Anda di halaman 1dari 44

Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum

Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa


Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

KRITISI OMNIBUS LAW DALAM PERSPEKTIF TOLERAN DALAM KHILAFIYAH

1
Firman Adi Candra
1
Universitas Mathla ul Anwar
Email : firman.adi@unmabanten.ac.id

Abstrak
Undang-undang sapu jagat atau undang-undang omnibus (Omnibus bill atau omnibus law) adalah istilah untuk
menyebut suatu undang-undang yang bersentuhan dengan berbagai macam topik dan dimaksudkan untuk
mengamandemen, memangkas dan/atau mencabut sejumlah undang-undang lain. Konsep undang-undang itu
umumnya ditemukan dalam sistem hukum umum (common law) seperti Amerika Serikat, dan jarang ditemui dalam
sistem hukum sipil (civil law) seperti di Indonesia, karena ukuran dan cakupannya yang luas, perdebatan dan
pengawasan terhadap perancangan undang-undang sapu jagat umumnya dibatasi. Dalam sejarahnya, undang-
undang sapu jagat adakalanya digunakan untuk melahirkan amandemen yang kontroversial. Oleh sebab itu, beberapa
kalangan menilai undang-undang sapu jagat bertentangan dengan demokrasi. Omnibus berasal dari Bahasa Latin,
yang artinya “untuk semuanya”.
Kata Kunci : Omnibus Law, Khilafiyah

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 70


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

PENDAHULUAN
Mengutip Black‟s Law Dictionary, Omnibus memiliki makna "untuk semua: mengandung
dua atau lebih," dan seringkali diterapkan pada RUU legislatif yang terdiri lebih dari satu subjek
umum. Dalam perkembangannya, kata Omnibus banyak diarahkan ke dalam istilah Omnibus bill,
yang diartikan sebagai “sebuah Undang-Undang dalam satu bentuk yang mengatur bermacam-
macam hal yang terpisah dan berbeda, dan seringkali menggabungkan sejumlah subjek yang
berbeda dalam satu cara, sehingga dapat memaksa eksekutif untuk menerima ketentuan yang tidak
disetujui atau juga membatalkan seluruh perundangan.” Metode Omnibus Law dianggap sebagai
cara yang tidak demokratis bahkan despotis yaitu bentuk pemerintahan dengan satu penguasa, baik
individual maupun oligarki, yang berkuasa dengan kekuatan politik absolut. Despotisme dapat
berarti tiran (dominasi melalui ancaman hukuman dan kekerasan), atau absolutisme; atau
diktatorisme. Menurut Montesquieu, perbedaan antara monarki dan despotisme adalah bahwa
dalam monarki, penguasa memerintah dengan hukum yang ada dan tetap, sementara dalam
despotisme penguasa memerintah berdasarkan keinginannya sendiri.
Karena ukuran dan cakupannya yang luas, perdebatan dan pengawasan terhadap
perancangan undang-undang omnibus umumnya dibatasi, omnibus berasal dari bahasa latin Omnis
yang berarti banyak, dalam Black Law Dictionary Ninth Edition Bryan A.Garner disebutkan
omnibus: relating to or dealing with numerous object or item at once ; inculding many thing or
having varius purposes, maka dapat dimaknai sebagai penyelesaian berbagai pengaturan sebuah
kebijakan tertentu, tercantum dalam berbagai Undang-Undang, kedalam satu Undang-Undang
payung. Dari segi hukum, kata Omnibus memang sering disandingkan dengan kata law atau bill.
Artinya adalah sebuah peraturan yang dibuat berdasarkan hasil kompilasi atau hasil penggabungan
beberapa aturan dengan substansi dan tingkatan yang berbeda. definisi yang lebih sederhana
menyebutkan omnibus bill adalah "a bill consisting of a number of related but separate parts that
seeks to amend and/or repeal one or several existing Acts and/or to enact one or several new Acts."
(House of Commons, Glossary of Parliamentary Procedure, 2011: 38). (Sebuah RUU yang terdiri
dari sejumlah bagian terkait tetapi terpisah yang berupaya untuk mengubah dan/atau mencabut
satu atau beberapa undang-undang yang ada dan/atau untuk membuat satu atau beberapa undang-
undang baru). Pengamat Sosial Politik Indonesia, Rudi S Kamri dalam sebuah video yang viral di

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 71


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

media sosial mengulas panjang lebar tentang pengertian dan sejarah lahirnya Omnibus Law dan
mengatakan bahwa Omnibus itu adalah bus yang pertama kali diperkenalkan di Paris (Perancis)
pada tahun 1820, kendaraan baru yang diperkenalkan di Paris pada tahun 1820-an itu bisa
mengangkut begitu banyak orang, orang Prancis yang pertama kali menemukan kendaraan jenis
bus menyebutnya dengan nama voiture omnibus, yang bermakna kendaraan untuk semua atau
kendaraan untuk rakyat, voiture omnibus ini berasal dari layanan transportasi massal yang dimulai
pada 1823 oleh pemilik pabrik jagung Perancis bernama Stanislas Baudry [fr] di Richebourg,
pinggiran Nantes.
Konsep omnibus law sudah tergolong tua. Di Amerika Serikat, Omnibus Law pertama kali
dibahas pada 1840 dan selama abad ke-19, di negeri itu muncul tiga peraturan omnibus yang
terkenal, pada 1850 Senator Henry Clay dari Negara Bagian Kentucky mengajukan ketentuan
untuk menenangkan perbedaan di antara banyak negara bagian tentang perbudakan, yang
mengancam keutuhan ikatan ke-Amerikaan mereka. Yang paling terkenal dari dari aturan
Omnibus itu, selain Undang-undang Omnibus 22 Februari 1889 yang menegaskan penerimaan
empat negara bagian baru Amerika Serikat : yaitu Dakota Utara, Dakota Selatan, Montana, dan
Washington, adalah Fugitive Slave Act yang cenderung pro anti perbudakan dengan berlakunya
undang-undang Omnibus itu ”…perpecahan dan perang saudara bisa tertunda selama satu dekade.
Pada tahun 1967, saat Menteri Hukum Amerika Serikat Pierre Trudeau mengenalkan Criminal
Law Amendement Bill, yang isinya mengubah banyak sisi aturan dari undang-undang hukum
pidana terdahulu.
Di Kanada, House of Commons Procedure and Practice memperkirakan praktik omnibus
bill dimulai pada 1888, ketika sebuah usul RUU diajukan dengan tujuan meminta persetujuan
terhadap dua perjanjian jalur kereta api yang terpisah. Namun demikian, RUU semacam omnibus
juga ditengarai ada pada awal 1868, yaitu pengesahan sebuah undang-undang untuk
memperpanjang waktu berlakunya beberapa pasca Konfederasi Kanada. Omnibus Bill terkenal di
Kanada (yang kemudian menjadi Criminal Law Amendment Act, 1968-69 yang terdiri dari 126
halaman dan 120 klausul) adalah perubahan terhadap Criminal Code yang disetujui pada masa
kepemimpinan Pierre Eliot Trudeau (Menteri Kehakiman di pemerintahan Lester Pearson) dan

