Diajukan kepada:
dr. Isnanto Singgih, Sp.Rad
Disusun oleh:
Nurfitri Rahmani Awaliyah
20110310133
A . DATA PASIEN
Nama lengkap
: Ny. S
No. RM
: xxxxxx
Umur
: 55 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Status
: Menikah
Alamat
: Pugeran
Masuk RS tanggal
: 3 Agustus 2016
: Edelweiss I
: Sesak nafas
Keluhan Tambahan
: Batuk berdahak
DM (+), sejak 2 tahun yang lalu dan berobat rutin dengan metformin 2 x 500 mg,
riwayat stroke (+), riwayat amputasi kaki kanan.
Anamnesis Sistem
Sistem Saraf Pusat
: mual (-), muntah (-), diare (-), nyeri ulu hati (-), BAB hitam
(-), konstipasi (-) penurunan nafsu makan (+), penurunan
berat badan (-)
Sistem Urogenital
Sistem Muskuloskeletal : gerakan bebas (-), nyeri seluruh badan (-), nyeri tulang (-)
nyeri sendi bahu (-), peradangan sendi (-), tremor jari-jari
tangan (-), nyeri tulang belakang (-), edem (+) kaki kiri
Sistem Integumentum
: biru (-), kuning (-), ruam kemerahan (-), gatal (-), pucat (-)
Sistem Hematologi
Sistem Saraf
: disangkal
: disangkal
: Ya
: disangkal
: Ya
: disangkal
: disangkal
Riwayat Stroke
: Ya
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Kesadaran
: CM, GCS E4 V5 M6
BB
: 85 kg
TB
: 150 cm
Kesan gizi
Vital sign
Tekanan darah
: 150/80 mmHg
Heart Rate
Pernapasan
: 26 x/menit
Suhu
: 36,90C, aksilla
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan kulit
Hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-), ikterik (-), turgor elastisitas kulit kembali
cepat (+), ruam makulopapular (-), ulkus (-)
2. Pemeriksaan kepala
- Bentuk kepala
: mesocephal
- Rambut
3. Pemeriksaan mata
- Palpebra
- Konjungtiva
- Sklera
: ikterik (-/-)
- Pupil
- Bola Mata
: eksoftalmus (-/-)
4. Pemeriksaan telinga
Nyeri tekan tragus (-/-), gangguan pendengaran (-), discharge (-/-), serumen (-/-)
5. Pemeriksaan hidung:
Nafas cuping hidung (-/-), epistaksis (-/-), rhinorrea (-/-)
6. Pemeriksaan mulut tenggorokan:
Mukosa bibir basah (+), bibir sianosis (-), lidah sianosis (-), stomatitis (-), uvula
simetris (+), gusi berdarah (-), lidah kotor (-), nyeri telan (-), faring dan tonsil dalam
batas normal.
7. Pemeriksaan gigi:
8. Pemeriksaan leher
- Kelenjar tiroid
- Kelenjar lnn
- JVP
: meningkat 5+3 cm
9. Pemeriksaan dada
a. Paru Depan
Inspeksi :
Statis
Dinamis
Auskultasi
Palpasi
Auskultasi
Inspeksi
: Statis : simetris
Dinamis : simetris, ketinggalan gerak (-)
Palpasi
: Vokal fremitus kanan dan kiri menurun,
pergerakan hemithorak kanan = hemithorak kiri
Perkusi
: Pada hemithorak kanan: sonor (+)
Pada hemithorak kiri: sonor (+)
: suara dasar : vesikular menurun (+ / +)
suara tambahan : ronkhi (+/+), wheezing (+/+), RBB (+/+)
c. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas jantung
Kanan atas
Kanan bawah
: sulit dinilai
Kiri atas
Kiri bawah
Auskultasi
: S1-S2 reguler, bising (+) gallop
10. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi
: dinding perut sejajar dengan dinding dada, tanda peradangan
(-)
Auskultasi : peristaltik usus (+) normal.
Perkusi
: timpani (-), nyeri ketok ginjal (+), shifting dullness (+) pekak
tidak teraba.
11. Pemeriksaan ekstremitas:
Edema (+), tremor (-), akral hangat (+), nadi kuat (+), gerakan bebas (-), deformitas
(-), tanda peradangan (-)
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Rutin dan Kimia Darah
Tanggal 6-08-2016
PARAMETER
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Hitung Jenis
Neutrofil%
Lymfosit%
Monosit%
Eosinofil%
Basofil%
Kimia
Gula
Darah
HASIL
NILAI NORMAL
UNIT
7.9
2.600.000
4000-10.600
4.500.000-
sel/ul
sel/ul
6.000.000
13,0-18,00
42,0-52,0
81-99
27-31
33-37
150000-450000
gr/dl
%
Fl
Pg
gr/dl
sel/ul
7.0
21.9
82.4
26,3
31,9
209.000
L
L
76,9
18,1
4.0
1,0
1,5
H
L
50 70
20 40
3 12
0,5 5,0
01
%
%
%
%
%
192
70-140
Mg/dl
< 37
<42
10-50
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
< 1,1
Mg/dl
Sewaktu
SGOT
SGPT
Ureum
30
9
41
Creatinin
5,6
2. Pemeriksaan Radiologi
Tanggal 27-11-2015
L
L
Interpretasi :
Foto thorax AP, posisi semi-erect/erect
Inspirasi cukup, tidak simetris
Inspirasi cukup
Cor membesar ke lateral kiri, apex membulat, pinggang jantung mendatar
Sinus ka & ki normal, diafragma normal
Pulmo:
o hilus kiri tertutup bayangan jantung
o Hilus kanan kabur
o Corakan paru bertambah
o tampak bayangan opak bulat inhomogen di lapang medial paru kanan
Sistema tulang intak
Kesan : Kardiomegali dan edem pulmo dengan awal penumonia dengan susp.
Rounded pneumonia pada paracardial dextra
D. ASSESSMENT
CHF gr. II
Susp. Pneumonia CAP
Edem Paru akut
Anemia renal
CKD st. V ec. Susp. Nephropati diabetikum
DM2O
TINJAUAN PUSTAKA
I.
A. Pengertian
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting
dari defenisi ini adalah pertama defenisi gagal adalah relatif terhadap kebtuhan metabolic
tubuh, kedua penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara
keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium ; gagal
miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik
sirkulai dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal jantung
dalam fungsi pompanya.
Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dari pada gagal jantung. Gagal
sirkulasi menunjukkan ketidakmampuan dari sistem kardiovaskuler untuk melakukan
perfusi jaringan dengan memadai. Defenisi ini mencakup segal kelainan dari sirkulasi
yang mengakibatkan perfusi jaringan yang tidak memadai, termasuk perubahan dalam
volume darah, tonus vaskuler dan jantung. Gagal jantung kongetif adlah keadaan dimana
terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompenstoriknya. Gagal
jantung kongestif perlu dibedakan dengan istilah yang lebih umum yaitu. Gagal sirkulasi,
yang hanya berarti kelebihan bebabn sirkulasi akibat bertambahnya volume darah pada
gagal jantung atau sebab-sebab diluar jantung, seperti transfusi yang berlebihan atau
anuria.
B. Etiologi dan Patofisiologi
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit
jantung kongestif maupun didapat. Mekanisme fisiologis
jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau
menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban
awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat
pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta
C. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung
akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang
efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan
meningkatkan volume residu ventrikel.
Tekanan Arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan
kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi
ventrikel kanan. Serentetan kejadian seprti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan
terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjdi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat
dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dan katub-katub trikuspidalis atau mitralis
bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub
atrioventrikularis
dan
Dua fitur utama dari radiografi dada berguna dalam evaluasi pasien dengan
gagal jantung kongestif: (1) ukuran dan bentuk siluet jantung, dan (2) edema di
dasar paru-paru.
Pada gagal jantung hampir selalu ada dilatasi dari satu atau lebih pada ruangruang di jantung, menghasilkan pembesaran pada jantung.Dari segi radiologik, cara
yang mudah untuk mengukur jantung apakah membesar atau tidak, adalah dengan
membandingkan lebar jantung dan lebar dada pada foto toraks PA (cardio-thoracis
ratio). Pada gambar, diperlihatkan garis-garis untuk mengukur lebar jantung (a+b)
dan lebar dada (c1-c2).
CTR=
a+b
=50
c 1+c 2
Gambar 7.Foto Thorax PA menunjukan adanya pembesaran pada ventrikel kiri karena adanya
aneurisme yang mana tampak focal bulge ( panah )
Seiring dengan meningkatnya tekanan hidrostatik, terjadilah tanda-tanda edema
interstitial:
-
Peribronchial cuffing
Perihilar kabur
Garis Kerley A dan B dapat terlihat ketika cairan mengisi dan mendistensi septum
interlobular
Garis Kerley B merupakan garis horizontal yang pendek yang terlihat pada basal
paru daerah tepi/perifer
Garis Kerley A jarang dilihat, garis tersebut merupakan garis yang terpancar dari
hilum.
Saat tekanan hidrostatik mencapai 25 mmHg, cairan melewati alveoli dan
menyebabkan edema paru. Hal ini dapat terlihat sebagai densitas alveolar multiple
dari setengah bagian bawah paru. Kemungkinan lain, dapat juga terlihat densitas
ruang udara bilateral yang difus dan kurang tegas/jelas atau densitas perihilar bats
wings (Gambar 6).
Gambar 8: Contoh dari congestive cardiac failure dengan densitas ruang udara (airspace)
perihilar di dalam distribusi bat wings mewakili edema paru
Ukuran jantung sesudah itu meningkat dan dapat terjadi efusi (biasanya lebih besar di
kanan). 11
Perkembangan edema paru dapat dikonfirmasi dengan:
-
Peribronchial cuffing
Perihilar kabur
Garis Kerley
Perselubungan alveolar
II.
Edema Paru
A. Definisi
Edema paru akut adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveolus paru yang terjadi
secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edem
paru kardiogenik) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edem paru non
kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga
terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia.
B. Anatomi dan Fisiologi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring,
trakea, bronkus, dan bronkiolus atau bronkiolus terminalis. Saluran pernapasan dari
hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara
masuk ke dalam rongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan.
Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi.
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paruparu, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius, yang
terkadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli pada dindingnya, (2) duktus
alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveoli, dan (3) sakus alveolaris terminalis, merupakan
struktur akhir paru-paru.
Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh
suatu jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk suatu tegangan
permukaan yang cenderung mencegah suatu pengembangan pada waktu inspirasi dan
cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. Tetapi, untunglah alveolus dilapisi oleh zat
lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan
mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps
alveolus pada waktu ekspirasi.
Ruang alveolus dipisahkan dari interstisium paru oleh sel epitel alveoli tipe I, yang
dalam kondisi normal membentuk suatu barrier yang relatif non-permeabel terhadap aliran
cairan dari interstisium ke rongga-rongga udara. Fraksi yang besar ruang interstisial
dibentuk oleh kapiler paru yang dindingnya terdiri dari satu lapis sel endotel di atas
membran basal, sedang sisanya merupakan jaringan ikat yang terdiri dari jalinan kolagen
dan jaringan elastik, fibroblas, sel fagositik, dan beberapa sel lain. Faktor penentu yang
penting dalam pembentukan cairan ekstravaskular adalah perbedaan tekanan hidrostatik
dan onkotik dalam lumen kapiler dan ruang interstisial, serta permeabilitas sel endotel
terhadap air, solut, dan molekul besar seperti protein plasma. Faktor-faktor penentu ini
dijabarkan dalam hukum starling
C. Manifestasi Klinis
Gejala paling umum dari pulmonary edem adalah sesak nafas. Ini mungkin adalah
penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia
dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edem akut.
Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan
sesak nafas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), nafas yang
cepat (takipnea), kepeningan atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien
dengan pulmonary edem. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope,
dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, seperti rales atau crakles.
Manifestasi klinis edem paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada
stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak nafas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga
tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inpsirasi karena
terbukanya saluran nafas yang tertutup saat inspirasi.
Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edem paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi
kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis
kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial, akan lebih
memperkecil saluran nafas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi.
Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdengar takipnea. Meskipun hal
ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takipnea juga membantu
memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan interstisial diperlambat. Pada
pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edem alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapsia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih
kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right to
left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapsia, tetapi pada kasus
yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada leadaan ini
morphin harus digunakan dengan hati-hati
D. Pemeriksaan Penunjang
Foto Rontgen Dada
Gambar foto thorax dapat dipakai untuk membedakan edem paru kardiogenik dan
edem paru non krdiogenik. Walaupun tetap ada keterbatasan yaitu antara lain bahwa edem
tidak akan tampak secara radiologi sampai jumlah air di paru meningkat 30%. Beberapa
masalah teknik juga dapat mengurangi sensitivitas dan spesifitas rontgen paru, seperti
rotasi, inspirasi, ventilator, posisi pasien dan posisi film.
Pada foto thorax menunjukan jantung membesar, hilus yang melebar, pedikel vaskuler
dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan adanya garis kerley A, B dan C
akibat edema instrestisial atau alveolar. Lebar pedikel vaskuler < 60 mm pada foto thorax
postero-anterior terlihat pada 90% foto thorax normal dan lebar pedikel vaskuler > 85%
ditemukan 80% pada kasus edem paru. Sedangkan vena azygos dengan diameter > 7 mm
dicurigai adanya kelainan dan dengan diameter > 10 mm sudah pasti terdapat kelainan,
namun pada posisi foto thorax telentang dikatakan abnormal jika diameternya > 15 mm.
Peningkatan diameter vena azygos > 3 mm jika dibandingkan dengan foto thorax
sebelumnya terkesan menggambarkan adanya overload cairan.
III.
PNEUMONIA
A. DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan alat parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis
yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan oleh mikroorganisme
(bakteri.virus,jamur,protozoa).
B. ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri,
virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering
pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram, Streptococcus pneumonia yang
menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus
aeruginosa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza.
Pneumonia lobaris adalah peradangan jaringan akut yang berat yang disebabkan oleh
pneumococcus. Nama ini menunjukkan bahwa hanya satu lobus paru yang terkena. Ada
bermacam-macam pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain, misalnya bronkopneumonia
yang penyebabnya sering haemophylus influenza dan pneumococcus.
Bakteri penyebab pneumonia dapat diduga dari lingkungan/tempat mendapat infeksi
Tempat infeksi
Penyebab
Str.pneumonia,H.influenzae,
M.catarrhahalis,St.aureus,G
NB (gram negative enteric
bacilli), Atypical agents
(mycoplasma, chlamydia,
legionella)
C. PATOFISIOLOGI
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Pecandu alkohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit
pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya, adalah yang paling
beresiko.
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang
sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan
malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paruparu.
Terdapat empat stadium anatomik dari pneumonia terbagi atas:
1. Stadium kongesti (4 12 jam pertama)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya)
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang
terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak.
Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera
dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah
menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium akhir (resolusi)
Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara
enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru
kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan
normal.
KLASIFIKASI
A. Berdasarkan klinis dan epidemiologi
1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP)
2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP)
3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host
4. Pneumonia aspirasi
B. Berdasarkan lokasi infeksi
1. Pneumonia lobaris
Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri (Staphylococcus),
jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi
benda asing atau proses keganasan. Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran
gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah udara yang terdapat
pada percabangan bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara.
Ketika terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia
lobaris/
2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)
Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis
menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak
konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder,
mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit
yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah,
Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer.
3. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil.
Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema
dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa
bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak
merata.
1. Gambaran Radiologis
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru secara
anatomis.
kanan.
Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir
terkena.
Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara pada
bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada alveolus).
Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
1.Pneumonia Lobaris
Foto Thorax
CT Scan
Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.
2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)
Foto Thorax
Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang dapat tersumbat
oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus. Pada
gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah
kiri.
CT Scan
Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar
sampai perifer.
3. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial.
Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh
perselubungan yang tidak merata.
CT Scan
irreguler
tersebut
berkembang
menjadi
bronkiektasis
atau
DAFTAR PUSTAKA
1. Roberts ME, Neville E, Berrisford RG, Antunes G, dan Ali NJ. Management of
pleural effusion: British Thoracic Society Pleural Disease Guideline. 2010.
2010:65(suppl 2):ii32 ii40.
2. Light RW. Disorders of the Pleura and Mediastinum. Harrisons Principles of Internal
Medicine. Edisi ke-18. 2012. New York:McGraw-Hill.
3. Mansjoer, Arif., et all. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI :
Media Aescullapius Jakarta.
4. Rasad, Sjahriar. 2009. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta: FKUI.
5. Halim, Hadi. Penyakit Penyakit Pleura. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
2007. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
6. Brown K, S.S. Raman, C. Kallman. 2002. Current Critical Care Diagnosis and
Treatment 2nd edition. USA:McGraw-Hill/Appleton & Lange.
7. Alsagaff Hood, Abdul Mukty, (1995). Dasar Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press. Surabaya.
8. Lorraine et al. Acute Pulmonary Edema. New England Journal Med. 2005; 353:278896.
9. Soemantri. 2011. Cardiogenic Pulmonary Edema. NaskahLengkap PKB XXVI
IlmuPenyakitDalam 2011. FKUNAIR-RSUD DR.Soetomo, p.113-9.