ABSTRAK
Ombinus law atau omnibus legislation merupakan gagasan yang menjadi suatu terobosan dalam
keberagaman hukum di Indonesia. Keberadaan omnibus law di Indonesia menjadi sarana mewujudkan
deregulasi dan juga debirokratisasi, utamanya menghadapi banyaknya peraturan yang muncul di
Indonesia. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui kontroversi perubahan law omnibus di
tengah pandemic. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah studi kasus deskriptif
analitik dengan kajian literature. Penulis melakukan analisa sintesis untuk mendeskripsikan krontroversi
perubahan law omnibus di tengah pandemic. Kontroversi perubahan law omnibus di tengah pendemi
telah meresahkan semua pihak masyarakat. Parlemen telah memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan,
di mana masa pendemik lebih membutuhkan dana untuk mengatasi Covid-19 namun disalahgunakan
untuk kepentingan yang belum saatnya dibahas. Keuntungan pihak parlemen yang lebih utama,
dibandingkan kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah. Maraknya informasi mengenai perubahan
law omnibus menyebabkan munculnya pro dan kontra di saat pandemic Covid -19 yang telah memakan
banyak korban dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hasil studi literature ditemukan bahwa
terdapat banyak kontra terhadap perubahan law omnibus. Mayoritas masyarakat Indonesia tidak sepakat
terhadap adanya perubahan ombinus law ini, dikarenakan banyak yang merasa dirugikan daripada yang
diuntungkan. Sehingga mayoritas masyarakat menolak terkait pembahasan perubahan law omnibus yang
tidak semua masyakarat diikutsertakan dalam pembahasan. Parlemen telah memanfaatkan kesempatan
dalam kesempitas di masa pendemik yang sedang membutuhkan atensi yang lebih dari semua pihak.
Perubahan law omnibus di tengah pandemic menimbulkan kontra yang dirasakan oleh mayoritas
masyarakat di Indonesia, hal ini dikarena merasa banyak pihak yang dirugikan terait adanya perubahan
regulasi tersebut.
Korespondensi: Allya Audy Amartya. Universitas Padjajaran Sumedang. Alamat Jl. Bandung –
Sumedang Km.21, Cileunyi, Jawa Barat Kode Pos 45363 Email: humas@unpad.ac.id
Profesi Humas : Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume X, No. X, Agustus 20XX, hlm X-XX
ABSTRACT
Ombinus Law or Omnibus Law is one of the breakthroughs in the diversity of laws in Indonesia. The
existence of omnibus law in Indonesia is a means to achieve deregulation and bureaucratization, to
realize the regulations that have emerged in Indonesia. The purpose of this discussion is to find out the
controversy about changing the omnibus law in the midst of a pandemic. The method used in the
discussion of this article is a case study descriptif analytic with a literature review. The author conducted
a synthesis analysis to illustrate the controversy about changing the law of the omnibus in the middle of a
pandemic. The controversy over changing the omnibus law in the midst of the plague has troubled all
parties in the community. Parents must take advantage of opportunities in narrowness, where educators
need more funds to overcome Covid-19 but are misused for purposes that have not been discussed. The
party profits are greater, compared to the lower middle class. The emergence of information about
changes in the omnibus law which led to the pros and cons of the Covid-19 pandemic which had many
victims and public welfare. Based on the results of the study of literature found there are contra changes
in omnibus law. The majority of Indonesians are not against this change in ombinus law, because many
consider it unprofitable rather than benefited. The extension was approved by the community.
Amendments to the omnibus law that not all communities are included in the discussion. Parents must
take advantage of opportunities during the educational era that require more attention from all parties.
Amnibus law changes in the midst of a pandemic caused controversy received by the people in Indonesia,
this was obtained from several parties who were harmed from the changes that occurred in the
agreement.
Pendahuluan
Ombinus law atau omnibus legiskation merupakan gagasan yang menjadi suatu
terobosan dalam keberagaman hukum di Indonesia. Keberadaan omnibus law di Indonesia
menjadi sarana mewujudkan deregulasi dan juga debirokratisasi, utamanya menghadapi
banyaknya peraturan yang muncul di Indonesia. Menurut Glen S. Krutz, omnibus legislation
merupakan penyatuan berbagai undang – undang dalam satu undang-undang yang besar. Akibat
implikasi yang muncul, omnibus law tersebut dapat berperan sebagai pengatur berbagai macam
bidang kehidupan. Pemerintahan di Indonesia saat ini nampaknya serius dalam hal merumuskan
adanya omnibus law ini. Hal ini ditunjukan dengan masuknya omnibus law sebagai Program
Legislasi Nasional Prioritas tahun 2020. Bidang-bidang hukum yang dirancangkan oleh Presiden
Joko Widodo melalui sebuah pidato pelantikannya yang mencakup 2 undang-undang (UU)
besar, yaitu UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM (Busroh, 2017).