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 72


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

mengubah beberapa kebijakan, yaitu masalah homoseksual, prostitusi, aborsi, perjudian,


pengawasan senjata, dan mengemudi dalam keadaan mabuk.
Di Asia Tenggara seperti di Filipina, penggunaan Omnibus Law hampir sama dilakukan di
Indonesia, Filipina memiliki Omnibus Investment Code of 1987 and Foreign Investments Act Of
1991 berdasarkan policy paper yang disusun oleh Aquino, Correa, dan Ani (2013: 1), pada 16 Juli
1987, Presiden Corazon C. Aquino menandatangani Executive Order No. 26 yang dikenal sebagai
The Omnibus Investments Code of 1987 (Peraturan Omnibus tentang Investasi Tahun 1987).
Peraturan tersebut ditujukan untuk mengintegrasikan, memperjelas, dan menyelaraskan peraturan
perundang-undangan tentang investasi untuk mendorong investasi domestik dan asing di negara
tersebut. Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan tentang fungsi dan tugas Dewan Investasi
(Board of Investments); investasi dengan insentif; insentif untuk perusahaan multinasional; dan
insentif untuk perusahaan pemrosesan ekspor.
Salah satu negara Eropa yang mengadopsi konsep omnibus law adalah Serbia pada 2002
untuk mengatur status otonom Provinsi Vojvodina. Undang-Undang yang dibentuk dengan konsep
ini mencakup yurisdiksi pemerintah Provinsi Vojvodina mengenai budaya, pendidikan, bahasa,
media, kesehatan, sanitasi, jaminan kesehatan, pensiun, perlindungan sosial, pariwisata,
pertambangan, pertanian, dan olahraga. Selain Serbia, sebagaimana yang dipublikasi di Privacy
Exchange.org (A global information resource on consumers, commerce, and data protection
worldwide National Omnibus Laws), Konsep omnibus law juga diadopsi oleh negara-negara
seperti Argentina, Australia, Austria, Belgium, Canada, Chile, Czech Republic, Denmark, Estonia,
Finland, France, Germany, Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Israel, Italy, Japan, Latvia,
Liechtenstein, Lithuania, Luxembourg, Malta ,The Netherlands, New Zealand, Norway, Poland,
Portugal, Romania, Russia, Slovak Republic, Slovenia, Spain, Sweden, Switzerland, Taiwan,
Thailand, dan United Kingdom.
Adam M. Dodek dalam tulisannya „Omnibus Bill: Constitutional Constraints and
Legislative Liberations, Ottawa Law Review (2017) mencatat tiga keberatan metode omnibus law.
Pertama, membuat parlemen tidak berdaya dan sulit meminta pertanggungjawaban pemerintah.
Kedua, sulit bagi anggota parlemen untuk melakukan penelitian yang seimbang dengan penelitian
yang dilakukan pemerintah. Ketiga, ada kesan radikal karena mengubah dan mengasikan sekaligus

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 73


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

banyak pasal dan banyak undang-undang. Dodek menyebut omnibus law sebagai metode yang
abusive.
Patrick Keyzer, saat menyampaikan materi kuliah tamu di Universitas Brawijaya Malang,
29 Januari 2020, menyebutkan lima kelemahan penggunaan omnibus law, yaitu: (i) very difficult
to draft; (ii) limited opportunities for debate and scrutiny; (iii) it may make consultation very
difficult; (iv) It may be hard to implement; dan (v) it can add to complexity, rather than remove it
Apa yang disampaikan Keyzer itu sejalan dengan apa yang disinggung oleh John Walsh di
majalah Science (Congress: Decision To Break Up Comprehensive Education Bill, Act on Parts,
Taken in House, 1963). Salah satu problem yang akan dihadapi ketika ingin mendorong omnibus
law adalah skeptisisme mengenai apakah omnibus bill benar-benar dapat disahkan.
Undang-undang itu tercatat sebagai UU Nomor 11 Tahun 2020, yang terdiri atas 15 bab
dan 186 pasal, 1187 halaman yang mengatur perihal ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.
Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo dalam pidato pelantikannya pada 20
Oktober 2019, menyampaikan rencananya mengenai perumusan omnibus law bersama DPR. Ia
menyebutkan ada dua undang-undang yang akan tercakup di dalamnya, yaitu UU Cipta Lapangan
Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM. Pada Februari 2020, pemerintah Indonesia mengajukan
undang-undang sapu jagat ke DPR dengan target musyawarah yang selesai dalam tempo 100 hari.
Versi draf RUU dikritik oleh elemen media Indonesia, kelompok hak asasi manusia, serikat
pekerja, dan organisasi lingkungan hidup karena mendukung oligarki dan membatasi hak-hak sipil
rakyat Di lain pihak, Kamar Dagang dan Industri Indonesia mendukung RUU ini. Setelah revisi
yang dilakukan terhadap beberapa pasal, RUU Cipta Kerja disahkan DPR pada Senin, 5 Oktober
2020, tiga hari lebih cepat dari tanggal pengesahan yang dijadwalkan. Pengesahan RUU juga
dilakukan sebelum hari unjuk rasa selanjutnya yang telah direncanakan oleh serikat pekerja.
Beberapa jam sebelum disahkan, 35 perusahaan investasi mengirim surat yang memperingatkan
pemerintah tentang konsekuensi berbahaya dari RUU tersebut bagi lingkungan.
Pengesahan RUU Cipta Kerja didukung oleh tujuh partai yaitu Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Golkar, Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 74


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan sementara dua partai yang menolak adalah Partai
Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

PEMBAHASAN

Toleransi atau Toleran secara bahasa kata ini berasal dari bahasa latin tolerare yang berarti
yang berarti dengan sabar membiarkan sesuatu. Pengertian toleransi secara luas adalah suatu
perilaku atau sikap manusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghormati
atau menghargai setiap tindakan yang dilakukan orang lain. Toleransi juga dapat berarti suatu
sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau antarindividu (perseorangan) baik
itu dalam masyarakat ataupun dalam lingkup yang lain. Sikap toleransi dapat menghindari
terjadinya diskriminasi walaupun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam
suatu kelompok masyarakat. Toleransi terjadi karena adanya keinginan-keinginan untuk sedapat
mungkin menghindarkan diri dari perselisihan yang saling merugikan kedua belah pihak.
Contoh sikap toleransi secara umum antara lain: menghargai pendapat mengenai pemikiran
orang lain yang berbeda dengan kita, serta saling tolong-menolong antar sesame manusia tanpa
memandang SARA.
Istilah toleransi mencakup banyak bidang. Salah satunya adalah toleransi beragama, yang
merupakan sikap saling menghormati dan menghargai antar penganut agama lain, seperti:
• Tidak memaksakan orang lain untuk menganut agama kita;
• Tidak mencela/menghina agama lain dengan alasan apapun; serta
• Tidak melarang ataupun mengganggu umat agama lain untuk beribadah sesuai
agama/kepercayaan masing-masing

Toleransi sudah dipaparkan dalam Alquran secara komprehensif, di antaranya bagaimana


Tuhan menjelaskan dalam surat Al-Kafirun dari ayat 1 sampai ayat 6. Asbabun-nuzulnya adalah
tentang awal permintaan kaum Quraisy terhadap Nabi Muhammad bahwa untuk saling
menghormati antar-agama, maka pemuka Quraisy meminta supaya nabi menginstruksikan kepada
penganut muslim untuk bergiliran penyembahan terhadap dua Tuhan: hari ini menyembah Tuhan

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 75


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

Nabi Muhammad dan esok hari menyembah Tuhan kaum Quraisy. Dengan adanya keadilan dalam
pelaksanaan ibadah dari kedua agama tersebut, maka menurut pemuka Quraisy akan terjadi
toleransi antar-agama. Keputusan ini tentunya ditentang oleh Allah, dengan menurunkan surat Al-
Kafirun ayat 1-6. Ternyata dalam agama tidak boleh ada pencampuradukan keyakinan, lapangan
toleransi hanya ada di wilayah muamalah. Hal ini bisa dilihat dari rujukan kitab-kitab tafsir, di
antaranya Tafisr Al-Maraghi, juz 30 tentang penafsiran surat Al-Kafirun.
Toleransi menurut Tillman adalah sebuah sikap untuk saling menghargai, melalui
pengertian dengan tujuan untuk kedamaian. Toleransi disebut-sebut sebagai faktor esensi dalam
terciptanya sebuah perdamaian.
Menurut Isaac Dimont, pengertian toleransi adalah sikap untuk mengakui perdamaian dan
tidak menyimpan dari norma-norma yang diakui dan berlaku. Lalu toleransi juga diartikan sebagai
sikap menghormati dan menghargai setiap tindakan orang lain.
Menurut Heiler, pengertian toleransi adalah sikap seseorang yang mengakui adanya
pluralitas agama dan menghargai setiao pemeluk agama tersebut. Ia menyatakan, setiap pemeluk
agama mempunyai hak untuk menerima perlakuan yang sama dari semua orang
Menurut Purwadarmita, toleransi merupakan sikap menghargai dan membolehkan
pendapat, pandangan, dan juga kepercayaan lain yang berbeda dengan pendirian diri sendiri.
Dari pendapat berbagai ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa toleransi merupakan
sebuah sikap untuk menghargai dan menghormati setiap orang yang memiliki perbedaan
pandangan, pendapat, keyakinan, kepercayaan, termasuk pula perbedaan agama, ras, dan budaya
dengan diri sendiri. Karena mereka semua memiliki hak untuk diperlakukan sama dengan setiap
orang.
Ikhtilaf adalah istilah dalam kajian hukum Islam yang berarti perbedaan, perselisihan, dan
pertukaran. Alquran sebagai pedoman hidup bagi umat Islam menyebutkan kata ikhtilaf pada tujuh
ayat dan kata jadiannya pada sembilan tempat . Kata ikhtilaf yang memiliki arti perbedaan dan
perselisihan dapat dilihat pada Alquran surah Al-Baqarah ayat 176, 213, dan 253. Kata ikhtilaf
sering pula disebut dengan kata "khilafiyah" yang memiliki arti perbedaan pandangan di antara

