Anda di halaman 1dari 4

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS INDONESIA
UJIAN TENGAH SEMESTER 2021

MATA KULIAH : HUKUM INTERNASIONAL PUBLIK


HARI/TANGGAL : KAMIS / 14 OKTOBER 2021
WAKTU : 120 MENIT

KETENTUAN UMUM:

1. Kerjakan kasus dibawah ini dengan baik dengan menggunakan analisis dan pendapat hukum
yang tepat.
2. Dalam mengerjakan soal diperbolehkan membuka buku,
konvensi dan catatan (open book). Sertakan sumber – sumber yang dipakai untuk
menjawab setiap soal. Mahasiswa tidak diperkenankan mengutip sumber dari Internet.
3. Buat Salinan pada file .doc untuk setiap jawaban yang anda
isi dan Perhatikan panjang jawaban yang anda masukkan pada forms ini. Kami tidak menerima
pengumpulan jawaban melalui cara lain selain pada forms ini.
4. Jawaban dikumpulkan oleh mahasiswa paling lambat Kamis, 14
Oktober 2021, pukul 10.00 WIB. Keterlambatan pengiriman jawaban dan
ketidaksesuaian format yang terjadi, akan menyebabkan mahasiswa dianggap tidak mengikuti
ujian

1. Prof. Mochtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa masyarakat internasional dalam


keadaan peralihan atau transisi. Berdasarkan pernyataan tersebut, jelaskan secara
lengkap faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut! (25 poin)

Tiga faktor utama yang menyebabkan terjadinya transisi dalam dalam


Masyarakat Hukum Internasional adalah perubahan peta politik bumi, kemajuan
teknologi, dan perubahan struktur masyarakat Internasional. Faktor pertama adalah
terdapat perubahan dalam peta politik bumi, hal ini terjadi terutama setelah
berakhirnya Perang Dunia II, saat negara-negara jajahan mulai memerdekakan diri
dan menyatakan pisah dari negara penjajahnya. Hal ini merupakan pergeseran yang
signifikan dari tatanan geopolitik dunia yang terdiri dari beberapa negara besar
dengan wilayah yang besar terdiri atas daerah jajahan dan lingkup pengaruhnya
(sphere of influence) menjadi masyarakat internasional yang terdiri dari banyak sekali
negara merdeka. Akibat dari terjadinya perubahan ini dalam konsep ilmu hukum
adalah munculnya konsep penting dalam perjanjian seperti kewajiban negara
(responsibility of state) , nasionalisasi, dan hukum laut dan udara publik.

Faktor kedua adalah kemajuan teknologi, yang mana akibat pada


perkembangan masyarakat internasional dan hukum internasional sangatlah
signifikan karena perubahannya yang sangat pesat. Kemajuan teknologi ini
membawa akibat terjadinya perkembangan pesat dalam hal komunikasi baik lintas
negara maupun dalam negara, sekarang menghubungi individu di luar negara yang
sama tidaklah memerlukan surat fisik yang harus dikirim kepada penerima,
melainkan cukup dengan menuliskan pesan melalui email maupun platform instant
messaging seperti WhatsApp, LINE, Telegram, dsb. Perkembangan Teknologi
komunikasi ini juga menimbulkan permasalahan baru dalam hal ekonomi digital,
keamanan data pribadi, dan kejahatan siber. Selanjutnya, Perkembangan Teknologi
juga berakibat pada bidang persenjataan dan karenanya mengakibatkan
perkembangan hukum perang. Sejak pertama dikembangkan pada pertengahan abad
XX, senjata pemusnah massal dalam bentuk nuklir menjadi ancaman besar bagi
kehidupan manusia di bumi, sehingga pada pertengahan sampai penghujung Perang
Dingin dan sampai sekarang, terdapat perjanjian internasional yang membatasi
persenjataan nuklir ini, yang mana salah satu yang paling terkenal adalah Perjanjian
New START antara Amerika Serikat dan Rusia (dulunya Uni Soviet).

