Anda di halaman 1dari 10

Pengertian Fotokatalis

Istilah fotokatalis merupakan gabungan dua kata yaitu foto dan katalisis, sehingga dapat
diartikan sebagai suatu proses kombinasi reaksi fotokimia yang memerluakan unsure cahaya dan
katalis untuk mempercepat terjadinya transformasi kimia. Transformasi tersebut terjadi pada
permukaan katalis yang katalisnya disebut sebagai fotokatalis. Fotokatalis merupakan salah satu
metode AOPs (Advanced Oxidation Processes). Karakteristik AOPs adalah pembentukan radikal
bebas yang sangat aktif, terutama radikal hidroksil (OH) [Litter, 1999; Malato,2003]. Bahan
yang dapat dijadikan fotokatalis merupakan semikonduktor yang mampu mengadsorp foton.
Proses fotokatalis banyak diaplikasikan untuk penghilangan atau pendegradasian polutan cair
menjadi senyawa yang lebih ramah lingkungan, misalanya untuk pengolahan fenol. Suatu
teknologi yang didasarkan pada iradiasi fotokatalis semikonduktor seperti titanium dioksida
(TiO2), seng oksida (ZnO) atau cadmium sulfide (CdS) yang tergolong sebaagai fotokatalis
heterogen [Hermann, 1999].
Fotokatalis heterogen didefinisiakan sebagai proses katalisis dimana satu atau lebih tahapan
reaksi berlangsung dengan kehadiran pasangan electron-hole yang dihasilakn pada permukaan
bahan semiokonduktor yang diiluminasi oleh cahaya pada tingkat energi yang sesuai. Adapun
prosesenya dapat dilakukan dalam berbagai media, yaitu organik murni fase cair dan larutan
encer.
Proses keseluruhan yang terjadi padea reaksi katalisis heterogen, baik yang diaktifasi secara
termal (katalisis konvensional) maupun yang diaktivasi dengan cahaya (fotokatalis) adalah
sebagai berikut [Fogler, 1999] :
1. Transfer massa reaktan dalam fase fluida (cair atau gas) ke permukaan katalis.
2. Adsorpsi reaktan ke permukaan katalis.
3. reaksi dalam fase teradsorpsi.
4. Desorpsi produk dari permukaan.
5. Pemindahan produk (transfer massa) dari daerah antar permukaan (interfasa).
Reaksi fotokatalisis terjadi pada fase teradsorpsi (lamhkah 3). Perbedaanya dengan katalisis
konvensional hanyalah model aktivasi katalis dimana aktivasi termal pada proses katalisis
digantikan oleh aktivasi foton. Model aktivasi ini tidak pada tahap 1, 2, 4 dan 5, walaupun
fotoadsorpsi dan fotodesorpsi reaktan terutama oksigen ada.
Reaksi fotokatalisis memp[unyai sifat yang khusus bola dibandingkan dengan reaksi lainnya.
Sifat khusus tersebut meliputi [Sofyan, 1998] :
1. Reaksi fotokatalisis menggunkan daya oksidasi yang sangat tinggi.

2. Reaksi fotokatalisi merupakan reaksi permukaan.


3. Reaksi fotokatalisis terjadi melalui radiasi sinar UV.
Mekanisme Fotokatalisis
Fenomena fotokatalisis diawali dengan fotoeksitasi, sebagai akibat adanya cahaya ultraviolet
yang mengenai dahan semikonduktor memiliki energi yanga lebih besar dari celah pita
semikonduktornya, sehingga akan mentransfer electron dari pita valensi ke pita konduksi
sekaligus menghasilkan hole (h+) pada pita valensi. Jadi, proses fotoeksitasi akan menghasilakn
electron pada pita konduksi dan hole pada pita valensi. Reaksi yang terjadi untuk fenomena ini
adalah [Hermann, 1999; Sopyan, 1998] :

Semikonduktor + hv

(ecb- + hvb+)

(2.1)

Selanjutnya pasangan elektron-hole yang tyerbentuk akan berekombinasi di dalam partikel (jalur
B), dan berekombinasi di permukaan partikel (jalur A), tetapi ada pula yang tidak berekombinasi
dsan langsung ke permukaan partikel. Reaksi rekombinasi pasangan h+/e- dituliskan sebagai
berikut [Hermann. 1999; Sopyan, 1998] :

Semikonduktor(ecb- + hvb+)

