran, dan adanya gerak abnormal yang tidak dapat
dikendalikan.
12

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Sikap
Perhatikan sikap secara keseluruhan dan sikap tiap bagian tubuh. Bagaimana sikap pasien
waktu

berdiri,

duduk,

berbaring,

bergerak,

dan

berjalan.

Jika pasien berdiri, perhatikan sikap dan posisi badannya, baik secara keseluruhan maupun sebagian.
Pasien dengan gangguan serebelum berdiri dengan muka membelok ke arah kontralateral terhadap lesi,
bahunya pada sisi lesi agak lebih rendah, dan badannya miring ke sisi lesi. Penderita penyakit
Parkinson berdiri dengan kepala dan leher dibungkukkan ke depan, lengan dan tungkai berada dalam
fleksi.
Bila ia jalan, tampaknya seolah-olah hendak jatuh ke depan; gerakan asosiatifnya terganggu,
lengan kurang dilenggangkan, dan terlihat tremor kasar, terutama di tangan. Pada anak dengan distrofia
muskulorum progresiva terlihat lordosis yang jelas; bila ia berjalan, panggul seolah-olah berputar
dengan maksud agar berat badan berpindah ke tungkai yang sedang bertumpuh. Pada penderita
hemiparese oleh gangguan sistem piramidal, lengan berada dalam sikap fleksi, sedangkan tungkai
dalam ekstensi.
Bila ia berjalan, tungkai membuat gerak sirkumdiksi. Pada pasien dengan paraparese jenis
sentral, cara berjalannya seperti gunting, yaitu tungkai seolah-olah menyilang. Penderita dengan
gangguan di serebelumberjalan dengan kaki mengangkang, demikian juga penderita tabes dorsalis.
Selain itu, penderita tabes dorsalis selalu melihat ke bawah memperhatikan kaki dan jalannya, sebab
kalau tidak, ia akan jatuh. Pasien polineuritis berjalan seperti ayam, yaitu tungkai difleksikan tinggitinggi pada persendian lutut, supaya dapat mengangkat kakinya yang kurang mampu melakukan
dorsofleksi.
Gerakan bagian tubuh perlu diperhatikan dan dibandingkan. Pada anak yang sedang meronta atau orang
dewasa yang gelisah, bagian yang paretis terlihat kurang digerakkan.

Bentuk : Perhatikan adanya deformitas.


Ukuran

13

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Perhatikan apakah panjang badan tubuh sebelah kiri sama dengan yang kanan. Orang dewasa
yang mengalami lumpuh sejak masa kanak-kanak, ukuran ekstremitas yang lumpuh lebih pendek
daripada yang sehat. Kemudian perhatikan besar (isi) kontur (bentuk) otot. Adakah atrofi atau
hipertrofi. Perhatikan kontur (bentuk) otot. Pada atrofi besar otot berkurang dan bentuknya berubah.
Kelumpuhan jenis perifer disertai oleh hipotrofi atau atrofi.
Perhatikan besarnya otot, bandingkan dengan otot sisi lainnya. Bila dicurigai adanya atrofi,
ukurlah kelilingnya. Pengukuran dilakukan dengan menyebutkan tempat di mana dilakukan
pengukuran. Biasanya digunakan tonjolan tulang sebagai patokan. Misalnya 3 cm di atas olekranon,
atau patella atau tonjolan lainnya. Setelah itu perhatikan pula bentuk otot. Hal ini dilakukan dalam
keadaan otot beristirahat dan sewaktu berkontraksi. Bila didapatkan atrofi, kontur biasanya berubah
atau berkurang.
Pada keadaan pseudo-hipertrofi, ukuran otot tampak lebih besar, namun tenaganya kurang. Hal
ini disebabkan karena jaringan otot diganti oleh jaringan lemak atau jaringan ikat. Hal ini didapatkan
pada

distrofia

muskulorum

progresiva,

dan

terjadi

di

otot

betis

dan

gluteus.

Gerakan involuter (abnormal yang tidak terkendali)


Di antara gerakan abnormal yang tidak terkendali yang kita kenal ialah : tremor, khorea,
atetose,

distonia,

balismus,

spasme,

tik,

fasikulasi,

dan

miokloni.

Gerakan abnormal dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan keadaan. Gerakan abnormal merupakan
kontraksi otot-otot volunteer yang tidak terkendali. Nilainya secara klinis dalam menentukan diagnosis
dan lokalisasi penyakit saraf dapat sangat besar, oleh karenanya harus diamati dengan baik. Gerakan
abnormal ini dapat mengenai tiap bagian tubuh. Ia timbul karena terlibatnya berbagai bagian sistem
motorik, misalnya : korteks, serabut yang turun dari korteks, ganglia basal, batang otak dan pusatpusatnya, serebelum dan hubungan-hubungannya, medulla spinalis, serabut saraf perifer, atau ototnya
sendiri. Sifat gerakan dipengaruhi oleh letak lesi dan kelainan patologiknya. Lesi pada tempat yang
berlainan kadang dapat menyebabkan gerakan yang identik, dan proses patologis yang berlainan pada
tempat yang sama kadang dapat mengakibatkan bermacam bentuk gerakan abnormal.
14

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Pada pemeriksaan gerakan abnormal kita harus mengobservasi penampilan klinisnya dan
manifestasi visualnya, menganalisis pola gerakan dan melukiskan komponen-komponennya. Bila
gerakan sesuai dengan gambaran klinik tertentu yang telah mempunyai nama, nama ini digunakan
untuk gerakan tersebut, tetapi sebaiknya ditambah dengan melukiskan gerakan tersebut, daripada hanya
memberi suatu nama saja. Kadang-kadang untuk mengetahui gerakan abnormal ini dibutuhkan palpasi,
terlebih bila gerakannya sangat lemah dan terbatas pada sebagian dari kelompok otot.
Tremor.
Tremor ialah serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran, yang timbul karena
berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian. Ia dapat melibatkan satu atau lebih
bagian tubuh. Jenis tremor yang perlu kita kenal ialah : tremor normal atau fisiologis; tremor halus
(disebut

juga

tremor

toksik)

dan

tremor

kasar.

Tremor fisiologis didapatkan bila anggota gerak ditempatkan pada posisi yang sulit, atau bila kita
melakukan gerakan volunteer dengan sangat lambat. Tremor yang terlihat pada orang normal yang
sedang

marah

atau

ketakutan

merupakan

aksentuasi

dari

tremor

fisiologis

ini.

Tremor halus dianggap juga sebagai tremor toksik. Contoh yang khas ialah tremor yang dijumpai pada
hipertiroidi. Tremor ini terutama terjadi pada jari dan tangan. Kadang-kadang tremor ini sangat halus
dan sukar dilihat. Untuk memperjelasnya, kita tempatkan kertas di atas jari-jari dan tampaklah kertas
tersebut bergetar walaupun tremor belum jelas terlihat. Tremor toksik ini didapatkan pula pada
keracunan nikotin, kafein, obat-obatan seperti adrenalin, efedrin, atau barbiturat.
Tremor kasar, salah satu contohnya ialah tremor yang didapatkan pada penyakit Parkinson. Ini
merupakan tremor yang lambat, kasar, dan majemuk. Pada penyakit Parkinson, gerakan jari-jari mirip
gerakan menghitung duit atau membuat pil (pill rolling tremor). Contoh lainnya adalah tremor intensi.
Tremor intensi merupakan tremor yang timbul waktu melakukan gerakan volunter dan menjadi lebih
nyata ketika gerakan hampir mencapai tujuannya. Tremor ini merupakan tremor kasar, dan dapat
dijumpai pada gangguan serebellum. Pada tes tunjuk-hidung pada pasien dengan gangguan di
serebelum,

tremor

menjadi

lebih

nyata

pada

Khorea
15

saat

telunjuk

hampir

mancapai

hidung.

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Kata khorea berasal dari kata Junani yang berarti menari. Pada khorea gerak oto berlangsung
cepat, sekonyong-konyong, aritmik, dan kasar yang dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh badan
atau seluruh badan. Hal ini dengan khas terlihat pada anggota gerak atas (lengan dan tangan), terutama
bagian distal. Pada gerakan ini tidak didapatkan gerakan yang harmonis antara otot-otot penggerak,
baik antar otot yang sinergis maupun antagonis. Bila pasien disuruh meluruskan lengan dan tangannya,
kita dapatkan hiperekstensi pada falang proksimal dan terminal, dan pergelangan tangan berada dalam
fleksi dengan sedikit dipronasikan. Hal ini menjadi lebih jelas bila pasien disuruh mengangkat
lengannya ke atas. Jari-jari tangan biasanya akan diregangkan, dan ibu jari diabduksikan dan terarah ke
bawah.
Bila pasien disuruh menggenggam tangan pemeriksa, terasa bahwa tenaga genggaman tidak
konstan (tidak tetap) melainkan berfluktuasi, terasa melemah kemudian menguat lagi dan seterusnya.
Bila khorea melibatkan lidah, didapatkan kesukaran berbicara atau mengunyah. Jika penderitanya
disuruh mengeluarkan lidah, hal ini dilakukannya secara mendadak dan kemudian ditariknya kembali.
Gerak khorea dapat dibuat nyata bila pasien disuruh melakukan dua macam gerakan sekaligus,
misalnya ia disuruh menaikkan lengannya ke atas sambil menjulurkan lidah. Gerakan khorea
didapatkan dalam keadaan istirahat dan menjadi lebih hebat bila ada aktivitas dan ketegangan. Khorea
menghilang bila penderitanya tidur. Gerakan khorea antara lain dijumpai pada penyakit khorea
Sydenham, khorea Huntington, dan khorea gravidarum.
Atetose
Kata atetose berasal dari kata Yunani yang berarti berubah. Berlainan dari khorea yang
gerakannya berlangsung cepat, mendadak, dan terutama melibatkan bagian distal, maka atetose
ditandai oleh gerakan yang lebih lamban, seperti gerak ular, dan melibatkan otot bagian distal. Namun
demikian hal ini cenderung menyebar juga ke proksimal. Atetosis dapat dijumpai pada banyak penyakit
yang melibatkan ganglia basal.
Distonia
Bila terjadi kerusakan besar pada susunan ekstrapiramidal yang melibatkan beberapa komponen
ganglia basal, didapatkan gejala yang kompleks. Hal ini dijumpai pada distonia muskulorum
16

BUKU PANDUAN SKILL LAB


deformans, di mana didapatkan gerakan distonia. Biasanya distonia ini dimulai dengan gerak otot
berbentuk atetose pada lengan atau anggota gerak lain, kemudian gerakan otot bentuk atetose ini
menjadi kompleks, yaitu menunjukkan torsi yang keras dan berbelit. Gerakan torsi otot (memutar
berbelit) terjadi juga pada otot leher dan punggung, sehingga didapatkan tortikolis dan tortipelvis.
Gerak otot abnormal ini dapat mengakibatkan terjadinya skoliosis, pes ekuinovarus, pes valgus, dan
kontraktur.
Balismus
Balismus (hemibalismus) ialah gerak otot yang datang sekonyong-konyong, kasar dan cepat,
dan terutama mengenai otot-otot skelet yang letaknya proksimal; sedangkan pada khorea, gerak otot
kasar, cepat, dan terutama melibatkan otot-otot yang agak distal.
Spasmus merupakan gerakan abnormal yang terjadi karena kontraksi otot-otot yang biasanya
disarafi oleh satu saraf. Spasme klonik mulai sekonyong-konyong, berlangsung sebentar dan dapat
berulang-ulang. Spasme tonik dapat berlangsung lama dan terus menerus. Spasme klonik menyerupai
kontraksi otot yang terjadi pada waktu faradisasi. Spasme dapat timbul karena iritasi saraf perifer atau
otot, tetapi dapat juga timbul karena iritasi di suatu tempat, mulai dari korteks sampai ke serabut otot.
Contoh dari spasme ialah trismus, rhisus sardonikus, dan hiccup. Trismus merupakan spasme tonik otot
pengunyah,

dan

rhisus

sardonikus

adalah

spasme

tonik

pada

otot

fasial.

Tik (tic)
Penyebab tik belum diketahui. Ada pakar yang menganggapnya sebagai suatu conditioned
reflex, ada pula yang mengatakan bahwa faktor psikogen mempunyai peranan, dan pakar lainnya
mengemukakan bahwa sistem ekstrapiramidal memainkan peranan pula. Tik merupakan suatu gerakan
terkoordinir, berulang, dan melibatkan sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik. Ada tik yang
menyerupai spasme klonik, dan disebutkan sebagai spasme-kebiasaan (habit spasm).
Fasikulasi
Fasikulasi merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari satu berkas (fasikulus) serabut
otot atau satu unit motorik. Satu unit motorik ialah satu sel neuron motorik, aksonnya serta semua
17

BUKU PANDUAN SKILL LAB


serabut otot yang disarafinya. Gerak fasikulasi biasanya tidak menyebabkan gerakan pada persendian,
kecuali bila fasikulasi terdapat di jari-jari. Dalam hal sedemikian kadang terjadi gerakan pada
persendian.
Penyebab fasikulasi belum jelas benar; iritasi pada sel neuron motorik dapat menimbulkan
fasikulasi. Adanya fasikulasi dapat dibuat lebih nyata dengan jalan memberikan rangsang mekanis pada
otot tersebut, misalnya dengan pukulan.
Fasikulasi mempunyai nilai prognostik pada penyakit degeneratif yang melibatkan sel neuran
motorik, misalnya ALS (sklerosis amiotrofik lateral). Makin banyak fasikulasi, makin cepat
progresivitas penyakit. Kadang-kadang fasikulasi dijumpai pada orang yang normal. Dalam hal
demikian, fasikulasi tidak disertai atrofi, Fenomena yang serupa (yang disebut miokimia) dapat
menyebabkan kontraksi spasmodik m. orbikularis okuli, m. levator palpebra superior atau otot wajah
lainnya. Hal ini merupakan keadaan yang benigna dan dapat dicetuskan oleh kelelahan atau kecemasan.
Fasikulasi benigna dan miokimia sering menimbulkan rasa takut pada penderitanya, yang
mengasosiasikannya dengan penyakit yang berat.
Mioklonik
Mioklonik ialah gerakan yang timbul karena kontraksi otot secara cepat, sekonyong-konyong,
sebentar, aritmik, asinergik, dan tidak terkendali. Otot yang berkontraksi dapat meliputi sebagian dari
satu otot, seluruh otot atau sekelompok otot-otot tanpa memandang asosiasi fungsional otot tersebut.
Gerak mioklonia ini terutama didapatkan pada otot-otot ekstremitas dan badan, tetapi ia sering juga
difus dan meluas, dan melibatkan otot muka, rahang, lidah, faring, dan laring. Ia timbul secara
paroksismal, pada waktu yang tidak tertentu, baik pada saat istirahat maupun pada waktu sedang aktif.
Namun demikian, ia dapat menjadi lebih hebat bila ada rangsang emosional, mental, taktil, visual, atau
rangsang auditoar. Ia dapat berkurang bila ada gerakan volunter. Ia dapat timbul pada saat pasien
hendak tertidur, dan biasanya menghilang bila sudah tertidur.
Gerakan miokloni dapat kecil sehingga tidak menyebabkan gerakan pada persendian, tetapi bila
ia mengenai seluruh otot atau sekelompok otot, gerakannya dapat kuat sehingga mengakibatkan
gerakan klonik pada ekstremitas. Gerakan dapat sedemikian hebat, sehingga satu anggota gerak seolah18

BUKU PANDUAN SKILL LAB


olah

terlempar

dengan

tiba-tiba

atau

dapat

menyebabkan

penderita

tercampak

jatuh.

2. PALPASI
Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk menentukan
konsistensi serta adanya nyeri-tekan. Dengan palpasi kita dapat menilai tonus otot, terutama bila ada
hipotoni. Penentuan tonus dilakukan pada berbagai posisi anggota gerak dan bagian badan.
3. PEMERIKSAAN GERAKAN PASIF
Penderita disuruh mengistirahatkan ekstremitasnya. Bagian dari ekstremitas ini kita gerakkan
pada persendiannya. Gerakan dibuat bervariasi, mula-mula cepat kemudian lambat, cepat, lebih lambat,
dan seterusnya. Sambil menggerakkan kita nilai tahanannya. Dalam keadaan normal kita tidak
menemukan tahanan yang berarti, jika penderita dapat mengistirahatkan ekstremitasnya dengan baik,
terutama anak-anak, sehingga kita mengalami kesulitan menilai tahanan.
Kadang-kadang tahanan didapatkan pada satu jurusan saja, misalnya tungkai sukar difleksikan
tetapi mudah diekstensikan. Keadaan ini misalnya didapatkan pada lesi di traktus piramidal. Jangan
lupa membandingkan bagian-bagian yang simetris. Pada gangguan sistem ekstrapiramidal, dapat
dijumpai tahanan yang sama kuatnya (rigiditas). Kadang-kadang dijumpai keadaan dengan tahanan
hilang timbul (fenomen cogwheel).
4. PEMERIKSAAN GERAKAN AKTIF (KEKUATAN OTOT)
Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk memeriksa adanya
kelumpuhan, kita dapat menggunakan 2 cara berikut
1. Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan kita menahan gerakan ini.
2. Kita (pemeriksa) menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan.
Contoh cara 1 : Pasien disuruh memfleksikan lengan bawahnya dan kita menghalangi
usahanya ini. Dengan demikian, dapat dinilai kekuatan otot biseps.

