Anda di halaman 1dari 10

UNIVERSITAS INDONESIA

Manajemen Isu Pelanggaran Etika


Ketua DPR RI Setya Novanto

Fachri Wahyudi
1406578893

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Program Studi Ilmu Komunikasi
Depok
Desember 2015

BAB I
PENDAHULUAN
Sejak beberapa minggu yang lalu rakyat Indonesia digegerkan dengan
skandal kasus yang terkenal dengan sebutan Papa Minta Saham. Betapa tidak?
Hal ini terkait erat dengan pimpinan lembaga legislative tertinggi Indonesia yang
seharusnya menjadi wakil rakyat, Setya Novanto. Tidak hanya beliau, beberapa
nama yang tidak asing juga terlibat dalam skandal ini, antara lain saudagar
minyak Muhammad Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia,
Maroef Sjamsoeddin, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut
Binsar Pandjaitan bahkan Presiden RI, Bapak Joko Widodo dan Wakilnya, Bapak
Jusuf Kalla juga beberapa kali disebutkan dalam rekaman suara berdurasi satu jam
dua puluh menit. Hal ini dianggap melanggar etika. Rekaman suara tersebut
bagaikan katalis yang membuat publik semakin panas dan geram. Rekaman
tersebut dilaporkan oleh Sudirman Said, Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral kepada Majelis Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat (MKD) agar
segera dipersidangkan secara terbuka.
Publik semakin dibuat geram ketika Mahkamah yang bertugas untuk
menjaga kehormatan dari wakil rakyat tersebut seakan terkesan menutupi
kebenaran yang jelas-jelas sudah terbukti dengan adanya bukti rekaman
percakapan Setya Novanto, Riza Chalid dan Maroef Sjamsoeddin tersebut.
Institusi yang memiliki kepercayaan publik yang rendah ini semakin kehilangan
kepercayaannya akibat hal yang konyol yang dilakukan Majelis Kehormatan
Dewan ini. Seharusnya MKD melakukan sidang secara terbuka, layaknya sidangsidang sebelumnya yang telah berjalan namun untuk kali ini tidak. Sidang
dilakukan dengan tertutup. Hal ini kembali membuat publik semakin tidak bisa
menerima kejelasan dan sulit untuk membuktikan kebenaran dari laporan yang
dilakukan oleh Sudirman Said ini. Lagi-lagi publik dibuat geram karena Sudirman
Said, sang pelapor terkesan disudutkan oleh jalannya sidang dan dibuat menjadi
subordinat bahkan seolah seperti Sudirman Said yang menjadi tersangka yang
tengah disidang. DPR RI benar-benar tengah dalam krisis kepercayaan publik.

Manajemen Isu Setya Novanto | 2

Jika ingin menelisik lebih dalam, skandal ini bermula dari

masalah

perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia yang membuat Setya Novanto


mengadakan pertemuan tidak formal dengan Presiden Direktur PT. Freeport
Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan Saudagar minyak Muhammad Riza Chalid
pada tanggal 8 Juni 2015. Hal ini diketahui dari rekaman percapakan berdurasi
satu jam dua puluh menit. Dalam percakapan tersebut, Setya menyebutkan
Presiden dan Wakil Presiden perlu diberi jatah saham agar perusahaan tambang
asal Amerika Serikat itu bisa memperpanjang kontrak operasi yang akan berakhir
pada tahun 2021. Setya menyebutkan Presiden perlu diberi upeti sebesar 11%
saham Freeport dan 9% untuk Wakil Presiden. Dalam rekaman percakapan
tersebut terungkap juga Setya menghendaki 49% saham pembangkit listrik di
Paniai, Papua, sebagai imbalan atas jasa memuluskan jalan Freeport.1
Atas dasar rekaman percakapan itu lah Setya Novanto dilaporkan oleh
Sudirman Said ke Majelis Kehormatan Dewan. Sidang yang menghadirkan Setyapun telah digelar, namun anehnya sidang ini digelar tertutup

