Gangguan Saraf
Gangguan Saraf
KESADARAN
Kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan,
tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
1.
Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
2.
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh.
3.
Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh
tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
4.
Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
5.
Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun
(tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam
lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke
otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.
Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas
reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan
angkamorbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).Jadi sangat penting dalam mengukur status
neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien,
(apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan
yang diberikan. Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata ,
bicara dan motorik
RANGSANGAN MENINGEAL
- Kaku kuduk
: Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb: Tangan pemeriksa ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar
dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita
dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat
- Kernig sign
: Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudut 90. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada
persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135 terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan
rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135, maka dikatakan Kernig sign positif.
-Brudzinski I (Brudzinskis neck sign)
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah kepala pasien yang
sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk
mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Test
ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul
kedua tungkai secara reflektorik.
-Brudzinski II (Brudzinskis contralateral leg sign)
3
mekanisme
yang
jelas
dari
Peninggian
Tekanan
Intrakranial
Penggian volume intrakranial yang disebabkan oleh tumor otak, infark cerebri yang luas, trauma
serebri,
perdarahan
otak,
abses
otak,
hematoma
extraserebral,
edema
serebri
akut.
Tekanan venous yang tinggi dari kegagalan jantung atau obstruksi mediastinal superior.
Obstruksi dan absorbsi aliran cairan likuor serebrospinalis.
Pendapat lain mengenai mekanisme Peninggian Tekanan Intrakranial :
Gangguan yang disebabkan edema otak yang difus, Penekanan massa pada ruang supra atau
infratentorial, Hidrosefalus akibat dari penggian produksi cairan likuor serebrospinalis atau obstruksi
aliran likuor serebrospinalis, atau gangguan absorbsi cairan likuor serebrospinalis.
Penyebab peninggian tekanan intrakranial :Lesi desak ruang intrakranial (tumor otak, perdarahan otak,
infark otak, abses otak ), Ensefalitis, Meningitis, Trauma kranioserebral,, Trombosis sinus venous,
4
NERVUS CRANIAL
Nervus I (olfaktorius)
cara pemeriksaan: Pasien disuruh untuk memejamkan mata,tutup salah satu luban hidung, pasien
disuruh membedakan bau yang dirasakan( kopi,tembakau,alkohol, dll), nilai apakah normosmia,
anosmia, parosmia, dan hiposmia. Bandingkan dengan hidung yang lainnya
- Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.
- Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam.
- Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka.
-Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai misalnya minyak kayu
putih tercium sebagai bau bawang goreng.
- Kakosmia adalah mempersepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada.
- Halusinasi penciuman adalah bila tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa adanya perangsangan
maka kesadaran akan suatu jenis bau ini
Nervus II (optikus)
- Tajam penglihatan : membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan jalan pasien disuruh
melihat benda yang letaknya jauh misal jam didinding, membaca huruf di buku atau koran.
5
Nervus IV (trochlearis)
- Pergerakan bola mata ke bawah dalam
Nervus V (trigeminus)
-Pemeriksaan motorik : membuka dan menutup mulut; palpasi otot maseter dan temporalis; kekuatan
gigitan.
-Cara :1. pasien diminta merapatkan gigi sekuatnya, kemudian meraba M. masseter dan M.
temporalis. Normalnya kiri dan kanan kekuatan, besar dan tonus nya sama.
2. Pasien diminta membuka mulut dan memperhatikan apakah ada deviasi rahang bawah, jika
ada kelumpuhan maka dagu akan terdorong kesisi lesi. Sebagai pegangan diambil gigi seri
atas dan bawah yang harus simetris.Bila terdapat parese disebelah kanan, rahang bawah tidak
dapat digerakkan kesamping kiri. Cara lain pasien diminta mempertahankan rahang
bawahnya kesamping dan kita beri tekanan untuk mengembalikan rahang bawah keposisi
tengah.
-Pemeriksaan sensorik : dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan suhu, kemudian
lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.
7
2/3 bagian depan lidah : Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah, kemudian pada sisi kanan dan
kiri diletakkan gula, asam,garam atau sesuatu yang pahit. Pasien cukup menuliskan apa yang
terasa diatas secarik kertas. Bahannya adalah: glukosa 5 %, NaCl 2,5 %, asam sitrat 1 %, kinine
0,075 %.
Sekresi air mata : Dengan menggunakan Schirmer test (lakmus merah). Ukuran : 0,5 cm x 1,5
cm. Warna berubah jadi biru; normal: 1015 mm (lama 5 menit).
keras.
Pemeriksaan Rinne : Maksudnya membandingkan pendengaran melalui tulang dan udara dari
pasien. Pada telinga yang sehat, pendengaran melalui udara didengar lebih lama daripada
melalui tulang. Garputala ditempatkan pada planum mastoid sampai pasien tidak dapat
mendengarnya lagi. Kemudian garpu tala dipindahkan kedepan meatus eksternus. Jika pada
posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan test positip. Pada orang normal test Rinne ini
Pemeriksaan dengan tes kalori, Bila telinga kiri didinginkan (diberi air dingin) timbul
nystagmus kekanan. Bila telinga kiri dipanaskan (diberi air panas) timbul nistagmus kekiri.
Nystagmus ini disebut sesuai dengan fasenya yaitu : fase cepat dan fase pelan, misalnya
9
Pemeriksaan past pointing test, Pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa dengan jari
telunjuknya, kemudian dengan mata tertutup pasien diminta untuk mengulangi. Normalnya
pasien harus dapat melakukannya.