Faktor ketiga adalah perubahan dalam struktur organisasi masyarakat hukum


internasional, yang mana perkembangan ini tidak terlepas dari dua faktor
sebelumnya, bahkan merupakan akibat dari kedua faktor sebelumnya.
Perkembangan terpenting dari ini adalah terbentuknya berbagai organisasi dan
lembaga supranasional yang memiliki eksistensi yang lepas dari negara itu sendiri.
Gejala ini dipadu dengan timbulnya perkembangan teknologi yang mengijinkan
individu memiliki kompetensi hukum dalam hal-hal tertentu juga mengakibatkan
mulai dilaksanakannya suatu masyarakat internasional yang berdasarkan asas
kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat antar negara sehingga terjelma
hukum internasional sebagai hukum koordinasi.

Sumber:
Mochtar Kusumaatmadja. Pengantar Hukum Internasional. ed. 2. cet. 2. Bandung:
Penerbit Alumni, 2003, Hal. 20-23

2. Hukum kodrat/alam atau natural law adalah salah satu teori yang menjelaskan
tentang dasar keberlakuan hukum internasional. Jelaskan secara komprehensif teori
hukum kodrat, adakah perbedaan paham di antara tokoh-tokoh hukum kodrat dan
kelemahan dari teori hukum kodrat tersebut? (25 poin)

Para ahli teori awal hukum internasional menggunakannya ide-ide Hukum


Alam sebagai dasar pemikiran mereka. Di dalam prinsip-prinsip Hukum Alam awal
ini, dari mana mereka membangun teori-teori mereka, terdapat penggabungan dari
ide-ide Kristen dan Hukum Alam, seperti yang terjadi dalam filsafat dan tulisan St.
Thomas Aquinas. Aquinas menyatakan bahwa Hukum Alam merupakan bagian dari
hukum Tuhan/hukum Ilahi, dan merupakan partisipasi makhluk rasional dalam
Hukum Kekal itu sendiri, sehingga melengkapi bagian dari Hukum Kekal yang telah
diwahyukan secara ilahi. Aquinas berpendapat pula bahwa Hukum Alam merupakan
sumber dari perilaku moral, lembaga sosial dan politik, yang mana hal ini
menyebabkan penerimaan hukum yang tidak adil tidak dapat diterima. Hugo Grotius
melepaskan konsepsi Hukum Alam dari hubungan keagamaannya, Grotius
berpendapat bahwa hukum alam adalah hukum ideal yang didasarkan pada hakikat
manusia sebagai makhluk yang berakal, sebagaimana telah diilhamkan alam pada
akal manusia. Emmerich Vattel juga berargumentasi bahwa hukum internasional
didasari pada hukum alam karena adanya faktor keperluan (necessary law of nations)
untuk mengatur hubungan antar negara tersebut.

Kelemahan dari Hukum kodrat/alam atau natural law, ada pada perdebatan
mengenai apa itu definisi dari hukum alam itu sendiri. Dapat dilihat bahwa definisi
hukum alam itu sendiri tergantung pada pendapat subjektif tiap ahli, sehingga
menyebabkan nilai hukum alam berbeda antar negara dan menyebabkan
kebingungan fundamental pada konsep hukum alam ini sendiri dan oleh karenanya
keberlakuan hukum internasional pada tiap negara.
Sumber:
Mochtar Kusumaatmadja. Pengantar Hukum Internasional. ed. 2. cet. 2. Bandung: Penerbit
Alumni, 2003, Hal. 20-23

Malcolm Shaw. International Law. 8th Edition. Cambridge: University Printing House, 2017.
Pg. 16-17.

3. Pada tahun 1982, Indonesia menandatangani United Nations Convention on the Law
of the Sea (UNCLOS) di Montego Bay Jamaica. Pada tahun 1985, Indonesia
mengeluarkan Undang-undang No. 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan United Nations
Convention on the Law of the Sea, yang menyatakan bahwa Indonesia terikat pada
UNCLOS. Pada Tahun 1996, Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1996
Tentang Perairan Indonesia yang isinya menjelaskan tentang zona maritim Indonesia
sesuai dengan apa yang telah diatur dalam UNCLOS. Selain itu, Indonesia juga
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2002 Tentang Hak Lintas Damai,
Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2002 Tentang Alur Laut Kepulauan Indonesia, dan
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2002 Tentang Garis Pangkal Indonesia yang
mengimplementasikan beberapa ketentuan dalam UNCLOS.Berdasarkan praktik
tersebut bagaimana keterkaitan antara hukum nasional dan hukum internasional di
Indonesia? Apakah menurut anda Indonesia sepenuhnya hanya menjalankan satu teori
tersebut? jika tidak berikan contoh lainnya? (25 poin)