tidak

seperti

sidang-sidang sebelumnya yang digelar terbuka. Tertutupnya sidang tersebut


mengundang kecaman dan prasangka publik bahwa telah terjadi kongkalikong
dalam persidangan tersebut antara pimpinan DPR dan anggotanya yang tergabung
dalam MKD.
Pada perkembangannya Setya Novanto mempermasalahkan jalannya
sidang karena bukti rekaman percakapan berdurasi satu jam dua puluh menit yang
digunakan sebagai bukti atas pengajuan sidang Sudirman Said tersebut tidak legal.
Hal konyol yang kemudian terjadi adalah bukan hanya Setya Novanto yang
mempermasalahkan hal ini namun juga sejumlah Majelis Kehormatan Dewan
yang berada dalam sidang tersebut yang seharusnya pro atau membenarkan
kebenaran bukti yang sudah jelas-jelas menceritakan alur percakapan karena pada
saat sidang tersebut rekaman percakapan diputarkan secara penuh dan jelas.
Sudirman dinilai tidak mempunyai hak untuk melakukan pelaporan kepada MKD.
Hal ini dilandaskan pada Pasal 5 Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015 tentang

Majalah Tempo Edisi 23-29 November 2015. Halaman 29

Manajemen Isu Setya Novanto | 3

Tata Beracara MKD. Di dalam Pasal 5 Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015
disebutkan mengenai pihak-pihak yang berhak melapor ke MKD.
Sudirman Said dianggap telah melakukan hal tidak terpuji karena
menyadap percakapan mereka bertiga di Hotel Ritz-Carlton Jakarta. Sudirman
dianggap bukan menjadi bagian dari pihak-pihak yang berhak menggugat karena
statusnya sebagai pejabat eksekutif. Hal tersebut sungguh lucu dan terkesan
sebagai alasan yang sangat mengada-ada untuk mencegah dipersidangkannya
kasus ini. Meskipun bukan Ketua DPR atau Anggota DPR, Sudirman adalah
masyarakat yang dimaksud dalam pasal tersebut. Berdasarkan UU Nomor 39
Tahun 2008 tentang Kementrian Negara, syarat wajib untuk menjadi Menteri
adalah harus Warga Negara Indonesia. Jadi apakah hanya karena Sudirman Said
seorang menteri lalu dia dianggap bukan sebagai warga negara? Jelas tidak.
Sudirman mengajukan laporan tersebut secara perseorangan sebagai masyarakat
yang melihat adanya tindakan tidak etis yang dilakukan oleh Ketua DPR.
Setya mengungkapkan "Bahwa seperti kita ketahui, sekalipun Lembaga Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Intelijen Negara, Kejaksaan Agung,
Kepolisian RI, bilamana hendak melakukan perekaman atau penyadapan tetap
harus

dilakukan

sesuai dengan undang-undang yang berlaku."

Setya-pun

menganggap Maroef Sjamsoeddin sebagai seorang pegawai swasta perusahaan


asing di Indonesia yang tak memiliki wewenang seperti penegak hukum untuk
merekam atau menyadap pembicaraan.2
Setya jelas telah mengabaikan Kode Etik Dewan. Salah satu pasal dalam
Kode Etik Dewan tahun 2015 mengatur bahwa seorang anggota Dewan harus
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dibandingkan kepentingan pribadi,
seseorang, dan golongan. Dalam pasal lainnya dinyatakan pula bahwa anggota
DPR dilarang menggunakan jabatannya untuk mencari kemudahan dan
keuntungan pribadi, keluarga, sanak famili, dan golongan. Dalam rekaman yang
menjadi alat bukti jelas Setya melakukan pelanggaran-pelanggaran etika tersebut.
Setya Novanto: Rekaman Maroef Melawan Hukum Ilegal dan Tak Bisa Jadi Alat Bukti diakses
dari
http://nasional.kompas.com/read/2015/12/07/18024151/Setya.Novanto.Rekaman.Maroef.Melawan
.Hukum.Ilegal pada tanggal 19 Desember 2015 pukul 20.09
2

Manajemen Isu Setya Novanto | 4

Secara tersirat, Setya menyatakan bahwa dia mempunyai peran yang besar
untuk membantu memuluskan perpanjangan kontrak Freeport karena jabatannya
di DPR dan meminta imbalan atas hal tersebut.3
Meskipun persidangan belum mencapai putusan yang final, tetapi dalih
apapun tidak akan menghapus fakta bahwa Ketua DPR telah melakukan
pengkhianatan terhadap negara dan orang ramai.

