I.
DATA
"Tersangkanya kan ada 127 yang perorangan. Kemudian yang korporasi ada 10. Kalau
hanya dihukum mungkin percobaan atau setahun, ya sama saja. Tidak ada efek jera. Tapi
kalau perusahaan itu di black-list kan ada efek jeranya. Kalau dia ke depan-nya nanti
mengajukan izin yang sama ya jangan dikasih," kata Badrodin.
Backing Oknum Aparat Sipil dan TNI-Polri
Penanganan kasus pembakaran hutan dan lahan yang menimbulkan masalah asap,
ternyata juga berhadapan dengan adanya Perusahaan Perusahaan perkebunan yang
mendapat dukungan atau backing (beking) dari oknum birokrat sipil dan oknum anggota
TNI-Polri.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menjelaskan, ada temuan di
beberapa daerah terkait dengan perusahaan-perusahaan perkebunan yang dibekingi oleh
oknum aparat sipil dan TNI-Polri.
"Yang (ada beking) itu di Sumatra Utara, di Riau, di Kalimantan Barat, dan di Nusa Tenggara
Barat. Macam-macam bervariasi. Dari Pemdanya ada, dari TNI nya da, Polisi nya juga ada.
Makanya Presiden ini kan ngajaknya (penanganan pembakaran hutan) bertiga ini. TNI-Polri,
Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kehutanan," demikian ujar Siti Nurbaya.
Dia menerangkan, bahwa ada empat akar masalah dalam kebakaran hutan di Indonesia.
Yang pertama, dari sisi pengelolaan hutan yang sejauh ini masih jauh diharapkan. Kedua
yaitu, praktek pembakaran yang dilakukan oleh warga secara sengaja.
"Ketiga, supremasi penegakan hukum yang masih lemah dan yang terakhir, pemerintah
lalai," tegasnya.
asal Singapura dan yang satunya adalah PT Langgam Inti Hibrindo. Sedangkan Tersangka
perorangan lain penyebab Kabut Asap ada 64 orang.
Disamping dua perusahaan tersebut saat ini masih ada 16 perusahanb yang masih disidik
Polda Riau. Alat Bukti terjadinya tinak pidana telah ditemukan. Namun orang yang paling
betanggung jawab dari Timbulnya Kabut Asap di Riau masih terus diusut.
beroperasi
lagi.
"Seminggu lalu setelah disebut progresnya, kami sudah melakukan pengawasan dengan tim
untuk mengevaluasi 4 perusahaan," jelas Sekjen LHK Bambang Endoryono dalam jumpa
pers di Kemenhut di Manggala Wanabakti, Senayan, Jakarta, Selasa (22/9/2015).
Dia menjelaskan, ada 2 perusahaan di Riau dan 2 di Sumsel yang diberi sanksi. Lahan di
area mereka terbukti terbakar.
4 perusahaan itu, sanksi pembekuan izin. Sanksi ini kena 3 perusahaan perkebunan. Di
Sumsel PT Tempirai Palm Resources di Oki dan PT Waringin Agro Jaya, Perkebunan sawit.
Kedua perusahaan ini terhitung hari ini dihentikan seluruh kegiatan operasionalnya," imbuh
dia.
"Di Riau Langgam Inti Hibrido di Provinsi Riau dikenakan pembekuan izin. Pemberhentian
izin operasional dan PT Hutani Sola Lestari, perusahaan izin pemanfaatan hutan kayu
(HPH),
sudah
lama
memegang
izin
dan
arealnya
terbakar,"
ungkai
Bambang.
Perusahaan itu, lanjut Bambang, karena arealnya terbakar maka menyumbang asap.
"Pengenaan sanksi izin ini mengikuti aturan berlaku dan kami melihat dari areal ini yang
menyumbang asap dan memberi dampak kesehatan serta memberi penderitaan yang luas
untuk masyarakat," tutupnya.
(mnb/dra)
II . ANALISIS
Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati
yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan). Sedangkan menurut Ensiklopedia Indonesia, hutan adalah suatu areal yang
dikelola untuk produksi kayu dan hasil hutan lainnya dipelihara bagi keuntungan tidak
langsung atau dapat pula bahwa hutan sekumpulan tumbuhan yang tumbuh bersama.
Pemanfaatan sekaligus perlindungan hutan di Indonesia diatur dalam UUD 45, UU No. 5
tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan
beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen
Pengusahaan Hutan. Menurut beberapa peraturan tersebut,hutan merupakan sumberdaya
alam yang tidak ternilai karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai
sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah
banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu
pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya.