Penerapan omnibus law dalam hukum Indonesia bagaikan jalan pintas untuk mengatasi
hutan rimba peraturan perundang-undangan di Indonesia. Omnibus law sebagai metode
pembentukan Undang-Undang (UU) akan membahas peraturan lintas sectoral dalam satu
momentum dan sifatnya simultan. Sehingga, peraturan-peraturan yang berkaitan dibahas secara
bersamaan. Hal ini akan menghindari terjadinya pembahan UU secara satu persatu sebagaimana
praktik selama ini yang terjadi dalam pembentukan hukum di Indonesia. Adanya gap waktu
Korespondensi: Allya Audy Amartya. Universitas Padjajaran Sumedang. Alamat Jl. Bandung –
Sumedang Km.21, Cileunyi, Jawa Barat Kode Pos 45363 Email: humas@unpad.ac.id
Profesi Humas : Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume X, No. X, Agustus 20XX, hlm X-XX
antara peraturan yang lama dan era sekarang juga dapat diatasi melalui penerapan omnibus law.
Ketimpangan waktu yang terjadi dikarenakan Indoensia telah melewati berbagai rezim
pemerintahan dengan perbedaan ideologi, mulai dari era orde lama, orde baru, hingga reformasi.
Sehinga, banyak peraturan dibentuk sesuai keinginan masingmasing pemerintahan yang berkuasa
saat itu. Hal ini kemudian menimbulkan persoalan regulasi dimana ada beberapa peraturan
perundang-undangan yang tumpah tindih sehingga menimbulkan konflik kebijakan antara satu
kementerian/departemen dengan kementerian/ departemen lainnya (Busroh, 2016).
Penyebaran virus Covid – 19 yang menjadi rintangan bagi bangsa Indonesia saat ini,
sungguh membuat bangsa merasakan keresahan yang begitu amat mendalam. Semuanpenderita
Covid-19 saat ini tidak berkurang bahkan sebaliknya, penyebarannya cenderung masih
menignkat. Menurutnya, semua pihak lebih baik mempersiapkan diri menghadapi penyebaran
virus mematikan tersebut. Dalam acara rapat kerja gabungan yang telah dilakukan secara virtual
oleh Ketua Gugus Tugas kembali memaparkan prediksi yang disampaikan BIN belum lama ini.
Dia mengatakan, dalam rapat disebutkan bahwa pada Bulan Juni hingga saat ini diperkirakan ada
37.420 kasus dengan puncaknya diprediksi pada akhir Juli terdapat 106.287 kasus (CNN
Indonesia, 2020).
Negara Indonesia sedang dihadapkan dengan ancaman nyata yang ada di depan mata
kita. Karena itu, kita semua harus berkontribusi dalam menangani ini hal tersebut. Dalam
berkaitannya itu, Fraksi PAN menginginkan agar DPR tetap fokus dalam membantu pemerintah
untuk menangani adanya virus corona. Ada banyak hal yang dapat dilakukan mulai dari fungsi
pengawasan, budgeting dan legislasi tetap dibutuhkan. Sekarang tinggal menentukan skala
prioritas saja. Indonesia lebih mengutamakan penanganan covid-19 atau pembahasan Omnibus
Law Cipta Kerja. Keputusan tersebut masih menjadi perbincangan setiap fraksi masing – masing
untuk memutuskan lebih prioritas yang mana. Anggota DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
(PKS) Habib Aboe Bakar Al Habsyi juga menolak pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Sebab ia melihat kondisi saat ini, seharusnya membuat anggota dewan dan pemerintah fokus
dalam penanganan virus Covid-19 atau corona (CNN Indonesia, 2020).