19

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Contoh cara 2 : Kita (pemeriksa) ekstensikan lengan bawah pasien dan ia disuruh menghalangi
(menahan) usaha ini. Dengan demikian, dapat dinilai kekuatan otot biseps.
Jadi dengan kedua cara tersebut di atas dapat dinilai tenaga otot. Dokter umumnya
menggunakan cara 1, yaitu pemeriksa yang menahan. Bila pasien yang disuruh menahan, ditakutkan
kekuatan yang dilakukan oleh dokter terlalu besar. Bila pasien lumpuh total, tidak sulit untuk
memastikannya, namun bila ia lumpuh sebagian atau parsial, tidak mudah memastikan atau menilainya.
Tenaga orang yang normal berbeda-beda. Misalnya, tenaga seorang atlit angkat besi jauh lebih kuat
daripada tenaga seorang juru tulis. Tidak selalu mudah membedakan parese (lumpuh) ringan dari tidak
ada parese. Kita mungkin mendapat pertolongan dari beberapa hal berikut yaitu :
1. Keluhan pasien (mungkin ia mengemukakan tenaganya berkurang).
2. Otot dibagian yang simetris tidak sama tenaganya.
3. Berkurangnya kelancaran gerakan. Parese ringan kadang-kadang ditandai oleh menurunnya
kelancaran gerakan.
4. Didapatkan gejala lain, misalnya : arefleksi, atrofi, hiperrefleksi, dan refleks patologis.
Dalam praktek sehari-hari, tenaga otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0 5. (0 berarti
lumpuh samasekali, dan 5 = normal).
0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total.
1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendian yang
harus digerakkan oleh otot tersebut.
2 : Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat (gravitas).
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang
diberikan.
5 : Tidak ada kelumpuhan (normal).
Contoh tenaga 2 : Pasien mampu menggeser tungkainya di tempat tidur, namun tidak mampu
mengangkatnya (melawan gaya berat). Berdasarkan pengetahuan di atas dan dibantu oleh pengetahuan
anatomi otot serta gerakan yang dilakukan otot tersebut, kita dapat menilai tenaga dari bermacam otot.
20

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Pada buku ini tidak mungkin diperbincangkan gerakan semua otot di badan. Pembaca dapat
menggunakan buku anatomi mengenai otot. Di sini akan dikemukakan beberapa hal saja yang
bermanfaat dalam praktek sehari-hari, yaitu pemeriksaan gerakan kepala, anggota gerak atas, badan,
dan anggota gerak bawah.
Kepala
Perhatikan sikap kepala. Pada paralisis agitans (sindrom Parkinson), kepala ditekukkan ke
depan; pada meningitis, penderita berbaring dengan kepala dikedikkan ke belakang; pada gangguan di
serebelum, kepala terrotasi sedikit ke arah kontralateral dari lesi.
Periksa apakah ada tahanan jika kepala digerakkan secara pasif. Pada radang selaput otak
didapatkan kaku kuduk. Pada tortikolis juga didapatkan tahanan, demikian juga pada spondilitis
servikal. Gerakan aktif diperiksa dengan menyuruh pasien menekukkan kepala ke depan, ke belakang,
ke samping kiri, dan kanan, serta melakukan gerakan rotasi. Pemeriksa menilai tenaganya, dan
membandingkan tenaga gerakan ke kiri dan ke kanan.
Anggota gerak atas
Perhatikan apakah ada atrofi otot tenar, hipotenar, dan otot intrinsik tangan. Periksa gerakan
jari-jari; bagaimana tenaga fleksi, ekstensi, abduksi, dan aduksi. Periksa tenaga menggenggam. Hal ini
dilakukan dengan menyuruh pasien menggenggam jari pemeriksa dan kemudian pemeriksa menarik
lepas jari tersebut. Gerakan di pergelangan juga diperiksa, dan ditentukan tenaganya pada gerakan
pronasi dan supinasi. Fleksi dan ekstensi pada persendian siku, juga diperiksa. Gerakan pada
persendian bahu diperiksa dengan menyuruh pasien menggerakkan lengan yang diekstensi, pada bidang
frontal dan sagital, dan juga melakukan rotasi pada persendian bahu. Selain itu, juga gerakan bahu ke
atas, bawah, depan, dan ke belakang diperiksa. Setelah itu, periksalah otot pektoralis mayor, latisimus
dorsi, seratus magnus, deltoid, biseps, dan triseps.
Deltoid.
Pasien disuruh mengangkat lengannya yang diluruskan ke samping sampai di bidang horizontal.
Nilailah tenaganya waktu melakukan gerakan ini.
21

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Biseps.
Lengan yang sudah disupinasi disuruh fleksi pada persendian siku. Nilailah tenaga fleksi lengan
bawah ini.
Triseps.
Lengan bawah yang sudah difleksi disuruh ekstensikan. Nilailah tenaga ekstensi ini.
Badan Erektor spina.
Bila pasien sedang berdiri, suruh ia mengambil suatu barang dari lantai. Jika pasien menderita
kelemahan m. erector spina, ia sukar berdiri kembali; dan ini dilakukannya dengan bantuan tangannya,
yaitu dengan menempatkan tangannya pada lutut, paha, dan kemudian mendorongnya sampai ia dapat
berdiri

lagi.

Kadang

terlihat

juga

adanya

lordosis.

Otot dinding perut. Pasien yang sedang berbaring disuruh mengangkat kepalanya dan perhatikan
peranjakan dari pusar. Biasanya pusar beranjak ke arah otot yang sehat. Suruh pasien batuk, otot yang
lemah akan membonjol. Perhatikan apakah pasien dapat duduk dari sikap berbaring tanpa mendapat
bantuan dari tangannya. Otot yang ikut bekerja dalam hal ini ialah otot dinding perut dan otot iliopsoas.
Anggota gerak bawah
Untuk ini diperiksa gerakan pada : persendian jari-jari, pergelangan kaki, lutut, paha. Selain itu
juga diperiksa otot kuadriseps femoris, iliopsoas, aduktor, abductor, dan fleksor tungkai bawah.
Kuadriseps femoris.
Lutut (tungkai bawah) diekstensikan sambil kita tahan.
Iliopsoas.
Pasien berbaring dan lutut difleksikan. Kemudian paha difleksikan lebih lanjut sambil ditahan.
Otot aduktor.
Pasien berbaring pada sisinya dan tungkai berada dalam ekstensi. Kemudian tungkai ini
diaduksikan sambil ditahan.
22

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Otot abduktor.
Tungkai diabduksikan melawan tahanan.Fleksor tungkai bawah. Tungkai bawah difleksikan
sambil ditahan.Dengan demikian dapat pula dinilaiotot-otot yang memplantarfleksikan dan
mendorsofleksikan kaki dan jari-jari. Bila ditemukan kelumpuhan, perlu dilakukan pemeriksaan yang
lebih rinci dan untuk maksud ini perlu dirujuk buku anatomi mengenai otot.
REFLEKS
Refleks adalah gerakan yang dilakukan tanpa sadar dan merupakan respon segera setelah
adanya rangsang. Pada manusia gerak refleks terjadi melalui reflex arc, namun refleks-refleks ini
sangat penting artinya di dalam mendiagnosis dan melokalisasi lesi neurologi.
Gerak refleks dapat digunakan pada pemeriksaan neurologis untuk mengetahui kerusakan atau
pemfungsian dari sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Gerak refleks dapat dilatih misalnya
pengulangan dari gerakan motorik pada latihan olah raga atau pengaitan dari rangsang oleh reaksi
otomatis selama pengkondisian klasikal.
Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari
yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf
sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh otak, berupa
tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor.
Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap rangsangan,
tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak
atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya berkedip, bersin, atau batuk.
Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari reseptor
penerima rangsang,kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima oleh set saraf
penghubung (asosiasi)tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan ke saraf motor untuk
disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini disebut lengkung refleks. Gerak
refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf penghubung (asosiasi) berada di dalam otak,
23

BUKU PANDUAN SKILL LAB


misalnya, gerak mengedip atau mempersempit pupil bila ada sinar dan refleks sumsum tulang belakang
bila set saraf penghubung berada di dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada lutut.
Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari reseptor
penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima oleh set saraf
penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan ke saraf motor untuk
disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini disebut lengkung refleks. Gerak refleks
dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf penghubung (asosiasi) berada di dalam otak, misalnya,
gerak mengedip atau mempersempit pupil bila ada sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila set
saraf penghubung berada di dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada lutut.

gambar lengkung refleks


Rangsangan yang ditimbulkan oleh perubahan lingkungan di dalam maupun di luar tubuh akan
menimbulkan rrespon yang berwujud sebagai perilaku manusia. Reaksi tubuh terhadap suatu ransangan
yang melibatkan sistem saraf disebut reflex. Peristiwa reflex terbentuk melelui mekanisme yang
melalui jalur tertentu. Jalur reflex tersebut bila dibuat gambar bagan urutan peristiwa yang terjadi di
reseptor, saraf eferen, medulla spinalis sebagai saraf pusat, saraf eferen dan fektor akan terlihat sebagai
jalur yang melengkung. Dengan demikian jalur yang dilalui proses reflex sering disebut Lengkung
Refleks (Reflex Arc).

24

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Kegiatan pada lengkung reflex dimulai di reseptor sensorik, sebagai potensial reseptor yang
besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Potensial reseptor ini akan membangkitkan potensial aksi
yang bersifat gagal atau tuntas, di saraf aferen. Frekuensi potensial aksi yang terbentuk akan sebanding
dengan besarnya potensial generator. Di system saraf pusat (SSP), terjadi lagi respons yang besarnya
sebanding dengan kuat rangsang, berupa potensial eksitasi pascasinaps (Excitatory Postsynaptic
Potential=EPSP) dan potesial inhibisi postsinaps (Inhibitory Postsynaptic Potential=IPSP) di
hubungan-hubungan saraf (sinaps). Respon yang timbul di serat eferen juga berupa repons yang
bersifat gagal atau tuntas. Bila potensial aksi ini sampai di efektor, terjadi lagi respons yang besarnya
sebanding dengan kuat rangsang. Bila efektornya berupa otot polos, akan terjadi sumasi respons
sehingga dapat mencetuskan potensial aksi di otot polos. Akan tetapi, di efektor yang berupa otot
rangka, respons bertahap tersebut selalu cukup besar untuk mencetuskan potensial aksi yang mampu
menghasilkan kontraksi otot. Perlu ditekankan bahwa hubungan antara neuron aferen dan eferen
biasanya terdapat di system saraf pusat, dan kegiatan di lengkung reflex ini dapat dimodifikasi oleh
berbagai masukan dari neuron lain yang juga bersinaps pada neuron eferen tersebut.
Lengkung reflex. Paling sederhana adalah lengkung reflex yang mempunyai satu sinaps anatara
neuron aferen dan eferen. Lengkung reflex semacam itu dinamakan monosinaptik, dan reflex yang
terjadi disebut reflex monosinaptik. Lengkung reflex yang mempunyai lebih dari satu interneuron
antara neuron afern dan eferen dinamakan polisanptik, dan jumlah sinapsnya antara 2 sampai beberapa
ratus. Pada kedua jenis lengkung reflex, terutama pada lengkung reflex polisinaptik. Kegiatan
refleksnya dapat dimodifikasi oleh adanya fasilitas spasial dan temporal, oklusi, efek penggiatan bawah
ambang (subliminal fringe), dan oleh berbagai efek lain.
Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh direnggangkan, akan timbul kontraksi.
Respons ini disebut reflex renggang. Rangsangannya adalah regangan pada otot, dan responnya berupa
kontraksi otot yang direnggangkan. Reseptornya adalah kumparan otot (muscle spindle). Impuls yang
timbul akibat peregangan kumparan otot yang dihantarkan ke SSP melalui sera-serat sensorik cepat
yang langsung bersinaps dengan neuron motorik otot yang teregang itu. Neurotransmitter di sinaps
yang berada di SSP ini adalah glutamate. Reflex-refleks regang merupakan contoh reflex monosimpatik
yang paling dikenal dan paling banyak diteliti.
25

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Jika suatu otot keseluruhan diregangkan secara pasif, serat-serat intrafusal di dalam gelendonggelendong otot juga teregang, terjadi peningkatan pembentukan potensial aksi di serat saraf aferen yang
ujung-ujung sensoriknya berakhir di serat-serat gelendong yang teregang tersebut. Neuron aferen
secara langsung bersinaps dengan neuron motorik alfa yang mempersarafi serat-serat ekstrafusal otot
yang sama, sehingga terjadi kontraksi otot itu. Refleks regang (stretch reflex) ini berfungsi sebagai
mekanisme umpan balik negative untuk menahan setiap perubahan pasif panjang otot, sehingga
panjang optimal dapat dipertahankan.
Contoh klasik reflex regang adalah reflex tendon patella atau knee-jerk reflex. Otot- otot
ekstenson lutut adalah kuadriseps femoris, yang membentuk anterior paha dan melekat ke tibia (tulang
kering) tepat di bawah lutut melalui tendon patella. Pengetukan tendon ini dengan sebuah palu karet
akan secara pasif meregangkan otot-otot kuadriseps dan mengaktifkan reseptor-reseptor gelendongnya.
Reflex regang yang terjadi menimbulkan kontraksi otot ekstensor ini, sehingga lutut mengalami
ekstensi dan mengangkat tungkai bawah dengan cara yang khas. Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin
sebagai penilain pendahuluan fungsi system saraf. Reflex patella yang normal mengindikasikan dokter
bahwa sejumlah komponen saraf dan otot-gelendong otot, masukan aferen, neuron motorik, keluaran
eferen taut neuromuskulus, dan otot itu sendiri-berfungsi normal. Reflex ini juga mengindikasikan
adanya keseimbangan antara masukan eksitorik dan inhibitorik ke neuron motorik dari pusat-pusat
yang lebih tinggi di otak.
Tujuan utama reflex regang adalah menahan kecenderungan peregangan pasif otot-otot
ekstensor yang ditimbulkan oleh gaya gravitasi ketika seseorang berdiri tegak. Setiap kali sendi lutut
cenderung melengkung akibat gravitasi, otot-otot kuadriseps teregang. Kontraksi yang terjadi pada otot
ekstensor ini akibat reflex regang dengan cepat meluruskan lutut, menahan tungkai tetap terkstensi,
sehingga orang yang bersangkutan tetap berdiri tegak.
Stretch dinamis dan statis Stretch Reflex. Itu refleks regangan dapat dibagi menjadi dua
komponen: refleks peregangan dinamis dan reflex regangan statis. Dinamis adalah menimbulkan
refleks regangan oleh menimbulkan sinyal dinamis ditularkan dari indra utama akhiran dari spindle
otot, yang disebabkan oleh peregangan cepat atau unstretch. Artinya, ketika tiba-tiba otot diregangkan
atau teregang, sinyal kuat ditularkan ke sumsum tulang belakang; ini seketika kuat menyebabkan
26

BUKU PANDUAN SKILL LAB


refleks kontraksi (atau penurunan kontraksi) dari otot yang sama dari sinyal yang berasal. Jadi, fungsi
refleks untuk menentang perubahan mendadak pada otot panjang. Refleks regangan yang dinamis
berakhir dalam fraksi detik setelah otot telah menggeliat (atau awalnya) untuk panjang baru, tetapi
kemudian yang lebih lemah statis refleks regangan terus untuk waktu yang lama setelahnya.
Refleks ini diperoleh oleh statis terus-menerus sinyal reseptor ditularkan oleh kedua primer dan
endings.The sekunder pentingnya peregangan statis refleks adalah bahwa hal itu menyebabkan tingkat
kontraksi otottetap cukup konstan, kecuali jika sistem saraf seseorang secara spesifik kehendak
sebaliknya
.Yang sangat penting fungsi dari refleks regangan adalah kemampuannya untuk mencegah
osilasi atau sentakan pada pergerakan mesin tubuh. Ini adalah fungsi meredam dam memperlancar
seperti yang dijelaskan dalam paragraf berikut. Sinyal dari sumsum tulang belakang sering ditularkan
ke otot dalam bentuk unsmooth, meningkatkan intensitas untuk beberapa milidetik, kemudian menurun
intensitas, kemudian mengubah tingkat intensitas lain, dan begitu seterusnya.
Refleks cahaya pada pupil adalah refleks yang mengontrol diameter pupil, sebagai tanggapan
terhadap intensitas (pencahayaan) cahaya yang jatuh pada retina mata. Intensitas cahaya yang lebih
besar menyebabkan pupil menjadi lebih kecil (kurangnya cahaya yang masuk), sedangkan intensitas
cahaya yang lebih rendah menyebabkan pupil menjadi lebih besar ( banyak cahaya yang masuk). Jadi,
refleks cahaya pupil mengatur intensitas cahaya yang memasuki mata.
Refleks kornea, juga dikenal sebagai refleks berkedip, adalah tanpa sadar kelopak mata
berkedip dari yang diperoleh oleh stimulasi (seperti menyentuh atau benda asing) dari kornea, atau
cahaya terang, meskipun bisa akibat dari rangsangan perifer. Harus membangkitkan rangsangan baik
secara langsung dan respons konsensual (tanggapan dari mata sebaliknya). Refleks mengkonsumsi
pesat sebesar 0,1 detik. Tujuan evolusioner refleks ini adalah untuk melindungi mata dari benda asing
dan lampu terang (yang terakhir ini dikenal sebagai refleks optik).
Pemeriksaan refleks kornea merupakan bagian dari beberapa neurologis ujian, khususnya ketika
mengevaluasi koma. Kerusakan pada cabang oftalmik (V1) dari saraf kranial ke-5 hasil di absen refleks
27

BUKU PANDUAN SKILL LAB


kornea ketika mata terkena dirangsang. Stimulasi dari satu kornea biasanya memiliki respons
konsensual, dengan menutup kedua kelopak mata normal.
Refleks biseps tes refleks yang mempelajari fungsi dari refleks C5 busur dan untuk mengurangi
refleks C6 derajat busur. Tes ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tendon palu untuk dengan
cepat menekan tendon biceps brachii saat melewati kubiti fosa. Secara spesifik, tes mengaktifkan
reseptor di dalam peregangan otot bisep brachii yang berkomunikasi terutama dengan C5 dan sebagian
saraf tulang belakang dengan saraf tulang belakang C6 untuk merangsang kontraksi refleks dari otot
biseps dan menyentakkan lengan bawah.
Refleks sumsum tulang belakang terjadi apabila sel saraf penghubung terdapat di dalam
sumsum tulang belakang seperti refleks pada lutut.
Ciri gerak refleks yaitu:
1.