Setya telah mencoreng

kepercayaan publik setidaknya pemilihnya dalam pemilu legislatif 2014- karena


mengutamakan kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. Dia juga telah
mencoreng DPR secara institusi karena ulahnya bermintra dalam satu
permufakatan korup dengan satu tujuan yaitu merampok negara. Anehnya,
dengan bukti yang tak terbantahkan lagi MKD seakan-akan menutupi
kebenaran yang ada dan melempar bola kesalahan justru pada pihak yang
melapor.

Perilaku

MKD

yang

demikian

justru

semakin mengundang

kemarahan publik. Taggar #MKDBobrok yang menjadi Trending Topic World


Wide untuk waktu yang cukup lama menjadi salah satu bukti kemarahan
publik

terhadap diciderainya

keadilan

dalam

kasus

ini. Hasil

survey

Transparency International Indonesia (TII) di tahun 2013 menunjukkan bahwa


DPR dinilai responden sebagai lembaga yang paling korup / bercitra paling
buruk dengan presentase 89%.4 Jalan MKD untuk menjatuhkan sanksi bagi
Setya Novanto memang tidak mudah. Sanksi berupa pencopotan jabatan dari
Ketua DPR, apalagi pemecatan dari anggota Dewan, mensyaratkan antara lain
adanya pelanggaran hukum. Di sisi lain, bola panas ini telah bergulir di
Kejaksaaan Agung. Setya Novanto bisa dijerat dengan delik permufakatan
jahat atau percobaan korupsi yang merugikan negara. Masalah ini akan
tuntas jika dibawa ke ranah hukum.

Silang Sengkarut Papa Minta Saham: Setelah Etika, Terbit Pidana yang ditulis oleh
Muhammad Syaeful Mujab dalam Press Release Kajian Strategis BEM Universitas Indonesia
4
Hasil Survei Nasiona Indo Barometer menunjukkan tingkat kepercayaan terhadap DPR berada
dibawah 50%. Lebih lengkapnya kunjungi link berikut
http://nasional.sindonews.com/read/1051601/12/tingkat-kepercayaanrendah-dpr-punya-pr-besarrebut-hati-rakyat-1444322500
3

Manajemen Isu Setya Novanto | 5

BAB II
PEMBAHASAN
Krisis diartikan sebagai bencana kesengsaraan atau marabahaya yang
datang mendadak. Krisis dalam artian ini mengasumsikan bahwa sumber krisis
berada diluar kekuatan manusia juga diluar sistem dan pada saat kemunculannya
diluar perhitungan. Dalam pengertian ini, skandal pelanggaran etika Setya
Novanto sebagai Ketua Umum adalah sebuah krisis bagi DPR RI karena kejadian
ini diluar perkiraan DPR RI.
Ada empat tahap atau fase yang terjadi dalam krisis, yaitu: tahap
prodormal, tahap akut, tahap kronis dan tahap resolusi (Ruslan, 1994 : 93-103).
Sama halnya dengan krisis DPR RI atas skandal pelanggaran etika Setya Novanto
ini juga mengalami keempat tahap atau fase tersebut secara berurutan.
Praktisi Public Relations sebagai yang berkewajiban dalam menangani
krisis, dapat menggunakan strategi 3P, yaitu: Pencegahan, persiapan dan
penanggulangan (Ruslan, 1994 : 104-106). Dalam konteks kasus Setya Novanto
ini kasusnya sudah berada pada tahap penanggulangan.
Soemirat dan Ardianto menawarkan strategi penganggulangan krisis
sebagai tindakan kuratif. Tindakan ini dilakukan jika krisis telah benar-benar
terjadi dan tidak sempat atau tidak dapat mencegahnya. Strategi penaggulangan
tersebut mencakup dua hal, yaitu kondisi akut dan kondisi kesembuhan. Sebelum
mengambil langkah-langkah komunikasi untuk menanggulangi krisis, penetapan
strategi generik perlu dilakukan, antara lain: (Kasali, 1994 : 232)
a. Strategi difensif, strategi ini meliputi tiga hal utama yang bisa dilakukan
dari mengulur waktu, membiarkan isu bergulir (low profile) dan
membentengi diri dengan kuat. Dalam kasus ini humas DPR RI tidak bisa
melakukan ketiganya karena jika dilakukanpun itu akan semakin
memperparah krisis kepercayaan publik memperburuk citra serta
menambah catatan hitam reputasi DPR RI.

