REFERAT Tatalkasana Nyeri IPUL
REFERAT Tatalkasana Nyeri IPUL
TATALAKSANA NYERI
Shaiful Bachri
PEMBAGIAN NYERI
1. NYERI AKUT
1.1 nyeri somatik luar (nyeri tajam dikulit
subkutis, mukosa)
1.2 nyeri somatik dalam
nyeri tumpul otot rangka, tulang, sendi
&
jaringan ikat
1.3 nyeri viseral
nyeri karena penyakit atau disfungsi
alat dalam
2. NYERI KRONIK
subjektif, dipengaruhi oleh kelakuan,
kebiasaan, dll
Kualitas nyeri
1.
2.
NYERI INFLAMASI
Tanda utama inflamasi :
1. Rubor (kemerahan)
2. Kalor (kehangatan)
3. Tumor (pembengkakan)
4. Dolor (nyeri)
5. Fungsio laesa (kehilangan fungsi)
RESEPTOR NYERI
Ujung-ujung saraf bebas. Nyeri dapat
memicu mual untah melalui peningkatan
sirkulasi katekolain akibat stres
MEKANISME NYERI
1.
2.
Tranduksi
rangsang nyeri (noksius) diubah menjadi
depolarisasi membran reseptor yang kemudian
menjadi impuls saraf
Tranmisi
2.1 saraf sensoris perifer yang melanjutkan
rangsang ke terinal di medula spinalis disebut
neuron aferen primer
2.2 jaringan saraf yang naik dari medula spinalis
kebatang otak dan talamus disebut neuron
penerima
kedua
2.3 neuron yang menghubungkan dari talamus ke
korteks serebri disebut neuron penerima ketiga
Modulasi
dapat timbul di nosireseptor perifer,
medula spinalis atau supra spinal.
Modulasi ini dapat menghambat atau
memberi fasilitasi
4. Pesepsi
sangat subjektif, mekanisme jelas
3.
aferen primer
Kalium
Sel-sel rsak
++
mengaktifkan
Serotonin
Trombosit
++
mengaktifkan
Bradikinin
Kininogen plasma
+++
mengaktifkan
Histamin
Sel-sel mast
mengaktifkan
Prostaglandin
Asam arakidonat
dan sel rusak
sensitisasi
Lekotrien
Asam arakidonat
dan sel rusak
sensitisasi
Substansi P
Aferen primer
sensitisasi
Skala
Nyeri
Tidak
nyeri
Nyeri
ringan
Nyeri
sedang
Nyeri
berat
Sanga
t nyeri
OPIOID
Adalah semua zat baik sistemik atau
natural yang dapat berikatan dengan
reseptor morfin
Opioid digunakan untuk
mengendalikan nyeri saat pembedahan
dan paska pembedahan
MEKANISME KERJA
Reseptor opioid tersebar luas diseluruh
jaringan sistem saraf pusat, tapi lebih
berkonsentrasi di otak tengah yaitu
sistem limbik, talamus, hipotalamus,
korpus striatum, sistem aktivasi retikular
dan di korda spinalis yaitu substansia
gelatinosa dan dijumpai pula saraf usus
Molekul opioid dan polipeptida endogen
(menkefalin, beta-endorfin, dinorfin)
berinteraksi dengan respetor morfin dan
menghasilkan efek
GOL OPIOID
1. Agonis
Mengaktifkan reseptor. Contoh : morfin,
petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil,
remifentanil, kodein, alfaprodin
2. Antagonis
Tidak mengaktifkan reseptor. Contoh :
Nalokson, naltrekson
3. Agonis-antagonis
Pentasosin, nalbufin, butarfanol,
buprenorfin
KLASIFIKASI OPIOID
Natural (morfin, kodein, papaverin, tebain)
Semisintetik (heroin, dihidromorfin/morfinon,
derivat tebain)
Sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil,
dan remifentanil)
MORFIN
Paling
mudah
larut
dalam
air,
kerja
analgetiknya cukup panjang
2 fungsi : depresi (analgesia, sedasi,
perubahan emosi, hipoventilasi alveolar) dan
stimulasi (miosis mual, muntah, hiperaktif
refleks spinal, konvulsi, sekresi hormon ADH
Dosis besarmerangsang vagus & bradikardi .