Tes Romberg, Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki yang satu didepan kaki yang
lainnya. Tumit kaki yang satu berada didepan jari kaki yang lainnya, lengan dilipat pada dada
dan mata kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg yang
dipertajam selama 30 detik atau lebih.
Stepping test/tandem walking, Pasien disuruh berjalan ditempat, dengan mata tertutup,
sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti jalan biasa. Selama test ini pasien diminta untuk
berusaha agar tetap ditempat dan tidak beranjak dari tempatnya selama test berlangsung.
Dikatakan abnormal bila kedudukan akhir pasien beranjak lebih dari 1 meter dari tempatnya
semula, atau badan terputar lebih dari 30 derajat.
Nervus IX (glossofaringeus)
-Pemeriksaan motorik : disfagia, palatum molle, uvula, disfonia, refleks muntah.
Cara 1 : Pasien diminta untuk membuka mulut dan mengatakan huruf a. Jika ada gangguan
maka otot stylopharyngeus tak dapat terangkat dan menyempit dan akibatnya rongga hidung
dan rongga mulut masih berhubungan sehingga bocor. Jadi pada saat mengucapkan huruf a
dinding pharynx terangkat sedang yang lumpuh tertinggal, dan tampak uvula tidak simetris
Nervus X (vagus)
Pemeriksaan bersamaan dengan nervus IX.
Nervus XI (accesorius)
-Memeriksa tonus m. sternocleidomastoideus : Dengan menekan pundak pasien dan pasien diminta
untuk mengangkat pundaknya.
-Memeriksa tonus m. trapezius : Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri dan ditahan oleh
pemeriksa , kemudian dilihat dan diraba tonus dari m. sternocleidomastoideus.
Nervus XII (hipoglossus)
Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan-perkataan tidak dapat diucapkan dengan
baik, hal demikian disebut: dysarthria. Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya tergeser
kedaerah lumpuh karena tonus disini menurun. Bila lidah dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi
yang sakit. Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot lidah. Kekuatan otot lidah dapat
diperiksa dengan menekan lidah kesamping pada pipi dan dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi
pipi.
SISTEM MOTORIK
Kontrol gerak volunter melibatkan komponen yang sangat kompleks. Terdapat banyak sistem
yang saling berhubungan dan bekerja bersama-sama untuk menghasilkan gerak volunter. Untuk
mendapatkan gambaran tentang system motorik dalam hubungannya dengan sistem gerak volunter,
maka pembahasan akan dimulai pada aktivitas sistem spinal kemudian meningkat pada batang otak dan
11
berdiri,
duduk,
berbaring,
bergerak,
dan
berjalan.
Jika pasien berdiri, perhatikan sikap dan posisi badannya, baik secara keseluruhan maupun sebagian.
Pasien dengan gangguan serebelum berdiri dengan muka membelok ke arah kontralateral terhadap lesi,
bahunya pada sisi lesi agak lebih rendah, dan badannya miring ke sisi lesi. Penderita penyakit
Parkinson berdiri dengan kepala dan leher dibungkukkan ke depan, lengan dan tungkai berada dalam
fleksi.
Bila ia jalan, tampaknya seolah-olah hendak jatuh ke depan; gerakan asosiatifnya terganggu,
lengan kurang dilenggangkan, dan terlihat tremor kasar, terutama di tangan. Pada anak dengan distrofia
muskulorum progresiva terlihat lordosis yang jelas; bila ia berjalan, panggul seolah-olah berputar
dengan maksud agar berat badan berpindah ke tungkai yang sedang bertumpuh. Pada penderita
hemiparese oleh gangguan sistem piramidal, lengan berada dalam sikap fleksi, sedangkan tungkai
dalam ekstensi.
Bila ia berjalan, tungkai membuat gerak sirkumdiksi. Pada pasien dengan paraparese jenis
sentral, cara berjalannya seperti gunting, yaitu tungkai seolah-olah menyilang. Penderita dengan
gangguan di serebelumberjalan dengan kaki mengangkang, demikian juga penderita tabes dorsalis.
Selain itu, penderita tabes dorsalis selalu melihat ke bawah memperhatikan kaki dan jalannya, sebab
kalau tidak, ia akan jatuh. Pasien polineuritis berjalan seperti ayam, yaitu tungkai difleksikan tinggitinggi pada persendian lutut, supaya dapat mengangkat kakinya yang kurang mampu melakukan
dorsofleksi.
Gerakan bagian tubuh perlu diperhatikan dan dibandingkan. Pada anak yang sedang meronta atau orang
dewasa yang gelisah, bagian yang paretis terlihat kurang digerakkan.
13
distrofia
muskulorum
progresiva,
dan
terjadi
di
otot
betis
dan
gluteus.
distonia,
balismus,
spasme,
tik,
fasikulasi,
dan
miokloni.
Gerakan abnormal dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan keadaan. Gerakan abnormal merupakan
kontraksi otot-otot volunteer yang tidak terkendali. Nilainya secara klinis dalam menentukan diagnosis
dan lokalisasi penyakit saraf dapat sangat besar, oleh karenanya harus diamati dengan baik. Gerakan
abnormal ini dapat mengenai tiap bagian tubuh. Ia timbul karena terlibatnya berbagai bagian sistem
motorik, misalnya : korteks, serabut yang turun dari korteks, ganglia basal, batang otak dan pusatpusatnya, serebelum dan hubungan-hubungannya, medulla spinalis, serabut saraf perifer, atau ototnya
sendiri. Sifat gerakan dipengaruhi oleh letak lesi dan kelainan patologiknya. Lesi pada tempat yang
berlainan kadang dapat menyebabkan gerakan yang identik, dan proses patologis yang berlainan pada
tempat yang sama kadang dapat mengakibatkan bermacam bentuk gerakan abnormal.