Semikonduktor + heat

Elektron yang sampai pada permukaan partikel (jalur C) akan mendonasikan dirinya kepada
molekul yang teradsorpsi dipermukaan dimana molekul tersebut akan mengalami reduksi
sehingga dihasilakan radikal anion, A- (oksidator), sedangkan hole yang sampai permukaan (jalur
D) akan menarik elektron dari molekul yang ada dipermukaan sehinga molekul akan mengalami
oksidasi. Molekul yang teradssorpsi bersifat donor elektron sehingga hasil penangkapan hole
akan menghasilakan radikal kation, D+ (reduktor). Reaksi tersebut dapat ditunjukkan sebagai
berikut [Litter, 1999; Fogler, 1999] :

D(ads) + h+ D+(ads) (2.3)


A(ads) + e- A-(ads) (2.4)

Donor elektron yang teradsorpsi (reduktor) dapat dioksidasi melalui transfer elektron ke hole
diatas permukaan dan penangkapan hole akan menghasilkan adikal kation, D+ (persamaan 2.3).

adapaun akseptor elektron yang teradsorpsi (oksidator) dapat tereduksi dengan menerima sebuah
elektron dari permukaan sehingga penangkapan elektron akan menghasilkan radikal anion, A(persamaan 2.4).
Reaksi rekombinasi antara elektron dan hole dapat ditunjukaan dengan persamaan berikut :
e-

h+

N + E (2.5)

dimana N adalah bahan semikonduktor yang netral dan E adalah energi yang dilepaskan dibawah
sinar UV atau panas semikonduktor [Litter, 1999].
Katalis Semikonduktor
Semikonduktor adalah bahan yang memiliki daerah energi kosong (void energy region) yang
disebut celah pita (band gap) yang berada diantara konduktor dan isolator. Banyak jenis bahan
semikonduktor yang tersedia secara komersial tetapi hanya sedikit yang cocok dipakai sebagai
fotokatalis dalam menguraikan ber4bagai polutan organik. Kriteria yang diperlukan bahan
semikonduktor sebagai katalis adalah [Litter, 1999] :
1. Bersifat fotoaktif
2. Mampu memanfaatkan cahaya tampak atau ultraviolet dekat
3. Bersifat inert secara biologis dan kimiawi
4. Bersifat fotostabil (stabil terhadap cahaya)
5. Murah dan mudah didapatkan
6. Tidak larut dalam reaksi
Katalis semikonduktor untuk proses fotokatalisis terdiri dari jenis oksida dan sulfida. Katalis
semikonduktor termasuk jenis oksida contohnya TiO2, Fe2O3, ZnO, SnO2, dan WO3,
sedangkan yang termasuk jenis sulfida contohnya CdS, CuS, dan ZnS [Hermann, 1999; Toyoda,
2000].
Bahan semikonduktor ini memiliki energi celah pita, yaitu daerah kosong yang memanjang dari
puncak pita valensi terisi (Filled Valency Band) hingga dasar pita valensi yang kosong (Vacant
Conduction Band), yang cukup untuk dieksitasi oleh sinar ultraviolet (sinar UV) atau sinar
tampak, dan potensial reduksi anatar valance band (vb) dan conduction band (cb), dapat
menghasilkan rangkaian reaksi oksidasi dan reduksi. Besarnya celah energi antara pita valensi
dan pita konduksi tersebut akan menentukan tingkat populasi termal dari pita konduksi atau
dengan kata lain tingkat konduktivitas listrik dari semikonduktor tersebut. Celah piata tersebut
mendefinisikan sensivitas panjang gelombang dari semikonduktor yang bersangkutan terhadap
radiasi [Hermann, 1999].