Dapat diramalkan jika rangsangannya sama

2.

Memiliki tujuan tertentu bagi organisme tersebut

3.

Memiliki reseptor tertentu dan terjadi pada efektor tertentu

4.

Berlangsung cepat, tergantung pada jumlah sinapsis yang dilalui impuls

5.

Spontan, tidak dipelajarai dulu

6.

Fungsi sebagai pelindung dan pengatur tingkah laku hewan

7.

Respon terus menerus dapat menyebabkan kelelahan

jenis-jenis refleks.
Macam refleks: refleks spinal (pada sumsum tulang belakang), refleks medulla (pada sumsum
lanjutan), refleks cerebellar (melibatkan otak kecil), refleks superfisial (melibatkan kulit dan lain-lain),
refleks miotatik (pada otot lurik), serta refleks visceral (berhubungan dengan dilatasi pupil dan denyut
jantung).
1.

Refleks Spinal (pada sumsum tulang belakang)


Bila dipisahkan dari bagian otak lainnya, med spin mampu memediasi sejumlah refleks,

somatik dan autonomik. Dasar morfologis refleks saraf umumnya disebut arkus refleks, yang dalam
bentuknya yang paling sederhana tersusun atas
28

BUKU PANDUAN SKILL LAB


(1) reseptor, yang bereaksi terhadap stimulus;
(2) penghantar eferen, yang membawa impuls ke pusat refleks (Penghantar aferen adalah
serabut sensorik aferen, yang kebanyakan mempunyai badan sel diganglion spinal atau
kranial);
(3) Pusat refleks, tempat pesan aferen dari reseptor berkumpul dengan impuls aferen dari
reseptor lainnya, atau dengan aferen dari sumber lain, yang mungkin mengubah pengaruh
impuls aferen dari reseptor;
(4) penghantar eferen, yaitu serabut saraf yang menuju ke efektor;
(5) efektor, yang menghasilkan reaksi, yang mungkin adalah otot, kelenjar atau vasa darah, atau
mungkin melibatkan beberapa komponen itu. Refleks sangat bervariasi, dari yang sangat
kompleks, misalnya refleks menelan, yang melibatkan berbagai efektor; sampai yang paling
sederhana.
Salah satu jenis dari refleks spinal adalah refleks somatik. Refleks fleksor adalah yang
responnya adalah fleksi anggota badan. Stimulus yang paling poten adalah noksiseptif, dan hasilnya
adalah tarikan anggota badan (withdrawal reflex). Pada refleks lain ada ekstensi anggota badan,
misalnya pada crossed extensor reflex yang mungkin menyertai refleks fleksor. Masih ada lagi refleks
yang lebih kompleks, misalnya scratch reflex. Semua refleks tersebut biasanya melibatkan beberapa
otot, dan respon refleksnya mungkin berbagai macam tergantung pada keadaan (jenis dan tempat
pengenaan stimulus, intensitas stimulus, pengenaan stimulus lain secara bersamaan, dll). Arkus refleks
semacam ini sangat kompleks. Refleks lain adalah stretch reflex, yaitu kontraksi satu otot karena
diregangkan. Ini merupakan refleks elementer yang mungkin terjadi di semua otot. Stretch refleks
menjadi dasar banyak sekali postural reflex, yang secara garis besar bertujuan untuk menjaga sikap
tubuh yang benar, dan menyesuaikan diri dengan berbagai kebutuhan, baik itu karena daya dari luar
atau disebabkan karena gerak yang dilakukan oleh organisme.

2.

Refleks Cerebellar (melibatkan otak kecil)


Otak kecil, terletak di bawah bagian belakang otak belakang, terdiri atas dua belahan yang

berliku-liku sangat dalam. Otak kecil berperan sebagai pusat keseimbangan, koordinasi kegiatan
29

BUKU PANDUAN SKILL LAB


otak, koordinasi kerja otot dan rangka. Sumsum lanjutan, medula oblongata membentuk bagian bawah
batang otak, berfungsi sebagai pusat pengatur refleks fisiologis, misalnya pernapasan, detak jantung,
tekanan darah, suhu tubuh, gerak alat pencernaan, gerak refleks seperti batuk, bersin, dan mata
berkedip.
3.

Refleks Superficial
Refleks superfisial atau refleks plantar dan abdominal diawali oleh stimulasi kutan. Refleks ini

membutuhkan lengkung refleks korda dan jalur kortikospinal. Contoh dari refleks superficial adalah:

Refleks dinding perut : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal, umbilikal, intra

umbilikal dari lateral ke medial. Respon : kontraksi dinding perut


Refleks Cremaster : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah. Respon : elevasi

testes ipsilateral.
Refleks Gluteal : goresan atau tusukan pada daerah gluteal. Respon : gerakan reflektorik otot
gluteal ipsilateral

4.

Refleks Visceral
Refleks Visceral Refleks ini sering disebut juga Refleks otonom karena sering melibatkan organ

internal tubuh. Beberapa refleks visceral, seperti urinasi dan defekasi, merupakan refleks spinal yang
bisa terjadi tanpa input dari otak. Meskipun begitu, refleks spinal juga sering dimodulasi oleh
excitatory atau inhibitory signal dari otak yang dibawa oleh jaras descending dari pusat otak yang lebih
tinggi. Misal, urinasi dapat diinisiasi secara sadar dengan kesadaran atau bisa juga dihambat oleh stress
dan emosi, seperti dengan adanya orang lain (sindrom bashful bladder).
Refleks visceral lain diintegrasikan di otak , khususnya di hipotalamus, thalamus dan batang
otak. Daerah ini berisi pusat koordinasi yang dibutuhkan untuk menjaga homeostatis seperti detak
jantung, tekanan darah, nafas, makan, keseimbangan air dan menjaga temperatur. Di sini juga ada pusat
refleks seperti salivating, muntah, bersin, batuk, menelan, dan tersendak.
Salah satu tipe reflex otonom yang menarik adalah konversi stimulus emosional ke respon
visceral. Sistem Limbic, yang merupakan tempat operasi primitif seperti sex, takut, marah, agresif dan
lapar, disebut sebagai visceral brain karena pengaruhnya dalam refleks emosional. Contoh lain
adalah folikel rambut yang tertarik saat seseorang merasa takut.

30

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Refleks visceral merupakan polysinaptic dengan sedikitnya satu sinapsis di CNS di antara
neuron sensorik dan preganglion saraf otonom serta sinaps tambahan di ganglion, antara neuron
preganglionic dan postganglionic.
Pemeriksaan refleks
Refleks fisiologis
a. alat yang dibutuhkan
Palu perkusi
Lampu Senter
Kapas
Jarum
b. cara kerja
a. Refleks kulit perut
Orang coba berbaring telentang dengan kedua lengan terletak lurus di samping badan. Goreslah kulit
daerah abdomen dari lateral kea rah umbilicus. Respon yang terjadi berupa kontraksi otot dinding
perut.
b. Refleks kornea
Sediakanlah kapas yang digulung menjadi bentuk silinder halus. Orang coba menggerakkan bola mata
ke lateral yaitu dengan melihat ke salah satu sisi tanpa menggerakkan kepala. Sentuhlah dengan hatihati sisi kontralateral kornea dengan kapas. Respon berupa kedipan mata secara cepat.

Refleks kornea

31

BUKU PANDUAN SKILL LAB


c. Refleks cahaya
Pada percobaan tentang refleks cahaya akan dilihat bagaimana respon pupil mata ketika cahaya senter
dijatuhkan pada pupil. Ternyata repon yang terjadi berupa kontriksi pupil homolateral dan kontralateral.
Jalannya impuls cahaya sampai terjadi kontriksi pupil adalah berasal dari pupil kemudian stimulus
diterima oleh N. Opticus, lalu masuk ke mesencephalon, dan kemudian melanjutkan ke N .
Oculomotoris dan sampai ke spingter pupil. Refleks cahay ini juga disebut refleks pupil.
d. Refleks Periost Radialis
Pada percobaan refleks periost radialis, lengan bawah orang coba difleksikan pada sendi tangan dan
sedikit dipronasikan kemudian dilakukan pengetukan periosteum pada ujung distal os radii. Jalannya
impuls pada refleks periost radialis yaitu dari processus styloideus radialis masuk ke n. radialis
kemudian melanjutkan ke N. cranialis 6 sampai Thoracalis 1 lalu masuk ke n. ulnaris lalu akan
menggerakkan m. fleksor ulnaris. Respon yang terjadi berupa fleksi lengan bawah pada siku dan
supinasi tangan.
e. Refleks Periost Ulnaris
Respon dari refleks periost ulnaris berupa pronasi tangan. Jalannya impuls saraf berasal dari processus
styloideus radialis masuk ke n. radialis kemudian melanjutkan ke N. cranialis 5-6 lalu masuk ke n.
radialis lalu akan menggerakkan m. brachioradialis.
f. Stretch Reflex (Muscle Spindle Reflex=Myotatic Reflex)
1) Knee Pess Reflex (KPR)
Orang coba duduk pada tempat yang agak tinggi sehingga kedua tungkai akan tergantung bebas atau
orang coba berbaring terlentang dengan fleksi tungkai pada sendi lutut. Ketuklah tendo patella dengan
Hammer sehingga terjadi ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadrisips.

32

BUKU PANDUAN SKILL LAB

2) Achilles Pess Reflex (ACR)


Tungkai difleksikan pada sendi lutut dan kaki didorsofleksikan. Ketuklah pada tendo Achilles, sehingga
terjadi plantar fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastronemius.

3) Refleks biseps
Lengan orang coba setengah difleksikan pada sendi siku. Ketuklah pada tendo otot biseps yang akan
menyebabkan fleksi lengan pada siku dan tampak kontraksi otot biseps.

33

BUKU PANDUAN SKILL LAB


4) Refleks triseps
Lengan bawah difleksikan pada sendi siku dan sedikit dipronasikan. Ketuklah pada tendo otot triseps 5
cm di atas siku akan menyebabkan ekstensi lengan dan kontraksi otot triseps.

5) Withdrawl Reflex
Lengan orang coba diletakkan di atas meja dalam keadaa ekstensi. Tunggulah pada saat orang coba
tidak melihat saudara, tusuklah dengan hati-hati dan cepat kulit lengan dengan jarum suntik steril,
sehalus mungkin agar tidak melukai orang coba. Respons berupa fleksi lengan tersebut menjauhi
stimulus.
Refleks patologi
a. alat yang dibutuhkan
Palu perkusi
Lampu Senter
Kapas
Jarum
b. cara kerja
1. Refleks Babinsky
Pasien diminta berbaring dangan kaki diluruskan, lakukan goresan pada telapak kaki dari arah
tumit ke arah jari melalui sisi lateral, respon normal akan memberikan reaksi berupa fleksi jari-jari
dan penarikan tungkai. respon abnormal maka akan timbul reaksi berupa jempol kaki akan
dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka
34

BUKU PANDUAN SKILL LAB

Refleks babinsky
2. Refleks chaddock
Pasien diminta berbaring dangan kaki diluruskan, lakukan goresan sepanjang tepi lateral
punggung kaki di luar telapak kaki, dari tumit ke depan, respon normal akan memberikan
reaksi berupa fleksi jari-jari dan penarikan tungkai. respon abnormal maka akan timbul reaksi
berupa jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka.

Refleks chaddock
3. Refleks Oppenheim
Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tulang tibia dari atas ke bawah, dengan kedua jari
telunjuk dan tengah, respon normal akan memberikan reaksi berupa fleksi jari-jari dan
penarikan tungkai. respon abnormal maka akan timbul reaksi berupa jempol kaki akan
dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka

Refleks Oppenheim
35

BUKU PANDUAN SKILL LAB


4. Refleks gordon
Lakukan goresan/memencet otot gastrocnemius, respon normal akan memberikan reaksi berupa
fleksi jari-jari dan penarikan tungkai. respon abnormal maka akan timbul reaksi berupa jempol
kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka

Refleks gordon
SISTEM SENSORIK (SENSIBILITAS, PERASAAN)
Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya jika ia tidak tahu adanya bahaya yang
mengancam atau menimpa dirinya. Adanya bahaya dapat diketahui dengan jalan melihat, mendengar,
mencium, dan merasakan rasa-nyeri, rasa-raba, rasa-panas, rasa-dingin, dan sebagainya. Inilah yang
disebut sistem sensorik. Sistem sensorik menempatkan manusia berhubungan dengan sekitarnya.
Sensasi (sensibilitas) dapat dibagi 4 jenis, yaitu : superficial, dalam, viseral (interoseptif) dan khusus.
Sensasi superfisial, disebut juga sebagai perasaan eksteroseptif atau protektif, mengurus rasaraba, rasa-nyeri, rasa-suhu. Sensasi dalam, yang disebut juga sebagai sensasi proprioseptif mencakup
rasa gerak (kinetik), rasa sikap (statognesia) dari otot dan persendian, rasa getar (pallesthesia), rasa
tekan-dalam, rasa nyeri-dalam otot. Sensasi visceral (interoseptif) dihantar melalui serabut otonom
aferen dan mencakup rasa lapar, enek, dan rasa-nyeri pada visera. Sensasi khusus, yaitu menghidu,
melihat, mendengar, mengecap, dan keseimbangan diatur oleh saraf-otak tertentu.
Anatomi dan Fisiologi
Dari reseptor di perifer sampai ke korteks sensorik di otak jalur sensorik sekurang-kurangnya
terdiri dari 3 tingkatan neuron. Impuls (rangsang) berjalan secara sentripetal dari reseptor di perifer ke
badan sel neuron tingkat pertama (primer) di ganglion akar dorsal dan saraf spinal. Aksonnya menuju
ke sentral, bersinaps dengan neuron tingkat dua (sekunder) di kornu posterior medulla spinalis atau inti
36

BUKU PANDUAN SKILL LAB


homolog di batang otak. Akson neuron sekunder melintasi garis tengah dan menuju pada sisi
sebelahnya (kontralateral), kemudian naik sebagai jaras spinotalamik atau lemniskus medialis menuju
ke sinaps berikutnya di talamus. Neuron di talamus, biasanya berupa neuron tingkat tiga (tersier)
terletak di kompleks ventrobasal talamus dan berproyeksi melalui kaki posterior kapsula interna ke
korteks sensorik di girus postsentral (area Brodmann 3 1 2). Pola dasar ini mengemukakan
beberapa hal
1. Sistem sensorik menyilang. Informasi sensorik dari separuh badan berproyeksi ke talamus dan
korteks kontralateral.
2. Neuron tingkat pertama berada di ganglion akar dorsal.
3. Badan sel neuron tingkat dua berada di kornu posterior medulla spinalis atau di inti homolog di
medulla oblongata seperti nukleus grasilis (yang menerima impuls dari tungkai) dan kuneatus (yang
menerima impuls dari lengan).
4. Neuron tingkat tiga di talamus me-relay impuls ke korteks.
Reseptor
Reseptor merupakan sel-sel khusus untuk mendeteksi perubahan khusus pada lingkungannya.
Eksteroseptor mencakup reseptor yang terlibat terutama pada lingkungan eksternal yaitu : korpuskel
(badan) Meissner, korpuskel Merkel, sel rambut untuk rasa raba; bulbus Krauss untuk rasa dingin;
korpuskel Ruffini untuk rasa panas; dan ujung-saraf bebas untuk rasa nyeri. Banyak hasil penelitian
yang mengimplikasikan bahwa sensasi tertentu dihantar oleh ujung tertentu, namun dengan banyak
perkecualian. Misalnya, kornea mata di mana hanya ditemukan ujung-saraf bebas, namun rasa raba,
nyeri, panas, dan dingin dapat diapresiasi. Reseptor tidak khusus (spesifik) terhadap sensasi tertentu;
misalnya rangsang yang kuat dapat mengakibatkan berbagai sensasi, juga nyeri, walaupun rangsang
pencetusnya tidak harus nyeri. Stimulasi yang berlebihan pada tiap ujung sensorik, terlebih bila bersifat
melukai

(noxious)

akan

menginduksi

rasa

nyeri.