14
juga
tremor
toksik)
dan
tremor
kasar.
Tremor fisiologis didapatkan bila anggota gerak ditempatkan pada posisi yang sulit, atau bila kita
melakukan gerakan volunteer dengan sangat lambat. Tremor yang terlihat pada orang normal yang
sedang
marah
atau
ketakutan
merupakan
aksentuasi
dari
tremor
fisiologis
ini.
Tremor halus dianggap juga sebagai tremor toksik. Contoh yang khas ialah tremor yang dijumpai pada
hipertiroidi. Tremor ini terutama terjadi pada jari dan tangan. Kadang-kadang tremor ini sangat halus
dan sukar dilihat. Untuk memperjelasnya, kita tempatkan kertas di atas jari-jari dan tampaklah kertas
tersebut bergetar walaupun tremor belum jelas terlihat. Tremor toksik ini didapatkan pula pada
keracunan nikotin, kafein, obat-obatan seperti adrenalin, efedrin, atau barbiturat.
Tremor kasar, salah satu contohnya ialah tremor yang didapatkan pada penyakit Parkinson. Ini
merupakan tremor yang lambat, kasar, dan majemuk. Pada penyakit Parkinson, gerakan jari-jari mirip
gerakan menghitung duit atau membuat pil (pill rolling tremor). Contoh lainnya adalah tremor intensi.
Tremor intensi merupakan tremor yang timbul waktu melakukan gerakan volunter dan menjadi lebih
nyata ketika gerakan hampir mencapai tujuannya. Tremor ini merupakan tremor kasar, dan dapat
dijumpai pada gangguan serebellum. Pada tes tunjuk-hidung pada pasien dengan gangguan di
serebelum,
tremor
menjadi
lebih
nyata
pada
Khorea
15
saat
telunjuk
hampir
mancapai
hidung.
dan
rhisus
sardonikus
adalah
spasme
tonik
pada
otot
fasial.
Tik (tic)
Penyebab tik belum diketahui. Ada pakar yang menganggapnya sebagai suatu conditioned
reflex, ada pula yang mengatakan bahwa faktor psikogen mempunyai peranan, dan pakar lainnya
mengemukakan bahwa sistem ekstrapiramidal memainkan peranan pula. Tik merupakan suatu gerakan
terkoordinir, berulang, dan melibatkan sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik. Ada tik yang
menyerupai spasme klonik, dan disebutkan sebagai spasme-kebiasaan (habit spasm).
Fasikulasi
Fasikulasi merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari satu berkas (fasikulus) serabut
otot atau satu unit motorik. Satu unit motorik ialah satu sel neuron motorik, aksonnya serta semua
17
terlempar
dengan
tiba-tiba
atau
dapat
menyebabkan
penderita
tercampak
jatuh.
2. PALPASI
Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk menentukan
konsistensi serta adanya nyeri-tekan. Dengan palpasi kita dapat menilai tonus otot, terutama bila ada
hipotoni. Penentuan tonus dilakukan pada berbagai posisi anggota gerak dan bagian badan.
3. PEMERIKSAAN GERAKAN PASIF
Penderita disuruh mengistirahatkan ekstremitasnya. Bagian dari ekstremitas ini kita gerakkan
pada persendiannya. Gerakan dibuat bervariasi, mula-mula cepat kemudian lambat, cepat, lebih lambat,
dan seterusnya. Sambil menggerakkan kita nilai tahanannya. Dalam keadaan normal kita tidak
menemukan tahanan yang berarti, jika penderita dapat mengistirahatkan ekstremitasnya dengan baik,
terutama anak-anak, sehingga kita mengalami kesulitan menilai tahanan.
Kadang-kadang tahanan didapatkan pada satu jurusan saja, misalnya tungkai sukar difleksikan
tetapi mudah diekstensikan. Keadaan ini misalnya didapatkan pada lesi di traktus piramidal. Jangan
lupa membandingkan bagian-bagian yang simetris. Pada gangguan sistem ekstrapiramidal, dapat
dijumpai tahanan yang sama kuatnya (rigiditas). Kadang-kadang dijumpai keadaan dengan tahanan
hilang timbul (fenomen cogwheel).
4. PEMERIKSAAN GERAKAN AKTIF (KEKUATAN OTOT)
Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk memeriksa adanya
kelumpuhan, kita dapat menggunakan 2 cara berikut
1. Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan kita menahan gerakan ini.
2. Kita (pemeriksa) menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan.
Contoh cara 1 : Pasien disuruh memfleksikan lengan bawahnya dan kita menghalangi
usahanya ini. Dengan demikian, dapat dinilai kekuatan otot biseps.
19
lagi.
Kadang
terlihat
juga
adanya
lordosis.
Otot dinding perut. Pasien yang sedang berbaring disuruh mengangkat kepalanya dan perhatikan
peranjakan dari pusar. Biasanya pusar beranjak ke arah otot yang sehat. Suruh pasien batuk, otot yang
lemah akan membonjol. Perhatikan apakah pasien dapat duduk dari sikap berbaring tanpa mendapat
bantuan dari tangannya. Otot yang ikut bekerja dalam hal ini ialah otot dinding perut dan otot iliopsoas.
Anggota gerak bawah
Untuk ini diperiksa gerakan pada : persendian jari-jari, pergelangan kaki, lutut, paha. Selain itu
juga diperiksa otot kuadriseps femoris, iliopsoas, aduktor, abductor, dan fleksor tungkai bawah.
Kuadriseps femoris.
Lutut (tungkai bawah) diekstensikan sambil kita tahan.