Fotokatalis TiO2
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya TiO2 paling setring digunakan sebagai
fotokatalis dalam aplikasi reaksi fotokatalisis khususnya pengolahan limbah. Ada beberapa
keunggulan TiO2 dibandingkan fotokatalisis semikonduktor lainnya [Linsebigler, 1995; Sopyan,
1998] :
1. Mempunyai celah pita (band gap) yang besar (3,2 eV anatase dan 3,0 eV untuk rutile),
sehingga memungkinkan banyak terjadinya eksitasi elektron ke pita konduksi dan pembentukan
hole pada pita valensi saat diinduksi cahaya ultraviolet.
2. TiO2 mempunyai sifat stabil terhadap cahaya (fotostabil)
3. Mampu menyerap cahaya ultraviolet dengan baik
4. Bersifat inert dalam reaksi
5. Tidak baracun dan tidak larut dalam kondisi eksperimen
6. Secara umum memiliki aktivitas fotokatalisis yang lebih tinggi dari pada fotokatalisis lain
seperti ZnO, CdS, WO2, dan SnO2.
7. Memiliki kemampuan oksidasi yang tertinggi, termasuk zat organik yang sulit terurai
sekalipun haloaromatik, polimer, herbisida dan pestisida
TiO2 terdiri dari dua bentuk kristalogafik utama, anatse dan rutile. Energi band gap untuk
anatase (3.23 eV , 3.84 nm) dan ritile eV , 411 nm) [Litter, 1999]. Specific grafity anatse 3,84
dan rutile 4,26. Indeks refraktif anatase 2,25 dan rutile 2,75 dan daya adsorpsi rutile terhadap
sinar ultraviolet lebih kuat (360 nm 400 nm) [Byrne, 1998]. Anatase merupakan bentuk
alotrofik paling aktif dibangdingkan bentuk lainnya yang ada, bentuk alami (rutile dan brookite)
atau bentuk artificial (TiO2-B, TiO2-H). TiO2 dalam bentuk anatase secara termodinamika lebih
stabil daripada rutile tetapi pembentukannya secara kinetik lebih baik pada suhu rendah
(<600oC). Temperatur rendah ini dapat menjelaskan luas permukaan yang lebih tinggi. TiO2
bentuk komersila yang apaling p[opuler dan sangat aktif adalah Degussa P-25 yang memiliki
komposisi 80% anatase dan 20% rutile [Sopyan, 1998], luas permukaan BET 55 m2/g, dan
diameter partikel 30 nm [Linsebigler, 1995].
Fotokatalisis TiO2 memiliki celah pita (band gap) sebesar 3,2 volt yang bila disinari UV pada
panjang gelombangsekitar 340-390 nmdalam larutan (air), maka akan menghasilakan pasangan
elektron (e-) dan hole (h+) yang bermuatan positif, seperti pada persamaan 2.1.
Besarnya energy band gap akan mempengaruhi daerah panjang gelombang penyinaran yang
optimal untuk mengeksitasi elektron pada pita valensi semikonduktor. Hal ini dinyataka lewat
persamaan :

E = hv= hc/

(2.6)

Dimana h adalah konstanta planck, c adalah cepat rambat cahaya, dan adalah panjang
gelombang cahaya yang digunakan. Bagi TiO2 anatase, dengan band energy sebesar 3,2 eV,
dapat menyerap secara optimal sinar pada panjang gelombang 388 nm [Amemiya, 2004].
Secara umum, TiO2 dalam fasa anatase mempunyai aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan fasa rutile, karena pada fasa anatase TiO2 memiliki luas p[ermukaan yang lebih besar
dan ukuran yang lebih kecil dibanding rutile. Fotokatalis dapat digunakan dalam bentuk serbuk
dan lapisa tipis atau film dalam aplikasi fotokatalisis fasa cair. Keuntungan katalis serbuk adalah
effisiensi pengolahan yang tinggi karena memilki luas permukaan yang besar untuk adsorpsi
ataupun reaksi, transfer massa yang baik antara kontaminan dalam larutan dengan fotoikatalisnya
dan pressure dropnya rendah [Djikstra, 2001; Hermann, 1999; Malato, 2002; Matthews, 1992;
Sopyan, 1996].
Namun, permasalahan yang timbul akibat pemakaian TiO2 dalambentuk serbuk yaitu [Chan,
2003; Hermann, 1999; Malato, 1992; Matthews, 1992] :
1. Sulitnya pemisahan katalis dari suspensi setelah reaksi
2. Partikel yang tersuspensi cenderung menggumpal
3. Suspensi partikel tidak mudah diaplikasikan ke sistem aliran kontinyu
4. Kedalam penetrasi sinar UV ke dalam suspensi TiO2 terbatas
Parameter Yang Mempengaruhi Proses Fotokatalis
Beberapa parameter yang mempengaruhi proses fotokatalisis diantaranya pH, loading katalis,
panjang gelombang cahaya, konsentrasi awal reaktan, temperatur, serta pengaruh keberadaan dan
tekanan oksigen [Hermann, 1999].
a. pH
Ukuran partikel katalis TiO2 sangat dipengaruhi oleh pH. Semakin asam atau basa suatu limbah
maka ukuran katalis TiO2 akan semakin kecil, sehingga luas permukannnya senakin besar.
Dalam keadaan asam maka permukaan katalis akan bermuaran positif, sehingga daya tolak antar
partikel katalis akan semakin besar yang menyebabkan katalis akan terdistribusi merata diseluruh
spesi cairan. Begitu pula sebaiknya dalam keadaan basa [Hermann, 1999].
Pada keadaan pH netral katalis memiliki ukuran partikel yang sangat besar. Dalam pH netral
dimana cairan tidak bermuatan menyebabkan permukaan katalis juga menjaditidak bermuatan
(zero Charge Point) sehingga daya tarik antar partikel katalis menjadi lebih besar dan
menyebabkan katalis membentuk gumpalan-gumpalan.