Hubungan manusia dengan dunia luar terjadi melalui reseptor sensorik yang dapat berupa:
1. Reseptor eksteroseptif, yang ber-respons terhadap stimulus dari lingkungan eksternal, termasuk
visual, auditor, dan taktil.
37

BUKU PANDUAN SKILL LAB


2. Reseptor proprioseptif, misalnya yang menerima informasi mengenai posisi bagian tubuh atau
tubuh di ruangan.
3. Reseptor interoseptif, mendeteksi kejadian internal seperti perubahan tekanan darah.
Sistem sensorik somatik menerima informasi primer dari reseptor eksteroseptif dan proprioseptif.
Didapatkan 4 sub-kelas mayor dari sensasi somatik, yaitu
1. Sensasi nyeri yang dicetuskan oleh rangsang yang dapat mencederai (noxious).
2. Sensasi suhu (termal), terdiri dari rasa panas dan rasa dingin.
3. Rasa (sensasi) sikap, dicetuskan oleh perubahan mekanis di otot dan persendian, dan mencakup rasa
sikap anggota gerak serta gerakan anggota gerak (kinestesia).
4. Sensasi (rasa) tekan, dicetuskan oleh stimulasi mekanis yang diberikan pada permukaan tubuh.
Gangguan perasaan dapat disebabkan oleh gangguan pada reseptor, konduksi saraf, serabut saraf,
traktus atau daya persepsi
Pemeriksaan
Pemeriksaan sensibilitas merupakan pemeriksaan yang tidak mudah. Kita bergantung kepada
perasaan penderita, jadi bersifat subjektif. Selain itu, reaksi seseorang terhadap rangsangan dapat
berbeda-beda, malah pada satu orangpun reaksi tersebut dapat berbeda, tergantung pada keadaannya,
apakah ia sedang lelah, atau pikirannya terpusat pada hal yang lain. Faktor sugesti juga dapat
berpengaruh. Tidak jarang pasien meng-ia-kan saja apa yang disugestikan oleh dokter (mungkin agar
bersikap sopan). Misalnya, bila seorang dokter mengajukan pertanyaan yang bernada sugesti seperti :
Kan di sini terasa sakit bila saya tusuk dan di tempat ini agak kurang sakitnya, bukan !? Pertanyaan
demikian mungkin di ya kan saja oleh pasien. Jadi, sugesti harus dihindarkan pada pemeriksaan
sensibilitas.
Agar didapat hasil pemeriksaan yang baik perlu diperhatikan hal berikut : Selama pemeriksaan
diupayakan agar pasien berada dalam keadaan tenang dan perhatiannya dapat dipusatkan pada
pemeriksaan. Untuk maksud ini sebaiknya penderita memejamkan mata. Bila pasien merasa lelah
sebaiknya pemeriksaan ditangguhkan. Namun demikian, kadang-kadang kita terpaksa melakukan
pemeriksaan dalam keadaan pasien yang tidak tenang; pemeriksaan yang dilakukan secara kasar ini
nilainya kurang teliti.
38

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Pemeriksaan Sensibilitas
Sebelum kita melakukan pemeriksaan kita tanyakan dulu apakah ada keluhan mengenai
sensibilitas. Bila ada suruh ia menunjukkan tempatnya (lokalisasinya). Dari bentuk daerah yang
terganggu dapat diduga apakah gangguan bersifat sentral, perifer, atau berbentuk dermatom. Daerah
kulit yang disarafi oleh akar posterior dan ganglionnya disebut dermatom. Pada pasien histeri daerah
yang terganggu tidak sesuai dengan pola anatomik, umumnya batas gangguan amat tegas, sering
berbentuk kaus dan melibatkan seluruh jenis sensibilitas.
Perlu ditanyakan jenis gangguan, intensitasnya, apakah hanya timbul pada waktu-waktu
tertentu, misalnya nyeri kalau dingin; dan juga faktor-faktor yang dapat mencetuskan kelainan ini.
Waktu melakukan pemeriksaan perhatikan daerah-daerah kulit yang kurang merasa, sama sekali tidak
merasa atau daerah yang bertambah perasaannya. Bertambahnya perasaan dapat disebabkan oleh iritasi
pada reseptor atau serabut saraf atau karena fenomena pelepasan (release). Kata disestesia digunakan
untuk menyatakan adanya perasaan yang berlainan dari rangsang yang diberikan, misalnya bila pasien
diraba ia merasa seolah-olah dibakar atau semutan. Kata parestesia merupakan perasaan abnormal yang
timbul spontan, biasanya ini berbentuk rasa-dingin, panas, semutan, ditusuk-tusuk, rasa-berat, rasa
ditekan atau rasa gatal.
Pada pemeriksaan sensibilitas eksteroseptif, perlu diperiksa rasa raba, rasa nyeri, dan rasa suhu.
Pemeriksaan rasa raba.
Sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas, kertas atau kain dan ujungnya diusahakan
sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan atau pembangkitan rasa nyeri. Periksa seluruh tubuh dan
bandingkan bagian-bagian yang simetris. Thigmestesia berarti rasa raba halus. Bila rasa raba ini hilang
disebut thigmanesthesia.
Pemeriksaan rasa nyeri. Rasa nyeri dapat dibagi atas rasa-nyeri-tusuk dan rasa-nyeri-tumpul; atau
rasa nyeri cepat dan rasa nyeri lamban. Bila kulit ditusuk dengan jarum kita rasakan nyeri yang
mempunyai sifat tajam, cepat timbulnya dan cepat hilangnya. Nyeri serupa ini disebut nyeri-tusuk.

39

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Rasa nyeri yang timbul bila testis dipijit, timbulnya tidak segera dan lenyapnya lama sesudah dipijit. Ini
disebut nyeri-lamban.
Reseptor rasa-nyeri tidak mempunyai bentuk tertentu dan terdiri dari serabut-serabut saraf yang
tidak berselubung. ia terdapat pada epidermis kulit dan pada selaput lendir. Pada beberapa tempat
jumlah serabut-serabut ini lebih berdekatan daripada di tempat lain. Di lidah, bibir, kemaluan dan ujung
jari serabut-serabut ini lebih berdekatan daripada di lengan atas, pantat dan badan. Hal ini
mengakibatkan

daerah

lidah,

bibir

dan

ujung

jari

menjadi

lebih

perasa.

Rasa nyeri dapat dibangkitkan dengan berbagai cara, misalnya dengan menusuk dengan jarum,
memukul dengan benda tumpul, merangsang dengan api atau hawa yang sangat dingin dan juga dengan
berbagai larutan kimia.
Dalam praktek sehari-hari pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan jarum atau peniti.
Tusukan hendaknya cukup keras sehingga betul-betul dirasakan rasa-nyeri dan bukan rasa-disentuh
atau rasa-raba. Sebelumnya perlu diberitahukan kepada pasien bahwa yang diperiksa ialah rasa-nyeri
dan bukan rasa-raba. Kita periksa seluruh tubuh, dan bagian-bagian yang simetris dibandingkan. Bila
bagian

yang

simetris

dibandingkan,

tusukan

harus

sama

kuat.

Bila kita memeriksa sensibilitas pada pasien yang gelisah atau yang agak menurun kesadarannya, maka
pemeriksaan rasa-tusuk masih dapat dilakukan, sedang yang lainnya (rasa raba, rasa suhu) perlu
ditangguhkan. Pada anak, pemeriksaan ini yang biasanya dilakukan dan kita nilai dari reaksi atau
tangisan si anak (bayi).
Pemeriksaan rasa suhu. Ada dua macam rasa-suhu, yaitu rasa panas dan rasa dingin.
Rangsangan rasa-suhu yang berlebihan akan mengakibatkan rasa nyeri. Rasa suhu diperiksa dengan
menggunakan tabung reaksi yang diisi dengan air es untuk rasa dingin, dan untuk rasa panas dengan air
panas. Penderita disuruh mengatakan "dingin" atau "panas" bila dirangsang dengan tabung reaksi yang
berisi air dingin atau air panas. Untuk memeriksa rasa dingin dapat digunakan air yang bersuhu sekitar
10-20o derajat Celsius, dan untuk panas yana bersuhu 40 - 50 C. Suhu yang kurang dari 5 C dan yang
lebih

tinggi

dari

50

dapat

menimbulkan

rasa-nyeri.

Kepekaan bagian-bagian tubuh terhadap rangsang suhu tidak sama. Bagian dari badan dan bagian
40

BUKU PANDUAN SKILL LAB


proksimal ekstremitas biasanya kurang peka terhadap rasa-dingin, bila dibandingkan dengan bagian
distal ekstremitas.
Pada pemeriksaan rasa-suhu diperiksa seluruh tubuh dan dibandingkan bagian-bagian yang
simetris. Bagian yang simetris ini harus diusahakan agar berada dalam kondisi yang sama, misalnya
bagian tersebut harus sama-sama baru dibuka dari penutupnya (pakaian). Jangan yang satu sudah lama
terbuka

sedang

yang

satu

lagi

baru

saja

dibuka

penutupnya.

Perubahan rasa-suhu dinyatakan dengan kata anestesia-suhu (therm-anesthesia tidak merasa),


hipestesia-suhu (therm-hypesthesia, kurang merasa), atau hiperestesia-suhu (therm-hyperesthesia, lebih
merasa); dan ditambahkan kata dingin atau panas. Kadang-kadang selain memeriksa kemampuan
penderita untuk membedakan rasa dingin dan panas, perlu juga ditentukan sampai berapa derajat yang
masih dapat dibedakannya. Biasanya orang normal dapat membedakan suhu yang berbeda 2 sampai 5
derajat Celsius, tetapi makin tinggi atau makin rendah suhu yang digunakan, dibutuhkan perbedaan
yang lebih besar supaya dapat dibedakan. Dalam praktek sehari-hari sudah cukup bila pasien dapat
membedakan rangsang dingin dan panas. Hipestesia-suhu terhadap rasa-dingin sering dijumpai pada
lesi talamik.
Rasa-gerak dan rasa-sikap. Rasa-gerak juga disebut sebagai rasa-kinetik. Rasa-gerak dirasakan
saat tubuh atau bagian tubuh digerakkan secara aktif atau pasif; Jadi, rasa gerak merupakan rasa bahwa
seseorang tahu bagian dari tubuhnya digerakkan. Pada rasa-sikap atau rasa-posisi, seseorang tahu
bagaimana sikap tubuh atau bagian dari tubuh.
Pada hakekatnya rasa-gerak dan rasa-sikap adalah majemuk. Pengetahuan tentang sikap bagian
tubuh kita pada suatu waktu merupakan1 hasil integratif dari impuls yang datang dari berbagai reseptor.
Impuls ini disalurkan ke sentral melalui susunan funikulus dorsalis dan selanjutnya ke talamus oleh
susunan lemniskus medialis.
Rasa getar. Ada pakar yang berpendapat bahwa rasa-getar terjadi karena suatu rangsang (impuls)
tekan pada reseptor-mekanis yang terletak agak dalam dan dangkal, yang terjadi secara bergantian.
Anggapan ini dilandasi atas pengalaman klinik bahwa pada lesi saraf perifer, rasa-getar dan rasa-raba
kasar dan halus selalu bersama-sama terganggu.
41

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Rasa-raba-kasar, rasa-tekan. Rasa-raba-kasar di dalam praktek disamakan dengan rasa-tekan.
Penghantaran stimulusnya diurus oleh serabut susunan funikuli dorsales.
Rasa-nyeri-dalam. Tekanan yang keras menimbulkan rasa-nyeri-dalam yang sulit di lokalisasi
dengan tepat, rinci dan tidak mempunyai batas yang tegas. Reseptornya tidak mempunyai bentuk yang
khas. Ujung-ujung saraf yang tidak berselubung yang berada di jaringan ikat, otot dan tulang, di anggap
merupakan reseptor impuls rasa-nyeri-dalam. Berbeda dari modalita sensibilitas lain daripada rasa
proprioseptif, penghantaran impuls rasa-nyeri-dalam ke sentral tidak melalui funikulus dorsalis, tetapi
melalui susunan spinotalamik tak langsung yang terletak di funikulus anterolateralis.
Pemeriksaan rasa-gerak dan rasa-sikap.
Biasanya rasa-gerak dan rasa-posisi diperiksa bersamaan. Ini dilakukan dengan menggerakkan
jari-jari secara pasif dan menyelidiki apakah pasien dapat merasakan gerakan tersebut serta mengetahui
arahnya (gambar 7-8). Juga diselidiki derajat gerakan terkecil yang masih dapat dirasakannya. Pada
orang normal ia sudah merasakan arah gerakan bila sendi-interfalang digerakkan sekitar dua derajat
atau 1 mm. Selain itu, juga diselidiki apakah ia tahu posisi dari jari-jarinya.
Pada gangguan yang ringan yang pertama terganggu ialah rasa posisi jari, kemudian rasa-gerak.
Selanjutnya, pada pemeriksaan rasa-gerak dan rasa-sikap ini kita gerakkan bagian dari ekstremitas
penderita. la disuruh mengatakan pada posisi apa ekstremitasnya kita tempatkan. Selama pemeriksaan,
mata pasien dipejamkan atau ditutup. Badan dan ekstremitas diistirahatkan dan dilemaskan. Semua
gerakan volunter dihindarkan. Waktu kita meng-gerakkan bagian ekstremitas pasien, misalnya jari kaki,
kita harus memegang jari-jarinya pada bagian lateral, Tujuannya ialah agar pasien tidak dapat
menggunakan rasa eksteroseptifnya (rasa raba halus) untuk mengetahui arah gerakan tersebut. Jari yang
diperiksa diupayakan agar tidak bersentuhan dengan jari lainnya, karena hal ini dapat dimanfaatkan
pasien untuk mengetahui arah gerakan dari sentuhan, apabila rasa-geraknya terganggu. Pasien juga
dilarang menggerakkan jarinya secara aktif, sebab hal ini dapat pula menolongnya untuk mengetahui
posisi jarinya. Sambil memperhatikan hal yang tersebut di atas, kemudian pasien disuruh mengatakan
"ya" bila ia merasakan suatu gerakan, kemudian ia disuruh pula mengatakan ke arah mana gerakan
tersebut, "atas" atau "bawah". Rasa-gerak dan rasa posisi ini dapat pula diperiksa dengan jalan
42

