Anda di halaman 1dari 45

MANAJEMEN NYERI

KELOMPOK 4 :

Anggie Anggraeni

Ratnidar Eka Putri

Nuryanti

Dewi Nurahmayanti

Nur Hamida Sisliyada


DEFINISI NYERI

Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman,baik


ringan maupun berat yang hanya dapat
dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat
dirasakan oleh orang lain,mencakup pola
pikir,aktifitas seseorang secara langsung,dan
perubahan hidup seseorang.Nyeri merupakan
tanda dan gejala penting yang dapat
menunjukkan telah terjadinya gangguan
fisiological
Klasifikasi Nyeri Secara Umum

Nyeri Akut

Nyeri Kronik

Nyeri Kanker
Klasifikasi Nyeri Berdasarkan
Intensitasnya

Moderate

Mild Severe
Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Asal

Nosiseptik Neuropatik

Terjadinya rangsangan Tekanan atau


pada reseptor nyeri kerusakan saraf perifer
(nosiseptor) atau sentral
Jenis Reseptor Nyeri Berdasar Letak

Kutaneus

Reseptor Nyeri
(Nociceptor) → Somatik
ujung saraf bebas

Viseral
Mekanikal,
Thermal,
Kimia
Karakteristik Reseptor Nyeri
(Nociceptor)
Kutaneus Somatic Viseral

• Berasal dari kulit dan • Reseptor nyeri • Meliputi organ-organ


sub kutan somatik → tulang, viseral seperti
• Biasanya mudah pembuluh darah, jantung, hati, usus,
ginjal dan
untuk dialokasi dan syaraf, otot, dan
didefinisikan jaringan penyangga sebagainya.
• Nyeri yang timbul
lainnya.
• Struktur reseptornya biasanya tidak
sensitif terhadap
komplek → nyeri pemotongan
tumpul dan sulit organ,
dilokalisasi. tetapi sangat
sensitif
terhadap
penekanan,
iskemia dan
inflamasi.
MEKANISME RANGSANGAN NYERI
Proses Stimulasi/Transduksi
Reseptor khusus nyeri – nociceptor –
berhubungan dengan saraf aferen berujung
pada spinal cord

Jika terdapat stimulus nyeri (noxious pain)


misalnya panas, tekanan, kimia – diubah
menjadi impuls saraf – ditransmisikan
(potensial aksi) di sepanjang saraf aferen
menuju ke spinal cord – ke SSP
Proses Transmisi
• Merupakan suatu proses penyaluran impuls
melalui serabut saraf aferen (serabut
nociceptor)
• Serabut saraf aferen ada 2 macam yaitu
serabut A-δ dan serabut C
• Mediator inflamasi (histamin,
prostaglandin,leukotrien, serotonin) dapat
meningkatkan sensitivitas nociceptor - nyeri
Proses Persepsi
• Setelah impuls saraf sampai ke otak → timbul
rasa nyeri
• Respon berupa rasa nyeri dengan intensitas :
ringan – sedang - berat
TUJUAN PENATALAKSANAAN NYERI

Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri

Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut


menjadi nyeri kronik yang persisten

Mengurangi penderitaan → Meningkatkan


kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan
kemampuan pasien untuk menjalankan aktivitas
hidup sehari-hari
PRINSIP PENATALAKSANAAN NYERI

Individual Treatment
• Dosis sesuai titrasi, jenis rute
analgesik,
pemberian

Monitoring : Efikasi Vs. ES


• Assesmen awal dan lanjutan
• Waspada ES : GI bleeding, depresi
pernafasan
ALGORITME PENATALAKSANAAN
NYERI
KAJIAN SEBELUM PEMBERIAN TERAPI

Apakah ada rasa nyeri?

Berapa intensitas skala nyeri?

Bagaimana deskripsi rasa nyeri ?

Dimana letak/lokasi nyeri ?

Apakah regimen terapi yang sudah diberikan?


PENGUKURAN SKALA NYERI
PENATALAKSANAAN NYERI

Non
Farmakologik
Farmakol
ogik

Analgesik non Interventional


Opioid terapi

Opioid analgesik Radiasi

Ajuvan Psikologik
ANALGESIC STEP LADDER

Modified "analgesic ladder" for cancer pain, including interventional management


TERAPI FARMAKOLOGIK

Codein NSAID Anti konvulsan

Morphin Ketorolac TCA

Oxycodon Celecoxib As.Pamidronat

Fentanyl Tramadol Anti spasmodik


TERAPI FARMAKOLOGIK

Non
Parenteral
Parenter
al

Arround
The Clock As needed
(ATC)
Pemilihan Analgesik Berdasarkan Jenis
Nyeri
• Tulang : NSAID, opioid, pamidronate,
calcitonin
• Soft tissue infiltration/nerve
compression/ spinal cord compression :
Corticosteroids (dexamethason /
prednison), radiation
• Neuropathic : TCA, opioid,
anticonvulsan
Pemilihan Analgesik Berdasarkan Jenis
Nyeri
• Visceral : ikuti three step ladder WHO,
ditambah dengan adjuvan lain mis : untuk
mucositis, oral rinse, topical anasthesia
• Somatic : intrapleural analgesia
NON OPIOID ANALGESIK
Analgesik Dosis dan rute Dosis Keterangan
pemberian maksimal
perhari
Asetosal 325-650 mg PO,  4.000 mg Iritasi mukosa
setiap 4-6 jam GI, potensi GI
bleeding, inhibit
pletelet aggregation