Riau dikenal sebagai daerah yang masyarakatnya banyak berprofesi sebagai petani
sawit, itu dikarenakan daerah Riau sendiri merupakan daerah penghasil sawit terbesar di
Indonesia. Kebakaran hutan yang baru saja terjadi beberapa waktu lalu sudah menjadi
rutinitas tahunan, karena sampai saat ini masih belum diketahui siapa saja yang terlibat
dalam kejadian tersebut. Hanya saja, masih belum ada tindak lanjut dari pemerintahnya
sendiri. Banyak oknum oknum yang terlibat dalam kejadian ini namun banyaknya
perusahaan yang melakukan pembersihan sehingga saat pengecekan bukti bukti di TKP
tiba tiba hilang bak di telan bumi. Sama hal nya dengan kasus kebakaran hutan yang
setiap tahun terjadi, selalu saja terulang namun jika api telah padam. Seakan kasus tersebut
tidak pernah ada bak di telan bumi.
Di Indonesia, diciptakan kebijakan kebijakan yang mengatur tentang kehutanan.
Serta dengan tujuan untuk mendukung peningkatan penanaman modal asing maupun
modal dalam negeri di bidang pengusahaan sumber daya hutan, maka pemerintah
membangun instrumen hukum teknis dengan pembentukan UU No. 5 Tahun 1967 tentang
dalam
PP
34/2002,
beberapa
poin
baru
yang
menarik
adalah
Kaitannya dengan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) terdapat kerancuan
yang cukup mengganggu, yaitu meskipun namanya ijin usaha pemanfaatan namun
pemegang ijin usaha masih dibebani dengan pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya
tergolong sebagai pekerjaan pengelolaan hutan. Pemegang ijin usaha diwajibkan membayar
dana reboisasi yang menjadi pendapatan negara bukan pajak, tetapi pada saat yang sama
pemegang ijin masih diwajibkan untuk melakukan rehabilitasi hutan.
Sejak tahun 2003, penyusunan rencana kerja didasarkan pada SK Menhut No.16/KptsII/2003 tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Lima Tahun, Rencana Kerja Tahunan dan
Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam. Secara umum dapat
dikelompokkan ke dalam 4 tahap pelaksanaan yaitu :
1. Penyusunan dan pengesahan Rencana Kerja Usaha / RKU;
2. Penyusunan dan pengesahan Rencana Kerja Lima Tahun / RKL;
3. Penyusunan dan pengesahan Rencana Kerja Tahunan / RKT; dan
4.Penetapan kuota produksi dan proses pengesahan RKT.
Dalam perkembangannya kemudian, PP34/2002 direvisi menjadi PP 6/2007 tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Beberapa
poin baru penting yang terkandung dalam peraturan pemerintah yang baru ini adalah :
1. Diperkenalkannya Hutan Tanaman Rakyat (HTR) untuk memberi akses kepada
masyarakat pada kawasan hutan;
2. Pembentukan kesatuan pengelolaan hutan (KPH) sebagai wilayah pengelolaan kawasan
hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien
dan lestari beserta penjabaran detilnya;
3. Dihilangkannya pemberian IUPHHK melalui lelang;
4. Pembentukan lembaga keuangan untuk mendukung pembangunan HTI dan HTR.
Berikut daftar beberapa kebijakan / produk hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait
dengan upaya pengelolaan hutan lestari :
Menteri Kesehatan RI, 2003 menyatakan bahwa kebakaran hutan menimbulkan polutan
udara yang dapat menyebabkan penyakit dan membahayakan kesehatan manusia.
Berbagai pencemar udara yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan, misalnya : debu
dengan ukuran partikel kecil (PM10 & PM2,5), gas SOx, NOx, COx, dan lain-lain dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, antara lain infeksi saluran
pernafasan, sesak nafas, iritasi kulit, iritasi mata, dan lain-lain.
Selain itu juga dapat menimbulkan gangguan jarak pandang/ penglihatan, sehingga dapat
menganggu semua bentuk kegiatan di luar rumah. Gumpalan asap yang pedas akibat
kebakaran yang melanda Indonesia pada tahun 1997/1998 meliputi wilayah Sumatra dan
Kalimantan, juga Singapura dan sebagian dari Malaysia dan Thailand. Sekitar 75 juta orang
terkena gangguan kesehatan yang disebabkan oleh asap. (Cifor,2001).
Gambut yang terbakar di Indonesia melepas karbon lebih banyak ke atmosfir daripada yang
dilepaskan Amerika Serikat dalam satu tahun. Hal itu membuat Indonesia menjadi salah
satu pencemar lingkungan terburuk di dunia pada periode tersebut (Applegate, G. dalam
CIFOR, 2001).