BUKU PANDUAN SKILL LAB


menempatkan jari penderita pada suatu posisi, kemudian ia disuruh mengatakan posisi dari jari tersebut
atau ia disuruh menempatkan jari sisi lainnya seperti posisi jari yang kita periksa. Gerakan yang
terkecil yang masih dapat dirasakan ialah sekitar dua derajat.
Dalam praktek sehari-hari biasanya kita hanya memeriksa rasa gerak dan rasa-sikap pada jarijari. Namun demikian, bila dijumpai gangguan, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan pada bagian
badan lainnya yang lebih besar, misalnya tangan dan kaki. Kaki kita gerakkan secara pasif dan dengan
mata tertutup pasien disuruh menunjukkan di mana letak ibu jari atau tumitnya; atau satu lengan kita
tempatkan secara pasif pada satu posisi tertentu, kemudian dengan mata tertutup pasien disuruh
menempatkan lengan yang lainnya pada sikap yang sama; atau satu tangan kita gerakkan secara pasif,
kemudian dengan mata tertutup ia disuruh memegang ibu-jari tangan tersebut dengan tangan lainnya.
Beberapa tes untuk memeriksa ataksia, misalnya tes tunjuk-hidung (tangan menunjuk
hidung) dan tes tumit-lutut (tumit ditempatkan pada lutut yang satu lagi), bila tes tersebut dilakukan
dengan mata tertutup merupakan tes rasa gerak dan sikap. Rasa-gerak dan rasa-sikap dapat pula
diperiksa dengan memperhatikan bagaimana pasien bergerak dan berjalan. Seseorang yang menderita
gangguan rasa-gerak dan rasa-sikap pada ekstremitas bawah tidak mengetahui bagaimana sikap kaki
atau badannya. Misalnya, pasien tabes dorsalis mampu berdiri dengan sikap tegak yang baik bila
matanya terbuka (ia melihat), namun jika matanya ditutup ia akan ter huyung dan kemudian jatuh; hal
ini disebabkan oleh gangguan pada rasa-sikap. Pada pemeriksaan Romberg, kita katakan bahwa tanda
Romberg positif bila seseorang mampu berdiri dengan kedua kaki rapat dan mata terbuka, namun bila
matanya ditutup ia akan terhuyung dan jatuh. Tanda Romberg positif merupakan salah satu gejala dini
dari tabes dorsalis.
Pemeriksaan rasa getar. Pemeriksaan rasa-getar biasanya dilakukan dengan jalan menempatkan
garputala yang sedang bergetar pada ibu jari kaki, maleolus lateral dan medial kaki, tibia, spina iliaka
anterior superior, sakrum, prosesus spinosus vertebra, sternum, klavikula, prosesus stiloideus radius
dan ulna dan jari-jari.
Sebelumnya perlu dijelaskan kepada pasien bahwa kita akan memeriksa rasa-getar, dan bukan
rasa-raba yang ditimbulkan oleh ditempatkannya garputala atau bunyi garpu tala tersebut.
43

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Biasanya garpu tala yang digunakan berfrekuensi 128 Hz. Garpu tala kita ketok dan ditempatkan pada
ibu jari kaki atau tulang maleolus. Pasien ditanya apakah ia merasa getarannya; dan ia disuruh
memberitahukan bila ia mulai tidak merasakan getaran lagi. Bila getaran mulai tidak dirasakan, garpu
tala kita pindahkan ke pergelangan atau sternum atau klavikula atau kita bandingkan dengan jari kaki
kita sendiri. Dengan demikian, kita dapat memeriksa adanya rasa-getar, dan sampai berapa lemah
masih dapat dirasakan, dengan jalan membandingkan dengan bagian lain dari tubuh atau dengan rasagetar pemeriksa.
Pada penyakit yang melibatkan kolumna posterior, rasa-getar lebih dulu terganggu atau
menghilang pada ekstremitas bawah daripada ekstremitas atas. Berkurangnya rasa getar kadang
merupakan gejala dini dari tabes dorsalis. Untuk menyatakan hilangnya rasa-getar dapat digunakan
kata : pallanesthesia.
Pemeriksaan rasa-raba-kasar (rasa tekan). Rasa-raba-kasar atau rasa-tekan diperiksa dengan
jalan menekan dengan jari atau benda tumpul pada kulit, atau dengan jalan memencet otot tendon dan
serabut saraf (jangan terlalu kuat, karena akan terasa rasa-nyeri). Kemudian, pasien disuruh
memberitahu apakah ia merasakan tekanan tersebut, dan diminta menentukan tempat (lokasinya).
Kata

piesthesia

digunakan

untuk

menyatakan

adanya

rasa-tekan.

Kata baresthesia kadang digunakan untuk rasa-tekan atau rasa-berat. Kata ini perlu dibedakan dari kata
barognosia

yang

berarti

mengenal

serta

mampu

membedakan

berat.

Pemeriksaan rasa-nyeri-dalam. Rasa-nyeri-dalam diperiksa dengan jalan memencet otot atau tendon,
menekan serabut saraf yang terletak dekat permukaan dan juga dengan memencet testes atau biji-mata.
Dalam

praktek

sehari-hari

hal

ini

dilakukan

sebagai

berikut:

Kita pencet otot lengan atas, lengan bawah, paha, betis dan tendon Achilles. Perhatikan apakah pasien
peka terhadap rangsang nyeri-dalam ini. Juga ditekan biji mata, laring, epigastrium dan testes.
Rasa-nyeri-dalam menghilang pada stadium dini tabes dorsalis. Menghilangnya rasa-nyeridalam dalam hal ini bukanlah karena rusaknya funikulus dorsalis, melainkan karena perubahan
patologik pada ganglion spinalis (dorsal root ganglia). Sebelum rasa-nyeri-dalam menghilang, biasanya
terlebih dahulu didapatkan reaksi-nyeri yang terlambat (delayed pain reaction), baik bagi rasa-nyeri44

BUKU PANDUAN SKILL LAB


superfisial maupun bagi rasa-nyeri-dalam. Dalam hal demikian, timbulnya reaksi terhadap rangsang
nyeri tidak segera terjadi setelah diberikan rangsang, tetapi beberapa saat kemudian.
Saraf yang terletak di permukaan diperiksa juga rasa-nyeri tekannya. Pada neuritis, ini dapat
menjadi lebih peka terhadap nyeri-tekan. Pada penyakit kusta, selain meningkatnya rasa-nyeri-tekan,
saraf bertambah besar. Dalam hal demikian, perlu di raba sarafnya, untuk mengetahui besarnya serta
kemungkinan adanya benjolan-benjolan. Biasanya kita periksa nervus ulnaris, nervus peroneus, nervus
aurikularis magnus dan nervus supraorbitalis. Pemeriksaan rasa-nyeri-tekan ini dapat pula dilakukan
dengan jalan mengetok enteng saraf tersebut.
Rasa Interoseptif
Rasa-interoseptif ialah perasaan dari visera (organ dalam tubuh), yaitu rasa yang timbul dari
organ-organ internal. Seorang pasien mungkin mengemukakan gangguan perasaan berupa rasa nyeri,
mules atau kembung. Misalnya usus mules, perut kembung, kandung kencing serasa penuh. Nyeri
viseral ini biasanya difus, tidak tegas lokalisasinya. Pada pemeriksaan neorologi rasa interoseptif ini
sukar dievaluasi dan sukar diperiksa. Selain lokalisasinya yang difus, kita tidak dapat melakukan tes
pada organ yang letaknya di dalam tubuh.
Nyeri Rujukan ,
Nyeri rujukan (referred pain) perlu diketahui. Bersamaan dengan nyeri interoseptif yang
diderita seorang pasien, ia mungkin pula mengalami nyeri somatik, yang mempunyai asal yang
reflektoris. Nyeri somatik ini disebut referred pain (nyeri rujukan) dan biasanya berbentuk hiperalgesia.
Nyeri rujukan ini biasanya didapatkan pada dermatom yang sama atau yang berdekatan dengan
organ internal, sebagai akibat persarafan segmentai yang sama, namun mungkin juga pada tempat yang
lebih jauh. Sebagai contoh kami kemukakan hal berikut: Nervus frenikus mensarafi diafragma dan
jaringan di sekitarnya, yaitu jaringan pleura dan jaringan ekstraperitoneal yang berada di dekat kandung
empedu dan hepar. Serabut saraf frenikus ini berasal dari saraf spinal servikal 3,4 dan 5. Iritasi kandung
empedu, hepar atau bagian tengah diafragma dapat mengakibatkan rasa-nyeri dan hiperestesia di
daerah organ tersebut, tetapi di samping itu kita dapatkan pula rasa-nyeri di kuduk dan bahu, yaitu
45

BUKU PANDUAN SKILL LAB


daerah kutan (kulit) dari nervus spinal servikal 3,4 dan 5 tersebut. Nyeri rujukan ini mungkin
disebabkan oleh refleks visero-kutan.
Daerah rujukan yang perlu kita ketahui, antara lain ialah: nyeri angina pektoris dapat dirujuk
sampai lengan kiri, nyeri di ginjal dapat dirujuk ke daerah inguinal.
Rasa Somestesia Luhur
Perasaan somestesia luhur ialah perasaan yang mempunyai sifat diskriminatif dan sifat tigadimensi. Kadang digunakan juga kata rasa-gabungan (combined sensation). Rasa somestesia luhur
bukanlah hanya gabungan dari rasa yang telah kita perbincangkan terdahulu. Pada rasa somestesialuhur dibutuhkan komponen kortikal untuk persepsi akhir. Dalam hal ini komponen kortikal merupakan
fungsi dari lobus parietal yang bertindak untuk menganalisis serta mensintesa tiap macam perasaan,
mengkorelasi serta mengintegrasi impuls, menginterpretasi rangsang dan juga menyaring serta
mengambil engram-engram untuk membantu mengenal impuls tersebut. Jadi yang diutamakan di sini
ialah fungsi diskriminatif serta fungsi persepsi. Rasa somestesia luhur meliputi rasa diskriminasi,
barognosia, stereognosia, topostesia (topognosia), grafestesia.
Diskriminasi. Dua titik, atau spasial ini merupakan kemampuan untuk mengetahui, bahwa kita
ditusuk

dengan

dua

jarum

atau

dengan

satu

jarum

pada

saat

yang

sama.

Pemeriksaan rasa diskriminasi. Pada pemeriksaan rasa-diskri-minasi infa di tes kemampuan untuk
mengetahui apakah kita ditusuk dengan dua jarum atau satu jarum pada waktu yang bersamaan. Untuk
maksud ini dapat digunakan jangka Weber atau dua buah jarum, atau peniti. Bagian-bagian dari badan
kita tusuk pada waktu yang bersamaan dengan dua jarum.
Pasien harus mampu mengetahui apakah ia ditusuk dengan satu atau dua jarum. Perlu diketahui
jarak yang terkecil yang masih dapat dirasakan sebagai dua tusukan. Jarak ini berbeda-beda pada
bagian tubuh, misalnya pada lidah, bila kedua tusukan berjarak 1 mm sudah dapat dirasakan sebagai
dua tusukan; pada ujung j'ari dibutuhkan jarak 2 - 4 mm; pada telapak tangan 8-12 mm; pada punggung
tangan 20 - 30 mm; pada punggung 40 - 70 mm; dan pada lengan atas dan paha jarak terkecilnya ialah
75 mm. Pada pemeriksaan ini perlu pula dibandingkan bagian badan yang simetris. Bila seorang pasien
46

BUKU PANDUAN SKILL LAB


terganggu rasa diskriminasinya, sedangkan rasa rabanya baik, hal ini menunjukkan adanya lesi di lobus
parietalis.
Barognosia. Barognosia ialah kemampuan untuk mengenal berat benda yang dipegang, atau
kemampuan membeda-bedakan berat benda. Kemampuan ini akan terganggu bila rasa proprioseptif,
terutama rasa-sikap dan rasa-gerak tidak sempurna lagi. Untuk memeriksa ini kita gunakarv bendabenda yang bentuk dan ukurannya sama serta terbuat dari zat yang sama, namun beratnya dibuat
berbeda, misalnya dengan menambahkan pemberat (misalnya timbal) di dalamnya. Hilangnya
kemampuan untuk membedakan berat disebut baragnosia.
Stereognosia. Stereognosia merupakan kemampuan untuk mengenal bentuk benda dengan jalan
meraba, tanpa melihat. Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat mengenal gelas, botol, atau kunci
dengan jalan meraba tanpa melihat. Bila kemampuan ini terganggu atau hilang, penderita disebut
menderita astereognosia, atau agnosia-taktil.
Astereognosia hanya dapat ditentukan bila rasa eksteroseptif dan proprioseptif baik; jika hal ini
terganggu, rangsang atau impuls tidak sampai ke korteks untuk disadari dan diinterpretasi.
Beberapa tahap dapat kita rinci dalam mengenal suatu benda. Mula-mula ukuran benda tersebut
dikenal, kemudian bentuknya dalam dua dimensi, diperhatikan dan setelah itu bentuk dalam tiga
dimensi dan akhirnya timbullah pengenalan benda tersebut. Pemeriksaan ukuran dapat dilakukan
dengan jalan menggunakan benda yang bentuknya sama, tapi ukurannya berbeda. Bentuk diperiksa
dengan menggunakan benda yang berbentuk sederhana, misalnya bundar, segi empat, segitiga; bentuk
tiga dimensi dengan menggunakan benda-benda stereometris, misalnya kubus, piramid atau bola.
Kemudian daya mengenal diperiksa dengan jafan merabakan benda sederhana seperti kunci, kancing,
pisau, pinsil, dan penderita disuruh mengenalinya.
Pemeriksaan Stereognosia. Cara memeriksa rasa-stereognosia ialah: penderita disuruh
menutup mata, kemudian ditempatkan bermacam benda ke dalam tangannya. Benda yang ditempatkan
ini hendaklah benda yang sederhana dan telah dikenal pada kehidupan sehari-hari, misalnya kunci,
gelas, uang logam, atau arloji. la disuruh menyebutkan benda apa yang sedang dipegangnya. Jika ia
tidak mampu menyebutkan nama benda tersebut, ia disuruh melukiskan ukuran, bentuk dan materi
47

BUKU PANDUAN SKILL LAB


benda tersebut. Rasa stereognosia diperiksa pada tangan; jika tangan pasien lumpuh kita tolong ia
memegang atau menggenggam benda tersebut.
Topestesia (topognosia). Topestesia atau topognosia ialah kemampuan untuk melokalisasi
tempat dari rasa-raba. Bila orang tidak mampu melokalisasi rasa-raba ini, sedang rasa eksteroseptifnya
baik, hal ini biasanya disebabkan oleh lesi yang melibatkan lobus parietal, dan disebut topagnosia atau
topoanestesia.

PEMERIKSAAN KOORDINASI GERAKAN


Koordinasi gerak terutama diatur oleh serebelum. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
gangguan utama dari lesi di serebelum ialah adanya dissinergia, yaitu kurangnya koordinasi. Artinya
bila dilakukan gerakan yang membutuhkan kerjasama antar otot, maka otot-otot ini tidak bekerja sama
secara baik, walaupun tidak didapatkan kelumpuhan. Hal ini terlihat jika pasien berdiri, jalan,
membungkuk, atau menggerakkan anggota badan. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan pada dissinergia
ini, yaitu : gangguan gerakan dan dismetria.
Selain itu, serebelum ikut berpartisipasi dalam mengatur sikap, tonus, mengintegrasi, dan
mengkoordinasi gerakan somatik. Lesi pada serebelum dapat menyebabkan gangguan sikap dan tonus,
dissinergia atau gangguan koordinasi gerakan (ataksia). Gerakan menjadi terpecah-pecah, dengan lain
perkataan : kombinasi gerakan yang seharusnya dilakukan secara simultan (sinkron) dan harmonis,
menjadi terpecah-pecah dan dilakukan satu per satu serta kadang simpang siur. Dissinergia ialah
kehilangan kemampuan untuk melakukan gerakan majemuk dengan tangkas, harmonis, dan lancar.
Gejala klinis yang kita dapatkan pada gangguan serebelar ialah adanya: gangguan koordinasi
gerakan (ataksia), disdiadokhokinesia, dismetria, tremor intensi, disgrafia (makrografia), gangguan
sikap,

nistagmus,

fenomena

rebound,

astenia,

atonia,

dan

disartria.

Dismetria
Dismetria pada gerakan, yaitu gerakan yang tidak mampu dihentikan tepat pada waktunya atau
tepat pada tempat yang dituju. Sering kita jumpai adanya hipermetria, yaitu melampaui tujuan; tetapi
48

BUKU PANDUAN SKILL LAB


sesekali didapatkan juga adanya hipometria, yaitu gerakan berhenti sebelum sampai pada tujuan, yang
disebabkan karena pasien takut melampaui tujuannya.
Gangguan Gerakan
Gangguan gerakan adalah berkurangnya kerjasama antar otot. Pada orang normal, bila ia
mengedik ke belakang, pada waktu yang bersamaan ia akan memfleksikan lutut (tungkai) nya untuk
menjaga keseimbangan. Akan tetapi, pada penderita gangguan serebelar, saat mengedikkan badannya
ke belakang, ia selalu menegangkan tungkainya, sehingga ia berada dalam bahaya akan jatuh. Selain
itu, gangguan koordinasi gerakan dapat diketahui dengan melihat adanya disdiadokokinesia.
Disdiadokokinesia.
Hal ini merupakan ketidakmampuan melakukan gerakan yang berlawanan berturut-turut. Suruh
pasien merentangkan kedua lengannya ke depan, kemudian suruh ia mensupinasi dan pronasi lengan
bawahnya (tangannya) secara bergantian dan cepat. Pada sisi lesi, gerakan ini dilakukan lamban dan
tidak tangkas.