Manajemen Isu Setya Novanto | 6

b. Strategi adaptif, strategi ini bisa dilakukan dengan cara melakukan


perubahan kebijakan, modifikasi operasional, kompromi dan meluruskan
citra. Dari keempat strategi adaptif ini yang bisa coba dilakukan hanya
meluruskan citra, namun hal itupun tidak akan memberikan dampak yang
signifikan melihat kondisi publik yang sudah hampir tidak ada
kepercayaan sama sekali terhadap DPR.
c. Strategi Dinamis, strategi ini lebih memberikan dampak yang makro bagi
DPR RI jika dilakukan seperti merger dan akuisisi, investasi baru, menjual
saham, meluncurkan produk baru atau menarik produk lama, dan
menggandeng penguasa. Namun jika kita cermati, strategi dinamis ini
hanya cocok dalam konteks perusahaan karena tidak mungkin DPR RI
melakukan akuisisi dan merger, menerima investasi dan menggandeng
penguasa. Satu satunya yang bisa disamakan konteksnya adalah menarik
produk lama dan mengganti dengan produk baru, dalam hal ini
memberhentikan Setya Novanto dan menggantinya dengan Ketua yang
baru.
d. Melemparkan isu baru untuk mengalihkan perhatian, strategi ini dirasa
paling tepat digunakan oleh humas DPR RI karena sudah sulit mengatasi
kasus dan menyebar ke sektor publik. Dan tampaknya strategi inilah yang
memang pada kenyataannya dilakukan oleh humas DPR RI bekerja sama
dengan media dengan menggulirkan isu ojek berbasis aplikasi yang
dilarang di Indonesia.5
Menghadapi Media
Menghadapi media dalam mengatasi dan memanajemen krisis
sangatlah sulit jika kita tidak memiliki relasi atau hubungan yang baik
dengan media-media terkait. Akan semakin sulit lagi apabila sebuah kasus
sudah terekspos dan semua media menampilkan berita yang sama seperti
kasus Setya Novanto ini. Media cetak seperti majalah Tempo bahkan
menempatkan kasus ini pada dua edisi terakhir sebagai topik serta bahasan

Ojek dan Taksi Online Dilarang diakses dari


http://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/3895/1/ojek.dan.taksi.online.dilarang?utm_source=WP&
utm_medium=box&utm_campaign=Ktpwp pada tanggal 20 Desember 2015 pukul 12.21
5

Manajemen Isu Setya Novanto | 7

utama yang dibahas di kolom Opini 6dan surat kabar harian selalu
menampilkan ulasan-ulasan menarik dan masuk di headline news dalam
beberapa hari kemudian juga beberapa kali menjadi trending topic
worldwide di sosial media Twitter dan beberapa media lain seperti BBC7
Jika ingin tidak terekspos media seperti ini seharusnya di tahap
perkembangan humas DPR RI benar-benar menjaga kerahasiaan kasus,
jangan sampai terbongkar dan terekspos oleh media, sidangnya jangan
sampai diliput oleh media, tidak boleh ada wartawan. Namun hal itu hanya
bisa dilakukan sebelum kasus terbongkar namun jika sudah dalam tahap
ini, tidak ada jalan lain lagi selain berkata jujur dan mengakui bahwa
memang demikian adanya. Membuat press release terkait isu tersebut,
klarifikasi dan mengakui apa adanya bahwa sang Ketua Umum memang
melakukan hal yang tidak semestinya dengan isi di dalamnya juga
mengandung permohonan maaf kepada masyarakat karena tidak
menjalankan tugas dengan baik.
Dalam hal ini media bisa dibilang menang, karena lebih berhasil
membuat publik dan stakeholder DPR RI yang lain percaya. Maka hal
yang paling benar dilakukan adalah mengakui dan bertindak jujur untuk
selain memang demikian adanya, setidaknya publik bisa menilai bahwa
DPR RI merupakan lembaga yang baik dengan meminta maaf ketika
melakukan salah. Tidak hanya meminta maaf pastinya, namun juga
menerima apapun konsekuensi yang terjadi akibat kasus ini.
Hal strategis yang bisa dilakukan untuk meredakan isu kemudian
adalah seperti yang sudah dibahas sebelumnya, yaitu bekerja sama dengan
media simpatisan kita untuk mengalihkan isu dengan membuat kasus baru
yang nantinya akan menutupi kasus yang terjadi ini sehingga perhatian
publik akan Setya Novanto teralihkan dan berfokus pada kasus yang baru
yang lebih aktual dan panas. Seperti misalnya isu larangan ojek berbasis
aplikasi yang marak beberapa saat setelah kasus ini mencuat atau dengan