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 76


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

ulama terhadap suatu persoalan hukum. Namun demikian, khilafiyah juga dapat terjadi pada aspek
lain seperti politik, dakwah, dan lain-lain.
Pada masa Rasulullah, para sahabat mendengarkan ajaran agama dari Rasulullah, baik
berupa ayat-ayat al-Qur‟an maupun hadis Rasulullah, secara lisan dari Rasulullah sendiri, yang
dikenal dengan hadis qawliy, melihat praktek Rasulullah, yang dikenal dengan hadis fi’liy, dan
terkadang juga sahabat mengerjakan sesuatu pekerjaaan yang boleh jadi diakui oleh Rasulullah,
yang terkenal dengan sebutan hadis taqririy. Pada saat Rasulullah mengerjakan sesuatu, para
sahabat meniru begitu saja, tanpa mengetahui apakah yang dikerjakan oleh Rasulullah tersebut,
hukumnya wajib atau sunnah. Para sahabat menyaksikan Rasulullah shalat, mereka langsung
mengikutinya, menyaksikan Rasulullah melaksanakan ibadah haji, mereka langsung menirunya,
dan mereka melihat Rasulullah berwudlu‟, juga langsung menirunya. Demikian kebanyakan
perilaku Rasulullah, tanpa disertai penjelasan, apakah sesuatu yang dikerjakan oleh Rasulullah
tersebut, hukumnya wajib atau sunnah dan sebagainya. Keadaan tersebut berlangsung sampai
Rasulullah wafat. Setelah Rasulullah wafat, para sahabat terpencar ke daerah-daerah, dan mereka
menjadi panutan bagi masyarakat tempat tinggal mereka. Peristiwa dan permasalahan makin
berkembang, dan merekalah yang menjadi tumpuan pertanyaan masyarakat. Mereka memberi
jawaban, sesuai dengan dalil al-Quran dan hadis Rasulullah yang mereka hafal, dan sesuai dengan
kemampuan istinbath (kemampuan dalam mengambil keputusan hukum) mereka, dari dalil-dalil
tersebut. Seandainya jawaban para sahabat belum memenuhi harapan masyarakat, maka para
sahabat berijtihad dengan menggunakan ra’yu (pendapat) dengan mempertimbangkan illat
(faktor) yang dijadikan pertimbangan oleh Rasulullah, ketika bersabda atau melakukan sesuatu
perbuatan. Mereka berusaha tanpa mengenal lelah untuk memahami apa yang dikehendaki oleh
Allah dan Rasul-Nya. Dalam kondisi demikian, terjadilah khilafiyah di kalangan para sahabat,
yang dilatarbelakangi oleh berbagai faktor.
Setiap pendapat berpegang pada dalil yang shahih, didukung dengan pemahaman para
sahabat, tabi‟in dan tabi‟ut tabi‟in, dan sisi pendalilan yang tidak keluar dari kaidah-kaidah syar‟i.
Maka setiap pendapat dalam permasalahan ini selayaknya ditoleransi oleh setiap muslim dan bila
sudah mendapatkan perbedaan yang hakiki, kembalikan semua kepada Alqur‟an dan Hadist.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 77


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

1. Kritisi Omnibus Law dalam Toleran dalam Khilafiyah


Ruang Lingkup UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;
2. Ketenagakerjaan;
3. Kemudahan, pelindungan, serta pemberdayaan koperasi dan UMK-M;
4. Kemudahan berusaha;
5. Dukungan riset dan inovasi;
6. Pengadaan tanah;
7. Kawasan ekonomi;
8. Investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional;
9. Pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan
10. Pengenaan sanksi.
Beberapa poin pada UU 13/2003: Ketenagakerjaan yang dirubah/disisipkan serta analisanya
PASAL KET UU 13/2003 UU CIPTA KERJA ANALISA
KETENAGAKERJAAN

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 78


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

13 Diubah (1) Pelatihan kerja (1) Pelatihan kerja Menambahkan,


diselenggarakan oleh diselenggarakan oleh: lembaga pelatihan
lembaga pelatihan kerja a. lembaga pelatihan kerja perusahaan.
pemerintah dan/atau kerja pemerintah; b. Menambahkan,
lembaga pelatihan kerja lembaga pelatihan lembaga pelatihan
swasta. kerja swasta; atau c. kerja pemerintah dan
(2) Pelatihan kerja lembaga pelatihan lembaga
dapat diselenggarakan kerja perusahaan. pelatihan kerja
di tempat pelatihan atau (2) Pelatihan kerja perusahaan
tempat kerja. dapat diselenggarakan mendaftarkan
(3) Lembaga di tempat pelatihan kegiatannya kepada
pelatihan kerja atau tempat kerja. instansi yang
pemerintah (3) Lembaga bertanggung jawab di
sebagaimana dimaksud pelatihan kerja bidang
dalam ayat (1) dalam pemerintah ketenagakerjaan
menyelenggarakan sebagaimana kabupaten/kota.
dimaksud pada ayat
pelatihan kerja dapat
(1) huruf a dalam
bekerja sama dengan menyelenggarakan
swasta. pelatihan kerja dapat
bekerja sama dengan
swasta.
(4) Lembaga
pelatihan kerja
pemerintah
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) huruf a dan
lembaga pelatihan
kerja perusahaan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) huruf c
mendaftarkan
kegiatannya kepada
instansi yang
bertanggung jawab di
bidang
ketenagakerjaan di
kabupaten/kota.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 79


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

14 Diubah (1) Lembaga (1) Lembaga Lembaga pelatihan


pelatihan kerja swasta pelatihan kerja swasta kerja wajib
dapat berbentuk badan sebagaimana memperoleh
hukum Indonesia atau dimaksud dalam Pasal Perizinan Berusaha.
perorangan. 13 ayat (1) huruf b Lembaga pelatihan
(2) Lembaga wajib memenuhi kerja swasta izin
pelatihan kerja swasta Perizinan Berusaha diterbitkn oleh
sebagaimana dimaksud yang diterbitkan oleh Pemda kab/Kota, bila
dalam ayat (1) wajib Pemerintah Daerah
terdapat penyertaan
memperoleh izin atau kabupaten/kota.
modal asing maka
mendaftar ke instansi (2) Bagi lembaga
yang bertanggung jawab pelatihan kerja swasta perizinan diterbitkan
di bidang yang terdapat oleh Pemerintah
ketenagakerjaan di penyertaan modal Pusat.
kabupaten/kota. asing, Perizinan
(3) Lembaga Berusaha sebagaimana
pelatihan kerja yang dimaksud pada ayat
diselenggarakan oleh (1)
instansi pemerintah diterbitkan oleh
mendaftarkan Pemerintah Pusat.
kegiatannya kepada (3) Perizinan
instansi yang Berusaha sebagaimana
bertanggung jawab di dimaksud pada ayat
bidang ketenagakerjaan (1) dan ayat (2) harus
di kabupaten/kota. memenuhi norma,
(4) Ketentuan standar, prosedur, dan
mengenai tata cara kriteria yang
perizinan dan ditetapkan oleh
pendaftaran lembaga Pemerintah Pusat.
pelatihan kerja
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dan ayat
(3) diatur dengan
Keputusan Menteri.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 80