Acetaminofen 325-650 mg PO,  4.000 mg Risk hepatotoxic


setiap 4-6 jam pada dosis
tinggi dan
alkohol user
Ibuprofen 200-400 mg PO,  3.200 mg
Setiap 4-6 jam
NON OPIOID ANALGESIK
Analgesik Dosis dan rute Max daily dose Keterangan
pemberian
Ketorolac < 65 th.:30 mg iv/im,  120 mg im/iv
setiap 6 jam. Lama pemberian
> 65 th. Renal imp., tidak boleh lebih
BB<55 kg. total daily dari 5 hari
dose tidak lebih dari
60 mg. ; 15 mg iv/im
setiap 6 jam
Tramadol 50-100 mg PO setiap < 400 mg ES pada
4-6 jam.Pada renal Pasien > 75 tahun dosis
imp. 50-100 mg max daily dose akumulasi
setiap 12 jam 300 mg dan over
Pasien dengan sirosis dosis berupa
hepar dosis 50 mg PO depresi
setiap 12 jam pernafasan
dan
seizure
ADJUVAN TERAPI PADA NYERI
• Antikonvulsan: gabapentin, fenitoin,
carbamazepine
• Antidepresan:amitriptilin,desipramin,sertralin
• Serotonin-norepinephrine reuptake inhibitor:
duloxetin, minalcipran
• Neuroleptika/antipsikotik:haloperidol,flufena
• zin
• Anticemas:alprazolam,lorazepam
• Kortikosteroid
Capsaicin,glukosamin
Efek Samping NSAID
• CNS: headache,tinnitus,dizziness
• Kardiovaskular : retensi cairan, hipertensi, edema,
infark miokard,
gagal jantung kongestif
• Saluran cerna : nyeri abdominal, mual, muntah, ulser,
perdarahan
• Hepatik : abnormalitas fungsi liver, gagal hati
• Pulmoner : asma
• Ginjal :gangguan renal, gagal ginjal
• Kulit : rash, priritus.
• Hematologik :Trombositopeni, neutropeni, hiperkalemi
OPIOID ANALGESIK
OPIOID ANALGESIK

Analgesic Equianalgesic with Duration of Comments


morphine inj 10 action
mg
Codein 200 mg.

