ABSTRAK
Pada tahun 2011, angka
penemuan kasus TB di Kabupaten
Bireuen adalah sebesar 45,5%, pada
tahun 2012 sebesar 48%, pada tahun
2013 sebesar 47,2% dan pada tahun
2104 sebesar 36,7%. Tujuan penelitian
ini untuk menganalisis pengaruh faktor
individu (pendidikan dan pelatihan),
faktor organisasi (beban kerja dan
imbalan) dan faktor psikologi (sikap dan
motivasi) terhadap kinerja petugas TB
dalam penemuan kasus baru.
Penelitian
ini
merupakan
penelitian survei dengan menggunakan
pendekatan
explanatory
research.
Penelitian dilakukan di 18 puskesmas
dalam Kabupaten Bireuen. Penelitian
dilakukan dari bulan Agustus 2014
sampai dengan Maret 2015. Populasi
penelitian adalah seluruh petugas TB di
Kabupaten Bireuen, yaitu 36 orang, dan
seluruh populasi dijadikan sampel
(sensus).
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kinerja petugas TB dalam
penemuan kasus baru di Kabupaten
Bireuen tahun 2015 dipengaruhi oleh
pendidikan (p=0,019), beban kerja
(p=0,000), imbalan (p=0,014) dan
motivasi (p=0,012). Secara bersama,
keempat variabel tersebut memberikan
pengaruh sebesar 88,9% terhadap
kinerja petugas TB dalam penemuan
kasus baru, sedangkan 11,1% lagi
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah
survey explanatory yang bertujuan
untuk menjelaskan pengaruh kausal
antar variabel melalui pengujian
hipotesis. Penelitian ini dilaksanakan di
18 puskesmas dalam wilayah Kabupaten
Bireuen mulai bulan Februari tahun
2014 sampai dengan bulan Maret tahun
2015. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh petugas TB yang
bertugas di puskesmas dalam wilayah
Kabupaten Bireuen, sebanyak 36 orang.
Seluruh populasi dijadikan sampel
penelitian
(sensus).
Data
yang
digunakan adalah data primer dan
sekunder. Analisis data bivariat
dilakukan dengan uji statistik ChiSquare, dengan taraf signifikansi ()
yang digunakan adalah 0,05. Analisis
data multivariat dilakukan dengan uji
regresi logistik berganda metode
forward stepwise (conditional).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Data Univariat
Hasil peneltian diperoleh jenis
kelamin responden yang paling banyak
adalah perempuan sebanyak 61,1%.
Umur responden yang paling banyak
adalah 3140 tahun sebanyak 38,3%.
Pendidikan responden lebih banyak
menempuh
pendidikan
tinggi
sebanyak 61,1% dan sebanyak 38,9%
menempuh pendidikan rendah.
Pelatihan responden lebih banyak
mendapatkan pelatihan kategori kurang
sesuai sebanyak 55,6% dan sebanyak
44,4% mendapatkan pelatihan kategori
sesuai. Beban kerja responden lebih
banyak mempunyai beban kerja tinggi
sebanyak 52,8% dan sebanyak 47,2%
mempunyai beban kerja rendah.
Imbalan responden lebih banyak berada
pada kategori kurang sesuai sebanyak
52,8%
dan
sebanyak
47,2%
mendapatkan imbalan dengan kategori
sesuai.
Sikap responden lebih banyak
berada pada kategori kurang baik
sebanyak 52,8% dan sebanyak 47,2%
Pendidi
kan
Rendah
Tinggi
Hubungan
Pendidikan
dengan Kinerja Petugas TB
Kinerja
Kurang
Baik
f
%
f
%
12 85,7
2
14,3
8
36,4 14 63,6
Total
F
14
22
%
38,9
61,1
p
0,006
Pangaribuan
mengungkap
bahwa
pendidikan merupakan variabel yang
paling dominan memengaruhi kinerja
pengelola obat.25
Mathis14 menjelaskan bahwa
upaya memaksimalkan kualitas sumber
daya manusia dalam suatu organisasi
dimulai dari pemilihan karyawan yang
berpengalaman
dengan
tingkat
pendidikan yang tinggi, sehingga
karyawan memiliki kompetensi untuk
bersaing.
Keberhasilan
pelaksanaan
program pengendalian penyakit TB di
puskesmas juga sangat ditentukan oleh
kualitas sumber daya manusia petugas
TB. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan
untuk
memaksimalkan
kualitas sumber daya manusia petugas
TB di puskesmas adalah dengan
memberikan kesempatan kepada petugas
TB dengan latar belakang pendidikan
yang rendah untuk melanjutkan
pendidikannya.
Jika latar belakang pendidikan
petugas TB sudah tinggi, petugas TB
akan memiliki kompetensi untuk bekerja
dan pada akhirnya dapat meningkatkan
kinerja mereka. Hal ini terlihat dari hasil
penelitian ini yang membuktikan bahwa
petugas TB dengan latar belakang
pendidikan tinggi berpeluang untuk
mempunyai kinerja baik 30,8 kali
dibandingkan dengan petugas TB
dengan latar belakang pendidikan
rendah.