Pada proses yang menggunakan sistem katalis slurry, pada tahap pengendapan katalis dilakukan
pada pH netral. Dengan ukuiranya yang besar pada pH netral, maka separasi antar katalis dan
limbah yang telah diolah lebih mudah dilakukan sehingga dapat di recovery dan produk akhir
yang telah murni dapat dimanfaatkan untuk keperluan yang lain. Sistem ini telah diaplikasikan di
PSA, Spanyol dengan adanya satu unit khusus yang memisahkan katalis dari produk akhir
dengan sistem penetralan.
b. Berat katalis
baik adalam keadaan statis, slurry ataupun dalam aliran dianamis pada fotoreaktor, laju reaksi
awal dipengaruhi oleh jumlah katalis. Pada Gambar 2.5 terlihat laju reaksi awal tergantung pada
berat katalis. Semakin tinggi berat katalis yang digunakan maka laju reaksi awalnya menjadi
lebih besar sampai pada berat tertentu laju reaksi awalnya menjadi konstan.
Untuk TiO2 yang memiliki EG = 3,02 eV (rutile) sebagai contoh, membutuhkan < 400 nm yaitu
pada rentang sinar UV-A (near-UV). Sebagai tambahan, sifat reaktan juga harus diperhatikan
apakah dapat menyerap cahaya atau tidak.
d. Konsentrasi awal reaktan
secara umum, kinetika laju reaksi mengikuti mekanisme Langmuir-Hinshelwood yang berlaku
untuk katalisis keterogen dimana laju reaksi berbanding lurus dengan sesuai persamaan
berikut :
r=k

(2.7)

Adapun hubungan antara konsentrasi awal reaktan dengan laju reaksi ditunjukkan pada Gambar
2.7

Gambar 2.7 Pengaruh konsentrasi awal reaktan terhadap laju reaksi [Hermann, 1999]

e. Temperatur
Energi aktifasi pada proses fotokatalisis dalah energi foton, maka pada reaksi fotokatalisis tidak
membutuhkan pemenasan dan dapat beroprasi pada temperatur ruang. Pengaruh temperatur
terhadaplaju reaksi dapat dilihat pada Gambar 2.8. pada rentang tewmperatur medium (20oC
80 oC) energi aktifasi sebenarnya (true activation energy) sangat kecil (beberapa kJ/mol).
Tetapi pada temperatur yang sangat rendah (-40 oC 0 oC), aktivasinya berkurang sedangkan
Ea meningkat seperti yang terlihat pada gambar 2.7 diatas. Desorpsi produk menjadi tahap
penentulaju reaksi dan Ea dipengaruhi oleh panas adsorpsi produk. Sedangkan pada suhu diatas
80 oC, proses eksotermis dari adsorpsi reaktan A menjadi tahapa penetu laju reaksi, akibatnya
aktifitas menurun.
f.

Pengaruh keberadaan dan tekanan oksigen

Untuk beberapa reaksi, keberadaan oksigen sangat penting yaitu sebagai reduktor diaman
elektron yang dihasilkan oleh proses fotokatalisi akan digunakan mereduksi molekul oksigen
yang terlartut menjadi anion oksigen. Fenomena ini terutama dibutuhkan pada proses oksidasi
limbah organik.
Sc

Polutan organik + O2 CO2 + H2O + asam mineral


E

(2.8)

Pada reaksi fasa cair, umunya diasumsikan oksigen diadsorpsi oleh katalis dari fasa cairnya. Jika
oksigen terus menerus disupplai dapat diasumsikan bahwa keberadaannya pada permukaan
katalis konstan.
Ozon
Ozon adalah molekul yang tersusun dari 3 (tiga) buah atom oksigen, senyawa ini merupakan
oksidator kuat (oksidasi potensial 2,07 eV), sehingga dapat digunakan sebagai oksidator dalam
penguraian zat/pencemar organik dan penyisihan logam-logam terlarut dalam proses pengolhan
limbah dan dalam pengolahan air [www.sinarharapan.com].
Ozon pertama kali ditemukan oleh CF Schonbein pada tahun 1840. penemaan ozon diambil dari
bahasa yunani ozein yang berarti smell atau bau dan dikenal sebagai gas yang tidak memiliki
warna [Sugiarto, 203]. Ozon dapat larut dalam air yang menghasilkan hidroksil radikal (OH-),
diaman memiliki potensial oksidasi sangat tiggi (2,8 V) [Beltran, 1997].

