Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik(rumah tangga), yang lebih dikenal sebagai
sampah, yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau
secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan
Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran
limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi
kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.
Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada
jenis dan karakteristik limbah.
Limbah memberikan arti teknis adalah sebagai barang yang dihasilkan oleh
sebuah proses dan dapat dikategorikan sebagai bahan yang sudah tidak
terpakai . Limbah merupakan buangan yang dihasilkan dari suatu proses
produksi baik industry maupun domestic (rumah tangga atau yang lebih
dikenal sabagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.
Jenis sampah ini pada umumnya berbentuk padat dan cair.
Sampah (refuse) atau limbah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak
dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya
berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan
industri), tetapi bukan biologis (karena human waste tidak termasuk
didalamnya) dan umumnya bersifat padat (Azwar, 1990). Sumber sampah
bisa bermacam-macam, diantaranya adalah : dari rumah tangga, pasar,
warung, kantor, bangunan umum, industri, dan jalan.
1. B. Macam-macam Limbah dan Bahaya Limbah
1.
1. Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat
diklasifikasikan menjadi:
dan flokulasi.
Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses
menjadi tak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-NH2) juga bereaksi
dengan logam berat. Kadmium, timbal, dan tembaga terikat pada sel-sel
membran yang menghambat proses transpormasi melalui dinding sel. Logam
berat juga mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis
penguraiannya (Manahan, 1977).
Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam
berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai
berikut merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr),
nikel (Ni), dan kobalt (Co) (Sutamihardja dkk, 1982). Menurut Darmono
(1995) daftar urutan toksisitas logam paling tinggi ke paling rendah terhadap
manusia yang mengkomsumsi ikan adalah sebagai berikut Hg2+ >
Cd2+ >Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ Sn2+ > Zn2+. Sedangkan menurut
Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990) sifat
toksisitas logam berat dapat dikelompokan ke dalam 3 kelompok, yaitu
bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan
Zn. Bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co, sedangkan
bersifat tosik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe.
Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap
kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap
kesehatan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat ( PPLHIPB, 1997; Sutamihardja dkk, 1982) yaitu :
1. Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan
perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan)
2. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan
akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi
organisme tersebut
3. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih
tinggi dari konsentrasi logam dalam air. Disamping itu sedimen mudah
tersuspensi karena pergerakan masa air yang akan melarutkan
kembali logam yang dikandungnya ke dalam air, sehingga sedimen
menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu tertentu
Kadmium dalam air berasal dari pembuangan industri dan limbah
pertambangan. Logam ini sering digunakan sebagai pigmen pada keramik,
dalam penyepuhan listrik, pada pembuatan alloy, dan baterai alkali.
Keracunan kadmium dapat bersifat akut dan kronis. Efek keracunan yang
sebagian kecil dari limbah udang sudah termanfaatkan dalam hal pembuatan
kerupuk udang, petis, terasi, dan bahan pencampur pakan ternak.
Sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang, limbah udang
telah dimanfaatkan di dalam industri sebagai bahan dasar pembuatan khitin
dan khitosan. Manfaatnya di berbagai industri modern banyak sekali seperti
industri farmasi, biokimia, bioteknologi, biomedikal, pangan, kertas, tekstil,
pertanian, dan kesehatan. Khitin dan khitosan serta turunannya mempunyai
sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi dan penebal emulsi (Lang, 1995).