Tetapi memang kondisi saat ini Negara Indonesa yang berada dalam force majeure,
kondisi yang sangat emergency, yang membutuhkan atensi dari setiap masyarakat. Terlihat
kurang logis jika bangsa Indonesia untuk sekarang ini mengangkat omnibus law ini di atas masa
pandemic. Selain itu, banyak poin-poin yang kontroversial yang perlu dikaji dengan detail. Dan
sejumlah pasal tak bisa diputuskan begitu saja dengan rapat virtual oleh komisi di DPR. Anggota
Komisi III DPR RI dari Fraksi Nasdem Taufik Basari menyebut pembahasan Rancangan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dapat dibahas setelah pandemi Covid-19 mereda. Ia
mengklaim tidak ada target mengebut pembahasan RUU kontroversial tersebut. Khusus untuk
RKUHP, fraksi Partai NasDem di Komisi III menghendaki agar RKUHP tidak perlu dibahas
terburu-buru karena tidak memiliki urgensi dalam kaitannya dengan Covid-19 . Taufik
menegaskan, RKUHP bisa ditunda dahulu pembahasannya menunggu wabah Covid-19 ini reda
sehingga memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memberikan masukan. Sejak awal,
Korespondensi: Allya Audy Amartya. Universitas Padjajaran Sumedang. Alamat Jl. Bandung –
Sumedang Km.21, Cileunyi, Jawa Barat Kode Pos 45363 Email: humas@unpad.ac.id
Profesi Humas : Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume X, No. X, Agustus 20XX, hlm X-XX
kata Taufik, Fraksi NasDem menginginkan tetap ada pembahasan mendalam lagi untuk RKUHP.
[ CITATION Fit19 \l 14345 ].
Taufik juga mengatakan, Komisi III juga tidak membicarakan target penyelesaian.
Sejauh ini, kata dia, yang diminta Komisi III untuk ditetapkan dalam rapat paripurna adalah agar
sekadar dapat memulai pembahasan RUU. Pembahasan RKUHP nantinya agar tidak terbatas
hanya fokus pada 14 poin pasal kontroversial. Namun, menurut Taufik, perlu dipastikan lagi soal
kejelasan rumusan delik, hingga mens rea yang terkandung di setiap pasal terutama pasal-pasal
baru yang tidak ada di KUHP lama. Bahkan, kata dia perlu dilakukan simulasi sehingga tidak
terjadi multitafsir. Menurutnya untuk saat ini yang ingin dicegah oleh Fraksi Partai Nasdem
adalah adanya over kriminalisasi atau kriminalisasi berlebihan. Dan kepastian bahwa asas hukum
terlah terpenuhi. RKUHP hampir saja disahkan pada September 2019. Namun, mahasiswa dan
aliansi masyarakat menggelar demo besar - besaran RKUHP tersebut hingga akhirnya DPR
menunda pengesahan RKUHP tersebut. Berdasarkan pernyataan di atas, maka pernulis tertarik
dan ingin mengetahui kontroversi yang muncul terkait law omnibus di saat pandemic apakah
dilanjutkan atau diberhentikan sesaat?
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus analisis
deskriptif dengan kajian literature review, di mana penelitian ini menggunakan sumber berupa
jurnal maupun artikel serta buku – buku yang mendukung dengan topic penelitian ini. Literatur
yang digunakan yaitu dari tahun 2015 hingga 2020. Proses penelurusan jurnal menggunakan kata
kunci law omnibus, pandemic, dan kontroversi yang kemudian nantinya akan dilakukan analisa
sintesis terkait konrtoversi law omnibus di saat pandemic.
Korespondensi: Allya Audy Amartya. Universitas Padjajaran Sumedang. Alamat Jl. Bandung –
Sumedang Km.21, Cileunyi, Jawa Barat Kode Pos 45363 Email: humas@unpad.ac.id
Profesi Humas : Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume X, No. X, Agustus 20XX, hlm X-XX
satu regulasi yang dibentuk untuk menggantikan lebih dari satu regulasi lain yang telah berlaku
sebelumnya. Konsep ini bisa saja hanya menggantikan beberapa pasal di satu peraturan dan saat
bersamaan mencabut seluruh isi regulasi lain. Artinya, sutu Omnibus Law dapat bersifat sebagai
lalu lintas sektor yang sering ditafsirkan sebagai UU sapu jagat dalam peraturannya (Busroh,
2017).