1 Kegunaaan Ozon

Proses ozonasi pertama kali dikenalkan oleh Nies dari negara Perancis sebagai metode intuk
mensterilkan air minum pada tahun 1996. penggunaan proses ozonasi ini kemudian berkembang
dengan pesat yaitu untuk pengolahan air minum yang menggunakan sistem ozonasi di Amerika
Serikat [Sugiarto, 2003].
Di Asia, pemanfaatan ozon untuk mengolah air minum pertama kali dilakukan dikota
Amagasaki, Jepang pada tahun 1973. Menurut Kuprianoff (1953) berbagai pemanfaatan ozon
antara lain untuk pengolahan air minum adan air limbah, ozon untuk sterilisasi bahan makanan
mentah seperti daginmg dan ikan dengan menghambat perkembangan jamur, sayur mayur dan
buah-buahan, ozon sterilisasi peralatan seperti aplikasi dalam bidang kedokteran, dan
memperlancar aliran darah [Sugiarto, 2003].
Ozon dengan kemampuan oksidasinya dapat menguraikan berbagai macam senyawa organik
beracun yang terkandung dalam air limbah, seperti benzene, atrazine, dioxine, dan berbagai ztat
pewarna organik [Sugiarto, 2003]. Menurut violle (1929) melalui proses oksidasinya pula ozon
mampu membunuh berbagai macam mikroorganisme seperti bakteri Escherichia coli, Salmonella
enteriditis, serta bakteri pathogen lainnya.

2 Sifat Kimia Ozon


Ozon berbentuk gas apada suhu dan tekanan normal. Ozon merupakan senyawa yang tidak stabil
yang mudah terdekomposisi kembali menjadi oksigen, oksidator yang sangat kuat dan reaktif,
tidak menghasilkan produk yang berbahaya (rmah lingkungan), menghilangkan bau sulfur, dan
dapat mendegradasi senyawa Fe dan Mn yang terlarut dalam air, terutama didasarkan pada
fenomene terurainya ozon dalam air seperti dapat digambarkan dalam persamaan berikut
[www.ozonapplication.com] :
O3 + H2O

HO3+ + OH-

(2.9)

HO3+ + OH-

2 H2O

(2.10)

O2 + H2O
HO + 2 O2

HO + 2 O2
H2O + O2

(2.11)
(2.12)

3 Sifat Fisik Ozon


Ozon (O3) adalah bentuk alotropik dari oksigen (O2) yang tidak berwarna (pada suhu kamar)
yang dapat mengembun membentuk suatu cairan biru pada suhu -112oC dan akan membeku pada
suhu -251oC. Pada shu diatas 100oC akan dengan cepat mengalami dekomposisi. Dalam larutan
cair, ozon relatif tidak stabil dan memiliki waktu apruh sekitar 20-30 menit dalam air destilasi
pada suhu 20oC. Tetapi pada udara kering, ozon lebih stabil dan memiliki waktu paruh sekitar 12
jam [B. Lnglais., dkk, 1991].

4 Pembuatan ozon
Secara ilmiah ozon dapat terbentuk melalui radiasi sinar ultraviolet pancaran sinar matahari.
Chaperman menjelaskan pembentukan ozon secara ilmiah (1930) bahwa sinar ultraviolet dari
pancaran sinar matahari mampu menguraikan gas oksigen di udara bebas [Sugiarto, 2003].
Molekul oksigen tersebut terurai menjadi dua buah atom oksigen, proses ini kemudian dikenal
dengan nama photolysis. Lalu ayom oksigen secara ilmiah bertumbukan dengan molekul gas
oksigen yang ada disekitarnya, lalu terbentuklah ozon. Ozon yang terdapat pada lapisan
stratosphere dikenal dengan nama ozone layer (lapisan ozon) dalah ozon yang terjadi dari hasil
proses alamiah photolysis ini [Sugiarto, 2003].
Selain proses alamiah, ozon juga dapat terbentuk dengan menggunakan peralatan antara lain
dengan metode electrical discharge dan sinar radioaktif. Pembuatan ozon dengan electrical
discharge pertama kali dilakukan oleh Siemens pada tahun 1857 dengan mempergunakan metode
dielectric barrier discharge.
Pembentukan ozon dengan electrical discharge ini secara prinsip sangat mudah. Prinsip ini
dijelaskan oleh Devins pada. tahun 1956, yang menjelaskan bahwa tumbukan dari elektron yang
dihasilkan oleh electrical discharge dengan molekul oksigen menghasilkan dua buah atom
oksigen. Selanjutnya atom oksigen ini secara alamiah akan bertumbukan kembali dengan
molekul oksigen disekitarnya, lalu terbentuklah ozon. Akhir-akhir ini metode electrical discharge
merupakan metode yang paling banyak dipergunakan dalam pembuatan ozon diberbagai
kegiatan industri [Sugiarto, 2003].
O2 + 2e- O2- (2.13)
2O- + 2O2 2O3 + 2e- (2.14)

5 Ozon dan Ultraviolet


Teknologi oksidasi (ozon dan ultraviolet) dapat mengolah limbah cair sehingga air yang
dihasilkan dari proses tersebut dapat digunakan kembali sebagai air baku dalam proses.
Kombinasi antara ozon dan ultraviolet sangat potensial untuk mengoksidasi berbagai jenis
senyawa organik beracun, bakteri patogen, dan minyak yang terkandung di dalam limbah cair.
Kombinasi antara ozon dan ultraviolet menghasilkan sistem oksidasi pengolahan limbah cair
yang sangat kompak untuk penyediaan bahan baku air bersih [www.mediaindonesia.com].
Ozon yang merupakan spesies aktif dari oksigen memiliki oksidasi potensial 2,07 V, lebih tinggi
dari klorin yang hanya memiliki oksidasi potensial 1,36 V. Perpaduan antara ozon dan ultraviolet
menghasilkan spesies aktif hidroksil radikal yang memiliki kemampuan oksidasi lebih tinggi dari
ozon yaitu 2,8 V pada pH asam, sehingga mampu mengoksidasi hampir seluruh bahan organic
yang umumnya terkandung dalam limbah cair [www.mediaindonesia.com].

Reaksi pembentukan radikal OH- akibat penyinaran UV adalah sebagai berikut :


hv

O3 + H2O

2OH- + O2 (2.15)

Adapun manfaat hidroksil radikal meliputi mengoksidasi berbagai senyawa organik seperti
clorofenol, pestisida, dioxin, nitrat, dan sianida, mengoksidasi besi dan mangan, menghancurkan
dan menguraikan algae, dan dapat menghilangkan senyawa-senyawa turunan yang mungkin
terbentuk selama proses oksidasi berlangsung. Keunggulan yang didapat dari kombinasi ozon
dan ultraviolet tidak membutuhkan areal instalasi pengolahan limbah yang luas, waktu
pengolahan yang cepat, penggunaan bahan kimia yang sedikit, penguraian senyawa organik yang
efektif, keluaran limbah lumpur sedikit, dan air hasil pengolahannya dapat digunakan kembali
[www.mediaindonesia.com].

Katalis
Katalis adalah substansi yang mempercepat reaksi tetapi tidak terkonsumsi apada reaksi tersebut
[http//www.uic.com]. Senyawa antara yang dihasilkan bersifat sangat aktif sehingga secara cepat
dapat mengalami perubahan mengikuti tahap reaksi yang berlangsung sampai akhirnya menjadi
produk dan meninggalkan katalis kembali ke bentuk semula. Hal ini disebabkan karena katalis
dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi.
Umumnya katalis bersifat spesifik, artinya katalis tertentu dapat mempercepat reaksi tertentu.
Katalis yang dibentuk dari komponen komponen yang menunjang sifat katalis yang
diharapkan. Pada dasarnya sifat katalis yang diharapkan adalah aktif, selektif, stabil dan
ekonomis [Fogler, 1999].
Berdasarkan fasanya, katalis dibagi menjadi dua jenis yaitu katalis homogen dan katalis
heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang berada pada fasa yang sama dengan fasa
reaktan, biasanya fasa cair. Sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang berbeda fasa dengan
reaktannya.

Anda mungkin juga menyukai