Iliopsoas.
Pasien berbaring dan lutut difleksikan. Kemudian paha difleksikan lebih lanjut sambil ditahan.
Otot aduktor.
Pasien berbaring pada sisinya dan tungkai berada dalam ekstensi. Kemudian tungkai ini
diaduksikan sambil ditahan.
22
24
2.
3.
4.
5.
6.
7.
jenis-jenis refleks.
Macam refleks: refleks spinal (pada sumsum tulang belakang), refleks medulla (pada sumsum
lanjutan), refleks cerebellar (melibatkan otak kecil), refleks superfisial (melibatkan kulit dan lain-lain),
refleks miotatik (pada otot lurik), serta refleks visceral (berhubungan dengan dilatasi pupil dan denyut
jantung).
1.
somatik dan autonomik. Dasar morfologis refleks saraf umumnya disebut arkus refleks, yang dalam
bentuknya yang paling sederhana tersusun atas
28
2.
berliku-liku sangat dalam. Otak kecil berperan sebagai pusat keseimbangan, koordinasi kegiatan
29
Refleks Superficial
Refleks superfisial atau refleks plantar dan abdominal diawali oleh stimulasi kutan. Refleks ini
membutuhkan lengkung refleks korda dan jalur kortikospinal. Contoh dari refleks superficial adalah:
Refleks dinding perut : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal, umbilikal, intra
testes ipsilateral.
Refleks Gluteal : goresan atau tusukan pada daerah gluteal. Respon : gerakan reflektorik otot
gluteal ipsilateral
4.
Refleks Visceral
Refleks Visceral Refleks ini sering disebut juga Refleks otonom karena sering melibatkan organ
internal tubuh. Beberapa refleks visceral, seperti urinasi dan defekasi, merupakan refleks spinal yang
bisa terjadi tanpa input dari otak. Meskipun begitu, refleks spinal juga sering dimodulasi oleh
excitatory atau inhibitory signal dari otak yang dibawa oleh jaras descending dari pusat otak yang lebih
tinggi. Misal, urinasi dapat diinisiasi secara sadar dengan kesadaran atau bisa juga dihambat oleh stress
dan emosi, seperti dengan adanya orang lain (sindrom bashful bladder).
Refleks visceral lain diintegrasikan di otak , khususnya di hipotalamus, thalamus dan batang
otak. Daerah ini berisi pusat koordinasi yang dibutuhkan untuk menjaga homeostatis seperti detak
jantung, tekanan darah, nafas, makan, keseimbangan air dan menjaga temperatur. Di sini juga ada pusat
refleks seperti salivating, muntah, bersin, batuk, menelan, dan tersendak.
Salah satu tipe reflex otonom yang menarik adalah konversi stimulus emosional ke respon
visceral. Sistem Limbic, yang merupakan tempat operasi primitif seperti sex, takut, marah, agresif dan
lapar, disebut sebagai visceral brain karena pengaruhnya dalam refleks emosional. Contoh lain
adalah folikel rambut yang tertarik saat seseorang merasa takut.
30
Refleks kornea
31
32
3) Refleks biseps
Lengan orang coba setengah difleksikan pada sendi siku. Ketuklah pada tendo otot biseps yang akan
menyebabkan fleksi lengan pada siku dan tampak kontraksi otot biseps.
33
5) Withdrawl Reflex
Lengan orang coba diletakkan di atas meja dalam keadaa ekstensi. Tunggulah pada saat orang coba
tidak melihat saudara, tusuklah dengan hati-hati dan cepat kulit lengan dengan jarum suntik steril,
sehalus mungkin agar tidak melukai orang coba. Respons berupa fleksi lengan tersebut menjauhi
stimulus.
Refleks patologi
a. alat yang dibutuhkan
Palu perkusi
Lampu Senter
Kapas
Jarum
b. cara kerja
1. Refleks Babinsky
Pasien diminta berbaring dangan kaki diluruskan, lakukan goresan pada telapak kaki dari arah
tumit ke arah jari melalui sisi lateral, respon normal akan memberikan reaksi berupa fleksi jari-jari
dan penarikan tungkai. respon abnormal maka akan timbul reaksi berupa jempol kaki akan
dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka
34
Refleks babinsky
2. Refleks chaddock
Pasien diminta berbaring dangan kaki diluruskan, lakukan goresan sepanjang tepi lateral
punggung kaki di luar telapak kaki, dari tumit ke depan, respon normal akan memberikan
reaksi berupa fleksi jari-jari dan penarikan tungkai. respon abnormal maka akan timbul reaksi
berupa jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka.
Refleks chaddock
3. Refleks Oppenheim
Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tulang tibia dari atas ke bawah, dengan kedua jari
telunjuk dan tengah, respon normal akan memberikan reaksi berupa fleksi jari-jari dan
penarikan tungkai. respon abnormal maka akan timbul reaksi berupa jempol kaki akan
dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka
Refleks Oppenheim
35
Refleks gordon
SISTEM SENSORIK (SENSIBILITAS, PERASAAN)
Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya jika ia tidak tahu adanya bahaya yang
mengancam atau menimpa dirinya. Adanya bahaya dapat diketahui dengan jalan melihat, mendengar,
mencium, dan merasakan rasa-nyeri, rasa-raba, rasa-panas, rasa-dingin, dan sebagainya. Inilah yang
disebut sistem sensorik. Sistem sensorik menempatkan manusia berhubungan dengan sekitarnya.
Sensasi (sensibilitas) dapat dibagi 4 jenis, yaitu : superficial, dalam, viseral (interoseptif) dan khusus.