Menyebabkan hipotensi ortostatik
Melepaskan histamin konstriksi bronkus
Sal cerna : kejang otot usus konstipasi
Kejang sfingter oddi kolik empedu
Kejang sfingter buli-buli retensi urin
MORFIN
Penggunaan : subkutan, IM, IV, epidural,
intratekal
Pada premedikasi sering dikombinasikan
dengan atropin dan fenotiasin (largaktil)
Pada pemeliharaan anestesi umum
sebagai tambahan analgesia
Untuk obat utama anestesi harus
ditambahkan bensodiazepin atau
fenotiasin atau anestetik inhalasi volatil
dosis rendah
MORFIN
Dosis anjuran untuk menghilangakan
nyeri sedang : 0,10,2 mg/kgBB subkutan
& I.m dapat diulang tiap 4 jam
Nyeri hebat : 1-2 mg I.v diulang sesuai
keperluan
Mengurangi nyeri paska bedah atau nyeri
persalinan 2-4 mg epidural atau 0,050,2mg intratekal. Dapat diulang 6-12 jam
PETIDIN
Efek klinik dan efek samping hampir sama
dengan morfin.
Perbedaan dengan morfin :
Lebih larut dalam lemak
Metabolisme oleh hepar lebih cepat & menghasilkan
normeperidin,
asam
meperidinat
&
asam
normeperidinat
Bersifat atropin meyebabkan kekeringan mulut,
kekaburan pandangan & takikardi
Efek terhadap sfingter oddi lebih ringan
Efektif menghilangkan gemetaran paska bedah yang
tak ada hubungannya dengan hipotermi dengan
dosis 20-25 iv pada dewasa
Lama kerja petidin lebih pendek
PETIDIN
Dosis I.m 1-2 mg/kg BB dapat diulang 3-4
jam.
Dosis I.v 0,2-0,5 mg/BB
Subkutan tidak dianjurkan karena bersifat
iritasi
Dapa untuk analgesia spinal, dosis 1-2 mg/BB
FENTANIL
Kekuatan 100x morfin
Lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan
petidin
Menembus sawar jaringan dengan mudah
Efek depresi napas lebih lama dibanding efek
analgesinya
Dosis 1-3 g/kgBB nalgesinya berlangsung
menit tidak digunakan untuk paska bedah
Dosis besar 50-150 g/kgBB induksi
anestesi & pemeliharaan dengan kombinasi
bensodiasepin dan anestetik inhalasi dosis
rendah pada bedah jantung
FENTANIL
ES: kekakuan otot punggung cegah dengan
pelumpuh otot
Dosis besar mencegah: peningkatan kadar
gula, katekolamin plasma, ADH, renin,
aldosteron & kortisol
SUFENTANIL
Sama dengan fentanil
Efek pulih lebih cepat dari fentanil
Kekuatan analgesi 5-10x fentanil
Dosis 0,1-0,3 mg/kgBB
ALFENTANIL
Kekuatan analgesi 1/5 1/3 fentanil
Insiden mual muntah sangat besar
Mula kerja cepat
Dosis analgesi : 10-20 g/kgBB
TRAMADOL (TRAMAL)
Analgetik sentral
Diberi : oral, I.m, I.v, dengan dosis 50100mg dan dapat diulang setiap 4-6
jam , dosis maksimal 400 mg/hari
ANTAGONIS
1.
NALOKSON
ANTAGONIS
2.
NALTREKSON
antagonis opioid
kerja panjang
diberi peroral (bertahan sampai 24 jam)
pada pasien yang ketergantungan opioid
waktu paro 8-12 jam
naltrekson peroral 5 atau 10 mg
mengurangi puritus, mual, muntah pada
analgesia epidural saat persalinan, tanpa
menhilang kan efek analgesinya
DAFTAR PUSTAKA
Dr.latief A. said, Sp An. Petunjuk praktis
Anastesiologi. Bagian anestesiologi dan
terapi intensif FK UI. Edisi ke 2. Jakarta : FK
UI 2001
John N. lunn. Catatan kuliah anestesi. Edisi 4.
Jakarta : EGC 2005
Staf pengajar bagian anstesiologi dan terapi
intensif. Anestesiologi. Jakarta : FK UI 1989
Omoigui, Sota. Buku Saku Obat-obatn
Anestesia Edisi II. Jakarta : EGC,1997