Isolasi khitin dari limbah kulit udang dilakukan secara bertahap yaitu tahap
pemisahan protein (deproteinasi) dengan larutan basa, demineralisasi, tahap
pemutihan (bleancing) dengan aseton dan natrium hipoklorit. Sedangkan
transformasi khitin menjadi khitosan dilakukan tahap deasetilasi dengan
basa berkonsentrasi tinggi, seperti terlihat pada gambar 1 (Ferrer et al.,
1996; Arreneuz, 1996., dan Fahmi, 1997). Khitin dan khitosan yang diperoleh
dari limbah kulit udang digunakan sebagai absorben untuk menyerap ion
kadmium, tembaga, dan timbal dengan cara dinamis dengan mengatur
kondisi penyerapan sehingga air yang dibuang ke lingkungan menjadi air
yang bebas dari ion-ion logam berat. Mengingat besarnya manfaat dari
senyawa khitin dan khitosan serta tersedianya bahan baku yang banyak dan
mudah didapatkan maka perlu pengkajian dan pengembangan dari limbah
ini sebagai bahan penyerap terhadap logam-logam berat diperairan.
1. 4. Limbah Deterjen
Deterjen merupakan produk teknologi yang strategis, karena telah menjadi
bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern mulai rumah tangga
sampai industri. Deterjen umumnya tersusun atas lima jenis bahan
penyusun, yaitu :
1. surfaktan, yang merupakan senyawa Alkyl Bensen Sulfonat (ABS)
yang berfungsi untuk mengangkat kotoran pada pakaian. ABS memiliki
sifat tahan terhadap penguraian oleh mikroorganisme
(nonbiodegradable).
2. senyawa fosfat (bahan pengisi), yang mencegah menempelnya
kembali kotoran pada bahan yang sedang dicuci. Senyawa fosfat
digunakan oleh semua merk deterjen memberikan andil yang cukup
100 300
BOD
50 150
Minyak nabati
5 10
Minyak mineral
10 50
200 400
pH
6.0 9.0
Temperatur
38 40 [oC]
Ammonia bebas (NH3)
1.0 5.0
Nitrat (NO3-N)
20 30
5.0 10
Sulfida (H2S)
0.05 0.1
Fenol
0.5 1.0
Sianida (CN)
0.05 0.5
bebas dari karat dan kebocoran, serta harus dibuat dari bahan yang tidak
bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya. Untuk limbah yang
mudah meledak, kemasan harus dibuat rangkap di mana kemasan bagian
dalam harus dapat menahan agar zat tidak bergerak dan mampu menahan
kenaikan tekanan dari dalam atau dari luar kemasan. Limbah yang
bersifat self-reactive dan peroksida organik juga memiliki persyaratan
khusus dalam pengemasannya. Pembantalan kemasan limbah jenis tersebut
harus dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak mengalami
penguraian (dekomposisi) saat berhubungan dengan limbah. Jumlah yang
dikemas pun terbatas sebesar maksimum 50 kg per kemasan sedangkan
limbah yang memiliki aktivitas rendah biasanya dapat dikemas hingga 400
kg per kemasan.
Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam sebuah pabrik
harus disimpan dengan perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit
pengolahan limbah. Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok dan
tiap blok terdiri atas 22 kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan dan
harus dihindari adanya kontak antara limbah yang tidak kompatibel.
Bangunan penyimpan limbah harus dibuat dengan lantai kedap air, tidak
bergelombang, dan melandai ke arah bak penampung dengan kemiringan
maksimal 1%. Bangunan juga harus memiliki ventilasi yang baik, terlindung
dari masuknya air hujan, dibuat tanpa plafon, dan dilengkapi dengan sistem
penangkal petir. Limbah yang bersifat reaktif atau korosif memerlukan
bangunan penyimpan yang memiliki konstruksi dinding yang mudah dilepas
untuk memudahkan keadaan darurat dan dibuat dari bahan konstruksi yang
tahan api dan korosi.
Mengenai pengangkutan limbah B3, Pemerintah Indonesia belum memiliki
peraturan pengangkutan limbah B3 hingga tahun 2002. Namun, kita dapat
merujuk peraturan pengangkutan yang diterapkan di Amerika Serikat.
Peraturan tersebut terkait dengan hal pemberian label, analisa karakter
limbah, pengemasan khusus, dan sebagainya. Persyaratan yang harus
dipenuhi kemasan di antaranya ialah apabila terjadi kecelakaan dalam
kondisi pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran limbah ke
lingkungan dalam jumlah yang berarti. Selain itu, kemasan harus memiliki
kualitas yang cukup agar efektivitas kemasan tidak berkurang selama
pengangkutan. Limbah gas yang mudah terbagak harus dilengkapi
Tujuan utama pengolahan air limbah ialah untuk mengurai kandungan bahan
pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba
patogen, dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme
yang terdapat di alam. Pengolahan air limbah tersebut dapat dibagi menjadi 5
(lima) tahap:
1. Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment); Pada dasarnya,
pengolahan tahap pertama ini masih memiliki tujuan yang sama
dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah pada proses yang
berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan tahap pertama
ialah neutralization,chemical addition and
coagulation, flotation, sedimentation, dan filtration.
1. Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment); Pengolahan tahap
kedua dirancang untuk menghilangkan zat-zat terlarut dari air limbah
yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa. Peralatan
pengolahan yang umum digunakan pada pengolahan tahap ini
ialah activated sludge, anaerobic lagoon, tricking filter, aerated
lagoon, stabilization basin, rotating biological contactor,
serta anaerobic contactor and filter.
1. Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment); Proses-proses yang
terlibat dalam pengolahan air limbah tahap ketiga ialah coagulation
and sedimentation, filtration, carbon adsorption, ion
exchange, membrane separation, serta thickening gravity or flotation.
2. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment); Lumpur yang terbentuk
sebagai hasil keempat tahap pengolahan sebelumnya kemudian diolah
Dampak limbah organik ini umumnya disebabkan oleh dua jenis limbah cair
yaitu deterjen dan tinja. Deterjen sangat berbahaya bagi lingkungan karena
dari beberapa kajian menyebutkan bahwa detergen memiliki kemampuan
untuk melarutkan bahan bersifat karsinogen, misalnya 3,4 Benzonpyrene,
selain gangguan terhadap masalah kesehatan, kandungan detergen dalam
air minum akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak. Sedangkan tinja
merupakan jenis vektor pembawa berbagai macam penyakit bagi manusia.
1. F. Indonesia dengan Pencemaran lingkungan dan Limbah
Kondisi geografis wilayah Indonesia semakin memudahkan pembuangan dan
penyelundupan limbah B3, ditambah pula masih rendahnya kesadaran para
pelaku usaha/kegiatan tentang bahaya dan pentingnya pengelolaan B3 dan
limbah B3. Hal inilah yang mendasari pentingnya pengelolaan B3 dan
limbah B3.
Pembangunan yang pesat dibidang ekonomi disatu sisi akan meningkatkan
kualitas hidup manusia, yaitu dengan meningkatnya pendapatan
masyarakat, tetapi di sisi lain akan berakibat pada penurunan kesehatan
akibat adanya pencemaran yang berasal dari limbah industri dan
rumahtangga. Hal ini karena kurangnya atau tidak memadainya fasilitas atau
peralatan untuk menangani dan mengelola limbah tersebut.
Pembanguan bidang kesehatan Indonesia telah berjalan selama lebih kurang
dua dasawarsa. Peningkatan derajat kesehatan yang optimal sebagai tujuan
dari pembangunan bidang kesehatan telah dilaksanakan, seperti
peningkatan dan pemerataan pembangunan bidan kesehatan.
Untuk mencapai hidup yang sehat, masyarakat selalu berinteraksi dengan 4
faktor, yaitu faktor lingkungan, perilaku individu dan masyarakat, pelayanan
kesehatan, dan faktor bawaan (genetik).
Lingkungan sehat yang diharapkan adalah suatu lingkungan hidup yang
terencana, terorganisasi dinilai dari semua faktor yang ada pada lingkungan
fisik manusia, dikelola sedemikian rupa sehingga derajat kesehatan dapat
ditingkatkan.