RUU Cipta Kerja juga menuai kritik lainnya oleh semua pihak baik pihak masyarakat
sipil salah satunya terkait dimana UU dapat diganti oleh sebuah PP yang telah ada. Menurut
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud
MD[3] menyatakan kepada awak media bahwa terdapat kemungkinan mengenai penyusunn
RUU tersebut ada kesalahan dalam proses melakukan pengetikan naskah. Alasan tersebut yang
telah diungkapkan olehnya. Terlepas dari berbagai kecurigaan adanya kesengajaan terkait Pasal
tersebut, Penulis berpendapat bahwa sekalipun memang betul terdapat berbagai macam
kesalahan yang muncul dalam proses pengetikan, tentu akan wajar saja mengingat proses
pengerjaannya dikebut dalam waktu 100 hari yang memang itu merupakan waktu yang sangat
singkat. Sehingga alasan tersebut masih dianggap sebagai alasan yang konkrit jika benar terjadi
dan memang apa adanya (Pahlevi, 2020).
Selain adanya RUU ini menyudurkan para investor, para pekerja kelas bawah, dan
lingkungan, RUU Cipta Kerja ini juga telah menyasar ke berbagai peraturan terkait perkebunan/
pertanian (sebenarnya dari seluruh materi muatan RUU Cipta Kerja, terdapat pendelegasian lebih
kurang 493 Peraturan Pemerintah, 19 Peraturan Presiden, dan 4 Peraturan Daerah). Catatan dari
peneliti Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL) terkait perkebunan/pertanian cukup
membuat penulis terkejut dimana RUU Cipta Kerja ini banyak menghilangkan pertimbangan-
pertimbangan dari UU Perkebunan sebelumnya (CNN, 2020).
Salah satunya terhadap Pasal 30 angka 1 mengenai perubahan terhadap Pasal 14 UU
Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dimana telah menghilangkan pertimbangan-
pertimbangan terkait penetapan batasan luas. Pertimbangan tersebut yakni a. Jenis tanaman; b.
Ketersediaan lahan yang sesuai secara agroklimat; c. Modal; d. Kapasitas pabrik; e. Tingkat
kepadatan penduduk; f. Pola pengembangan usaha; g. Kondisi geografis; h. Perkembangan
teknologi; dan i. Pemanfaatan lahan berdasarkan fungsi ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang tata ruang. Sehingga pasal ini berpotensi mengambil alih
kawasan-kawasan yang bukan diperuntukkan untuk usaha perkebunan (DPR RI, 2019).
Sebelum adanya perubahan dan penghilangan pertimbangan-pertimbangan tersebut
pada RUU Cipta Kerja, jauh sebelum itu kasus-kasus pengambilan alih kawasan yang bukan
diperuntukkan untuk perkebunan telah lama bergema. Mulai dari masa orde baru, hingga
revolusi industri 4.0 saat ini. Hal ini dikarenakan adanya tumpang tindih penguasaan tanah di
Indonesia, karena adanya dua hukum yang berbeda antara masyarakat dan pemerintah.
Masyarakat dan pemerintah saling klaim hak atas tanah/hutan. Masing-masing pihak hanya
mengakui keberadaan satu hukum demi kepentingannya. Di Indonesia hukum negara dianggap
memiliki posisi yang lebih tinggi dalam pengelolaan sumber daya alam dibandingkan hukum
adat. Seringkali negara mengambil kebijakan sepihak dalam pengelolaan sumber daya alam
tanpa melibatkan masyarakat lokal yang menggantungkan hidup pada sumber daya alam
Korespondensi: Allya Audy Amartya. Universitas Padjajaran Sumedang. Alamat Jl. Bandung –
Sumedang Km.21, Cileunyi, Jawa Barat Kode Pos 45363 Email: humas@unpad.ac.id
Profesi Humas : Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume X, No. X, Agustus 20XX, hlm X-XX
tersebut[4]. Sehingga kasus-kasus perampasan lahan oleh pemerintah kerap terjadi (Renaldo,
2020).
Pada catatan akhir tahun 2018, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyatakan
konflik tanah menyebar di seluruh Indonesia. Konflik ini didominasi oleh Provinsi Riau,
Sumatera Utara dan Jawa Barat sejak tahun 2014. Luas konflik tanah sendiri mencapai 807.177
hektare dengan didominasi sektor perkebunan sawit yakni mencapai 591.640 hektare. Lainnya
adalah kehutanan (65 ribu hektare); pesisir (54 ribu hektare); dan pertambangan (49 ribu hektare)
[5]. KPA menilai tingginya angka konflik agraria merupakan bentuk upaya perampasan hak
rakyat atas tanah, baik oleh negara maupun pemilik modal yang berkolaborasi dengan penguasa.
Mau sehebat apapun Omnibus Law ini dibentuk oleh pemerintah, jika ujung-ujungnya
perampasan lahan dan konflik agraria belum dapat diatasi apa gunanya Omnibus Law ini dibahas
(DPR RI, 2019).