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

37 Diubah (1) Pelaksana (1) Pelaksana Perizinan berusaha


penempatan tenaga
penempatan tenaga Lembaga Penempatan
kerja sebagaimanakerja sebagaimana tenaga kerja swasta
dimaksud dalam Pasal 35 dimaksud dalam diterbitkan oleh
ayat Pasal 35 ayat (1) Pemerintah Pusat,
(1) terdiri dari : a.
terdiri atas: a. sebelumnya
instansi pemerintah yang instansi pemerintah
diterbitkan oleh
bertanggung jawab di yang bertanggung
bidang ketenagakerjaan; jawab di bidang Menteri atau pejabat
dan b. lembaga swasta ketenagakerjaan; dan yang ditunjuk.
berbadan hukum. b. lembaga
(2) Lembaga penempatan tenaga
penempatan tenaga kerja kerja swasta.
swasta (2)
sebagaimana Lembaga
dimaksud dalam ayat penempatan tenaga
(1) huruf b dalam kerja swasta
melaksanakan pelayanan sebagaimana
penempatan tenaga kerja dimaksud pada ayat
wajib memiliki izin (1) huruf b dalam
melaksanakan
tertulis dari Menteri atau
pejabat yang ditunjuk. pelayanan
penempatan tenaga
kerja wajib
memenuhi Perizinan
Berusaha yang
diterbitkan oleh
Pemerintah Pusat.
(3) Perizinan
Berusaha
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) harus memenuhi
norma, standar,
prosedur, dan kriteria
yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.
42 Diubah (1) Setiap pemberi kerja (1) Setiap pemberi Tidak diperlukan izin
yang mempekerjakan kerja yang mempekerjakan
tenaga mempekerjakan tenaga

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 81


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

kerja asing wajib tenaga kerja asing kerja asing, cukup


memiliki izin tertulis wajib memiliki dengan RPTKA
dari Menteri atau rencana penggunaan (rencana penggunaan
pejabat yang ditunjuk. tenaga kerja asing tenaga kerja asing).
(2) Pemberi kerja yang disahkan oleh Menambah PP (1)
orang perseorangan Pemerintah Pusat.
dilarang (2) Pemberi kerja
mempekerjakan tenaga orang perseorangan
kerja asing. dilarang
(3) Kewajiban mempekerjakan
memiliki izin tenaga kerja asing.
sebagaimana dimaksud (3) Ketentuan
dalam ayat (1), tidak sebagaimana
berlaku bagi perwakilan dimaksud pada ayat
negara asing yang (1) tidak berlaku bagi:
mempergunakan tenaga a. direksi atau
kerja asing sebagai komisaris dengan
pegawai diplomatik dan kepemilikan saham
konsuler. tertentu atau
(4) Tenaga kerja pemegang saham
asing dapat dipekerjakan sesuai dengan
di Indonesia hanya ketentuan peraturan
dalam hubungan kerja perundang-undangan;
untuk jabatan tertentu b. pegawai diplomatik
dan waktu tertentu. dan konsuler pada
(5) Ketentuan kantor perwakilan
mengenai jabatan negara asing; atau c.
tertentu dan waktu tenaga kerja asing
tertentu sebagaimana yang dibutuhkan oleh
dimaksud dalam ayat (4) pemberi kerja pada
ditetapkan dengan jenis kegiatan
Keputusan Menteri. produksi yang terhenti
(6) Tenaga kerja karena keadaan
asing sebagaimana darurat, vokasi,
dimaksud dalam ayat (4) perusahaan rintisan
yang masa kerjanya (startup) berbasis
habis dan tidak dapat teknologi, kunjungan
diperpanjang dapat bisnis, dan penelitian
untuk jangka waktu
digantikan oleh tenaga
tertentu.
kerja asing lainnya. (4) Tenaga kerja
asing dapat
dipekerjakan di

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 82


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

Indonesia hanya
dalam hubungan kerja
untuk jabatan tertentu
dan waktu tertentu
serta memiliki
kompetensi sesuai
dengan jabatan yang
akan diduduki.
(5) Tenaga kerja
asing dilarang
menduduki jabatan
yang mengurusi
personalia.
(6) Ketentuan
mengenai jabatan
tertentu dan waktu
tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat
(4) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 83


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

43 Dihapus (1) Pemberi kerja yang RPTKA tidak diatur


menggunakan tenaga dalam UU tapi dalam
kerja asing harus PP.
memiliki rencana
penggunaan tenaga kerja

asing yang disahkan oleh


Menteri atau pejabat yang
ditunjuk.
(2) Rencana
penggunaan tenaga
kerja asing sebagaimana
dimaksud dalam ayat
(1) sekurang-kurangnya
memuat keterangan: a.
alasan penggunaan
tenaga kerja asing; b.
jabatan dan/atau
kedudukan tenaga kerja
asing dalam struktur
organisasi perusahaan
yang bersangkutan; c.
jangka waktu
penggunaan tenaga
kerja asing; dan d.
penunjukan tenaga kerja
warga negara Indonesia
sebagai pendamping
tenaga kerja asing yang
dipekerjakan.
(3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tidak
berlaku bagi instansi
pemerintah,
internasional dan
perwakilan negara asing.
badan-badan (4)
Ketentuan
mengenai tata cara
pengesahan rencana

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 84


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

penggunaan tenaga kerja


asing diatur dengan
Keputusan Menteri.

44 Dihapus (1) Pemberi kerja Standar kompetensi


tenaga kerja asing tenaga kerja asing
wajib menaati kemungkinan akan
ketentuan mengenai diatur lebih lanjut
jabatan dan standar dalam PP
kompetensi yang
berlaku.
(2) Ketentuan
mengenai jabatan dan
standar kompetensi
sebagaimana
dimaksud dalam ayat
(1) diatur dengan
Keputusan Menteri.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 85


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

45 Diubah (1) Pemberi kerja tenaga (1) Pemberi kerja Sudah diatur dalam
kerja asing wajib: a. tenaga kerja asing Ps. 42 UUC
menunjuk tenaga kerja wajib: a. menunjuk
warga negara Indonesia tenaga kerja warga
sebagai tenaga negara Indonesia
sebagai tenaga
pendamping tenaga kerja
pendamping tenaga
asing yang dipekerjakan
kerja asing yang
untuk alih teknologi dan dipekerjakan untuk
alih keahlian dari tenaga alih teknologi dan alih
kerja asing; dan b. keahlian dari tenaga
melaksanakan kerja asing; b.
pendidikan dan pelatihan melaksanakan
kerja bagi tenaga kerja pendidikan dan
Indonesia sebagaimana pelatihan kerja bagi
dimaksud pada huruf a tenaga kerja Indonesia
yang sesuai dengan sebagaimana
kualifikasi dimaksud

jabatan yang diduduki pada huruf a yang


oleh tenaga kerja asing. sesuai dengan
(2) Ketentuan kualifikasi jabatan
sebagaimana dimaksud yang diduduki oleh
dalam ayat (1) tidak tenaga kerja asing;
berlaku bagi tenaga dan c. memulangkan
kerja asing yang tenaga kerja asing ke
menduduki jabatan negara asalnya
direksi dan/atau setelah hubungan
komisaris. kerjanya berakhir.
(2) Ketentuan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) huruf a dan huruf
b tidak berlaku bagi
tenaga kerja asing
yang menduduki
jabatan tertentu.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 86