Fentanyl Inj 0.1 mg 1-2 h 4-6 h


Fentanyl
Fentanyl transdermal
Very low
transdermal deliver fent
potency
continuously
Morphine oral 30-60 mg 4-6 h Immediate and
sustain release
dosage form
OPIOID ANALGESIC MORPHINE
• Morphine adalah opioid analgesic dengan efek agonis
yang spesifik, saturable opioid receptors pada CNS dan
jaringan lain
• morphine juga memberikan efek yang bervariasi
termasuk analgesia, constipation karena penurunan
motilitas usus, penekanan pada refleks batuk,
respiratory depression karena adanya kepekaan pada
pusat pernafasan terhadap CO2. nausea dan vomiting
melalui rangsangan pada CTZ, perubahan mood
termasuk euphoria dan dysphoria, sedation,
perubahan pada endokrin dan sistem saraf
FARMAKOKINETIK
• Morphine dapat diabsorpsi baik jika diberikan p.o
dan perectal.
• Karena adanya "first- pass" metabolism pada
liver maka efek pemberian p.o lebih kecil
• daripada iv. oral morphine sekitar 1/3
• dibandingkan
Morphine di iv. ekskresi di urine dalam bentuk
morphine-3-glucuronide.
• Sekitar 7 - 10% dari dosis morphine di ekskresi
melalui feces
FARMAKOKINETIK
• Tablet SR yang diberikan setiap 12 jam
mempunyai equivalent analgesia setara dengan
immediate setiap 4 jam
• Absorpsi SR equivalent dengan immediate release
dan tidak dipengaruhi oleh makanan.
• Pada Fase steady state SR tablet menghasilkan
puncak plasma level 4 – 5 jam post-dose dan
therapeutic levels tetap selama 12 jam.
• Hubungan antara mean plasma concentration
dengan dosis linier pada dosis antara 60 – 600
mg/hari.
KONTRA INDIKASI
• Morphine sulfate sustained release tidak boleh
diberikan kepada pasien : hypersensitivity pada
opioid analgesics, morphine atau komponen
product lainnya, acute asthma atau obstructive
airway disease dan acute respiratory depression;
cardiac arrhythmias; acute alcoholism; delirium
tremens; severe CNS depression; convulsive
disorders; peningkatan cerebrospinal dan
intracranial pressure; head injury; concomitant
MAO inhibitors.
INDIKASI
• Morphine sulfate sustained release di
indikasikan untuk mengatasi nyeri berat
• Penggunaan opioid analgesic jangka
panjang.
PEMBERIAN
• morphine sulfate sustained release tablet
harus ditelan utuh dan tidak boleh digerus
atau dikunyah.
• Tablet yang digerus akan merusak bentuk
sediaan dan menjadi rapid release sehingga
akan berpotesi fatal pada dosis yang
diberikan.
• Risiko ini akan meningkat pada pemberian
bersama alkohol dan depressants.
KOMBINASI OPIOID + NON OPIOID
• Codein + Acetaminophen :
– 15 mg + 300 mg
– 30 mg + 300 mg
– 60 mg + 300 mg
• Digunakan untuk penatalaksanaan nyeri
lemah sampai sedang
• Waspada ES berupa kostipasi
• Tersedia dalam bentuk fixed drug
combination
TITRASI DOSIS OIPIOID ANALGESIK
• Dimulai dengan dosis kecil, misalnya :
– Mo immediate 5 mg setiap 6 jam + 2 x 5 mg
persediaan untuk breakthrough pain
– Pasien menggunakan 2 dosis cadangan
sehingga /
24 jam menggunakan : 40 mg.
– Dosis yang baru untuk regular : 40 / 4 = 10 mg.
setiap 6 jam ditambah persediaan 2 x 10 mg untuk
breakthrough pain.
PENGGUNAAN MORFIN ORAL
• Morphin immediate biasanya 4-5 x perhari,
diminum pada jarak waktu yang sama dan
tetap setiap hari.
• Morphin sustain release, 2 x sehari, diminum
pada jarak waktu yang sama dan tetap setiap
hari. Jangan digerus atau dibelah.
• Edukasi pasien untuk tidak meminum obat
hanya jika terasa nyeri, harus secara teratur
• Pasien dibiasakan untuk mengenali efek
samping yang terjadi.
SWITC THERAPY
• Mengganti dari morphine sustain release ke
fenthanyl patch : karena onset fenthanyl patch
12 jam, maka pada saat aplikasi pertama
harus masih diikuti dengan dosis morphine
yang terakhir.
• Mengganti dari mo immediate ke mo sustain
release, harus diikuti dosis terakhir mo
immediate
KEGAGALAN PENANGANAN NYERI
• Ada beberapa hal mengapa pengobatan nyeri
tidak berhasil antara lain:
– Kurangnya pengetahuan mengenai bagaimana
pengobatan nyeri.
– Kurang menguasai farmakokinetik obat
– Mengabaikan keluhan nyeri dari penderita
– kanker
– Ketakukan yang berlebihan akan timbulnya
adiksi,
toleransi dan efek samping dari opioid sehingga
takut memberi obat opioid, seperti morphine
KETAKUTAN PENGGUNAAN OPIOID
ANALGESIK
Adiksi
Apabila kita mendengar morphine langsung
timbul dalam pikiran kita adanya adiksi dan
bukan potensi analgesiknya.
Studi Klinik : Ternyata dari 12.000 penderita
nyeri kanker yang diberikan morfin oral hanya 4
penderita yang mengalami adiksi ( 0,03 % )
KETAKUTAN PENGGUNAAN OPIOID
ANALGESIK
Sedasi
• Sedasi atau mengantuk mungkin terjadi pada
hari pertama pengobatan dan akan hilang
pada beberapa hari kemudian. Apabila pasien
mengalami perasaan mengantuk terus, maka
perlu dilakukan tindakan diagnosa apakah
disebabkan karena manifest dari penyakitnya
atau tindakan pengobatannya.
KETAKUTAN PENGGUNAAN OPIOID
ANALGESIK
Toleransi
• Toleransi mungkin terjadi karena obat
diberikan prn (bila perlu).
Toleransi ini dapat dicegah asalkan morphine
tersebut diberikan dengan cara by the clock
(sesuai jam), dan kalaupun ada hanya untuk
beberapa hari dan akan hilang kemudian.
PENUTUP
• Penatalaksanaan nyeri bersifat individual
• Perlu dilakukan asesmen untuk mendapatkan
regimen terapi yang paling adekuat
• Penatalaksanaan nyeri yang adekuat akan
meningkatkan kualitas hidup pasien
• Tim Multidisiplin dalam penatalaksanaan nyeri
perlu dibentuk di rumah sakit
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai