Anda di halaman 1dari 4

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016

REFLEKSI KASUS
Nama

: Nurfitri Rahmani Awaliyah

Pengalaman

: Anestesi Spinal pada pasien fraktur femur 1/3 distal dextra

Masalah yang diambil

: Menggigil sebagai efek anestesi spinal dan penanganannya

Pembimbing

: dr. Basuki Rahmat, Sp.An

A. KASUS
Seorang wanita berusia 52 tahun dibawa ke IGD RSUD Jogja setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas. Tidak ada mual, muntah, demam dan pingsan. GCS
EVM 4/5/6, KU pasien tampak kesakitan, Airway Paten, tidak ada tanda-tanda
hambatan atau sumbatan pada jalan napas. Breathing pernafasan spontan, gerakan
dada simetris, tipe pernafasan normal, respirasi 18x/m, wheezing (-), ronkhi (-).
Circulation kulit normal, perfusi baik (akral hangat), tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 72 x/m, regular, isi cukup. Riwayat Alergi (-), Asma (-), Hipertensi (-), DM (-).
Pemeriksaan fisik dalam batas normal, Ro femur dextra: fraktur femur 1/3 distal
dextra. Pasien direncakan untuk operasi ORIF. Anestesi setuju untuk dilakukan
operasi menggunakan ASA 1 dengan regional anestesi menggunakan teknik spinal
anestesi. Setelah dilakukan anastesi pasien tampak menggigil.
B. MASALAH YANG DIKAJI
Mengigil sebagai efek dari anestesi spinal dan penanganannya
C. ANALISIS
Fungsi termoregulasi mengalami perubahan selama dilakukan tindakan
anastesi dan mekanisme control terhadap temperatur akan hilang. Tindakan anastesi
menyebabkan gangguan fungsi termoregulator yang ditandai dengan peningkatan
ambang respon terhadap panas dan penurunan ambang respon terhadap dingin.
Sebagian besar obat-obat anatesi dapat mengganggu respon termoregulasi.
Pada pemberian anestesi spinal, pada jam pertama setelah dilakukan anestesi
spinal akan terjadi penurunan ambang menggigil sekitar 10C sd 20C, hal ini
disebabkan terjadinya redistribusi panas suhu tubuh dari kompartemen inti ke
kompartement perifer akibat vasodilatasi karena blok simpatis. Menggigil pada
asnestesi spinal dapat disebakan juga oleh ketidakmampuan kompensasi otot dibawah
ketinggian blockade untuk terjadinya menggigil. Hipotermi terjadi pada jam pertama
anestesi.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016

REFLEKSI KASUS
Pemberian obat lokal anestesi yang dingin seperti es, akan meningkatkan
kejadian menggigil dibandingkan dengan obat tanpa didinginkan. Terjadinya
hipotermia tidak hanya murni karena faktor blockade spinal itu sendiri tetapi juga
karena faktor lain seperti :
1. Suhu ruangan
2. Lama dan jenis prosedur bedah
3. Kondisi yang ada sebelumnya (kehamilan, luka bakar, luka terbuka, dll)
4. Status hidrasi
5. Penggunaan cairan dan irigasi yang dingin
Menggigil selama anestesi regional dapat dicegah dengan mempertahankan suhu
ruangan optimal, pemberian slimut, dll.
Selama anestesi spinal terdapat dua faktor yang mempercepat pelepasan panas
dan menyebabkan timbulnya perubahan temperature inti yang terlihat setelah anestesi,
yakni pertama, dengan menurunkan ambang vasokonstriksi yang digabungkan dengan
vasodilatasi pada tungkai bawah selama blok terjadi. Sehingga kehilangan panas
terus berlangsung selama anestesi spinal. Kedua, anestesi spinal meningkatkan ratarata sensasi dingin karena vasokonstriksi pada ekstrimitas bawah dihambat oleh
blockade.
Mekanisme menggigil diatur oleh keseimbangan serotonin dan norepinefrin
pada HT dimana peningkatan serotonin menyebabkan menggigil dan vasokonstriksi
sedangkan norepinefrin menurunkan ambang suhu untuk teradinya menggigil.
Kombinasi antara gangguan termoregulasi yang disebabkan oleh tindakan anatesi dan
eksposur suhu lingkungan yang rendah, akan mengakibatkan terjadinya hipotermia
pada pasien yang mengalami pembedahan. Menggigil merupakan salah satu
konsekuensi terjadinya hipotermia perioperatif yang dapat berpotensi untuk terjadi
sejumlah sekuele, yaitu peningkatan konsumsi oksigen dan potensi produksi karbon
dioksida, pelepasan katekolamin, peningkatan cardiac output, takikardia, hipertensi,
dan peningkatan tekanan intraokuler. Kerugian paska operasi yang disebabkan oleh
gangguan fungsi termoregulasi adalah infeksi pada luka operasi, perdarahan, dan
gangguan fungsi jantung yang juga berhubungan dengan terjadinya hipotermia
perioperatif.
Untuk mengatasinya di berikan petidine, Petidin efekif sebagai terapi terhadap
menggigil karena dapat menurunkan ambang rangsang menggigil. Mekanisme kerja
pethidin sebagai anti-shivering adalah dengan menginhibisi reuptake biogenic
monoamine, antagonis reseptor NMDA atau stimulasi dari reseptor alfa 2. Petidin

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016

REFLEKSI KASUS
merupakan sintetis opiod agonis yang bekerja pada reseptor- dan reseptor-k dan
merupakan derivate dari phenylepiperidine. Obat ini akan berikatan dengan reseptor
tersebut dimana reseptor-reseptor itu akan menurunkan ambang rangsang menggigil.
Petidin juga akan menstimuli reseptor alfa 2 dimana jika reseptor ini distimuli akan
meningkatkan pelepasan norepinefrin.
Mekanisme menggigil diatur oleh keseimbangan antara serotonin dan
nonepinefrin pada hypothalamus, dimana peningkatan serotonin akan menyebabkan
terjadinya menggigil dan vasokonstriksi sedangakan nonepinefrin akan menurunkan
ambang suhu untuk terjadinya menggigil. Pada prinsipnya pemberian petidine ini
untuk meningkatkan jumlah nonepinefrin pada medulla spinalis dimana hal ini akan
memodulasi ambang suhu yang datang dari perifer menuju hypothalamus.
Drug
Pethidine

Suggested Dose
Role
0,35
mg/kg
may Treatment
repeat x 4 at 5 mins

Tramadol

intervals IV
1 mg/kg IV

Treatment

Ondansetron

8 mg IV

Prophylaxis
Prophylaxis

or

Mekanisme Tramadol untuk mencegah dan menghilangkan menggigil


pascaanestesi umum maupun regional yaitu mengurangi vasokonstriksi dan
pengeluaran keringat, menghambat pengambilan kembali (reuptake) serotonin dan
norepinefrin, serta memiliki efek sentral pada reseptor opioid mu,kappa dan gamma.
Pada prinsipnya, akan meningkatkan jumlah norepinefrin pada medulla spinalis yang
akan memodulasi ambang suhu yang datang dari perifer ke HT.
Ondansetron merupakan suatu reseptor antagonis serotonin atau 5 HT-3 (5
hidroksitriptamin). Serotonin memengaruhi pengaturan suhu tubuh melalui otak
tengah, medulla dan HT.
Selain penatalaksanaan farmakologis, penatalaksanaan nonfarmako juga dapat
mencegah penurunan temperature inti antara lain :
a. Mempertahankan temperature ruang operasi sesuai dengan usia dewasa yaitu
24-26 celcius

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016

REFLEKSI KASUS
b. Mengunakan selimut penghangat untuk mengurangi kehilangan panas, cairan
IV dan cairan irigasi harus dihangatkan dulu di atas temperature tubuh.
D. KESIMPULAN
Shivering dapat disebabkan oleh beberapa sebab antara lain suhu ruangan,
lama dan jenis prosedur bedah, kondisi yang ada sebelumnya (kehamilan, luka bakar,
luka terbuka, dll), status hidrasi dan penggunaan cairan dan irigasi yang dingin. Pada
kasus ini yang terjadi pada pasien dapat disebabkan oleh suhu ruangan, penggunaan
cairan yang dingin, dan efek dari anastasi spinal. Petidin dan tramadol efekif sebagai
terapi terhadap menggigil karena dapat menurunkan ambang rangsang menggigil dan
ondansetron dapat mencegah terjadinya mengigil karena merupakan antagonis
serotonin yang dapat mempengaruhi pengaturan suhu tubuh.
E. REFERENSI
1. Kurz A. Physiology of Thermoregulation. Best Practice & Research Clin
Anasthesiol. 2008;22(4):627-44.
2. Sessler DI. Temperature Monitoring and Peroperative Thermoregulation.
Anesthesiology. 2008;109:318-38

Yogyakarta, 1 September 2016


Preceptor,

dr. Basuki Rahmat, Sp.An

Anda mungkin juga menyukai