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

46 Dihapus 1) Tenaga kerja asing Sudah datur dalam


dilarang menduduki Ps. 42
jabatan yang mengurusi UUC
personalia dan/atau
jabatan-jabatan tertentu.
(2) Jabatan-jabatan
tertentu sebagaimana
dimaksud dalam
ayat (1) diatur dengan
Keputusan Menteri
47 Diubah (1) Pemberi kerja (1) Pemberi kerja Menghilangkan
wajib membayar wajib membayar ketentuan mengenai
kompensasi atas setiap kompensasi atas jabatan tertentu di
tenaga kerja asing yang setiap tenaga kerja lembaga pendidikan.
dipekerjakannya. asing yang Sudah diatur pada Ps.
(2) Kewajiban dipekerjakannya. 42
membayar kompensasi (2) Kewajiban UUC
sebagaimana dimaksud membayar
dalam ayat (1) tidak kompensasi
berlaku bagi instansi sebagaimana
pemerintah, perwakilan dimaksud pada ayat
negara asing, badan- (1) tidak berlaku bagi
badan internasional, instansi pemerintah,
lembaga sosial, lembaga perwakilan negara
keagamaan, dan asing, badan
jabatan-jabatan tertentu internasional, lembaga
di lembaga pendidikan. sosial, lembaga
(3) Ketentuan keagamaan, dan
mengenai jabatan- jabatan tertentu di
jabatan tertentu di lembaga pendidikan.
lembaga pendidikan (3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud mengenai besaran dan
dalam ayat (2) diatur penggunaan
dengan Keputusan kompensasi
Menteri. (4) Ketentuan sebagaimana
mengenai besarnya dimaksud pada ayat
kompensasi
(1) diatur sesuai
penggunaannya diatur
dengan Peraturan dengan ketentuan
Pemerintah. peraturan perundang-
undangan.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 87


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

48 Dihapus Pemberi kerja yang Sudah diatur dalam


mempekerjakan tenaga Ps. 45 UUC
kerja asing wajib
memulangkan tenaga
kerja asing ke negara
asalnya setelah
hubungan kerjanya
berakhir.
49 Diubah Ketentuan mengenai Ketentuan lebih lanjut Mengubah peraturan
penggunaan tenaga kerja mengenai penggunaan

asing serta tenaga kerja asing pelaksana mengenai


pelaksanaan diatur TKA dari Keputusan
pendidikan dan dalam Peraturan Presiden menjadi
pelatihan Pemerintah. Peraturan Pemerintah.
pendamping diatur Menambah PP (2)
dengan Keputusan
Presiden.
56 Diubah (1) Perjanjian kerja (1) Perjanjian Menambahkan,
dibuat untuk waktu kerja dibuat untuk jangka waktu atau
tertentu atau untuk waktu tertentu atau selesaianya suatu
waktu tidak tertentu. untuk waktu tidak pekerjaan dalam
(2) Perjanjian kerja tertentu. PKWT ditentukan
untuk waktu tertentu (2) Perjanjian berdasarkan
kerja untuk waktu perjanjian kerja.
sebagaimana dimaksud
tertentu sebagaimana Menambahkan,
dalam ayat (1) dimaksud pada ayat PKWT
didasarkan atas : a. (1) didasarkan atas: a. diatur lebih lanjut
jangka waktu; atau b. jangka waktu; atau b. dalam PP.
selesainya suatu selesainya suatu Menambah PP (3)
pekerjaan tertentu. pekerjaan tertentu.
(3) Jangka waktu
atau selesainya suatu
pekerjaan tertentu
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) ditentukan
berdasarkan
perjanjian kerja.
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 88


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

perjanjian kerja waktu


tertentu berdasarkan
jangka waktu atau
selesainya suatu
pekerjaan tertentu
diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

57 Diubah (1) Perjanjian kerja (1) Perjanjian kerja Menghilangkan


untuk waktu tertentu untuk waktu tertentu PKWTyang dibuat
dibuat secara dibuat secara tertulis tidak tertulis
tertulis serta harus serta harus dinyatakan sebagai
menggunakan bahasa menggunakan bahasa PKWTT.
Indonesia dan huruf Indonesia dan huruf
latin. (2) Perjanjian latin. (2) Dalam hal
kerja untuk waktu perjanjian kerja
tertentu yang dibuat waktu tertentu dibuat
tidak tertulis bertentangan dalam bahasa
dengan ketentuan Indonesia dan bahasa
sebagaimana dimaksud asing, apabila
dalam ayat (1) kemudian terdapat
dinyatakan sebagai
perbedaan penafsiran
perjanjian kerja untuk
antara keduanya,
waktu tidak tertentu.
(3) Dalam hal perjanjian yang berlaku
kerja dibuat dalam perjanjian kerja
bahasa Indonesia dan waktu tertentu yang
bahasa asing, apabila dibuat dalam bahasa
kemudian terdapat Indonesia.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 89


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

perbedaan penafsiran
antara keduanya, maka
yang berlaku perjanjian
kerja yang dibuat dalam
bahasa Indonesia.

58 Diubah (1) Perjanjian kerja (1) Perjanjian Menambahkan masa


untuk waktu tertentu kerja untuk waktu kerja tetap dihitung
tidak dapat tertentu tidak dapat dalam hal masa
mensyaratkan adanya mensyaratkan adanya percobaan yang
masa percobaan kerja. masa percobaan kerja. disyaratkan dalam
(2) Dalam hal (2) Dalam hal PKWT batal demi
disyaratkan masa disyaratkan masa
hukum.
percobaan kerja dalam percobaan kerja
perjanjian kerja sebagaimana
sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat
dalam ayat (1), masa (1), masa percobaan
kerja yang
percobaan kerja yang
disyaratkan tersebut
disyaratkan batal demi
batal demi hukum dan
hukum.
masa kerja tetap
dihitung.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 90


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

59 Diubah (1) Perjanjian kerja (1) Perjanjian Menghilangkan frasa:


untuk waktu tertentu kerja untuk waktu "dan paling lama 3
hanya dapat dibuat untuk tertentu hanya dapat tahun" pada ayat
pekerjaan tertentu yang dibuat untuk (1)huruf b.
menurut jenis dan sifat pekerjaan tertentu Menambahkan frasa
atau kegiatan yang menurut jenis "atau" pada akhir
pekerjaannya akan dan sifat atau kegiatan ayat (1) huruf d.
selesai dalam waktu pekerjaannya akan Maknanya huruf a
tertentu, yaitu: a. selesai dalam waktu sampai e adalah
pekerjaan yang sekali tertentu, yaitu sebagai alternatif bukan
selesai atau yang berikut: a. pekerjaan komulatif.
sementara sifatnya; b. yang sekali selesai Menambahkan pada
pekerjaaan yang atau yang sementara ayat
diperkirakan sifatnya; b. (1): huruf "e.
penyelesaiannya dalam pekerjaaan yang pekerjaan yang jenis
waktu yang tidak terlalu diperkirakan dan sifat atau
lama dan paling lama 3 penyelesaiannya kegiatannya bersifat
(tiga) tahun; c. pekerjaan dalam waktu yang tidak tetap".
yang bersifat musiman; tidak terlalu lama; c. Menghilangkan batas
atau d. pekerjaan yang pekerjaan yang waktu PKWT paling
berhubungan dengan bersifat musiman; lama 2 tahun dan
produk baru, kegiatan d. pekerjaan yang dapat diperpanjang 1
baru, atau produk berhubungan kali untuk jangka
tambahan yang masih dengan produk baru, waktu paling lama
dalam percobaan atau kegiatan baru, atau 1 kali.
penjajakan. produk tambahan
Menghilangkan
(2) Perjanjian kerja yang masih dalam
untuk waktu tertentu percobaan atau ketentuan
tidak dapat diadakan penjajakan; atau e. pembaharuan PKWT
untuk pekerjaan yang pekerjaan yang jenis dengan masa
bersifat tetap. dan sifat atau tenggang 30 hari.
(3) Perjanjian kerja kegiatannya bersifat Menambah PP (4)
untuk waktu tertentu tidak tetap. Maka tidak ada
dapat diperpanjang atau (2) Perjanjian batasan jangka
diperbaharui. kerja untuk waktu waktu PKWT.
(4) Perjanjian kerja tertentu tidak dapat
waktu tertentu yang diadakan untuk
didasarkan atas jangka pekerjaan yang
waktu tertentu dapat bersifat tetap.
diadakan untuk paling (3) Perjanjian
lama 2 (dua) tahun dan kerja untuk waktu
hanya boleh tertentu yang tidak
diperpanjang 1 (satu) memenuhi ketentuan

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 91


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

kali untuk jangka waktu sebagaimana


paling lama 1 (satu) dimaksud pada ayat
tahun. (5) Pengusaha (1) dan ayat (2) demi
yang bermaksud hukum menjadi
memperpanjang perjanjian kerja waktu
perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
tertentu tersebut, paling (4) Ketentuan
lama lebih lanjut mengenai
7 (tujuh) hari sebelum jenis dan sifat atau
perjanjian kerja waktu kegiatan pekerjaan,
tertentu berakhir telah jangka waktu, dan
memberitahukan batas
maksudnya