Majalah Tempo Edisi Hajar! Yang Mulia tanggal 7-13 Desember 2015 dan Edisi Papa Minta
Saham tanggal 13-19 Desember 2015
7
Simak frekuensi Tagar #MKDBobrok dalam tautan
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/12/151207_live_setya_novanto_mkd

Manajemen Isu Setya Novanto | 8

berita jatuhnya Jet TNI AU yang jatuh di Yogyakarta yang kini tengah
menjadi topik terhangat.8
Manajemen Publik Internal
Dengan kasus yang mencuat ini nama Setya Novanto sebagai
Ketua Umum DPR RI sudah pasti kehilangan legitimasinya. Bagi publik
internal DPR RI pasti hal ini sangat disayangkan dan banyak menimbulkan
kekecewaan bagi publik internalnya sendiri. Hal ini bisa jadi akan
berdampak pada menurunnya kualitas kinerja karyawan, staf dan seluruh
khalayak internal DPR RI.
Langkah yang paling tepat dilakukan oleh humas DPR RI ketika
sudah berada dalam

situasi

seperti

ini adalah pertama segera

memberhentikan Setya Novanto dari kursi jabatan Ketua Umum DPR RI


untuk memperbaiki citra. Langkah selanjutnya tentu saja menjalin
hubungan kembali dengan publik internal DPR RI dari unsur terbawah
hingga yang paling atas. Yang perlu diperhatikan dalam mengambil
kebijakan ini tentu saja memilih pengganti Setya Novanto yang akan
menduduki kursi jabatan Ketua Umum adalah orang yang bertanggung
jawab dan bisa dipercaya serta memiliki performa yang jauh lebih baik
dari Setya Novanto dalam hal kepemimpinan.

Pesawat TNI Jatuh di Sekitar Bandara Adisucipto diakses dari


http://www.cnnindonesia.com/nasional/20151220110250-20-99358/pesawat-tni-jatuh-di-sekitarbandara-adisucipto/ pada 20 Desember 2015 pukul 1.11
8

Manajemen Isu Setya Novanto | 9

BAB III
PENUTUP
Segala bukti yang ada telah menunjukan bahwa Setya Novanto dan
MKD melakukan hal yang tidak terpuji dengan segala manuver politiknya.
Publik sendiripun juga bisa menilai siapa yang salah dengan hati
nuraninya masing-masing. Dalam kasus yang sudah sampai ke tahap ini,
humas yang baik hanya bisa meminta maaf kepada publik dan mengakui
semua kesalahannya serta memperbaiki apa yang dirasa salah dan buruk
sehingga di waktu yang akan datang tidak terulang kembali hal serupa dan
akhirnya kepercayaan publik dan reputasi bisa dibangun kembali karena
akan menjadi hal yang sewajarnya jika bagus dinilai bagus, dan buruk
dinilai buruk adanya.

DAFTAR PUSTAKA
Majalah Tempo Edisi Hajar! Yang Mulia tanggal 7-13 Desember 2015
Majalah Tempo Edisi Papa Minta Saham tanggal 23-29 Desember 2015
Setya Novanto: Rekaman Maroef Melawan Hukum Ilegal dan Tak Bisa Jadi
Alat

Bukti

diakses

dari

http://nasional.kompas.com/read/2015/12/07/18024151/Setya.Novanto.Rekaman.
Maroef.Melawan.Hukum.Ilegal pada tanggal 19 Desember 2015 pukul 20.09
Silang Sengkarut Papa Minta Saham: Setelah Etika, Terbit Pidana yang
ditulis oleh Muhammad Syaeful Mujab dalam Press Release Kajian Strategis
BEM Universitas Indonesia
Ojek

dan

Taksi

Online

Dilarang

diakses

dari

http://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/3895/1/ojek.dan.taksi.online.dilarang?ut
m_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Ktpwp pada tanggal 20
Desember 2015 pukul 12.21
Pesawat

TNI

Jatuh

di

Sekitar

Bandara

Adisucipto

diakses

dari

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20151220110250-20-99358/pesawat-tnijatuh-di-sekitar-bandara-adisucipto/ pada 20 Desember 2015 pukul 1.11

Manajemen Isu Setya Novanto | 10

Anda mungkin juga menyukai