Anda di halaman 1dari 1

Nama : Ardela Putri Faatihah

Kelas : XII MIPA 2


Tugas : PPKn

Menganalisis kasus Omnibus Law


= Pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang oleh DPR RI pada
Senin (5/10/2020) mendapat protes keras dari banyak pihak. UU Omnibus Law Cipta Kerja
dinilai akan merugikan rakyat Indonesia, terutama buruh/pekerja, anti-lingkungan hidup,
mengabaikan HAM, dan lain-lain.
Sejumlah lembaga dan aktivis mengeluarkan Mosi Tidak Percaya kepada Pemerintah
Indonesia dan DPR RI setelah disahkannya UU Cipta Kerja.
UU ini dinilai sangat merugikan terutama pada buruh dan rakyat kecil karena setiap pasal-
pasal didalam UU ini seperti mengabaikan hak rakyat untuk hidup bermartabat dan justru
mempercepat perusakan lingkungan. UU Cipta Kerja juga memfasilitasi keserakahan dan
korupsi banyak investor hitam dengan bantuan oligarki.
Tapi, dari sekian banyak protes dari rakyat tidak ada satupun yang digubris dan didengarkan
oleh pemerintah. Pemerintah justru bersikap tidak transparan dan seolah menutup telinga
mereka, Padahal, negara ini menganut sistem demokrasi.
Akibat dari suara rakyat yang tidak didengar, rakyat melakukan demonstrasi besar-besaran di
sejumlah daerah di Indonesia. Situasi pandemi seperti saat ini seolah tidak menghentikan
mereka untuk melakukan demonstrasi di depan Gedung Perwakilan Rakyat. Mereka
menuntut agar omnibus law tidak disahkan dan pemerintah lebih mementingkan kepentingan
rakyat ketimbang kepentingan para pengusaha.
Mereka memandang ancaman yang akan dimunculkan UU Omnibus Law jauh lebih besar
dibandingkan dengan dampak terinfeksi virus corona.
Dari banyak pasal yang dinilai bermasalah, terdapat tiga di antaranya yang mengancam
kehidupan para pekerja jika aturan itu diberlakukan.

Pertama adalah tidak adanya batas waktu dan jenis pekerjaan dalam sistem kontrak yang
menyebabkan para pekerja dapat dikontrak seumur hidup tanpa ada kewajiban mengangkat
sebagai pegawai tetap.

Kedua, status kontrak itu akan berimplikasi pada hilangnya jaminan sosial dan kesejahteraan,
seperti tunjangan hari raya, pensiun dan kesehatan.
Ketiga, dihapusnya upah minimum sektoral (provinsi dan kabupaten), dan adanya persyaratan
dalam penerapan upah minimum kabupaten/kota, serta diwajibkannya penerapan upah
minimum provinsi (UMP) yang nilainya jauh lebih rendah.
Hal inilah yang mengakibatkan mengapa UU ini tidak boleh disahkan dan harus
dipertimbangkan kembali dengan mendengar aspirasi dari rakyat.

Anda mungkin juga menyukai