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 92


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

secara tertulis waktu


kepada perpanjangan
pekerja/buruh perjanjian kerja
yang waktu tertentu
bersangkutan. diatur dalam
(6) Pembaruan Peraturan Pemerintah.
perjanjian kerja waktu
tertentu hanya dapat
diadakan setelah
melebihi masa tenggang
waktu 30 (tiga puluh)
hari berakhirnya
perjanjian kerja waktu
tertentu yang lama,
pembaruan perjanjian
kerja waktu tertentu ini
hanya boleh dilakukan 1
(satu) kali dan paling
lama 2 (dua) tahun.
(7) Perjanjian kerja
untuk waktu tertentu
yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), ayat (4),
ayat (5), dan ayat (6)
maka demi hukum
menjadi perjanjian kerja
waktu tidak tertentu.
(8) Hal-hal lain yang
belum diatur dalam
pasal ini akan diatur
lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 93


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

61 Diubah (1) Perjanjian kerja (1) Perjanjian kerja Menambahkan


berakhir apabila: a. berakhir apabila: a. berakhirnya PKWT
pekerja meninggal dunia; pekerja/buruh karena "selesainya
b. meninggal dunia; b. suatu pekerjaan
berakhirnya jangka waktu berakhirnya jangka tertentu". (Ayat (1)
perjanjian kerja; c. waktu perjanjian huruf c UUC).
adanya putusan kerja; c. selesainya
pengadilan dan/atau suatu pekerjaan
putusan atau penetapan tertentu; d. adanya
lembaga penyelesaian putusan pengadilan
perselisihan hubungan dan/atau putusan
industrial yang telah lembaga penyelesaian
mempunyai kekuatan perselisihan
hukum tetap; atau d. hubungan industrial
adanya keadaan atau yang telah
kejadian tertentu yang mempunyai kekuatan
dicantumkan dalam hukum tetap; atau e.
perjanjian kerja, adanya keadaan atau
peraturan perusahaan, kejadian tertentu yang
atau perjanjian kerja dicantumkan dalam
bersama yang dapat perjanjian kerja,
menyebabkan peraturan perusahaan,
berakhirnya hubungan atau perjanjian kerja
kerja. bersama yang dapat
(2) Perjanjian kerja menyebabkan
tidak berakhir karena berakhirnya
meninggalnya pengusaha hubungan kerja.
atau beralihnya hak (2) Perjanjian kerja
atas perusahaan yang tidak berakhir karena
disebabkan penjualan, meninggalnya
pewarisan, atau hibah. pengusaha atau
(3) Dalam hal terjadi beralihnya hak atas
pengalihan perusahaan perusahaan yang
maka

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 94


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

hak-hak pekerja/buruh disebabkan


menjadi tanggung penjualan, pewarisan,
jawab pengusaha baru, atau hibah. (3)
kecuali ditentukan lain Dalam hal terjadi
dalam perjanjian pengalihan
pengalihan yang tidak perusahaan, hak-hak
mengurangi hak-hak pekerja/buruh
pekerja/buruh. menjadi tanggung
(4) Dalam hal jawab pengusaha
pengusaha, orang baru, kecuali
perseorangan, ditentukan lain dalam
meninggal dunia, ahli perjanjian pengalihan
waris pengusaha dapat yang tidak
mengakhiri perjanjian mengurangi hak-hak
kerja setelah pekerja/buruh.
merundingkan dengan (4) Dalam hal
pekerja/buruh. pengusaha orang
(5) Dalam hal perseorangan
pekerja/buruh meninggal dunia,
meninggal dunia, ahli ahli waris pengusaha
waris pekerja/buruh dapat mengakhiri
berhak mendapatkan perjanjian kerja
hak-haknya sesuai setelah
dengan peraturan merundingkan
perundang-undangan dengan
yang berlaku atau hak- pekerja/buruh. (5)
hak yang telah diatur Dalam hal
dalam perjanjian pekerja/buruh
peraturan perusahaan, meninggal dunia,
atau perjanjian kerja ahli waris
bersama. pekerja/buruh berhak
mendapatkan hak-
haknya sesuai
dengan peraturan
perundang-undangan
atau hak-hak yang
telah diatur dalam
perjanjian kerja,
peraturan
perusahaan, atau

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 95


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

perjanjian kerja
bersama.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 96


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

61A Disisipkan (1) Dalam hal Menambahkan


perjanjian kerja waktu kewajiban pengusaha
tertentu berakhir memberikan uang
sebagaimana kompensasi sesuai
dimaksud dalam Pasal dengan masa kerja
61 ayat (1) huruf b dan bila PKWT berakhir
huruf c, pengusaha karena berakhirnya
wajib memberikan jangka waktu
uang kompensasi perjanjian atau
kepada pekerja/buruh. karena selesainya
(2) Uang suatu pekerjaan
kompensasi tertentu.
sebagaimana Menambahkan uang
dimaksud pada ayat kompensasi diatur
(1) diberikan kepada dalam PP.
pekerja/buruh sesuai Menambah PP (5)
dengan masa kerja
pekerja/buruh di
perusahaan yang
bersangkutan.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai
uang kompensasi
diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
65 Dihapus (1) Penyerahan Menghilangkan
sebagian pengaturan tentang
pelaksanaan syarat-syarat
pekerjaan kepada
perusahaan lain
dilaksanakan
melalui

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 97


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

perjanjian pemborongan "pemborongan


pekerjaan yang dibuat pekerjaan"
secara tertulis.
(2) Pekerjaan yang
dapat diserahkan kepada
perusahaan lain
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus
memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut: a.
dilakukan secara terpisah
dari kegiatan utama; b.
dilakukan dengan
perintah langsung atau
tidak
langsung dari pemberi
pekerjaan; c.
merupakan kegiatan
penunjang perusahaan
secara keseluruhan; dan
d. tidak menghambat
proses produksi secara
langsung.
(3) Perusahaan lain
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus
berbentuk badan hukum.
(4) Perlindungan
kerja dan syarat-syarat
kerja bagi pekerja/buruh
pada perusahaan lain
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) sekurang-
kurangnya sama dengan
perlindungan kerja dan
syarat-syarat kerja pada
perusahaan pemberi
pekerjaan atau sesuai
dengan peraturan
perundang-undangan
yang berlaku.
(5) Perubahan
dan/atau penambahan

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 98


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

syarat-syarat
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri. (6)
Hubungan kerja dalam
pelaksanaan pekerjaan
sebagaimana dimaksud
dalam
ayat (1) diatur dalam
perjanjian kerja secara
tertulis antara
perusahaan lain dan
pekerja/buruh yang
dipekerjakannya.
(7) Hubungan kerja
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (6) dapat
didasarkan atas
perjanjian kerja waktu
tidak tertentu atau
perjanjian kerja waktu
tertentu apabila
memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud
dalam

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 99


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

Pasal 59.
(8) Dalam hal
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2),
dan ayat (3), tidak
terpenuhi, maka demi
hukum status hubungan
kerja pekerja/buruh
dengan perusahaan
penerima pemborongan
beralih menjadi
hubungan kerja
pekerja/buruh dengan
perusahaan pemberi
pekerjaan.
(9) Dalam hal
hubungan kerja beralih
ke perusahaan pemberi
pekerjaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat
(8), maka hubungan
kerja pekerja/buruh
dengan pemberi
pekerjaan sesuai dengan
hubungan kerja
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (7).