Pemerintah telah menyampaikan RUU Cipta Lapangan Kerja ke DPR RI. Saat ini hanya
menunggu pembahasan agar bisa disahkan. Hal ini memicu berbagai kecaman yang lahir dari
pergarakan dan aksi dari sebagian masyarakat, misalnya kelompok pekerja. Konfederasi Serikat
Pekerja Indonesia (KSPI) mengancam akan menggelar aksi besar-besaran bila Omnibus Law
Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja disahkan. KSPI menolak Omnibus Law RUU
Cipta Kerja yang drafnya telah diserahkan pemerintah ke DPR RI. Adapun beberapa hal yang
disoalkan dalam Omnibus Law sebagai berikut: 1. Penyusunan RUU yang tidak partisipatif
Satuan tugas Omnibus Law yang dibentuk pemerintah bersifat eksklusif dan elitis, sehingga
tidak mengakomodasi kelompok masyarakat terdampak atas RUU Cilaka. Tercatat bahwa dari
138 anggota Satgas, sebagian besar berasal dari kalangan pemerintah dan pengusaha. 2.
Ancaman besar kerusakan lingkungan RUU Cilaka diyakini akan melegitimasi investasi yang
merusak lingkungan dan tidak mensejahterakan masyarakat. Ini terjadi karena pemerintah tidak
selektif dalam menarik investasi yang masuk ke Indonesia. Investor yang masuk berpotensi
memperluas eksploitasi sumber daya alam dan kerusakan lingkungan. RUU Cilaka mendorong
percepatan krisis lingkungan hidup karena investasi yang masuk meningkatkan bencana
ekologis, pencemaran dan perusakan lingkungan. Seperti kebakaran hutan dan lahan yang terjadi
beberapa tahun terakhir, lubang tambang yang menewaskan puluhan anak, banjir, kekeringan,
dan polusi udara. 3. Sentralisasi perizinan
Dinilai bahwa kebijakan ini menciderai otonomi daerah yang berjalan sejak reformasi.
Beberapa kewenangan perizinan di daerah yang bakal ditarik ke pusat antara lain, kewenangan
pemerintah provinsi mengelola mineral dan batubara, termasuk penerbitan perda dan izin.
Sentralisasi perizinan ini menjauhkan pelayanan publik dan menyulitkan penyampaian aspirasi
masyarakat. Kondisi kesejahteraan buruh akan menurun RUU Cilaka dinilai membuka ruang
perbudakan modern lewat fleksibilitas tenaga kerja dalam bentuk penetapan upah di bawah
minimum, per jam, dan perluasan outsourcing. Upah buruh per jam akan sangat kecil jika
dihitung berdasarkan upah minimum provinsi Jakarta 2020 sebesar Rp4,2 juta untuk kerja 8 jam
per hari yakni Rp26.250/jam. Bayangkan jika kamu tidak bekerja untuk beberapa jam karena
urusan-urusan lain. Berapa upahmu yang akan hilang? Izin investasi yang ringan Perampasan
dan penghancuran ruang hidup rakyat atas nama kepentingan pembangunan dan ekonomi
Korespondensi: Allya Audy Amartya. Universitas Padjajaran Sumedang. Alamat Jl. Bandung –
Sumedang Km.21, Cileunyi, Jawa Barat Kode Pos 45363 Email: humas@unpad.ac.id
Profesi Humas : Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume X, No. X, Agustus 20XX, hlm X-XX
berpotensi akan semakin meningkat. RUU Cilaka memberikan kemudahan bagi korporasi untuk
mengeksploitasi ruang hidup rakyat, seperti tanah. Catatan YLBHI tahun 2018 terjadi 300
konflik agraria di 16 provinsi dengan luas 488 ribu hektar.
Ancaman pemutusan hubungan kerja Jika RUU Cilaka menghilangkan pesangon bagi
buruh yang mengalami PHK, maka pemilik modal semakin mudah melakukan relokasi ke daerah
lain yang upahnya lebih murah. Ini akan memicu terjadinya PHK massal. Selain itu, kemudahan
pengusaha untuk merekrut dan memecat pekerja membuat kondisi kerja semakin buruk.