Tremor intensi.
Tremor intensi ialah tremor yang timbul bila melakukan gerak volunter (dengan kemauan), dan
menjadi lebih nyata bila menghampiri tujuannya. Tremor intensi dapat pula diperiksa dengan jalan
menyuruh pasien mengambil benda yang kecil, makin dekat ia pada benda tersebut, makin jelas tremor
pada tangannya.
Pada dismetria, luas, jalan, serta cepatnya gerakan tidak adekuat. Penderita seolah-olah
mengingkari dalil yang mengatakan bahwa jarak yang terpendek antara dua titik ialah satu garis lurus.
Hipermetria terlihat bila ia berjalan, dalam hal ini gerakan kaki ke atas dan ke bawah berlebihan. Selain
itu, bila ia disuruh melakukan suatu gerakan, maka gerakan ini melampaui tujuannya. Hipermetria ini
terutama menyatakan diri dalam adanya kecenderungan untuk hiperfleksi. Anggota gerak bawah lebih
banyak terkena daripada anggota gerak atas. Gangguan serebelum dapat diperiksa dengan berbagai
49

BUKU PANDUAN SKILL LAB


cara yaitu : percobaan tunjuk hidung, percobaan jari-jari, percobaan tumit lutut, dan pemeriksaan
tentang adanya disgrafia.
Percobaan tunjuk-hidung.
Pasien disuruh menutup mata dan meluruskan lengannya ke samping, kemudian ia disuruh
menyentuh hidungnya dengan telunjuk. Pada lesi serebelar telunjuk tidak sampai di hidung tetapi
melewatinya dan sampai di pipi. Bila jari mendekati hidung terlihat tremor (tremor intensi) atau pasien
disuruh menunjuk telunjuk pemeriksa, kemudian menunjuk hidungnya, berulang-ulang.
Percobaan jari-jari.
Penderita disuruh merentangkan kedua lengannya ke samping sambil menutup mata. Ia
kemudian disuruh mempertemukan jari-jarinya di tengah depan. Lengan di sisi lesi akan ketinggalan
dalam gerakan ini, dan mengakibatkan jari sisi yang sehat melampaui garis tengah.

Percobaan tumit-lutut.
Penderita berbaring dengan kedua tungkai diluruskan, kemudian ia disuruh menempatkan tumit pada
lutut kaki yang lain. Tumit ini tidak tepat mengenai lutut. Terlihat pasien mengadakan fleksi lutut yang
berlebihan sehingga tumit melampaui lutut dan sampai di paha.
Disgrafia.
Hal ini biasanya dalam bentuk makrografia. Karena ada dismetria dalam bentuk hipermetria,
terlihat huruf dituliskan besar-besar dan kadang makin lama makin besar. Selain itu, bentuk
hurufnyapun tidak bagua dan kaku.
PEMERIKSAAN VEGETATIF
50

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Yang

terpenting

adalah

pemeriksaan

miksi,

yaitu

dengan

cara:

anamnesis

dan

pemeriksaan.Anamnesis: apakah miksi spontan, disadari, bisa ditahan atau tidak, keluar terus-menerus
atau sekalikeluar sekali berhenti atau tidak dapat keluar sama sekali.
Pemeriksaan:

Tekan vesica urinaria untuk menentukan apakah penuh atau tidak


Observasi ujung urethra eksterna, basah terus atau tidak
Tekan vesica urinaria apakah terjadi pengosongan urine, lalu lakukan catheterisasi
untuk menentukan rest urine

Macam-macam kelainan miksi:


1. Inkontinensia urineSuatu keadaan dimana urine keluar terus-menerus secara menetes,
2. Retensio urin, Suatu keadaan dimana urine tidak dapat keluar baik secara disadari atau tidak, sedangkan
vesicaurinaria penuh.
3. Automatic bladder Suatu keadaan diman urine dapat dikeluarkan dengan adanya gaya berat atau rangsangan
pada os pubis dan lipatan inguinal.
4. Atonic bladder Suatu keadaan dimana urine dapat dikeluarkan dengan menekan supra pubis. Residual urine
padakeadaan ini lebih banyak dari automatic bladder

PEMERIKSAAN VERTEBRE
Melihat Adanya Kelainan-Kelainan Vertebre, Seperti
1. Scoliosis, kelainan pada rangka tubuh yang berupa kelengkungan ke kiri atau ke
kanan Sebanyak 75-85% kasus skoliosis merupakan idiofatik, yaitu kelainan yang tidak
diketahui penyebabnya. Sedangkan 15-25% kasus skoliosis lainnya merupakanefek
samping yang diakibatkan karena menderita kelainan tertentu, seperti distrofi otot, sindrom
Marfan, sindrom Down, dan penyakit lainnya. Berbagai kelainan tersebut menyebabkan otot

51

BUKU PANDUAN SKILL LAB


atau saraf di sekitar tulang belakang tidak berfungsi sempurna dan menyebabkan bentuk tulang
belakang menjadi melengkung

2. Lordosis kelainan pada rangka tubuh dimana tulang belakang tertarik kedepan. Sering
diakibatkan karena efek dari kehamilan
3. Kifosis adalah Tulang punggung yang melengkung dengan bongkol yang menonjol kebelakang

TANDA PERANGSANGAN RADIKULER


Tanda perangsangan radikuler biasanya terdapat pada penyakit hnp (hernia nucleus pulposus.
pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu;
1. laseque

: kaki difleksikan pada sendi panggul dengan sendi lutut tetap ekstensi respon berupa

tahanan dengan sudut > 60

52

BUKU PANDUAN SKILL LAB


2. cross laseque : lakukan tes laseque, nyeri pada kaki yang berlawanan
3. Lhermitte test: pesakit dalam posisi duduk, pemeriksa berada di belakang pesakit. Kedua tangan
pemeriksa diletakkan di atas kepala pesakit.fleksikan leher pesakit dan berikan tahanan ringan
dengan kedua tangan pemeriksa. Gerakan ini diikuti dengan merotasikan leher pesakit kesemua
arah. Jika positif, pesakit akan merasakan nyeri menjalar sepanjang dermatom.
TES GANGGUAN FUNGSI CEREBRAL
Tes gangguan fungsi serebelar terutama didasarkan atas adanya dissinergia, yang berupa
gangguan gerakan dan hipermetria. Perlu rasanya diketahui bahwa gejala gangguan serebelar sering
makin lama makin berkurang atau menghilang. Hal ini disebabkan karena ada kompensasi atau karena
pusat-pusat lain di otak mengambil alih tugas serebelum ini. Hal demikian jarang dijumpai pada
kerusakan sistem lainnya. Jadi, walaupun kita menjumpai gejala gangguan serebelar pada masa akut,
hal ini mungkin berkurang atau tidak ada lagi pada lesi yang sudah lama.
Sikap
Pada lesi serebelar yang unilateral, didapatkan deviasi kepala dan badan ke sisi lesi dan terdapat
pula salah-tunjuk (past pointing) ke arah lesi. Bila pasien berdiri, badan cenderung jatuh ke arah lesi.
Bila ia berjalan, tungkai diangkat secara berlebihan, lengan kurang dilenggangkan, dan jalannya
berdeviasi ke sisi lesi. Pada lesi serebelum bagian tengah (vermis), pasien tidak dapat berdiri tegak
(lurus), ia akan jatuh ke depan atau belakang.
Ataksia
Gangguan Gerakan Jalan Yang Tidak Teratur Oleh Karena Impuls Proprioseptif Tidak Dapat
Diintegrasikan (Gangguan Koordinasi Gerakan)
Nistagmus
Nistagmus dapat disebabkan oleh lesi di traktus vestibuloserebelar, vermis, atau pedunkulus
serebeli inferior. Ia dapat juga disebabkan oleh rusaknya hubungan antara serebelum dengan pusat53

BUKU PANDUAN SKILL LAB


pusat lain atau lesi serebelum sendiri. Nistagmus dapat pula disebabkan oleh terganggunya koordinasi
otot-otot mata, jadi merupakan asinergia serebeli. Sikap bola mata yang seharusnya tetap bila ia
difiksasi pada satu jurusan menjadi berubah-ubah, yaitu bola mata bergerak secara spontan cepat ke
arah fiksasi, lalu kembali secara spontan lambat ke posisi semula, kemudian bergerak lagi ke tempat
fiksasi, kembali lagi ke posisi semula dan seterusnya bolak-balik. Hal ini disebut nistagmus (gerak
ritmik bola mata). Untuk memeriksanya, mata pasien disuruh mengikuti jari pemeriksa yang
digerakkan ke samping kiri, kanan, atas, dan bawah. Perhatikan adanya nistagmus dan tentukan apakah
ada komponen lambat dan cepat.
Fenomena rebound
Pada gangguan serebelar, fenomena rebound berarti tidak mampu menghentikan gerakan tepat
pada waktunya. Dalam hal ini, penderita disuruh meluruskan lengannya. Kemudian ia disuruh menarik
tangannya ke arah bahunya atau hidung sambil kita halangi (berikan tahanan). Bila tahanan kita lepas
secara mendadak, gerakan fleksi ini tidak segera berhenti dan tangan akan memukul bahu atau
mukanya dengan keras. Jadi, terlihat ketidakmampuan menghentikan gerakan dengan segera atau
menggantikannya dengan antagonisnya.
Astenia.
Astenia adalah lekas lelah dan bergerak lamban. Hal ini juga merupakan gejala dari gangguan
serebelar. Otot lekas lelah dan lemah (walaupun tidak ada parese). Gerakan dimulai dengan lamban,
demikian juga dengan kontraksi dan relaksasi.
Vertigo
Gangguan orientasi ruangan dimana perasaan dirinya bergerak berputar terhadap ruangan di
sekitarnya atau ruangan sekitarnya bergerak terhadap dirinya
Disartria
Disartria adalah gangguan bicara yang diakibatkan cidera neuromuscular, gangguan bicara ini
diakibatkan luka pada system saraf, yang pada gilirannya mempengaruhi bekerja baiknya satu atau
beberapa otot yang diperlukan untuk berbicara.
54

BUKU PANDUAN SKILL LAB


GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL/EKSTRAPIRAMIDAL SINDROM (EPS)
a. Reaksi Distonia Akut (ADR)
Keadaan ini merupakan spasme atau kontraksi involunter, akut dari satu atau lebih kelompok
otot skelet yang lazimnya timbul dalam beberapa menit. Kelompok otot yang paling sering terlibat
adalah otot wajah, leher, lidah atau otot ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis, disastria
bicara, krisis okulogirik dan sikap badan yang tidak biasa. Suatu ADR lazimnya mengganggu
sekali bagi pasien. Dapat nyeri atau bahkan dapat mengancam kehidupan dengan gejala-gejala
seperti distonia laring atau diafragmatik. Reaksi distonia akut sering sekali terjadi dalam satu atau
dua hari setelah pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Keadaan ini terjadi pada kirakira 10% pasien, lebih lazim pada pria muda, dan lebih sering dengan neuroleptik dosis tinggi
yang berpotensi lebih tinggi, seperti haloperidol dan flufenazine. Reaksi distonia akut dapat
merupakan penyebab utama dari ketidakpatuhan dengan neuroleptik karena pandangan pasien
mengenai medikasi secara permanent dapat memudar oleh suatu reaksi distonik yang
menyusahkan.
b. Akatisia
Sejauh ini EPS ini merupakan yang paling sering terjadi. Kemungkinan terjadi pada sebagian
besar pasien yang diobati dengan medikasi neuroleptik, terutama pada populasi pasien lebih muda.
Terdiri dari perasaan dalam yang gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak. Juga
telah dilaporkan sebagai rasa gatal pada otot. Pasien dapat mengeluh karena anxietas atau
kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai gejala psikotik yang memburuk. Sebaliknya,
akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik akibat perasaan tidak nyaman yang
ekstrim. Agitasi, pemacuan yang nyata, atau manifestasi fisik lain dari akatisisa hanya dapat
ditemukan pada kasus yang berat. Juga, akinesis yang ditemukan pada parkinsonisme yang
ditimbulkan neuroleptik dapat menutupi setiap gejala objektif akatisia. Akatisia sering timbul
segera setelah memulai medikasi neuroleptikdan pasien sudah pada tempatnya mengkaitkan

55

BUKU PANDUAN SKILL LAB


perasaan tidak nyaman. Yang dirasakan ini dengan medikasi sehingga menimbulkan masalah
ketidakpatuhan pasien
c. Akinesia : yang meliputi wajah topeng, kejedaan dari gerakan spontan, penurunan ayunan
lengan pada saat berjalan, penurunan kedipan, dan penurunan mengunyahyang dapat
menimbulkan pengeluaran air liur. Pada bentuk yang yang lebih ringan, akinesia hanya terbukti
sebagai suatu status perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan kesukaran
untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala negative
skizofrenia.
d. Tremor : khususnya saat istiraha, secara klasik dari tipe penggulung pil. Tremor dapat mengenai
rahang yang kadang-kadang disebut sebagai sindrom kelinci. Keadaan ini dapat dikelirukan
dengan diskenisia tardiv, tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih ritmik, kecerendungan untuk
mengenai rahang daripada lidah dan responya terhadap medikasi antikolinergik.
e. Rigiditas; kekakuan; peningkatan tonus otot. Dikombinasikan dengan rest tremor, kekakuan ini
menghasilkan fenomena 'cog-wheel' saat ekstremitas digerakkan secara pasif. Hal ini juga sangat
jelas dapat dirasakan dengan cara mempalpasi otot pasien bahkan pada keadaan rileks
f. Bradikinesia; lamban dalam bergerak
FUNGSI LUHUR
Fungsi luhur adalah kemampuan manusia dari hasil kerja asosiasi dan intergrasi tingkat tinggi. Fungsi
otak itu siklsifikasin menjadi 2 bagian, otak kanan dan otak kiri, pada bagian otak sebelah kanan
cenderuang ke sosilisasi, kemampuan bahasa non verbal, menyanyikan lagu, imajinasi pengalaman
formal dan non formal. Sedangkan belahan otak bagian kiri : dominan untuk berbahasa bahasa verbal.
Fungsi luhur meliputi dari;

Kesadaran kualitatif
Ingatan baru
Ingatan lama
Orientasi : diri, tempat, waktu, situasi
56

BUKU PANDUAN SKILL LAB

Inteligensia : normal, terganggu


Daya pertimbangan : baik, kurang
Reaksi emosi : normal, terganggu
Afasia : gangguan berbahasa (gangguan dalam memproduksi atau memahami bahasa)-

Ekspresif : motorik, area Brocca


- Reseptif : area Wernicke
Agnosia : ketidakmampuan mengenali benda-benda yang telah dikenali sebelumnya.-Agnosia
visual : tidak mampu mengenali objek secara visual-Agnosia jari : ketidakmampuan
mengidentifikasi jarinya atau jari orang lain pasien menutup mata, pemeriksa memegang

salah satu jari pasien, dan pasien membuka mata dan menunjukkan jari yang diraba tadi.
Akalkulia : ketidakmampuan berhitung

SKILL 1
PEMERIKSAAN KESADARAN
N0

ASPEK YANG DINILAI


57

NILAI

BUKU PANDUAN SKILL LAB


0
A
1
2
3
4
B
5
6
7
8
9
C
10
11
12

EYE RESPON
SPONTAN
MEMBUKA DENGAN RANGSANGAN SUARA
MEMBUKA DENGAN RANGSANGAN NYERI
TIDAK ADA RESPON DENGAN RANGSANGAN APAPUN
VERBAL RESPON
ORIENTASI BAIK
BINGUNG (CONFUSED); KATA BAIK, KALIMAT BAIK, TAPI ISI
PERCAKAPAN MEMBINGUNGKAN.
TIDAK TEPAT; KATA-KATA BAIK TAPI KALIMAT TIDAK BAIK
MENGERANG; KATA-KATA TIDAK DAPAT DIMENGERTI,
HANYA MENGERANG
TIDAK KELUAR SUARA
MOTORIK RESPON
GERAK MENGIKUTI PERINTAH
DAPAT MELOKALISASIKAN RASA NYERI/ MENEPIS SAAT
DIBERI RANGSANGAN NYERI
REAKSI MENGHINDAR MENARIK DIRI DARI

13
14

RANGASANGAN
FLEKSI
EKSTENSI
TIDAK ADA GERAK SAMA SEKALI WALAU SUDAH DIBERI

15
D

RANGSANGAN
TOTAL NILAI KESADARAN E? V? M?