Sensasi superfisial, disebut juga sebagai perasaan eksteroseptif atau protektif, mengurus rasaraba, rasa-nyeri, rasa-suhu. Sensasi dalam, yang disebut juga sebagai sensasi proprioseptif mencakup
rasa gerak (kinetik), rasa sikap (statognesia) dari otot dan persendian, rasa getar (pallesthesia), rasa
tekan-dalam, rasa nyeri-dalam otot. Sensasi visceral (interoseptif) dihantar melalui serabut otonom
aferen dan mencakup rasa lapar, enek, dan rasa-nyeri pada visera. Sensasi khusus, yaitu menghidu,
melihat, mendengar, mengecap, dan keseimbangan diatur oleh saraf-otak tertentu.
Anatomi dan Fisiologi
Dari reseptor di perifer sampai ke korteks sensorik di otak jalur sensorik sekurang-kurangnya
terdiri dari 3 tingkatan neuron. Impuls (rangsang) berjalan secara sentripetal dari reseptor di perifer ke
badan sel neuron tingkat pertama (primer) di ganglion akar dorsal dan saraf spinal. Aksonnya menuju
ke sentral, bersinaps dengan neuron tingkat dua (sekunder) di kornu posterior medulla spinalis atau inti
36
(noxious)
akan
menginduksi
rasa
nyeri.
Hubungan manusia dengan dunia luar terjadi melalui reseptor sensorik yang dapat berupa:
1. Reseptor eksteroseptif, yang ber-respons terhadap stimulus dari lingkungan eksternal, termasuk
visual, auditor, dan taktil.
37
39
daerah
lidah,
bibir
dan
ujung
jari
menjadi
lebih
perasa.
Rasa nyeri dapat dibangkitkan dengan berbagai cara, misalnya dengan menusuk dengan jarum,
memukul dengan benda tumpul, merangsang dengan api atau hawa yang sangat dingin dan juga dengan
berbagai larutan kimia.
Dalam praktek sehari-hari pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan jarum atau peniti.
Tusukan hendaknya cukup keras sehingga betul-betul dirasakan rasa-nyeri dan bukan rasa-disentuh
atau rasa-raba. Sebelumnya perlu diberitahukan kepada pasien bahwa yang diperiksa ialah rasa-nyeri
dan bukan rasa-raba. Kita periksa seluruh tubuh, dan bagian-bagian yang simetris dibandingkan. Bila
bagian
yang
simetris
dibandingkan,
tusukan
harus
sama
kuat.
Bila kita memeriksa sensibilitas pada pasien yang gelisah atau yang agak menurun kesadarannya, maka
pemeriksaan rasa-tusuk masih dapat dilakukan, sedang yang lainnya (rasa raba, rasa suhu) perlu
ditangguhkan. Pada anak, pemeriksaan ini yang biasanya dilakukan dan kita nilai dari reaksi atau
tangisan si anak (bayi).
Pemeriksaan rasa suhu. Ada dua macam rasa-suhu, yaitu rasa panas dan rasa dingin.
Rangsangan rasa-suhu yang berlebihan akan mengakibatkan rasa nyeri. Rasa suhu diperiksa dengan
menggunakan tabung reaksi yang diisi dengan air es untuk rasa dingin, dan untuk rasa panas dengan air
panas. Penderita disuruh mengatakan "dingin" atau "panas" bila dirangsang dengan tabung reaksi yang
berisi air dingin atau air panas. Untuk memeriksa rasa dingin dapat digunakan air yang bersuhu sekitar
10-20o derajat Celsius, dan untuk panas yana bersuhu 40 - 50 C. Suhu yang kurang dari 5 C dan yang
lebih
tinggi
dari
50
dapat
menimbulkan
rasa-nyeri.
Kepekaan bagian-bagian tubuh terhadap rangsang suhu tidak sama. Bagian dari badan dan bagian
40
sedang
yang
satu
lagi
baru
saja
dibuka
penutupnya.
piesthesia
digunakan
untuk
menyatakan
adanya
rasa-tekan.
Kata baresthesia kadang digunakan untuk rasa-tekan atau rasa-berat. Kata ini perlu dibedakan dari kata
barognosia
yang
berarti
mengenal
serta
mampu
membedakan
berat.
Pemeriksaan rasa-nyeri-dalam. Rasa-nyeri-dalam diperiksa dengan jalan memencet otot atau tendon,
menekan serabut saraf yang terletak dekat permukaan dan juga dengan memencet testes atau biji-mata.
Dalam
praktek
sehari-hari
hal
ini
dilakukan
sebagai
berikut:
Kita pencet otot lengan atas, lengan bawah, paha, betis dan tendon Achilles. Perhatikan apakah pasien
peka terhadap rangsang nyeri-dalam ini. Juga ditekan biji mata, laring, epigastrium dan testes.
Rasa-nyeri-dalam menghilang pada stadium dini tabes dorsalis. Menghilangnya rasa-nyeridalam dalam hal ini bukanlah karena rusaknya funikulus dorsalis, melainkan karena perubahan
patologik pada ganglion spinalis (dorsal root ganglia). Sebelum rasa-nyeri-dalam menghilang, biasanya
terlebih dahulu didapatkan reaksi-nyeri yang terlambat (delayed pain reaction), baik bagi rasa-nyeri44
dengan
dua
jarum
atau
dengan
satu
jarum
pada
saat
yang
sama.
Pemeriksaan rasa diskriminasi. Pada pemeriksaan rasa-diskri-minasi infa di tes kemampuan untuk
mengetahui apakah kita ditusuk dengan dua jarum atau satu jarum pada waktu yang bersamaan. Untuk
maksud ini dapat digunakan jangka Weber atau dua buah jarum, atau peniti. Bagian-bagian dari badan
kita tusuk pada waktu yang bersamaan dengan dua jarum.
Pasien harus mampu mengetahui apakah ia ditusuk dengan satu atau dua jarum. Perlu diketahui
jarak yang terkecil yang masih dapat dirasakan sebagai dua tusukan. Jarak ini berbeda-beda pada
bagian tubuh, misalnya pada lidah, bila kedua tusukan berjarak 1 mm sudah dapat dirasakan sebagai
dua tusukan; pada ujung j'ari dibutuhkan jarak 2 - 4 mm; pada telapak tangan 8-12 mm; pada punggung
tangan 20 - 30 mm; pada punggung 40 - 70 mm; dan pada lengan atas dan paha jarak terkecilnya ialah
75 mm. Pada pemeriksaan ini perlu pula dibandingkan bagian badan yang simetris. Bila seorang pasien
46
nistagmus,
fenomena
rebound,
astenia,
atonia,
dan
disartria.
Dismetria
Dismetria pada gerakan, yaitu gerakan yang tidak mampu dihentikan tepat pada waktunya atau
tepat pada tempat yang dituju. Sering kita jumpai adanya hipermetria, yaitu melampaui tujuan; tetapi
48
Tremor intensi.
Tremor intensi ialah tremor yang timbul bila melakukan gerak volunter (dengan kemauan), dan
menjadi lebih nyata bila menghampiri tujuannya. Tremor intensi dapat pula diperiksa dengan jalan
menyuruh pasien mengambil benda yang kecil, makin dekat ia pada benda tersebut, makin jelas tremor
pada tangannya.
Pada dismetria, luas, jalan, serta cepatnya gerakan tidak adekuat. Penderita seolah-olah
mengingkari dalil yang mengatakan bahwa jarak yang terpendek antara dua titik ialah satu garis lurus.
Hipermetria terlihat bila ia berjalan, dalam hal ini gerakan kaki ke atas dan ke bawah berlebihan. Selain
itu, bila ia disuruh melakukan suatu gerakan, maka gerakan ini melampaui tujuannya. Hipermetria ini
terutama menyatakan diri dalam adanya kecenderungan untuk hiperfleksi. Anggota gerak bawah lebih
banyak terkena daripada anggota gerak atas. Gangguan serebelum dapat diperiksa dengan berbagai
49
Percobaan tumit-lutut.
Penderita berbaring dengan kedua tungkai diluruskan, kemudian ia disuruh menempatkan tumit pada
lutut kaki yang lain. Tumit ini tidak tepat mengenai lutut. Terlihat pasien mengadakan fleksi lutut yang
berlebihan sehingga tumit melampaui lutut dan sampai di paha.
Disgrafia.
Hal ini biasanya dalam bentuk makrografia. Karena ada dismetria dalam bentuk hipermetria,
terlihat huruf dituliskan besar-besar dan kadang makin lama makin besar. Selain itu, bentuk
hurufnyapun tidak bagua dan kaku.
PEMERIKSAAN VEGETATIF
50
terpenting
adalah
pemeriksaan
miksi,
yaitu
dengan
cara:
anamnesis
dan
pemeriksaan.Anamnesis: apakah miksi spontan, disadari, bisa ditahan atau tidak, keluar terus-menerus
atau sekalikeluar sekali berhenti atau tidak dapat keluar sama sekali.
Pemeriksaan:
PEMERIKSAAN VERTEBRE
Melihat Adanya Kelainan-Kelainan Vertebre, Seperti
1. Scoliosis, kelainan pada rangka tubuh yang berupa kelengkungan ke kiri atau ke
kanan Sebanyak 75-85% kasus skoliosis merupakan idiofatik, yaitu kelainan yang tidak
diketahui penyebabnya. Sedangkan 15-25% kasus skoliosis lainnya merupakanefek
samping yang diakibatkan karena menderita kelainan tertentu, seperti distrofi otot, sindrom
Marfan, sindrom Down, dan penyakit lainnya. Berbagai kelainan tersebut menyebabkan otot
51
2. Lordosis kelainan pada rangka tubuh dimana tulang belakang tertarik kedepan. Sering
diakibatkan karena efek dari kehamilan
3. Kifosis adalah Tulang punggung yang melengkung dengan bongkol yang menonjol kebelakang
: kaki difleksikan pada sendi panggul dengan sendi lutut tetap ekstensi respon berupa
52
55
Kesadaran kualitatif
Ingatan baru
Ingatan lama
Orientasi : diri, tempat, waktu, situasi
56
salah satu jari pasien, dan pasien membuka mata dan menunjukkan jari yang diraba tadi.
Akalkulia : ketidakmampuan berhitung
SKILL 1
PEMERIKSAAN KESADARAN
N0
NILAI
EYE RESPON
SPONTAN
MEMBUKA DENGAN RANGSANGAN SUARA
MEMBUKA DENGAN RANGSANGAN NYERI
TIDAK ADA RESPON DENGAN RANGSANGAN APAPUN
VERBAL RESPON
ORIENTASI BAIK
BINGUNG (CONFUSED); KATA BAIK, KALIMAT BAIK, TAPI ISI
PERCAKAPAN MEMBINGUNGKAN.