Akibatnya buruh tidak lagi punya daya tawar untuk memperbaiki kondisi kerja. Badan Eksekutif
Mahasiswa Universitas Sanata Dharma, melalui Kementerian Sosial Politik dan Kajian Strategis
menyatakan sikap untuk: 1) Menolak pengesahan RUU Cipta Lapangan Kerja, 2) Menuntut
pemerintah untuk selalu mengikutsertakan pihak masyarakat yang berkepentingan dalam
pembuatan Rancangan Undang-Undang (RUU) lainnya, sehingga segala kepentingan umum
dapat diakomodasi, dan 3) Mendorong pemerintah untuk aktif mensosialisasikan segala bentuk
Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada semua kalangan masyarakat.
Berdasarkan keputusan pemerintah bersamaan dengan DPR telah menunda proses
pembahasan yang dilakukan untuk klaster ketenagakerjaan pada RUU Cipta Kerja. Dalam kasus
ini KNPA beranggapan bahwa dengan RUU ini banyak buruh yang terancam, selain itu juga
petani, nelayan serta masyarakat adat yang kemudian akan dirugikan.
Selain itu menurutnya, pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja dalam situasi saat
ini akan menciderai transparansi pembahasan UU. Terlebih sampai saat ini komitmen
keterbukaan DPR dalam pembahasan RUU tersebut dinilai rendah. "Dengan situasi saat ini, DPR
memaksa (membahas). Bagaimana partisipasi masyarakat berkualitas baik? Masyarakat tidak
akan ada waktu untuk terlibat pembahasan UU karena mereka sudah bingung dengan dirinya
sendiri, menyelamatkan dirinya sendiri," kata Badiul. Oleh karena itu, ia pun meminta agar DPR
menghentikan pembahasan RUU tersebut. Omnibus Law RUU Cipta Kerja sendiri sudah
mendapat penolakan cukup banyak dari berbagai elemen masyarakat seperti buruh atau aktivis.
DPR pun diharapkan dapat mendengarkan seruan tersebut sebagai masukan untuk tidak
membahasnya dalam situasi saat ini.
Pada tanggal 30 Maret 2020, telah DPR RI memutuskan menggelar rapat paripurna
pembukaan masa persidangan III, meskipun virus corona (Covid-19) sedang mewabah di
Indonesia. Perlu diketahui bahwa, virus Covid-19 ini telah menyerang hampir seluruh negara tak
terkecuali di Indonesia dengan korban kematian yang cukup besar. Kompas.com pada tanggal 03
April 2020 mencatat, ada 170 pasien meninggal setelah dinyatakan positif Covid-19. Untuk
mengatasi bertambahnya korban, pemerintah menghimbau masyarakat membatasi aktivitas
diluar rumah dan tidak melakukan kegiatan yang melibatkan khalayak ramai.
Korespondensi: Allya Audy Amartya. Universitas Padjajaran Sumedang. Alamat Jl. Bandung –
Sumedang Km.21, Cileunyi, Jawa Barat Kode Pos 45363 Email: humas@unpad.ac.id
Profesi Humas : Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume X, No. X, Agustus 20XX, hlm X-XX
Korespondensi: Allya Audy Amartya. Universitas Padjajaran Sumedang. Alamat Jl. Bandung –
Sumedang Km.21, Cileunyi, Jawa Barat Kode Pos 45363 Email: humas@unpad.ac.id
Profesi Humas : Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume X, No. X, Agustus 20XX, hlm X-XX
Korespondensi: Allya Audy Amartya. Universitas Padjajaran Sumedang. Alamat Jl. Bandung –
Sumedang Km.21, Cileunyi, Jawa Barat Kode Pos 45363 Email: humas@unpad.ac.id
Profesi Humas : Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume X, No. X, Agustus 20XX, hlm X-XX
Korespondensi: Allya Audy Amartya. Universitas Padjajaran Sumedang. Alamat Jl. Bandung –
Sumedang Km.21, Cileunyi, Jawa Barat Kode Pos 45363 Email: humas@unpad.ac.id
Profesi Humas : Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume X, No. X, Agustus 20XX, hlm X-XX
Korespondensi: Allya Audy Amartya. Universitas Padjajaran Sumedang. Alamat Jl. Bandung –
Sumedang Km.21, Cileunyi, Jawa Barat Kode Pos 45363 Email: humas@unpad.ac.id
Profesi Humas : Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume X, No. X, Agustus 20XX, hlm X-XX
Korespondensi: Allya Audy Amartya. Universitas Padjajaran Sumedang. Alamat Jl. Bandung –
Sumedang Km.21, Cileunyi, Jawa Barat Kode Pos 45363 Email: humas@unpad.ac.id
Profesi Humas : Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume X, No. X, Agustus 20XX, hlm X-XX