Keterangan ;

0=tidak dilakukan
1=dilakukan, tetapi kurang benar
2=dilakukan dengan benar

Nilai =

X 100 % =

lampoh keude ,

58

2012

BUKU PANDUAN SKILL LAB

SKILL 2
PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS DAN REFLEKS PATOLOGIS
NO
I

ASPEK YANG DI NILAI


PEMRIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS
59

NILAI
0
1
2

BUKU PANDUAN SKILL LAB


A
1

PEMERIKSAAN REFLEKS BISEPS


MINTA PASIEN DUDUK DENGAN SANTAI, LENGAN RILEKS, POSISI
ANTARA FLEKSI DAN EKSTENSI DENGAN SEDIKIT PRONASI, SIKU
PENDERITA DILETAKKAN PADA TANGAN PEMERIKSA
LETAKKAN JARI TELUNJUK PEMERIKSA PADA TENDON, LALU
PUKULLAH TENDO TERSEBUT DENGAN REFLEKS HAMMER,RESPON

2
B

NORMAL BERUPA KONTRAKSI TENDO BISEPS


PEMERIKSAAN REFLEKS TRISEPS
MINTA PASIEN DUDUK DENGAN SANTAI, LENGAN PASIEN

DIFLEKSIKAN PADA SIKU DAN DIPOSISIKAN DEPAN DADA


PEMERIKSAAN MENYOKONG LENGAN PASIEN DAN
MENGINDETIFIKASI TENDON TRISEPS DENGAN MEMPALPASI 2,5

SAMPAI 5 CM DIATAS SIKU


PEMUKULAN LANGSUNG PADA TENDON NORMALNYA MENYEBABKAN

5
C

KONTRAKSI OTOT TRISEPS DARI EKSTENSI SIKU


PEMERIKSAAN KNEE PESS REFLEK (KPR)/ REFLEKS PATELLA
PASIEN DIDUDUKKAN PADA TEMPAT YANG AGAK TINGGI SEHINGGA
KEDUA TUNGKAI AKAN TERGANTUNG BEBAS ATAU ORANG COBA
BERBARING TERLENTANG DENGAN FLEKSI TUNGKAI PADA SENDI

LUTUT
TENTUKANLAH TENDO PATELLA UNTUK MENETAPKAN DAERAH YANG

TEPAT
KETUKLAH TENDO PATELLA DENGAN HAMMER SEHINGGA TERJADI

8
D

EKSTENSI TUNGKAI DISERTAI KONTRAKSI OTOT KUADRISEPS


PEMERIKSAAN ACHILLES PESS REFLEKS (APR)/REFLEKS PATELLA
TUNGKAI DIFLEKSIKAN PADA SENDI LUTUT DAN KAKI

DIDORSOFLEKSIKAN
TENTUKAN LOKASI TENDO ACHILLES UNTUK MENETAPKAN DAERAH

10

YANG TEPAT
KETUKLAH PADA TENDO ACHILLES, SEHINGGA TERJADI PLANTAR

11
II
A

FLEKSI DARI KAKI DAN KONTRAKSI OTOT GASTROCNEMIUS


PEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGIS
PEMERIKSAAN REFLEKS BABINSKY
PASIEN DIMINTA BERBARING DANGAN KAKI DILURUSKAN, LAKUKAN
GORESAN PADA TELAPAK KAKI DARI ARAH TUMIT KE ARAH JARI

12

MELALUI SISI LATERAL


60

BUKU PANDUAN SKILL LAB


RESPON NORMAL AKAN MEMBERIKAN REAKSI BERUPA FLEKSI JARIJARI DAN PENARIKAN TUNGKAI. RESPON ABNORMAL MAKA AKAN
TIMBUL REAKSI BERUPA JEMPOL KAKI AKAN DORSOFLEKSI,
13
B

SEDANGKAN JARI-JARI LAIN AKAN MENYEBAR ATAU MEMBUKA


PEMERIKSAAN REFLEKS CHADDOCK
PASIEN DIMINTA BERBARING DANGAN KAKI DILURUSKAN, LAKUKAN
GORESAN SEPANJANG TEPI LATERAL PUNGGUNG KAKI DI LUAR

14

TELAPAK KAKI, DARI TUMIT KE DEPAN


RESPON NORMAL AKAN MEMBERIKAN REAKSI BERUPA FLEKSI JARIJARI DAN PENARIKAN TUNGKAI. RESPON ABNORMAL MAKA AKAN
TIMBUL REAKSI BERUPA JEMPOL KAKI AKAN DORSOFLEKSI,

15
C

SEDANGKAN JARI-JARI LAIN AKAN MENYEBAR ATAU MEMBUKA


PEMERIKSAAN REFLEKS OPPENHEIM
LAKUKAN GORESAN PADA SEPANJANG TEPI DEPAN TULANG TIBIA

16

DARI ATAS KE BAWAH, DENGAN KEDUA JARI TELUNJUK DAN TENGAH


RESPON NORMAL AKAN MEMBERIKAN REAKSI BERUPA FLEKSI JARIJARI DAN PENARIKAN TUNGKAI. RESPON ABNORMAL MAKA AKAN
TIMBUL REAKSI BERUPA JEMPOL KAKI AKAN DORSOFLEKSI,

17
D
18

SEDANGKAN JARI-JARI LAIN AKAN MENYEBAR ATAU MEMBUKA


PEMERIKSAAN REFLEKS GORDON
LAKUKAN GORESAN/MEMENCET OTOT GASTROCNEMIUS
RESPON NORMAL AKAN MEMBERIKAN REAKSI BERUPA FLEKSI JARIJARI DAN PENARIKAN TUNGKAI. RESPON ABNORMAL MAKA AKAN
TIMBUL REAKSI BERUPA JEMPOL KAKI AKAN DORSOFLEKSI,

19

SEDANGKAN JARI-JARI LAIN AKAN MENYEBAR ATAU MEMBUKA

Keterangan ;

0=tidak dilakukan
1=dilakukan, tetapi kurang benar
2=dilakukan dengan benar

Nilai =

X 100 % =

lampoh keude ,

61

2012

BUKU PANDUAN SKILL LAB

SKILL 3
PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS
N
O

ASPEK YANG DINILAI

62

NILAI
0 1 2

BUKU PANDUAN SKILL LAB


A
1

PEMERIKSAAN NERVUS I (OLFAKTORIUS)


PASIEN DISURUH UNTUK MEMEJAMKAN MATA,TUTUP SALAH SATU
LUBAN HIDUNG
PASIEN DISURUH MEMBEDAKAN BAU YANG

DIRASAKAN( KOPI,TEMBAKAU,ALKOHOL, DLL)


NILAI APAKAH NORMOSMIA, ANOSMIA, PAROSMIA, DAN HIPOSMIA.

3
B
a
4
5
b

BANDINGKAN DENGAN HIDUNG YANG LAINNYA


PEMERIKSAAN NERVUS II (OPTIKUS)
TAJAM PENGLIHATAN
PASIEN DUDUK ATAU BERDIRI DENGAN JARAK 3 METER
MINTA PASIEN MENGHITUNG JARI ANDA DARI JARAK TERSEBUT
LAPANGAN PENGLIHATAN
PASIEN DUDUK ATAU BERDIRI BERHADAPAN DENGAN PEMERIKSA
DENGAN JARAK 60-100 CM, MATA KIRI PASIEN BERHADAPAN DENGAN
MATA KANAN PEMERIKSA PADA KETINGGIAN YANG SAMA, TUTUPLAH

MATA PASIEN YANG LAIN


KERAKKAN BOLPOIN ANDA DARI LATERAL KE ARAH SENDTRAL

SAMPAI PASIEN DAPAT MELIHAT OBJEK.


MINTA LAH PASIEN MEMBERIKAN RESPON JIKA MULAI DAPAT MELIHAT
BENDA DAN HAL INI DIBANDINGKAN DENGAN PENGLIHATAN

PEMERIKSA, APAKAH ANDA JUGA SUDAH DAPAT MELIHAT OBJEK.


BILA ADA GANGGUAN LAPANGAN PENGLIHATAN MAKA PEMERIKSA

10

AKAN LEBIH DAHULU MELIHAT GERAKAN OBJEK TERSEBUT


PEMERIKSAAN NERVUS III (OCULOMOTORIUS), IV (TROCHLEARIS),

C
a

VI (ABDUCEN)
NERVUS OCULOMOTORIUS
MERUPAKAN NERVUS YANG MEMPERSARAFI OTOT-OTOT BOLA MATA

11

EKSTERNA, LEVATOR PALPEBRA DAN KONSTRIKTOR PUPIL

12

PERHATIKAN PTOSIS, LAGOPTALMUS, EKSOPTALMUS, STRABISMUS


PEN LIGHT DINYALAKAN MULAI DARI SAMPING) KEMUDIAN
CAHAYA DIARAHKAN PADA SALAH SATU PUPIL YANG AKAN
DIPERIKSA, MAKA AKAN ADA REKASI MIOSIS, MENILAI APAKAH PUPIL

13
14
b
15

ISOKOR/ANISOKOR
PEMERIKSAAN DOLL'E EYE
NERVUS TROCHLEARIS
MINTA KLIEN UNTUK MELIHAT KEARAH BAWAH DAN KE ARAH ATAS
63

BUKU PANDUAN SKILL LAB

c
16

PERHATIKAN GERAKAN MATA KE BAWAH DAN KEATAS.


NERVUS ABDUCEN
PASIEN DAN PEMERIKSA DUDUK BERHADAPAN, TEMPATKAN SEBUAH
PEN DENGAN JARAK 50 CM
MINTALAH PASIEN NTUK MELIHAT KEARAH LATERAL KIRI DAN
KANAN,SEBELUMNYA PEGANG DAGU PASIEN SEBAGAI FIKSASI AGAR
KEPALA PASIEN TIDAK IKUT BERGERAK PERHATIKAN GERAKAN
MATANYA.PERHATIKAN APAKAH MATA PASIEN DAPAT MENGIKUTI

17
D
a

PERGERAKAN PEN
PEMERIKSAAN NERVUS V (TRIGEMINUS)
MOTORIK
MINTA PASIEN MERAPATKAN GIGINYA SEKUAT MUNGKIN,RABALAH
M.MASSETER DAN M. TEMPORALIS,PERHATIKAN BESARNYA, TONUS,

18

SERTA KOTURNYA (BENTUK)


MINTALAH PASIEN MEMBUKA MULUT, DAN PERHATIKAN APAKAH ADA

19

DEVIASI RAHANG BAWAH


MINTALAH PASIEN MEMNGGIGIT BENDA MISALNYA SPATEL KEMUDIAN

20
b

TARIK BENDA TERSEBUT, NILAILAH KEKUATAN GIGITANNYA


SENSORIK
REFLEK KORNEA. MINTALAH PASIEN UNTUK MELIHAT KEARAH

21

LATERAL SUPERIOR
SENTUHKAN UJUNG KAPAS YANG SUDAH DIPILIN PADA KORNEA, BILA
LANGSUNG BERKEDIP REFLEKS KORNEA BAIK, DAN BANDINGKAN

22

REFLEKS KEDUA MATA


SENSITIFITAS KULIT. PASIEN DI MINTA MENUTUP KEDUA MATA/
DENGANMENGGUNAKAN KAPAS, SENTUHLAH BAGIAN DAHI, PIPI, DAN
DAGU PASIEN. LALU PSIEN DISURUH MENYEBUTKAN DAERAH MANA

23
E
a
24

YANG DISENTUUH
PEMERIKSAAN NERVUS VII (FACIALIS)
MOTORIK
PERHATIKAN WAJAH PASIEN SIMETRIS ATAU TIDAK
MINTALAH PASIEN UNTUK MENGERUTKAN DAHI, PERHATIKAN

25

KESEMETRISANNYA
MINTALAH PASIEN UNTUK MEMEJAMKAN MATA DAN KEMUDIAN

26
27

COBALAH UNTUK MEMBUKA MATA PASIEN


MINTALAH PASIEN UNTUK TERSENYUM, MENUNJUKKAN GIGI,
64

BUKU PANDUAN SKILL LAB


BERSIUL, DAN MENGGEMBUNGKAN PIPI, PERHATIAKAN
b

KESIMETRISAN ANTARA WAJAH KIRI DENGAN WAJAH KANAN


SENSORIK
PENGECAPAN 2/3 LIDAH BAGIAN DEPAN. SIAPKAN BEBERAPA LARUTAN

28

RASA MISALNYA MANIS, ASIN, KECUT


LALU PASIEN DISURUH MENJULURKAN LIDAH DAN KERINGKAN LIDAH

29

DENGAN MENGGUNAKAN TISSUE


MINTALAH PASIEN MENUTUP MATA DAN TETESKAN LARUTAN RASA

30

PADA PERMUKAAN LIDAH PSIEN


MINTALAH PASIEN UNTUK MEMBUKA MATA, SAMBIL TETAP
MENJULURKAN LIDAH, DAN MINTALAH PASIEN UNTUK
MRNYEBUTKAN RASA DARI LARUTAN TERSEBUT. LALU NILAILAH

31
F
a

APAKAH BENAR YANG JAWABAN PASIEN


PEMERIKSAAN NERVUS VIII (AKUSTIKUS)
PENDENGARAN
TES WEBBER
LETAKKAN GARPU TALA YANG TELAH DIBUNYIKAN DI TANGAH DAHI

32

PASIEN ATAU DILETAKKAN DIVERTEKS


MINTALAH PASIEN UNTUK MENDENGARKAN BUNYI GARPU TALA TADI,
DAN MINTALAH IA MENENTUKAN PADA TELINGA MANA DIA LEBIH

33

MENDENGAR DENGAN KERAS


TES SCWABACH
LETAKKAN GARPU TALA YANG TELAH DIBUNYIKAN DI DEPAN

34

TELINGA PASIEN
BILA PASIEN TIDAK DAPAT MENDENGAR BUNYI GARPU TALA,
PINDAHKAN GARPU TALA TERSEBUT KE TELINGA PEMERIKSA, BILA
MASIH TERDENGAR OLEH PEMERIKSA DIKATAKAN SCWABACH

35

(KONDUKSI UDARA) MEMENDEK


KETUKKANLAH LAGI GARPU TALA PADA TULANG MASTOID PASIEN

36

DAN DAN MEMINTA PSIEN UNTUK MENDENGARKANNYA


BILA PASIEN TIDAK DAPAT MENDENGAR BUNYI GARPU TALA,
PINDAHKAN GARPU TALA PADA TULANG ,MASTOID PEMERIKSA, BILA
PEMERIKSA MASIH MENDENGARKAN BUNYI MAKA DIKATAKAN

37
38

SCWABACH (KONDUKSI TULANG) MEMENDEK


TESB RHINNE
MENGETUKKAN GARPU TALA KEMUDIAN MELETAKKAN PADA TULANG
65

BUKU PANDUAN SKILL LAB


MASTOID PASIEN SAMBIL MEMINTA PASIEN UNTUK MENDENGARKAN
BUNYINYA
BILA BUNYI TIDAK TERDENGAR LAGI, PINDAHKAN GARPU TALA
KEDEKAT TELINGA PASIEN. BILA MASIH TERDENGAR BUNYI, MAKA
KONDUKSI UDARA LEBIH BAIK DARI PADA KONDUKSI TULANG;
39

RHINNE POSITIF
MEGETUKKAN LAGI GARPU TALA KEMUDIAN MENEMPELKAN PADA
TULANG MASTOID PASIEN DAN MEMINTA PASIEN UNTUK

40

MENDENGARKANNYA
BILA BUNYI TIDAK TERDENGAR LAGI, PINDAHKAN GARPU TALA KE
DEKAT TELINGA PASIEN. BILA BUNYI TIDAK TERDENGAR LAGI
DIKATAKAN RHINNE NEGATIF (KONDUKSI TULANG LEBIH BAIK DARI

41

PADA KONDUKSI UDARA)


TES BERBISIK
MEMBISIKKAN KATA-KATA YANG TERDIRI DARI DUA SUKU KATA DARI

42
b

JARAK 1-3 KAKI DARI KEDUA TELINGA PENDERITA


TES KESEIMBANGAN
TES ROMBERG
PADA PEMERIKSAAN INI PASIEN BERDIRI DENGAN KAKI YANG SATU
DIDEPAN KAKI YANG LAINNYA. TUMIT KAKI YANG SATU BERADA
DIDEPAN JARI KAKI YANG LAINNYA, LENGAN DILIPAT PADA DADA DAN

43

MATA KEMUDIAN DITUTUP.