TIDAK TEPAT; KATA-KATA BAIK TAPI KALIMAT TIDAK BAIK
MENGERANG; KATA-KATA TIDAK DAPAT DIMENGERTI,
HANYA MENGERANG
TIDAK KELUAR SUARA
MOTORIK RESPON
GERAK MENGIKUTI PERINTAH
DAPAT MELOKALISASIKAN RASA NYERI/ MENEPIS SAAT
DIBERI RANGSANGAN NYERI
REAKSI MENGHINDAR MENARIK DIRI DARI
13
14
RANGASANGAN
FLEKSI
EKSTENSI
TIDAK ADA GERAK SAMA SEKALI WALAU SUDAH DIBERI
15
D
RANGSANGAN
TOTAL NILAI KESADARAN E? V? M?
Keterangan ;
0=tidak dilakukan
1=dilakukan, tetapi kurang benar
2=dilakukan dengan benar
Nilai =
X 100 % =
lampoh keude ,
58
2012
SKILL 2
PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS DAN REFLEKS PATOLOGIS
NO
I
NILAI
0
1
2
2
B
5
C
LUTUT
TENTUKANLAH TENDO PATELLA UNTUK MENETAPKAN DAERAH YANG
TEPAT
KETUKLAH TENDO PATELLA DENGAN HAMMER SEHINGGA TERJADI
8
D
DIDORSOFLEKSIKAN
TENTUKAN LOKASI TENDO ACHILLES UNTUK MENETAPKAN DAERAH
10
YANG TEPAT
KETUKLAH PADA TENDO ACHILLES, SEHINGGA TERJADI PLANTAR
11
II
A
12
14
15
C
16
17
D
18
19
Keterangan ;
0=tidak dilakukan
1=dilakukan, tetapi kurang benar
2=dilakukan dengan benar
Nilai =
X 100 % =
lampoh keude ,
61
2012
SKILL 3
PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS
N
O
62
NILAI
0 1 2
3
B
a
4
5
b
10
C
a
VI (ABDUCEN)
NERVUS OCULOMOTORIUS
MERUPAKAN NERVUS YANG MEMPERSARAFI OTOT-OTOT BOLA MATA
11
12
13
14
b
15
ISOKOR/ANISOKOR
PEMERIKSAAN DOLL'E EYE
NERVUS TROCHLEARIS
MINTA KLIEN UNTUK MELIHAT KEARAH BAWAH DAN KE ARAH ATAS
63
c
16
17
D
a
PERGERAKAN PEN
PEMERIKSAAN NERVUS V (TRIGEMINUS)
MOTORIK
MINTA PASIEN MERAPATKAN GIGINYA SEKUAT MUNGKIN,RABALAH
M.MASSETER DAN M. TEMPORALIS,PERHATIKAN BESARNYA, TONUS,
18
19
20
b
21
LATERAL SUPERIOR
SENTUHKAN UJUNG KAPAS YANG SUDAH DIPILIN PADA KORNEA, BILA
LANGSUNG BERKEDIP REFLEKS KORNEA BAIK, DAN BANDINGKAN
22
23
E
a
24
YANG DISENTUUH
PEMERIKSAAN NERVUS VII (FACIALIS)
MOTORIK
PERHATIKAN WAJAH PASIEN SIMETRIS ATAU TIDAK
MINTALAH PASIEN UNTUK MENGERUTKAN DAHI, PERHATIKAN
25
KESEMETRISANNYA
MINTALAH PASIEN UNTUK MEMEJAMKAN MATA DAN KEMUDIAN
26
27
28
29
30
31
F
a
32
33
34
TELINGA PASIEN
BILA PASIEN TIDAK DAPAT MENDENGAR BUNYI GARPU TALA,
PINDAHKAN GARPU TALA TERSEBUT KE TELINGA PEMERIKSA, BILA
MASIH TERDENGAR OLEH PEMERIKSA DIKATAKAN SCWABACH
35
36
37
38
RHINNE POSITIF
MEGETUKKAN LAGI GARPU TALA KEMUDIAN MENEMPELKAN PADA
TULANG MASTOID PASIEN DAN MEMINTA PASIEN UNTUK
40
MENDENGARKANNYA
BILA BUNYI TIDAK TERDENGAR LAGI, PINDAHKAN GARPU TALA KE
DEKAT TELINGA PASIEN. BILA BUNYI TIDAK TERDENGAR LAGI
DIKATAKAN RHINNE NEGATIF (KONDUKSI TULANG LEBIH BAIK DARI
41
42
b
43
44
45
KE DEPAN
LALU PASIEN DIMINTA UNTUK BERJALAN LURUS, NILAI ARAH
46
47
48
DIRASAKAN
MEMINTA PSIEN UNTUK MENYEBUTKAN KATA ''AHH''. NORMAL UVULA
AKAN TERANGKAT LURUS DAN TETAP BERADA DI MEDIAN. LESI
UNILATREAL; DEVIASI UVULA KE SISI YANG SEHAT, ARCUS FARING
LEBIH RENDAH DARI SISI YANG SEHAT, LESIBILATERAL; TERJADI
50
H
51
52
I
53
FASIKULASI
PASIEN DIMINTA MENJULURKAN LIDAH DAN PERHATIKAN LIDAH;
TREMOR, FASIKULASI, APAKAH TERDAPAT DEVIASI LIDAH KESALAH
SATU SISI. SEBAGAI PATOKAN DAPAT DIGUNAKAN GARIS ANTARA
54
55
J
56
PELO)
SETEALAH SELESAI PEMERIKSAAN
LAPORKAN HASIL PEMERIKSAAN YANG TELAH DILAKUKAN
UCAPKANLAH KATA PERPISAHAN DENGAN PASIEN DAN TUNJUKKAN
57
67
0=tidak dilakukan
1=dilakukan, tetapi kurang benar
2=dilakukan dengan benar
Nilai =
X 100 % =
lampoh keude ,
68
2012
SKILL 4
PEMBUATAN STATUS NEUROLOGIS
N
O
NILAI
0
1 2
A
B
ANAMNESE
PEMERIKSAAN VITAL SIGN
KESADARAN (GCS), TEKANAN DARAH, HEART RATE, RESPIRATORY
1
B
2
3
4
RATE, TEMPERATUR
KEPALA
RAMBUT (BENTUK, WARNA, DISTRIBUSI)
MATA (REFLEK PUPIL, WARNA IRIS, SKLERA)
HIDUNG (SIMETRIS, SEPTUM DEVIASI, CONCHA)
MULUT DAN BIBIR (SIANOSIS, GIGI, PALATUM, UVULA, TONSIL,
5
6
C
7
D
a
8
b
9
E
10
E
11
F
12
FARING)
TELINGA (SIMETRIS, CERUMEN, MEMBRAN THYMPANI)
LEHER
SIMETRIS, PEMBENGKAKAN
THORAK
PARU
INSPESKSI, PALPASI, PERKUSI, AUSKULTASI
JANTUNG
INSPESKSI, PALPASI, PERKUSI, AUSKULTASI
ABDOMEN
INSPESKSI, AUSKULTASI, PALPASI, PERKUSI
EKSTREMITAS
OEDEME
GENETALIA
ANUS DAN ORGAN REPRODUKSI
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
69
13
14
POSITIF.