Korespondensi: Allya Audy Amartya. Universitas Padjajaran Sumedang. Alamat Jl. Bandung –
Sumedang Km.21, Cileunyi, Jawa Barat Kode Pos 45363 Email: humas@unpad.ac.id
Profesi Humas : Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume X, No. X, Agustus 20XX, hlm X-XX
Korespondensi: Allya Audy Amartya. Universitas Padjajaran Sumedang. Alamat Jl. Bandung –
Sumedang Km.21, Cileunyi, Jawa Barat Kode Pos 45363 Email: humas@unpad.ac.id
Profesi Humas : Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume X, No. X, Agustus 20XX, hlm X-XX
Korespondensi: Allya Audy Amartya. Universitas Padjajaran Sumedang. Alamat Jl. Bandung –
Sumedang Km.21, Cileunyi, Jawa Barat Kode Pos 45363 Email: humas@unpad.ac.id
Profesi Humas : Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume X, No. X, Agustus 20XX, hlm X-XX
Korespondensi: Allya Audy Amartya. Universitas Padjajaran Sumedang. Alamat Jl. Bandung –
Sumedang Km.21, Cileunyi, Jawa Barat Kode Pos 45363 Email: humas@unpad.ac.id
Profesi Humas : Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume X, No. X, Agustus 20XX, hlm X-XX
pihak malah justru memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan yang semuanya malah justru
tak memikirkan itu. Menurut Charles, mengungkapkan bahwa DPR berkeinginan akan
mengulang adanya kesuksesan lolosnya Undang – Undang terkait Minerba dan Peraturan
Pemerintah dalam mengganti undang – undang (Perpu) Nomor 1 pada tahun 2020 tentang
kebijakan keuangan negara dalam menghadapi adanya pandemi Covid-19. Pihak pengesah
undang – undang tetap nekad untuk mengesahkan kedua rancangan aturan undang – undang
tersebut (Renaldo, 2020).
Menurut Charles, DPR terkesan ingin mengesampingkan suara publik yang menolak
RUU Cipta Kerja dengan membahasnya di tengah pandemi ini. Sebab, ruang publik untuk
protes pun terbatas dengan adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berlaku.
Hal ini telah membuktikan kepada kita bahwa DPR tidak lagi mewakili aspirasi masyarakat
namun malah menyulitkan masyarakat di saat yang pailit ini. Manajer Kampanye Pangan, Air,
dan Ekosistem Esensial WalhiWahyu Pradana menyatakan bahwa DPR RI telah melanggar
seruan Presiden untuk bekerja dari rumah dan tidak mengadakan pertemuan dengan melibatkan
banyak orang. DPR RI juga telah banyak melukai hati masyarakat karena tidak mengindahkan
permintaan masyarakat untuk menunda membahas RUU Cipta Kerja di tengah Covid-19 ini. Di
mana hati DPR yang memaksakan pembahasan regulasi yang banyak ditolak oleh masyarakat.
Bambang mengatakan perubahan harus tetap melalui revisi UU yang bersangkutan. Hendrawan
mengatakan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja di masa reses dimungkinkan selama
sudah mendapat izin dari pimpinan DPR. Kalau sudah diumumkan berarti ada dan telah
disetujui pimpinan. Berdasarkan pernyataan tersbeut maka sebelum para parlemen bertindak
dan sekaligus mengumumkan kepada semua pihak berarti parlemen tersebut telah mendapatkan
izin dari atasan yang lebih berhak (CNN, 2020).
Berdasarkan berbagai macam pernyataan yang telah diungkapkan di atas, berkaitan
dengan public relation maka kontroversi ini timbul diakibatkan karena berbagai macam
pendapat yang diungkapkan melalui media masa. Padahal, peran media masa sebagai media
untuk mendapatkan informasi baik semua informasi yang bersifat positif maupun negative.
Maka dari itu, pentingnya informasi yang didapat berupa omnibus law ini memicu pro dan
kontra bagi setiap orang yang menanggapimnya. Karena keterkaitan informasi omnibus law
dengan public relations ini sangat terikat baik dalam bahasa yang digunakan, bentuk hurufnya
maupun pola yang dibicarakan dalam pemberitaan media masa. Maka dari itu, sebuah media
masa mampu menampung aspirasi yang muncul dalam kehidupan apalagi di masa pandemic
yang orang – orang hanya mementingkan untuk terhindar dan tetap sehat dari berbagai macam
penyakit terutama Covid-19 malah muncul suatu pemberitaan terkait omnibus law.