ORANG YANG NORMAL MAMPU BERDIRI DALAM SIKAP ROMBERG

44

YANG DIPERTAJAM SELAMA 30 DETIK ATAU LEBIH


TES TANDEM WALKING
PASIEN DIMINTA BERDIRI DENGAN TEGAK DAN MATA MELIHAT LURUS

45

KE DEPAN
LALU PASIEN DIMINTA UNTUK BERJALAN LURUS, NILAI ARAH

46

PERGERAKAN JALAN PASIEN APAKAH LURUS ATAU MIRING

PEMERIKSAAN NERVUS IX (GLOSSOFARINGEUS), X (VAGUS)


MEMINTA PSIEN UNTUK MEMBUKA MULUT DENGAN LEBAR SAMPAI

47

TERLIHAT DINDING POSTERIOR FARING


REFLEKS MUNTAH, MENYENTUH DENGAN SPATEL DINDING POSTERIOR

48

FARING, NORMAL AKAN MUNCUL REFLEKS MUNTAH


66

BUKU PANDUAN SKILL LAB


PENGECAPAN 1/3 LIDAH BELAKANG LIDAH, PASIEN DIMINTA MENUTUP
MATA DAN MENJULURKAN LIDAH, KERINGKAN LIDAH
DENGANMENGGUNAKAN TISUE, LALU TETESKAN RASA PAHIT DI
PERMUKAAN LIDAH.TANYAKAN KEPADA PASIEN RASA APA YANG
49

DIRASAKAN
MEMINTA PSIEN UNTUK MENYEBUTKAN KATA ''AHH''. NORMAL UVULA
AKAN TERANGKAT LURUS DAN TETAP BERADA DI MEDIAN. LESI
UNILATREAL; DEVIASI UVULA KE SISI YANG SEHAT, ARCUS FARING
LEBIH RENDAH DARI SISI YANG SEHAT, LESIBILATERAL; TERJADI

50
H

DISFAGIA DAN REGURGITASI


PEMERIKSAAN NERVUS XI (ACCESORIUS)
MEMINTA PASIEN UNTUK MELIHAT KE SALAH SATU SISI, MISALNYA
KANAN. MENAHAN GERAKAN INI DENGAN MENEMPATKAN TANGAN
PADA DAGU SEBELAH KIRI, PALPASI OTOT
STRENOCLEIDOMASTOIDEUS, NILAI KEKUATANNYA DAN

51

BANDINGKAN DENGAN YANG SEBELAH LAINNYA


MENURUH KEDUA TANGAN PADA BAHU PASIEN, LALU MENYURUH

52
I

PASIEN UNTUK MENGANGKAT KEDUA BAHU, NILAI KEKUATANNYA


PEMERIKSAAN NERVUS XII (HIPOGLOSUS)
PASIEN DIMINTA MEMBUKA MULUT DAN PERHATIKAN LIDAH PADA
WAKTU ISTIRAHAT: BESAR LIDAH, SIMETRIS, ATROFI, BERKERUT, DAN

53

FASIKULASI
PASIEN DIMINTA MENJULURKAN LIDAH DAN PERHATIKAN LIDAH;
TREMOR, FASIKULASI, APAKAH TERDAPAT DEVIASI LIDAH KESALAH
SATU SISI. SEBAGAI PATOKAN DAPAT DIGUNAKAN GARIS ANTARA

54

KEDUA GIGI INCISIVUS


MEMINTA PASIEN UNTUK MNUCAPKAN HURUF "R" ATAU KATA-KATA
YANG MENGANDUNG HURUF "R", MISALNYA "ULAR LARI LURUS".
PEMERIKSAAN INI UNTUK MENILAI ADA DISARTRIA ( CADEL ATAU

55
J
56

PELO)
SETEALAH SELESAI PEMERIKSAAN
LAPORKAN HASIL PEMERIKSAAN YANG TELAH DILAKUKAN
UCAPKANLAH KATA PERPISAHAN DENGAN PASIEN DAN TUNJUKKAN

57

LAH RASA EMPATI KEPADA PASIEN

67

BUKU PANDUAN SKILL LAB


Keterangan ;

0=tidak dilakukan
1=dilakukan, tetapi kurang benar
2=dilakukan dengan benar

Nilai =

X 100 % =

lampoh keude ,

68

2012

BUKU PANDUAN SKILL LAB

SKILL 4
PEMBUATAN STATUS NEUROLOGIS
N
O

ASPEK YANG DINILAI

NILAI
0
1 2

A
B

ANAMNESE
PEMERIKSAAN VITAL SIGN
KESADARAN (GCS), TEKANAN DARAH, HEART RATE, RESPIRATORY

1
B
2
3
4

RATE, TEMPERATUR
KEPALA
RAMBUT (BENTUK, WARNA, DISTRIBUSI)
MATA (REFLEK PUPIL, WARNA IRIS, SKLERA)
HIDUNG (SIMETRIS, SEPTUM DEVIASI, CONCHA)
MULUT DAN BIBIR (SIANOSIS, GIGI, PALATUM, UVULA, TONSIL,

5
6
C
7
D
a
8
b
9
E
10
E
11
F
12

FARING)
TELINGA (SIMETRIS, CERUMEN, MEMBRAN THYMPANI)
LEHER
SIMETRIS, PEMBENGKAKAN
THORAK
PARU
INSPESKSI, PALPASI, PERKUSI, AUSKULTASI
JANTUNG
INSPESKSI, PALPASI, PERKUSI, AUSKULTASI
ABDOMEN
INSPESKSI, AUSKULTASI, PALPASI, PERKUSI
EKSTREMITAS
OEDEME
GENETALIA
ANUS DAN ORGAN REPRODUKSI

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

69

BUKU PANDUAN SKILL LAB

PEMERIKSAN RANGSANGAN MENINGEAL


KAKU KUDUK
PASIEN TIDUR TERLENTANG, TANGAN PEMERIKSA DITEMPATKAN
DIBAWAH KEPALA PASIEN YANG SEDANG BERBARING, KEMUDIAN
KEPALA DITEKUKAN (FLEKSI) DAN DIUSAHAKAN AGAR DAGU
MENCAPAI DADA. SELAMA PENEKUKAN DIPERHATIKAN ADANYA
TAHANAN. BILA TERDAPAT KAKU KUDUK KITA DAPATKAN

13

TAHANAN DAN DAGU TIDAK DAPAT MENCAPAI DADA.


KERNIG SIGN
PASIEN YANG SEDANG BERBARING DIFLEKSIKAN PAHANYA PADA
PERSENDIAN PANGGUL SAMPAI MEMBUAT SUDUT 90. SETELAH ITU
TUNGKAI BAWAH DIEKSTENSIKAN PADA PERSENDIAN LUTUT
SAMPAI MEMBENTUK SUDUT LEBIH DARI 135 TERHADAP PAHA.
BILA TERADAPAT TAHANAN DAN RASA NYERI SEBELUM ATAU
KURANG DARI SUDUT 135, MAKA DIKATAKAN KERNIG SIGN

14

POSITIF.
BRUDZINSKI I
PASIEN BERBARING DALAM SIKAP TERLENTANG, DENGAN TANGAN
YANG DITEMPATKAN DIBAWAH KEPALA PASIEN YANG SEDANG
BERBARING , TANGAN PEMERIKSA YANG SATU LAGI SEBAIKNYA
DITEMPATKAN DIDADA PASIEN UNTUK MENCEGAH DIANGKATNYA
BADAN KEMUDIAN KEPALA PASIEN DIFLEKSIKAN SEHINGGA DAGU
MENYENTUH DADA. TEST INI ADALAH POSITIF BILA GERAKAN
FLEKSI KEPALA DISUSUL DENGAN GERAKAN FLEKSI DI SENDI

15

LUTUT DAN PANGGUL KEDUA TUNGKAI SECARA REFLEKTORIK.


BRUDZINSKI II

70

BUKU PANDUAN SKILL LAB

PASIEN BERBARING TERLENTANG. TUNGKAI YANG AKAN


DIRANGSANG DIFLEKSIKAN PADA SENDI LUTUT, KEMUDIAN
TUNGKAI ATAS DIEKSTENSIKAN PADA SENDI PANGGUL. BILA
TIMBUL GERAKAN SECARA REFLEKTORIK BERUPA FLEKSI
TUNGKAI KONTRALATERAL PADA SENDI LUTUT DAN PANGGUL INI
16

MENANDAKAN TEST INI POSTIF


LASSEQUE
PASIEN YANG BERBARING LALU KEDUA TUNGKAI DILURUSKAN
(DIEKSTENSIKAN), KEMUDIAN SATU TUNGKAI DIANGKAT LURUS,
DIBENGKOKKAN (FLEKSI) PERSENDIAN PANGGULNYA. TUNGKAI
YANG SATU LAGI HARUS SELALU BERADA DALAM KEADAAN
EKSTENSI (LURUS). PADA KEADAAN NORMAL DAPAT DICAPAI
SUDUT 70 SEBELUM TIMBUL RASA SAKIT DAN TAHANAN. BILA
SUDAH TIMBUL RASA SAKIT DAN TAHANAN SEBELUM MENCAPAI
70 MAKA DISEBUT TANDA LASEGUE POSITIF. NAMUN PADA PASIEN

17
b
18
c
19
d
20
21
e
22
23
24
25
26
f
27

YANG SUDAH LANJUT USIANYA DIAMBIL PATOKAN 60


PENINGGIAN TEKANAN CRANIAL
MUNTAL PROYEKTIL, SAKIT KEPALA, KEJANG)
PEMERIKSAAN SARAF CRANIAL
N I, N II, N III, N IV, N V, N VI, N VII, N VIII, N IX, N X, N XI, N XII
PEMERIIKSAAN MOTORIK
KEKUATAN OTOT, TENAGA DIBERI NILAI 5,4,3,2,1
TONUS OTOT (FLACCID, HIPOTONI, RIGIDITY, SPASTIK)
GERAKAN SPONTAN ABNORMAL
TREMOR
CHOREA
BALLISMUS
ATETOSIS
DISTONIA
SISTEM SENSIBILITAS
EXTEROPSEPTIK
PEMERIKSAAN SENSASI TAKTIL: BERIKANLAH RANGSANGAN
SECARA RINGAN RTANPA MEMBERIKAN TEKANAN SUBKUTAN,
MINTA PASIEN UNTUK MENYATAKAN "YA" ATAU 'TIDAK",
71

BUKU PANDUAN SKILL LAB


MINTALAH PASIEN MENYEBUTKAN DAERAH YANG DIRANGSANG,
MINTA PASIEN MEMBEDAKAN DUA TITIK YANG DIRANGSANG
PEMERIKSAAN SENSASI NYERI SUPERFISIAL: MINTA PASIEN UNTUK
MENUTUP MATA, AMBIL JARUM DAN BUATLAH TEKANAN
SEMINIMAL MUNGKIN, JANGAN SAMPAI TIMBUL LUKA, DAN
BUATLAH TEKANAN DENGAN KEPALA JARUM, MINTA PASIEN
UNTUK MENYATAKAN PERBEDAAN INTENSITAS KETAJAMAN.
PERIKSA JUGA PADA DAERAH YANG BERBEDA. NILAI APAKAH ADA
28

TEMPAT YANG SENSITIFITASNYA BERKURANG.


PEMERIKSAAN SENSASI SUHU: MINTALAH PASIEN UNTUK
MENUTUP MATA, BERIKANLAH SENSASI HANGAT (AIR HANGAT)
DAN DINGIN (ES), MINTA PASIEN UNTUK MENENTUKAN SENSASI

29

PANAS ATAU DINGIN


PROPIOSEPTIK
RASA GERAK : PEGANG UJUNG JARI JEMPOL KAKI PASIEN DENGAN
JARI TELUNJUK DAN JEMPOL JARI TANGAN PEMERIKSA DAN
GERAKKAN KEATAS KEBAWAH MAUPUN KESAMPING KANAN DAN
KIRI, KEMUDIAN PASIEN DIMINTA UNTUK MENJAWAB POSISI IBU
JARI JEMPOL NYA BERADA DIATAS ATAU DIBAWAH ATAU

30

DISAMPING KANAN/KIRI
RASA SIKAP : TEMPATKAN SALAH SATU LENGAN/TUNGKAI PASIEN
PADA SUATU POSISI TERTENTU, KEMUDIAN SURUH PASIEN UNTUK
MENGHALANGI PADA LENGAN DAN TUNGKAI. PERINTAHKAN
UNTUK MENYENTUH DENGAN UJUNG UJUNG TELUNJUK KANAN,

31

UJUNG JARI KELINGKING KIRI DSB.


RASA GETAR : GARPU TALA DIGETARKAN DULU/DIKETUK PADA
MEJA ATAU BENDA KERAS LALU LETAKKAN DIATAS UJUNG IBU
JARI KAKI PASIEN DAN MINTALAH PASIEN MENJAWAB UNTUK
MERASAKAN ADA GETARAN ATAU TIDAK DARI GARPUTALA

32
g
33
34
h

TERSEBUT.
REFLEKS
REFLEKS FISIOLOGIS ( BISEPS, TRISEPS, KPR, APR)
REFLEKS PATOLOGIS (BABINSKY, CADDOCK, OPPENHEIM, GORDON)
KOORDINASI
72

BUKU PANDUAN SKILL LAB


BICARA : BERBICARA SPONTAN, PEMAHAMAN, MENGULANG,
35
36

MENAMAI
MENULIS : MIKROGRAFIA PADA PARKINSONS DISEASE
PERCOBAAN APRAKSIA : KETIDAKMAMPUAN DALAM MELAKUKAN
TINDAKAN YANG TERAMPIL : MENGANCING BAJU, MENYISIR

37

RAMBUT, DAN MENGIKAT TALI SEPATU


TES TELUNJUK : PASIEN MERENTANGKAN KEDUA LENGANNYA KE
SAMPING SAMBIL MENUTUP MATA. LALU MEMPERTEMUKAN JARI-

38

JARINYA DI TENGAH BADAN


TES TELUNJUK-HIDUNG : PASIEN MENUNJUK TELUNJUK

39

PEMERIKSA, LALU MENUNJUK HIDUNGNYA


TES TUMIT-LUTUT : PASIEN BERBARING DAN KEDUA TUNGKAI
DILURUSKAN, LALU PASIEN MENEMPATKAN TUMIT PADA LUTUT

40

KAKI YANG LAIN


DIADOKOKINESIS : KEMAMPUAN MELAKUKAN GERAKAN YANG

41
I

BERGANTIAN SECARA CEPAT DAN TERATUR.


PEMERIKSAAN VEGETATIF
VASOMOTORIK (TIMBUL RUAM MERAH PADA SAAT KULIT
DIGORES), SUDOMOTORIK (BERKERINGAT), MIKSI, DEFEKASI,

42
j

LIBIDO
VERTEBRA
BENTUK (NORMAL, SCOLIOSIS, HIPERLORDOSIS) PERGERAKAN

43
k

(LEHER, PINGGANG)
TANDA PERANGSANGAN RADIKULER
LASEQUE : KAKI DIFLEKSIKAN PADA SENDI PANGGUL DENGAN
SENDI LUTUT TETAP EKSTENSI ABNORMAL TAHANAN DENGAN

44

SUDUT > 60
CROSS LASEQUE : LAKUKAN TES LASEQUE, NYERI PADA KAKI

45

YANG BERLAWANAN
LHERMITTE TEST: PESAKIT DALAM POSISI DUDUK, PEMERIKSA
BERADA DI BELAKANG PESAKIT. KEDUA TANGAN PEMERIKSA
DILETAKKAN DI ATAS KEPALA PESAKIT.FLEKSIKAN LEHER PESAKIT
DAN BERIKAN TAHANAN RINGAN DENGAN KEDUA TANGAN
PEMERIKSA. GERAKAN INI DIIKUTI DENGAN MEROTASIKAN LEHER
PESAKIT KESEMUA ARAH. JIKA POSITIF, PESAKIT AKAN

46

MERASAKAN NYERI MENJALAR SEPANJANG DERMATOM.


73

BUKU PANDUAN SKILL LAB


l

GEJALA CEREBRAL
ATAKSIA : GANGGUAN GERAKAN JALAN YANG TIDAK TERATUR
OLEH KARENA IMPULS PROPRIOSEPTIF TIDAK DAPAT

47
48

DIINTEGRASIKAN (GANGGUAN KOORDINASI GERAKAN)


DISARTRIA : GANGGUAN KATA-KATA.
TREMOR : INTENTION TREMOR : IREGULAR, BERTAMBAH KASAR

49

BILA TANGAN MENUJU SUATU ARAH ATAU SASARAN.


FENOMENA REBOUND : TIDAK MAMPU MENGHENTIKAN GERAKAN
TEPAT PADA WAKTUNYA. PENDERITA MEMFLEKSIKAN TANGAN
DAN DISURUH MENAHAN TAHANAN OLEH PEMERIKSA, LALU
PEMERIKSA MELEPASKAN TANGANNYA DENGAN TIBA-TIBA

50

DITAHAN OLEH OTOT-OTOT TRISEPS NORMAL.


VERTIGO : GANGGUAN ORIENTASI RUANGAN DIMANA PERASAAN
DIRINYA BERGERAK BERPUTAR TERHADAP RUANGAN DI
SEKITARNYA ATAU RUANGAN SEKITARNYA BERGERAK TERHADAP

51
m
52
53
55
n

DIRINYA.
GEJALA EKTRAPIRAMIDAL
TREMOR : RESTING TREMOR/PARKINSON TREMOR
RIGIDITAS : HIPERTONUS OTOT-OTOT
BRADIKINESIA : GERAKAN MELAMBAT
FUNGSI LUHUR
KESADARAN KWALITATIF, INGATAN ( BARU, LAMA), ORIENTASI
(DIRI, TEMPAT, SITUASI, WAKTU), INTELENGENSIA, DAYA
PERTIMBANGAN (BAIK, BURUK), REKASI EMOSI (NORMAL,
TERGANGGU), AFASIA (EKSPRESIF = MOTORK AREA BROCA,

56

RESEPTIF= AREA WERNICKE)

Keterangan ;

0=tidak dilakukan
1=dilakukan, tetapi kurang benar
2=dilakukan dengan benar

Nilai =

X 100 % =

lampoh keude ,

74

2012

BUKU PANDUAN SKILL LAB

75

Anda mungkin juga menyukai