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 100


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

66 Dihapus (1) Pekerja/buruh dari Menghilangkan


perusahaan penyedia jasa pengaturan tentang
pekerja/buruh tidak syarat-syarat
boleh digunakan oleh "penyedia jasa
pemberi kerja untuk pekerja buruh".
melaksanakan kegiatan
pokok atau kegiatan
yang berhubungan
langsung dengan proses
produksi, kecuali untuk
kegiatan jasa penunjang
atau kegiatan yang tidak
berhubungan langsung
dengan proses produksi.
(2) Penyedia jasa
pekerja/buruh untuk
kegiatan jasa penunjang
atau kegiatan yang tidak
berhubungan langsung
dengan proses produksi
harus memenuhi syarat
sebagai berikut: a.
adanya hubungan kerja
antara pekerja/buruh dan
perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh; b.
perjanjian kerja yang
berlaku dalam hubungan
kerja sebagaimana
dimaksud pada huruf a
adalah perjanjian kerja
untuk waktu tertentu
yang memenuhi
persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
59 dan/atau perjanjian
kerja waktu tidak
tertentu yang dibuat
secara tertulis

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 101


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

dan ditandatangani oleh


kedua belah pihak; c.
perlindungan upah dan
kesejahteraan, syarat-
syarat kerja, serta
perselisihan yang timbul
menjadi tanggung jawab
perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh; dan d.
perjanjian antara
perusahaan pengguna jasa
pekerja/buruh dan
perusahaan lain yang
bertindak sebagai
perusahaan penyedia
jasa pekerja/buruh dibuat
secara tertulis dan wajib
memuat pasal-pasal
sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang ini.
(3) Penyedia jasa
pekerja/buruh merupakan
bentuk usaha yang
berbadan hukum dan
memiliki izin dari
instansi yang
bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan.
(4) Dalam hal ketentuan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2)
huruf a, huruf b, dan
huruf d serta ayat (3)
tidak terpenuhi, maka
demi hukum status
hubungan kerja antara
pekerja/buruh dan
perusahaan penyedia
jasa pekerja/buruh
beralih menjadi
hubungan kerja antara

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 102


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

pekerja/buruh dan
perusahaan pemberi
pekerjaan.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 103


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

66 Diubah (1) Pekerja/buruh dari (1) Hubungan kerja Menegaskan bahwa


perusahaan penyedia jasa antara perusahaan segala hal mengenai
pekerja/buruh tidak alih daya dengan alih daya adalah
boleh digunakan oleh pekerja/buruh yang tanggung jawab
pemberi kerja untuk dipekerjakannya perusahaan alih daya,
melaksanakan kegiatan seperti kesejahteraan,
didasarkan pada
pokok atau kegiatan upah, syarat kerja dan
perjanjian kerja yang
yang berhubungan perselisihan. Ayat
langsung dengan proses dibuat secara tertulis,
(2) Menambahkan
produksi, kecuali untuk baik perjanjian kerja
adanya syarat
kegiatan jasa penunjang waktu tertentu
pengalihan
atau kegiatan yang tidak maupun perjanjian
pelindungan hak
berhubungan langsung kerja waktu tidak
dengan proses produksi. apabila terjadi
tertentu. (2)
Penyedia jasa pergantian
(2) Pelindungan
pekerja/buruh untuk perusahaan alih
pekerja/buruh, upah
kegiatan jasa penunjang daya, untuk
dan kesejahteraan,
atau kegiatan yang tidak pekerja/buruh
syaratsyarat kerja,
berhubungan langsung dengan PKWT.
serta perselisihan
dengan proses produksi Pelindungan
yang timbul
harus memenuhi syarat pekerja/buruh dan
dilaksanakan
sebagai berikut: a. perizinan berusaha
sekurangkurangnya
perusahaan alih daya
sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan
dan

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 104


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

adanya hubungan kerja menjadi tanggung diatur dalam PP.


antara pekerja/buruh dan jawab perusahaan alih Menambah PP (6).
perusahaan penyedia jasa daya.
pekerja/buruh; b. (3) Dalam hal
perjanjian kerja yang perusahaan alih daya
berlaku dalam hubungan mempekerjakan
kerja sebagaimana pekerja/buruh
dimaksud pada huruf a berdasarkan
adalah perjanjian kerja perjanjian kerja waktu
untuk waktu tertentu tertentu sebagaimana
yang memenuhi dimaksud pada ayat
persyaratan sebagaimana (1), perjanjian kerja
dimaksud dalam Pasal tersebut harus
59 dan/atau perjanjian mensyaratkan
kerja waktu tidak pengalihan
tertentu yang dibuat pelindungan hak-hak
secara tertulis dan bagi pekerja/buruh
ditandatangani oleh kedua apabila terjadi
belah pihak; c. pergantian perusahaan
perlindungan upah dan alih daya dan
kesejahteraan, syarat- sepanjang objek
syarat kerja, serta pekerjaannya tetap
perselisihan yang timbul ada.
menjadi tanggung jawab (4) Perusahaan
perusahaan penyedia jasa alih daya sebagaimana
pekerja/buruh; dan d. dimaksud pada ayat
perjanjian antara (1) berbentuk badan
perusahaan pengguna jasa hukum dan wajib
pekerja/buruh dan memenuhi Perizinan
perusahaan lain yang Berusaha yang
bertindak sebagai diterbitkan oleh
perusahaan penyedia jasa Pemerintah Pusat. (5)
pekerja/buruh dibuat Perizinan Berusaha
secara tertulis dan wajib sebagaimana
memuat pasal-pasal dimaksud pada ayat
sebagaimana dimaksud (4) harus memenuhi
dalam undang-undang ini. norma, standar,
(3) Penyedia jasa prosedur, dan kriteria
pekerja/buruh merupakan yang ditetapkan oleh
bentuk usaha yang Pemerintah Pusat.
berbadan hukum dan (6) Ketentuan lebih
memiliki izin dari lanjut mengenai
instansi yang

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 105


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

bertanggung jawab di pelindungan


bidang ketenagakerjaan. pekerja/buruh
(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana
sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat
dalam ayat (1), ayat (2) (2) dan Perizinan
huruf a, huruf b, dan Berusaha
huruf d serta ayat (3) sebagaimana
tidak terpenuhi, maka dimaksud pada ayat
demi hukum status (4) diatur dalam
hubungan kerja antara Peraturan Pemerintah.
pekerja/buruh dan
perusahaan penyedia
jasa pekerja/buruh
beralih menjadi
hubungan kerja antara
pekerja/buruh dan
perusahaan pemberi
pekerjaan.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 106


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

77 Diubah (1) Setiap pengusaha (1) Setiap pengusaha Menambahkan


wajib melaksanakan wajib melaksanakan pelaksanaan waktu
ketentuan waktu ketentuan waktu kerja di perusahaan
kerja. kerja. (2) Waktu diatur dalam
(2) Waktu kerja kerja sebagaimana perjanjian kerja,
sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat peraturan perusahaan
dalam ayat (1) (1) meliputi: a.
meliputi: a. 7 (tujuh)
jam 1

(satu) hari dan 40 7 (tujuh) jam 1 (satu) atau PKB.


(empat puluh) jam 1 hari dan 40 (empat Ketentuan mengenai
(satu) minggu untuk 6 puluh) jam 1 (satu) waktu kerja pada
(enam) hari kerja dalam minggu untuk 6 sektor usaha atau
1 (satu) minggu; atau (enam) hari kerja pekerjaan tertentu
b. 8 (delapan) jam 1 dalam 1 diatur dalam PP.
(satu) hari dan 40 (satu) minggu; atau b. Menambah PP (7)
(empat puluh) jam 1 8 (delapan) jam 1
(satu) minggu untuk 5 (satu) hari dan 40
(lima) hari kerja dalam (empat puluh) jam 1
1 (satu) minggu. (satu) minggu untuk 5
(3) Ketentuan waktu (lima) hari kerja dalam
kerja sebagaimana 1 (satu) minggu.
dimaksud dalam ayat (2) (3) Ketentuan
tidak berlaku bagi sektor waktu kerja
usaha atau pekerjaan sebagaimana
tertentu. dimaksud pada ayat
(4) Ketentuan (2) tidak berlaku bagi
mengenai waktu kerja sektor usaha atau
pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
pekerjaan tertentu (4) Pelaksanaan
sebagaimana dimaksud jam kerja bagi
dalam pekerja/buruh di
ayat (3) diatur dengan
perusahaan diatur
Keputusan Menteri.
dalam perjanjian
kerja, peraturan
perusahaan, atau
perjanjian kerja
bersama. (5)
Ketentuan lebih lanjut
mengenai waktu kerja