BRUDZINSKI I
PASIEN BERBARING DALAM SIKAP TERLENTANG, DENGAN TANGAN
YANG DITEMPATKAN DIBAWAH KEPALA PASIEN YANG SEDANG
BERBARING , TANGAN PEMERIKSA YANG SATU LAGI SEBAIKNYA
DITEMPATKAN DIDADA PASIEN UNTUK MENCEGAH DIANGKATNYA
BADAN KEMUDIAN KEPALA PASIEN DIFLEKSIKAN SEHINGGA DAGU
MENYENTUH DADA. TEST INI ADALAH POSITIF BILA GERAKAN
FLEKSI KEPALA DISUSUL DENGAN GERAKAN FLEKSI DI SENDI
15
70
17
b
18
c
19
d
20
21
e
22
23
24
25
26
f
27
29
30
DISAMPING KANAN/KIRI
RASA SIKAP : TEMPATKAN SALAH SATU LENGAN/TUNGKAI PASIEN
PADA SUATU POSISI TERTENTU, KEMUDIAN SURUH PASIEN UNTUK
MENGHALANGI PADA LENGAN DAN TUNGKAI. PERINTAHKAN
UNTUK MENYENTUH DENGAN UJUNG UJUNG TELUNJUK KANAN,
31
32
g
33
34
h
TERSEBUT.
REFLEKS
REFLEKS FISIOLOGIS ( BISEPS, TRISEPS, KPR, APR)
REFLEKS PATOLOGIS (BABINSKY, CADDOCK, OPPENHEIM, GORDON)
KOORDINASI
72
MENAMAI
MENULIS : MIKROGRAFIA PADA PARKINSONS DISEASE
PERCOBAAN APRAKSIA : KETIDAKMAMPUAN DALAM MELAKUKAN
TINDAKAN YANG TERAMPIL : MENGANCING BAJU, MENYISIR
37
38
39
40
41
I
42
j
LIBIDO
VERTEBRA
BENTUK (NORMAL, SCOLIOSIS, HIPERLORDOSIS) PERGERAKAN
43
k
(LEHER, PINGGANG)
TANDA PERANGSANGAN RADIKULER
LASEQUE : KAKI DIFLEKSIKAN PADA SENDI PANGGUL DENGAN
SENDI LUTUT TETAP EKSTENSI ABNORMAL TAHANAN DENGAN
44
SUDUT > 60
CROSS LASEQUE : LAKUKAN TES LASEQUE, NYERI PADA KAKI
45
YANG BERLAWANAN
LHERMITTE TEST: PESAKIT DALAM POSISI DUDUK, PEMERIKSA
BERADA DI BELAKANG PESAKIT. KEDUA TANGAN PEMERIKSA
DILETAKKAN DI ATAS KEPALA PESAKIT.FLEKSIKAN LEHER PESAKIT
DAN BERIKAN TAHANAN RINGAN DENGAN KEDUA TANGAN
PEMERIKSA. GERAKAN INI DIIKUTI DENGAN MEROTASIKAN LEHER
PESAKIT KESEMUA ARAH. JIKA POSITIF, PESAKIT AKAN
46
GEJALA CEREBRAL
ATAKSIA : GANGGUAN GERAKAN JALAN YANG TIDAK TERATUR
OLEH KARENA IMPULS PROPRIOSEPTIF TIDAK DAPAT
47
48
49
50
51
m
52
53
55
n
DIRINYA.
GEJALA EKTRAPIRAMIDAL
TREMOR : RESTING TREMOR/PARKINSON TREMOR
RIGIDITAS : HIPERTONUS OTOT-OTOT
BRADIKINESIA : GERAKAN MELAMBAT
FUNGSI LUHUR
KESADARAN KWALITATIF, INGATAN ( BARU, LAMA), ORIENTASI
(DIRI, TEMPAT, SITUASI, WAKTU), INTELENGENSIA, DAYA
PERTIMBANGAN (BAIK, BURUK), REKASI EMOSI (NORMAL,
TERGANGGU), AFASIA (EKSPRESIF = MOTORK AREA BROCA,
56
Keterangan ;
0=tidak dilakukan
1=dilakukan, tetapi kurang benar
2=dilakukan dengan benar
Nilai =
X 100 % =
lampoh keude ,
74
2012
75