Anda di halaman 1dari 13

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2013

PRESENTASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. D

Jenis kelamin
Usia
Alamat
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Status
Tanggal masuk RS
Tanggal Periksa
Bangsal
Dokter
Koassisten

: Perempuan
: 88 tahun 3 bulan
: Prancak Glondong, RT.03, Sewon, Bantul
: Islam
: Tidak Sekolah
: Pembuat Kerajinan Tangan
: Janda
: 30/11/2015
: 02/12/2015
: Edelweis
: dr. Zulrifqi, Sp.PD
: Nurfitri Rahmani Awaliyah

B. SUBYEKTIF
1. Anamnesis
a. Keluhan Utama
: Sesak nafas
b. Keluhan Tambahan
: muntah-muntah
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Yogyakarta dengan keluhan sesak nafas. Keluhan sesak
nafas dirasakan sejak 2 Jam SMRS, pukul 23.00. Pasien mengatakan sebelumnya sedang
mencangkul tanah kemudian merasa sangat lelah dan menjadi sesak nafas. Sesak nafas
berkurang saat pasien beristirahat. Keluhan muntah dialami setelah beberapa saat terserang
sesak nafas, pasien muntah 1 kali dan memuntahkan apa yang dimakan, lendir (-) darah (-).
Pasien mengaku tidak pernah sesak nafas pada saat tidur dimalam hari. Pasien tidur
menggunakan satu bantal. Pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol.
Bengkak pada tungkai kaki (-), mual (-), demam (-) dan nyeri dada (-).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Penyakit Hati
: (-)
- Riwayat Penyakit DM
: (-)
- Riwayat Penyakit Ginjal
: (-)
- Riwayat Penyakit Hipertensi : (+) sejak umur sekitar 50 tahun
- Riwayat Penyakit Jantung : (-)
- Riwayat Penyakit Serupa
: (-)
e. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat Penyakit Hipertensi : (-)
- Riwayat Penyakit DM
: (-)
1

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2013

PRESENTASI KASUS
- Riwayat Penyakit Jantung : (-)
- Riwayat Penyakit Serupa
: (-)
f. Riwayat Personal, sosial, ekonomi dan lingkungan
Pasien bekerja sebagai pembuat telur merah di alun-alun Jogja dan tinggal bersama anak
ketiganya. Riwayat merokok (-), memakai obat obatan (-), alkohol (-).
g. Review Sistem
- Sistem Saraf
: Penurunan kesadaran (-), Kejang (-), Nyeri Kepala (-)
- Sistem Kardiovaskuler
: Nyeri dada (-), Berdebar debar (-), Sianosis (-)
- Sistem Respirasi
: Batuk (-), Pilek (-), Sesak nafas (+)
- Sistem Pencernaan
: Mual (-), Muntah (+), diare (-), Konstipasi (-)
- Sistem Urogenital
: Nyeri ketika berkemih (-), sulit BAK (-)
- Sistem Muskuloskeletal
: Nyeri otot dan sendi (-), gemetar (-), kesemutan (-)
- Sistem Integementum
: Benjolan pada leher (-)
C. OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
a. Kesan Umum
Composmentis, kesan gizi kurang
b. Vital Sign
Tekanan Darah : 150/80 mmHg
Nadi
: 80 kali/menit
Respirasi
: 22 kali/menit
Suhu
: 36,5 C, aksila
c. Kesan Gizi
Berat Badan
: 33 kg
Tinggi Badan
: 145 cm
BMI
: BB(kg)/(TB)2(M) = 30/(1,45)2 = 15,69 kg/m2 (underweight)
d. Kulit
: Hiperpigmentasi (-), ikterik (-), turgor elastisitas kulit kembali cepat (+)
e. Kepala
Mata

: Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-) Pupil isokor, edema (-)

Telinga

: discharge (-/-)

Hidung

: epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-)

Mulut

: mukosa bibir kering (-/-) lidah kotor (+)

f. Leher
Tidak tampak ada kemerahan, tidak ditemukan benjolan, limfonodi tidak teraba, JVP dalam
batas normal.
g. Thorax
1) Pemeriksaan paru depan
Inspeksi

: bentuk dada normochest, simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi


(-)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2013

PRESENTASI KASUS
Palpasi

: tidak teraba massa, ictus cordis tidak teraba, fremitus taktil dan

vokal kanan dan kiri sama, tidak ada nyeri tekan


Perkusi
: sonor (+), redup di thorax inferior dextra
Auskultasi
: SDV (+/+), Wheezing (-/-), RBB (+/+)
2) Pemeriksaan paru belakang
Inspeksi
: Simetris, ketinggalan gerak (-)
Palpasi
: vokal fremitus kanan = kiri, ketinggalan gerak (-)
Perkusi
: Sonor (+)
Auskultasi
: SDV (+/+), RBB (+/+), wheezing (-/-)
3) Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba di SIC VI
Perkusi
: Batas Jantung
Kanan atas
: SIC II LPS dextra
Kanan bawah
: SIC IV LPS dextra
Kiri atas
: SIC II LPS sinistra
Kiri bawah
: SIC VI LMC sinistra
Auskultasi
: S1-S2 reguler, bising (-)
h. Abdomen
Inspeksi
: Dinding perut sejajar dengan dinding dada, asites (-)
Auskultasi
: peristaltik usus (+)
Perkusi
: Timpani (+), nyeri ketok ginjal (-)
Palpasi
: Nyeri tekan (-), distensi perut (-), nyeri tekan ulu hati (-), hepar dan lien
tidak teraba
i. Ekstremitas
Edema (-), tremor (-), Akral hangat (+), nadi kuat (+), gerakan bebas, kaku otot (-), tonus
otot meningkat (-), ulkus (-)
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
HEMATOLOGI
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
RDW-CV
Differential Telling
Neutrofil%
Limfosit%
Monosit%

11,2
4,14
12,6
39,6
95,7
30,4
31,8
149
13,1

H
L
L

38,4
53,5
1,5

L
H
L

L
L

4-11
4,50-6,00
13,0-18,0
42,0-52,0
82-99
27-31
33-37
150-450
11-16

10^3/uL
10^6/uL
g/dL
%
fL
Pg
g/Dl
10^3/uL
%

Automatic Analyzer
Automatic Analyzer
Automatic Analyzer
Automatic Analyzer
Automatic Analyzer
Automatic Analyzer
Automatic Analyzer
Automatic Analyzer
Automatic Analyzer

50-70
20-40
3-12

%
%
%

Automatic Analyzer
Automatic Analyzer
Automatic Analyzer

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2013

PRESENTASI KASUS
Eosinofil%
6,3
H
0,5-5
%
Basofil%
0,3
0-1
%
KIMIA
Gula Darah
176
H
70-140
mg/dL
Sewaktu
HATI
SGOT
22
<37
mg/dL
SGPT
7
<42
mg/dL
FAAL LEMAK DAN JANTUNG
Cholesterol Total
202
H
<200
mg/dl
HDL Cholesterol
42
L
>=65
mg/dl
LDL Cholesterol
141
mg/dl
Trigliserida
90
mg/dl
GINJAL
Asam Urat
6.3
H
2.4-5.7
mg/dl
URINALISIS
Kuning
Kuning
b. Warna
Kekeruhan
Keruh
Jernih
PH
6,0
5,0-6,5
Berat jenis
1,010
1,005-1,030
Protein
Negatif
Negatif
Glukose
Negatif
Negatif
Bilirubin
Negatif
Negatif
Urobilin
Positif (+)
Positif (+)
Darah
Negatif
Negatif
Nitrit
Negatif
Negatif
Keton
Negatif
Negatif
Sedimentasi
Lekosit
Positif (8-12)/LP
Positif (0-2)/LP
Eritrosit
Positif (6-10)/LP
Negatif (0)/LP
Epitel
Positif (4-6)/LP
Positif (0-2)/LP
Silinder Lekosit
Negatif
Negatif
Silinder Granulair
Negatif
Negatif
Silinder Hyalin
Negatif
Negatif
Silinder Epitel
Negatif
Negatif
Kristal Asam Urat
Negatif
Negatif
Kristal Ca Oksalat
Negatif
Negatif
Kristal Amorf
Negatif
Negatif
Trichomonas
Negatif
Negatif
Jamur
Negatif
Negatif
Bakteri
Negatif
Negatif
Kesan
: Cardiomegaly dengan edema pulmonum
c. EKG
Kesan
: Sinus Rythm : 89bpm, LVH
d. CT-scan Kepala
4

Automatic Analyzer
Automatic Analyzer
GOD-PAP
IFCC
IFCC
CHOD-PAP
Enzymatik
Indirect
GPO-PAP
Colorimetric
BIOKIMI
AWI

MAKROS
KOPIS

Rontgen
Thrax

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2013

PRESENTASI KASUS
Tak tampak lesi hipodens/hiperdens intracerebral
Systema ventricle melebar simetris
Struktur mediana tak deviasi
Gyri dan sulci prominens
Kesan : Artrophy Cerebi senilis
D. ASSESMENT
Problem Sementara
a. Tekanan darah 150/70 mmHg Hipertension stage I
b. Sesak nafas
c. Auskultasi RBB
d. EKG
: LVH
e. Rontgent Thorax : Cardiomegaly dengan edema pulmonum
f. Urinalisa :
Warna
: kuning keruh
Leukosit : positif (8-12)/LP
Eritrosit : positif (6-10)/LP
ISK
Epitel
: positif (4-6)/LP

CHF

Poblem Permanen
a. CHF ec. HHD
b. ISK ec. Bacterial infection
E. INITIAL PLANNING & EVALUATION
1. Congestif Heart Failure ec. HHD
IP diagnosis
a. Anamnesis : kebanyakan pasien dengan gagal jantung datang dengan keluhan
dyspnea, ortopnea, paroxymal nocturnal dyspnea, fatigue, tidak nyaman pada
abdomen kuadran kanan atas (akibat pembesaran hati) dan terjadi edema perifer.
Pada pasien HHD terdapat keluhan yang diakibatkan peningkatan tekanan darah
seperti berdebar-debar, pusing dan rasa melayang.
b. Pemeriksaan fisik :
- Diaphoresis
- Takikardia, takipnea
- Ronki basah basal
- S3 gallop kadang-kadang S4
- Distensi vena jugularis
- Hepatomegali
- Edema perifer
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan hematologi / darah rutin, fungsi ginjal
- Infus RL 12 tpm
- Inj. Pranza 1 amp/24 jam
- Ciprofloxacim 2x500 mg
5

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2013

PRESENTASI KASUS
-

Paracetamol 2x500 mg
Lesicol 3 x 1

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2013

PRESENTASI KASUS

TGL/JAM
Sabtu
07/11/2015
05.35

Senin
09/11/2015
05.30

LEMBAR FOLLOW UP
DATA DASAR
S : Pasien mengeluh lemas dan rasa tidak P :
nyaman diperut (+) mual (+) muntah (-)
O:
KU : CM
VS :
TD : 110/70 mmHg
N : 76 x/menit
S : 38,5C
RR : 22 x/menit
Kepala : CA -/- SI -/- lidah kotor (+)
Leher : lnn. Ttb
Thorax :
P/ vesikuler +/+ Wh -/C/ S I-II reg, bising (-)
Abdomen :
BU (+) N, timpani (+), NT (-), H/L ttb
Ekstremitas :
Akral hangat, nadi kuat, CRT <2, ulkus
-/-, edem -/A : Demam tifoid
S : Pasien mengeluh lemas dan rasa tidak P :
nyaman diperut (+) berkurang, mual (-)
muntah (-)
O:
KU : CM
VS :
TD : 110/70 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,5C
RR : 20 x/menit
Kepala : CA -/- SI -/- lidah kotor (+)
berkurang
Leher : lnn. Ttb
Thorax :
P/ vesikuler +/+ Wh -/C/ S I-II reg, bising (-)
Abdomen :
BU (+) N, timpani (+), NT (-), H/L ttb
Ekstremitas :
Akral hangat, nadi kuat, CRT <2, ulkus
-/-, edem -/7

PLANNING
Infus Ringer Lactat 12 tpm
Inj. Pranza I amp/24 jam
Paracetamol 3 x 500 mg
Ciprofloxacim 2 x 500 mg
Lesicol 3x1

Infus Ringer Lactat 12 tpm


Inj. Pranza I amp/24 jam
Paracetamol 3 x 500 mg
Ciprofloxacim 2 x 500 mg
Lesicol 3x1

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2013

PRESENTASI KASUS
Selasa
10/11/2015
05.30

A : Demam tifoid
S : Pasien mengeluh lemas (-) dan rasa P :
tidak nyaman diperut (-) mual (-) muntah
(-)
O:
KU : CM
VS :
TD : 110/70 mmHg
N : 84 x/menit
S : 36,3C
RR : 22 x/menit
Kepala : CA -/- SI -/- lidah kotor (-)
Leher : lnn. Ttb
Thorax :
P/ vesikuler +/+ Wh -/C/ S I-II reg, bising (-)
Abdomen :
BU (+) N, timpani (+), NT (-), H/L ttb
Ekstremitas :
Akral hangat, nadi kuat, CRT <2, ulkus
-/-, edem -/A : Demam tifoid

Infus Ringer Lactat 12 tpm


Inj. Pranza I amp/24 jam
Paracetamol 3 x 500 mg
Ciprofloxacim 2 x 500 mg
Lesicol 3x1

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2013

PRESENTASI KASUS
PENEGAKAN DIAGNOSIS DEMAM TIFOID
A. DEFINISI
Demam tifoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella
enteric serotype typhy atau paratyphi. Nama lain penyakit ini adalah enteric fever, tifus
dan paratifus abdominalis. Tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses atau
urin) mengandung s.typhi setelah satu tahun pasca demam tifoid tanpa gejala klinis.
B. EPIDEMOLOGI
Demam tifoid dan paratifoid bersifat endemic dan sporadic di Indonesia. Demam
tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun dengan insidens tertinggi pada anak anak.
Sumber penularan S.typhi ada dua yaknik pasien dengan demam tifoid dan karier.
Transmisi terjadi melalui air yang tercemar S.typhi pada daerah endemik sedangkan
pada daerah nonendemik, makanan yang tercemar karier merupakan sumber penularan
utama.
C. ETIOLOGI
Etiologi demam tifoid adalah Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi
bioserotipe A, B, C atau D. Kedua spesies Salmonella ini berbentuk batang, berflagel,
aerobik, serta gram negatif.
D. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Patogenesis demam tifoid secara garis besar terdiri dari 3 proses, yaitu (1) proses
invasi kuman S.typhi ke dinding sel epitel usus, (2) proses kemampuan hidup dalam
makrofag dan (3) proses berkembang biaknya kuman dalam makrofag. Akan tetapi
tubuh mempunyai beberapa mekanisme pertahanan untuk menahan dan membunuh
kuman patogen ini, yaitu dengan adanya (1) mekanisme pertahanan non spesifik di
saluran pencernaan, baik secara kimiawi maupun fisik, dan (2) mekanisme pertahanan
spesifik yaitu kekebalan tubuh humoral dan selular. Kuman Salmonella typhi masuk ke
dalam tubuh manusia melalui mulut bersamaan dengan makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Setelah kuman sampai di lambung maka mula-mula timbul usaha
pertahanan non-spesifik yang bersifat kimiawi yaitu adanya suasana asam oleh asam
lambung dan enzim yang dihasilkannya. Ada beberapa faktor yang menentukan apakah
kuman dapat melewati barier asam lambung, yaitu (1) jumlah kuman yang masuk dan
(2) kondisi asam lambung. Untuk menimbulkan infeksi diperlukan S.typhi sebanyak
105-109 yang tertelan melalui makanan atau minuman. Keadaan asam lambung dapat
menghambat multiplikasi Salmonella dan pada pH 2,0 sebagian besar kuman akan
9

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2013

PRESENTASI KASUS
terbunuh dengan cepat. Pada penderita yang mengalami gastrotektomi, hipoklorhidria
atau aklorhidria maka akan mempengaruhi kondisi asam lambung. Pada keadaan
tersebut S.typhi lebih mudah melewati pertahanan tubuh. Sebagian kuman yang tidak
mati akan mencapai usus halus yang memiliki mekanisme pertahanan lokal berupa
motilitas dan flora normal usus. Tubuh berusaha menghanyutkan kuman keluar dengan
usaha pertahanan tubuh non spesifik yaitu oleh kekuatan peristaltik usus. Di samping itu
adanya bakteri anaerob di usus juga akan merintangi pertumbuhan kuman dengan
pembentukan asam lemak rantai pendek yang akan menimbulkan suasana asam. Bila
kuman berhasil mengatasi mekanisme pertahanan tubuh di lambung, maka kuman akan
melekat pada permukaan usus. Setelah menembus epitel usus, kuman akan masuk ke
dalam kripti lamina propria, berkembang biak dan selanjutnya akan difagositosis oleh
monosit dan makrofag. Namun demikian S.typhi dapat bertahan hidup dan berkembang
biak dalam fagosit karena adanya perlindungan oleh kapsul kuman.
E. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar dapat memberikan
terapi yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan mengenai gambaran
klinis penyakit ini sangat penting untuk membantu mendeteksi secara dini. Masa tunas
demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala gejala klinis timbul sangat
bervariasi dari ringan sampai berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang
khas disertai komplikasi hingga kematian.
1. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluhkan demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk
dan epistaksis. Sifat demamnya biasanya meningkat perlahan lahan dan terutama
sore hingga malam hari.
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien biasanya tambak lemah dengan kesadaran compos mentis
ataupun terdapat penurunan kedasaran tergantung keparahan penyakit. Pada
pemeriksaan vital sign terdapat peningkatan suhu tubuh dan terdapat gejala
bradikardia relative atau adanya peningkatan suhu 1C tidak diikuti peningkatan
denyut nadi sebanyak 8 kali per menit. Kemungkinan terdapat tanda tanda anemia
10

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2013

PRESENTASI KASUS
jika ada komplikasi perdarahan. Ditemukan pula lidah yang berselaput (kotor
ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali,
meteorismus, dan roseolae namun jarang ditemukan.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah perifer
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan
leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu,
juga didapatkan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung
jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endapat darah
pada demam tifoid dapat meningkat. SGOT/SGPT meningkat, namun akan
kembali normal setelah sembuh.
b. Uji Widal
Uji widal ditemukan untuk mendeteksi antibody terhadap kuman S.typhi.
Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi
dengan antibody yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji Widal
adalah suspense Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.
Maksud uji widal adalah untuk menemukan adanya agglutinin dalam serum
penderita tersangka demam tifoid yaitu : aglutinin O (dari tubuh kuman),
agglutinin H (flagella kuman), aglutinin Vi (simpai kuman). Dari ketiga
agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis
demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi
kuman ini.
Pembentukan agglutinin mulai terjadi akhir minggu pertama demam,
kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-4 dan
tetap tinggi selama beberapa minggu. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
uji widal yaitu : pengobatan dini dengan antibiotik, gangguan pembentukan
antibodi dan pemberian kortikosteroid, waktu pengambilan darah, daerah
endemik atau non-endemik, dan reaksi amnestik yaitu peningkatan

titer

agglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibat infeksi dengan tifoid masa
lalu atau vaksinasi.
11

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2013

PRESENTASI KASUS
Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer agglutinin yang
bermakna diagnostik untuk demam tifoid. Batas titer yang sering dipakai hanya
kesepakatan saja, hanya berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat berbeda
setiap laboratorium.
c. Uji TUBEX
Uji TUBEX merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat
(hanya beberapa menit) adan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi
antibody anti-S.typhi O9 pada serum pasien dengan cara menghambat ikatan
antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna dengan
lipopolisakarida S.typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetic latex. Hasil
positif uji Tubex ini menunjukan terdapat infeksi Salmonella serogrup D
walaupun tidak secara spesifik menunjukan pada S.typhi. Infeksi oleh
S.paratyphi akan memberikan hasil negatif. Sensitivitas 75-80% dan spesifisitas
75-90%.
Tabel 1. Interpretasi Hasil Uji TUBEX
Skor
Interpretasi
<2
Negatif
Tidak menunjukan infeksi tifoid akut
3
Borderline
Tidak dapat disimpulkan, ulangi pengujian
4-5
Positif
Menunjukan infeksi tifoid aktif
>6
Positif
Indikasi kuat infeksi tifoid

d. Uji Typhidot
Uji typhidot dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada
protein membram luar Salmonella typh. Hasil positif pada uji typhidot
didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik
antibody IgM dan IgG terhadap antigen S.typhi seberat 50 kD yang terdapat pada
strip nitroselulosa. Didapatkan sensitivitas uji ini sebesar 98%, spesifisitas
sebesar 76,6% dan efisiensi uji sebesar 84% pada penelitian yang dilakukan oleh
Gopalakhrisnan dkk (2002) yang dilakukan pada 144 kasus demam tifoid. Pada
penelitian lain yang dilakukan oleh Olsen dkk, didapatkan sensitivitas dan
spesifisitas uji ini hampir sama dengan uji Tubex yaitu 79% dan 89%.
e. Uji IgM Dipstick
12

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2013

PRESENTASI KASUS
Uji ini dikhususkan untuk mendeteksi antibody IgM spesifik terhadap
S.typhi pada specimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang
mengandung antigen lipopolisakarida (LPS) S.typhi dan anti IgM (sebagai
control), reagen deteksi yang mengandung antibody anti IGM yang dilekatkan
dengan lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum diinkbasi dengan reagen
dan serum pasien, tabung uji. House dkk, 2001 dan Gasem MH dkk, 2002
meneliti penggunaan uji ini disbanding dengan kultur darah di Indonesia dan
melaporkan sensitivitas sebesar 65-77% da spesifit=sitas sebesar 95-100%.
f. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi
hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan
beberapa hal seperti : telah mendapat antibiotic karena apabila sebelum
pemeriksaan pasien sudah mendapat antibiotik maka pertumbuhan kuman dalam
media biakan akan terhambat dan bias saja bernilai negatif, volume darah yang
kurang dar 5 cc karena bila darah yang dibiakan terlalu sedikit maka hasil
biasakan bias negatif, serta riwayat vaksinasi dimasa lampau yang dapat
membentuk antibody dalam darah pasien, antibody (aglutinin) dapat menekan
bacteremia hingga biakan darah dapat negatif.
Yogayakarta, 17 November 2015
Dokter Pembimbing,

dr. Noegroho, Sp. PD

13

Anda mungkin juga menyukai