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 107


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

pada sektor usaha


atau pekerjaan
tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 108


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

78 Diubah (1) Pengusaha yang (1) Pengusaha Menambah waktu


mempekerjakan yang mempekerjakan kerja lembur dari 3
pekerja/buruh melebihi pekerja/buruh jam dalam sehari
waktu kerja melebihi waktu kerja dan 14 jam dalam
sebagaimana dimaksud sebagaimana seminggu, menjadi 4
dalam Pasal 77 ayat (2) dimaksud dalam Pasal jam dalam sehari
harus memenuhi syarat: 77 ayat (2) harus
dan 18 jam dalam
a. ada persetujuan memenuhi syarat: a.
ada persetujuan seminggu. Waktu
pekerja/buruh yang
bersangkutan; dan b. pekerja/buruh yang dan upah kerja
waktu kerja lembur bersangkutan; dan b. lembur diatur dalam
hanya dapat dilakukan waktu kerja lembur PP. Menambah PP
paling banyak 3 (tiga) hanya dapat dilakukan (8)
jam dalam 1 (satu) paling lama 4 (empat)
hari dan 14 (empat jam dalam 1 (satu)
belas) jam dalam 1 hari dan 18 (delapan
(satu) minggu. belas) jam dalam 1
(2) Pengusaha yang (satu) minggu.
mempekerjakan (2) Pengusaha
pekerja/buruh melebihi yang mempekerjakan
waktu kerja sebagaimana pekerja/buruh
dimaksud dalam ayat (1) melebihi waktu kerja
wajib membayar upah sebagaimana
kerja lembur. dimaksud pada ayat
(3) Ketentuan waktu (1) wajib membayar
kerja lembur upah kerja lembur.
sebagaimana dimaksud (3) Ketentuan
dalam ayat (1) huruf b waktu kerja lembur
tidak berlaku bagi sektor sebagaimana
usaha atau pekerjaan dimaksud pada ayat
tertentu. (1) huruf b tidak
(4) Ketentuan berlaku bagi sektor
mengenai waktu kerja usaha atau pekerjaan
lembur dan tertentu.

upah kerja lembur (4) Ketentuan lebih


sebagaimana dimaksud lanjut mengenai waktu
dalam ayat (2) dan ayat kerja lembur dan upah
(3) diatur dengan kerja lembur diatur
Keputusan Menteri. dalam
Peraturan Pemerintah.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 109


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

79 Diubah (1) Pengusaha wajib (1) Pengusaha wajib Menghilangkan


memberi waktu istirahat memberi: a. waktu ketentuan hak
dan cuti kepada istirahat; dan b. cuti. istirahat mingguan 2
pekerja/buruh. (2) Waktu istirahat hari untuk 5 hari
(2) Waktu istirahat sebagaimana kerja dalam 1
dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat minggu.
dimaksud dalam ayat (1) huruf a wajib Menambahkan kata
(1), meliputi : a. diberikan kepada "dapat" memberikan
istirahat antara jam pekerja/buruh paling istirahat panjang.
kerja, sekurang- sedikit meliputi: a. Perusahaan tertentu
kurangnya setengah jam istirahat antara jam diatur dalam PP.
setelah bekerja selama 4 kerja, paling sedikit
Menambah PP (9)
(empat) jam terus setengah jam setelah
menerus dan waktu bekerja selama 4
istirahat tersebut tidak (empat) jam terus
termasuk jam kerja; b. menerus, dan waktu
istirahat mingguan 1 istirahat tersebut
(satu) hari untuk 6 tidak termasuk jam
(enam) hari kerja dalam kerja; dan b. istirahat
1 (satu) minggu atau 2 mingguan 1 (satu)
(dua) hari untuk 5 hari untuk 6 (enam)
(lima) hari kerja dalam 1 hari kerja dalam 1
(satu) minggu; c. cuti (satu) minggu.
tahunan, sekurang- (3) Cuti
kurangnya 12 (dua sebagaimana
belas) hari kerja setelah dimaksud pada ayat
pekerja/buruh yang (1) huruf b yang
bersangkutan bekerja wajib diberikan
selama 12 (dua belas) kepada pekerja/buruh,
bulan secara terus yaitu cuti tahunan,
menerus; dan d. istirahat paling sedikit 12 (dua
panjang sekurang- belas) hari kerja
kurangnya setelah pekerja/buruh
2 (dua) bulan dan yang bersangkutan
dilaksanakan pada tahun bekerja selama 12
ketujuh dan kedelapan (dua belas) bulan
masing-masing 1 (satu) secara terus menerus.
bulan bagi (4) Pelaksanaan
pekerja/buruh yang cuti tahunan
telah bekerja selama 6 sebagaimana
(enam) tahun dimaksud pada ayat
secara (3) diatur dalam
terusmenerus pada

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 110


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

perusahaan yang perjanjian kerja,


sama dengan peraturan perusahaan,
ketentuan atau perjanjian kerja
pekerja/buruh tersebut bersama. (5) Selain
tidak berhak lagi atas waktu istirahat dan
istirahat tahunannya cuti sebagaimana
dalam 2 (dua) tahun
dimaksud pada ayat
berjalan dan selanjutnya
berlaku untuk setiap (1), ayat (2), dan ayat
kelipatan masa kerja 6 (3), perusahaan
(enam) tahun. tertentu dapat
(3) Pelaksanaan waktu memberikan istirahat
istirahat tahunan panjang yang diatur
sebagaimana dimaksud dalam perjanjian
dalam ayat (2) huruf c kerja, peraturan
diatur dalam perjanjian perusahaan, atau
kerja, peraturan perjanjian kerja
perusahaan, atau bersama. (6)
perjanjian kerja bersama. Ketentuan lebih lanjut
(4) Hak istirahat panjang mengenai perusahaan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2)

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 111


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

huruf d hanya berlaku tertentu sebagaimana


bagi pekerja/buruh yang dimaksud pada ayat
bekerja pada perusahaan (5) diatur dengan
tertentu. (5) Perusahaan Peraturan
tertentu sebagaimana Pemerintah.
dimaksud dalam
ayat (4) diatur dengan
Keputusan Menteri.

KESIMPULAN
Omnibus (Omnibus bill atau omnibus law) adalah istilah untuk menyebut suatu undangundang
yang bersentuhan dengan berbagai macam topik dan dimaksudkan untuk mengamandemen,
memangkas dan/atau mencabut sejumlah undang-undang lain. Konsep undang-undang itu
umumnya ditemukan dalam sistem hukum umum (common law) seperti Amerika Serikat, dan
jarang ditemui dalam sistem hukum sipil (civil law) seperti di Indonesia, karena ukuran dan
cakupannya yang luas, perdebatan dan pengawasan terhadap perancangan undang-undang sapu
jagat umumnya dibatasi. Dalam sejarahnya, undang-undang sapu jagat adakalanya digunakan untuk
melahirkan amandemen yang kontroversial.
Undang-undang itu tercatat sebagai UU Nomor 11 Tahun 2020, yang terdiri atas 15 bab dan
186 pasal, 1187 halaman yang mengatur perihal ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup dan
ditandatangani 2 november 2020.
Diperlukan Toleransi pada anak bangsa terhadap munculnya UU No. 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja meskipun banyak penolakan dan perbedaan yang timbul karena memang tujuan UU
Cipta Kerja ini harus disosialisasikan secara masive dan terus menerus.
Dan pada akhirnya kami sebagai akademisi secara keilmuan melihat sebuah terobosan yang
berani dari Pemerintah Republik Indonesia, negara yang menganut civil law membuat perundang-
undangan yang biasa dilakukan oleh negara-negara yang menganut common law.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 112


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 1 Nomor 1 Januari 2021
DOI Issue : 10.46306/rj.v1i1

REFERENSI

Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

"Omnibus bills in Hill history". Lorne Gunter. Sun Media. 18 June 2012. Retrieved 18 June

2013

https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Cipta_Kerja

Eko Digdoyo (2018). "Kajian Isu Toleransi Beragama, Budaya, dan Tanggung Jawab Sosial

Media". Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan

Al-Maraghi, Musthafa. Tafsir al-Maraghi. Beirut

Dewan Redaksi, Ensklopedia Islam (2001). ensklopedia Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve.

hlm. 193.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v1i1.6 113

Anda mungkin juga menyukai