Tabel 2
Pelatihan
Kurang
Sesuai
Total
F
20
16
%
55,6
44,4
p
0,002
Beban
Kerja
Tinggi
Rendah
Kinerja
Kurang
Baik
f
%
f
%
15 78,9
4
21,1
5
29,4 12 70,6
Total
F
19
17
%
52,8
47,2
p
0,006
Imbalan
Kurang
Sesuai
Total
F
19
17
%
52,8
47,2
p
0,000
Sikap
Kurang
Baik
Total
F
19
17
%
52,8
47,2
p
0,001
Moti
vasi
Rendah
Tinggi
Total
F
20
16
%
55,6
44,4
p
0,002
Variabel
Pendidikan
Beban Kerja
Imbalan
Motivasi
Constant
Hasil
Analisis
Data
Multivariat Uji Regresi
Logisitik Berganda
B
3,428
4,651
2,926
3,132
-21,986
Sig.
0,019
0,000
0,014
0,012
0,013
Exp ()
30,820
104,652
18,661
22,930
KESIMPULAN
Kinerja petugas TB dalam
penemuan kasus baru di Kabupaten
Bireuen tahun 2015 dipengaruhi oleh
faktor individu (pendidikan), faktor
organisasi (beban kerja dan imbalan)
dan faktor psikologi (motivasi).
Sedangkan variabel pelatihan dan sikap
tidak berpengaruh terhadap kinerja
petugas TB.
Variabel yang paling dominan
memengaruhi kinerja petugas TB dalam
penemuan kasus baru di Kabupaten
Bireuen tahun 2015 adalah beban kerja
dengan nilai Exp () sebesar 104,652.
Secara bersama, variabel beban
kerja, imbalan, pendidikan dan motivasi,
memberikan pengaruh sebesar 88,9%
terhadap kinerja petugas TB dalam
penemuan kasus baru di Kabupaten
Bireuen tahun 2015, sedangkan 11,1%
lagi dipengaruhi oleh faktor lain, yaitu
sikap dan pelatihan.
SARAN
Kepada kepala puskesmas di
Kabupaten Bireuen disarankan untuk
mengatur pembagian tugas kepada
semua pegawai termasuk petugas TB
secara berimbang, sehingga beban kerja
di
puskesmas
menjadi
merata.
Memberikan
kesempatan
kepada
petugas
TB
untuk
melanjutkan
pendidikan atau mengikuti pelatihan
tentang TB. Memotivasi petugas TB
untuk melaksanakan tugas dengan rajin
melalui
pengawasan
pelaksanaan
program TB. Memperbaiki sistem
pemberian imbalan kepada petugas TB
secara teratur dan tepat waktu dengan
memperhatikan beban kerja.
Kepada
Dinas
Kesehatan
Kabupaten Bireuen, disarankan untuk
meningkatkan
kegiatan
supervisi,
monitoring dan evaluasi hasil kerja
program TB di puskesmas, terutama
kegiatan penemuan kasus baru, agar
kinerja petugas TB menjadi baik dan
pada akhirnya dapat meningkatkan
angka penemuan kasus (CDR) TB.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Danusantoso H. Buku saku ilmu
penyakit paru. Jakarta: EGC; 2012.
2. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Pedoman
nasional
pengendalian tuberkulosis. Jakarta:
Ditjen PP & PL; 2011.
3. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Strategi
nasional
pengendalian TB Paru di Indonesia
2010 2014. Jakarta: Ditjen PP &
PL; 2011.
4. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Laporan situasi terkini
perkembangan
tuberkulosis
di
Indonesia Tahun 2011. Jakarta:
Ditjen PP & PL; 2012.
5. Ilyas Y. Kinerja, teori, penilaian dan
penelitian. Jakarta: Pusat Kajian
Ekonomi
Kesehatan
FKM
Universitas Indonesia; 2001.
6. Sulaeman
ES.
Manajemen
kesehatan; teori dan praktek di
Puskesmas. Surakarta: Penerbit FK
USM; 2009.
7. Mathis RL, Jackson JH. Human
resource management. Edisi 10.
Jakarta: Salemba Empat; 2006.
8. Duhri AP, Thaha IL, Ansariadi.
Kinerja petugas puskesmas dalam
penemuan penderita TB Paru di
Puskesmas Kabupaten Wajo. Jurnal
Penelitian UNHAS. Makassar: FKM
UNHAS; 2012.
9. Afrimelda dan Retnaningsih E.
Model prediksi kinerja pengelola
program dalam capaian case
detection rate penyakit TB di
Provinsi Sumatera Selatan. [ejournal].
2013
[diunduh
14
September 2014]. 7 (2) Tersedia
dari: http://balitbangnovdasumsel.
com
/data/download
/20140129095847.pdf
10. Maryun M. Beberapa faktor yang
berhubungan dengan kinerja petugas
petugas program TB Paru terhadap
cakupan penemuan kasus baru BTA
positif di Kota Tasikmalaya. [Tesis].
Semarang: FKM UNDIP; 2007.