Dampak kebakaran hutan 1997/98 bagi ekosistem direvisi karena perubahan perhitungan
luas kebakaran yang ditemukan. Taconi, 2003 menyebutkan bahwa kebakaran yang
mengakibatkan degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya ekonomi sekitar 1,62-2,7
miliar dolar. Biaya akibat pencemaran kabut asap sekitar 674-799 juta dolar; biaya ini
kemungkinan lebih tinggi karena perkiraan dampak ekonomi bagi kegiatan bisnis di
Indonesia tidak tersedia. Valuasi biaya yang terkait dengan emisi karbon menunjukkan
bahwa kemungkinan biayanyamencapai2,8 miliar dolar.
II.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari dampak kebakaran hutan bagi ekosistem adalah:
1. Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai harganya karena didalamnya
terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan
kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, dan
sebagainya
2. Kebakaran hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya sangat luas,
bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan pengendalian yang
dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu perlu
perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat
pinggiran atau dalam kawasan hutan.
3. Berbagai upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang penyuluhan kepada
masyarakat khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab kebakaran hutan,
peningkatan kemampuan aparatur pemerintah terutama dari Departemen Kehutanan,
peningkatan fasilitas untuk mencegah dan menanggulagi kebakaran hutan, pembenahan
bidang hukum dan penerapan sangsi secara tegas.
4. Sejak tahun 2003, penyusunan rencana kerja didasarkan pada SK Menhut No.16/KptsII/2003 tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Lima Tahun, Rencana Kerja Tahunan dan
Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam. Secara umum dapat
dikelompokkan ke dalam 4 tahap pelaksanaan yaitu :
1. Penyusunan dan pengesahan Rencana Kerja Usaha / RKU;
2. Penyusunan dan pengesahan Rencana Kerja Lima Tahun / RKL;
3. Penyusunan dan pengesahan Rencana Kerja Tahunan / RKT; dan
4.Penetapan kuota produksi dan proses pengesahan RKT.
5. Kaitannya dengan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) terdapat
kerancuan yang cukup mengganggu, yaitu meskipun namanya ijin usaha pemanfaatan
namun pemegang ijin usaha masih dibebani dengan pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya
tergolong sebagai pekerjaan pengelolaan hutan. Pemegang ijin usaha diwajibkan membayar
dana reboisasi yang menjadi pendapatan negara bukan pajak, tetapi pada saat yang sama
pemegang ijin masih diwajibkan untuk melakukan rehabilitasi hutan.
6. Dalam perkembangannya kemudian, PP34/2002 direvisi menjadi PP 6/2007 tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Beberapa
poin baru penting yang terkandung dalam peraturan pemerintah yang baru ini adalah :
1. Diperkenalkannya Hutan Tanaman Rakyat (HTR) untuk memberi akses kepada
masyarakat pada kawasan hutan;
2. Pembentukan kesatuan pengelolaan hutan (KPH) sebagai wilayah pengelolaan kawasan
hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien
dan lestari beserta penjabaran detilnya;
3. Dihilangkannya pemberian IUPHHK melalui lelang;
III.
CARA PENANGGULANGAN
Upaya yang telah dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan dilakukan antara lain
(Soemarsono, 1997):
Memantapkan kelembagaan dengan membentuk dengan membentuk Sub Direktorat
Kebakaran Hutan dan Lembaga non struktural berupa Pusdalkarhutnas, Pusdalkarhutda
dan Satlak serta Brigade-brigade pemadam kebakaran hutan di masing-masing HPH
dan HTI;
Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan;
Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah dan pemadam kebakaran
hutan;
Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah, tenaga
BUMN dan perusahaan kehutanan serta masyarakat sekitar hutan;
Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga pengendalian kebakaran hutan;
Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan dan Transmigrasi),
Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri Kehutanan dan Menteri Negara
Lingkungan Hidup;
Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi pembangunan non kehutanan,
selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar.
Upaya Penanggulangan Kebakaran Hutan di Indonesia
Disamping melakukan pencegahan, pemerintah juga nelakukan penanggulangan melalui
berbagai kegiatan antara lain (Soemarsono, 1997):
Memberdayakan posko-posko kebakaran hutan di semua tingkat, serta melakukan
pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama siaga I dan II.
Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua tingkatan, baik di
jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi lainnya, maupun perusahaanperusahaan.
Meningkatkan
koordinasi
dengan
instansi
terkait
di
tingkat
pusat
melalui