Peran penting public relations dalam hal ini memang sangat penting, namun di saat
pandemic semua informasi yang didapat dan telah termuat di media masa perlu
dipertimbangkan lagi sebelum dipublikasikan karena hal tersebut dapat meresahkan
masyarakat dengan informasi yang kurang tepat atau hoax. Masa pandemic ini semua orang
sedang merasakan krisis ekonomi, krisis kesehatan serta krisis kesejahteraan, peran media
masa sangat diperlukan untuk mengakses informasi terkait keberlangsungan kesejahteraan
masyarakat ke depannya. Semua informasi yang telah di dapat baik dari public relations
Korespondensi: Allya Audy Amartya. Universitas Padjajaran Sumedang. Alamat Jl. Bandung –
Sumedang Km.21, Cileunyi, Jawa Barat Kode Pos 45363 Email: humas@unpad.ac.id
Profesi Humas : Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume X, No. X, Agustus 20XX, hlm X-XX
maupun dari pihak lain dapat dimuat di media masa yang telah tersortir sebelumnya. Jadi
semua informasi yang diunggah diupayakan telah melalui sortir yang sangat ketat tingkat
kelayakan dalam penulisan isi berita tersebut.
Dalam semua pertanyataan yang telah dibahas di atas mengenai law omnibus, telah
mencangkup hamper semua materi yang diinginkan oleh public relations. Di mana informasi
yang tertuang telah komprehensif yang artinya berita tersebut telat lengkap dan memenuhi
semua pertanyaan yang banyak ditanyakan oleh pembaca. Informasi mengenai perbahan law
omnibus yang sedang marak dibicarakan ini telah tergali lebih dalam oleh penulis melalui
serangkaian proses kajian literature. Pencarian informasi dikarenakan pandemic ini sebagian
besar melalui kajian literature, di mana hal tersebut dimaksudkan untuk mengantisipasi kontak
langsung dengan orang lain dan menghindari bertemu dengan orang banyak.
KESIMPULAN
Parlemen telah memanfaatkan kesempatan dalam kesempitas di masa pendemik yang sedang
membutuhkan atensi yang lebih dari semua pihak. Perubahan law omnibus di tengah pandemic
menimbulkan kontra yang dirasakan oleh mayoritas masyarakat di Indonesia, hal ini dikarena
merasa banyak pihak yang dirugikan terait adanya perubahan regulasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Busroh, Firman Freaddy. 2016. Teknik Perundangundangan suatu Pengantar. Jakarta: Cintya
Press.
CNN Indonesia. 2020. Kontroversi Omnibus Law dan Penundaan Klaster Tenaga Kerja. Diakses
pada 14 Juni 2020 Pukul 15.16 WIB dari URL :
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200429090408-20-498312/kontroversi-
omnibus-law-dan-penundaan-klaster-tenaga-kerja
Fifield, Mitch. 2015. Civil Law and Justice (Omnibus Amendments) Bill 2015, diakses pada
tanggal 24 November 2019.
Korespondensi: Allya Audy Amartya. Universitas Padjajaran Sumedang. Alamat Jl. Bandung –
Sumedang Km.21, Cileunyi, Jawa Barat Kode Pos 45363 Email: humas@unpad.ac.id
Profesi Humas : Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, Volume X, No. X, Agustus 20XX, hlm X-XX
Pahlevi, Indra. 2020. Parliamentary Review Omnibus Law. Pusat Penelitian Badan Keahlian
DPR RI. Sekretariat Jenderat DPR RI. Vol. II. No. 1. Hlm. 1 – 49.
Rasjidi, Lili. dan Liza Sonia Rasjidi. 2016. Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum. Bandung:
Citra Aditya Bakti.
Renaldo, Hendi. 2020. Omnibus Law dalam Teori dan Melompati Pratik. Diakses pada 14 Juni
2020 pukul 15.24 WIB dari URL : https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--omnibus-
law-dalam-teori-dan-melompati-praktik
Toruan, Henry Donald Lbn. 2017. Pembentukan Regulasi Badan Usaha dengan model Omnibus
Law, Jurnal Hukum to-ra, Vol.3. No. 1.
Korespondensi: Allya Audy Amartya. Universitas Padjajaran Sumedang. Alamat Jl. Bandung –
Sumedang Km.21, Cileunyi, Jawa Barat Kode Pos 45363 Email: humas@unpad.ac.id