Indonesia tidak konsisten memilih untuk menganut teori dualisme ataupun


monisme. UUD NRI 1945 tidak mengatur secara khusus mengenai kecenderungan
bangsa Indonesia terkait dengan teori yang ada. Namun secara praktek, Indonesia
menerapkan keduanya. UU No. 6 Tahun 1966 merupakan contoh praktik dualisme,
UU ini menunjukkan bahwa tetap diperlukan peraturan perundang-undangan nasional
untuk menerapkan perjanjian tersebut di indonesia. Keadaan ini sesuai dengan teori
dualisme yang memiliki penekanan bahwa organ hukum nasional dan organ hukum
internasional adalah dua organ yang berbeda. Sehingga, agar hukum internasional
berlaku di ranah nasional, diperlukan translasi atau ditransformasi menjadi hukum
nasional.

Namun, Indonesia juga menganut teori monoisme. Bahkan, indonesia


cenderung menganut teori monoisme dengan primacy of international law. Hal ini
dapat dilihat dari UU Perjanjian internasional yang menyebutkan bahwa perjanjian
berlaku dengen persetujuan rpesiden atau parlemen sehingga tidak dibutuhkan
transformasi dulu, dengan contoh vienna convention on diplomatic relations 1969
berlaku di indonesia tanpa ada perubahan atau transformasi ke hukum nasional

Sumber:
Mochtar Kusumaatmadja. Pengantar Hukum Internasional. ed. 2. cet. 2. Bandung: Penerbit
Alumni, 2003, Hal. 20-23

Malcolm Shaw. International Law. 8th Edition. Cambridge: University Printing House, 2017.

4. Dalam Statuta Mahkamah Internasional (ICJ), Pasal 38 ayat (1) mengatur beberapa
sumber hukum internasional yang dapat digunakan oleh ICJ untuk dapat memutus
perkara. Jelaskan dengan disertakan sumber-sumber, apakah hanya sumber – sumber
hukum internasional yang diatur dalam Pasal 38 ayat (1) Statuta ICJ tersebut yang dapat
digunakan oleh hakim dalam memutus perkara antar negara? (25 poin)

Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional (ICJ) mengatur ada 4


sumber dari hukum internasional, yakni perjanjian internasional seperti UNCAT,
ICCPR; customary international law seperti konsep continental shelf atau batas
landas kontinen, Asas-asas hukum umum seperti asas universalitas, asas teritorial,
pacta sunt sercanda, ne bis in idem, dsb; dan terakhir adalah Putusan pengadilan dan
pendapat ahli yang terkemuka sebagai sumber subsider dalam putusan hukum di
Mahkamah Internasional (ICJ). Hal ini dapat dilihat dari Pasal 59 Statuta Mahkamah
Internasional yang mengatakan bahwa keputusan Mahkamah Internasional hanya
berlaku bagi pihak yang bersengketa dalam kasus yang sedang disengketakan,
sehingga tidak berlaku asas putusan pengadilan yang mengikat atau rule of binding
precedent. Hal memiliki arti bahwa putusan pengadilan hanya dapat digunakan untuk
membuktikan ada atau tidaknya kaidah hukum internasional atau putusan
sebelumnya dalam lingkup yang sama tentang hal yang berdasarkan pada sumber
primer dan tidak menjadi bukti yang mengikat atas perkara pihak lain.

Sumber:
Mochtar Kusumaatmadja. Pengantar Hukum Internasional. ed. 2. cet. 2. Bandung: Penerbit
Alumni, 2003, Hal. 20-23

Malcolm Shaw. International Law. 8th Edition. Cambridge: University Printing House, 2017.

Statuta Mahkamah Internasional (ICJ)

Anda mungkin juga menyukai