Anda di halaman 1dari 22

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah referat dengan judul Kanker Paru telah diterima dan disetujui pada Tanggal
26 Januari 2015 sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Dalam Periode 1 Desember 2014 7 Februari 2015 di RSUD Kardinah Kota Tegal.

Tegal, 26 Januari 2015

dr. Tony Eko H, Sp.P

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas referat dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam di RSUD Kardinah kota Tegal, mengenai KANKER PARU.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi.
Namun, penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan semua pihak sehingga kendala-kendala yang penulis
hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada dr. Toni Eko H, Sp.P sebagai dokter pembimbing dalam pembuatan
referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, penulis terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Semoga referat ini dapat bermanfaat dan dapat membantu teman sejawat serta para pembaca
pada umumnya dalam memahami Kanker Paru.

Tegal, 26 Januari 2015

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan.....1
Kata Pengantar........2
Daftar Isi.....3
BAB I Pendahuluan
I.1 Latar Belakang...........4
I.2 Tujuan Penulisan4
I.3 Anatomi Paru.............................................................................................................5
BAB II Kanker Paru
II.1 Definisi.....7
II.2 Patofisiologi..............................................................................................................7
II.3 Epidemiologi.....9
II.4 Etiologi....................................................................................................................10
II.5 Klasifikasi....11
II.6 Staging.....................................................................................................................13
II.7 Manifestasi Klinis...15
II.8 Pemeriksaan Penunjang..........16
II.9 Diagnosis................................................................................................................18
II.10 Penatalaksanaan........19
II.11 Pencegahan...........................................................................................................20
II.12 Prognosis..20
BAB III Kesimpulan.....21
Daftar Pustaka...22

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kanker yang juga disebut neoplasma ganas atau tumor ganas ialah suatu

massa jaringan yang abnormal, yang pertumbuhannya melebihi dan tidak dikoordinasi dengan
jaringan normal, dan tetap berkembang walaupun rangsangan yang menimbulkan perubahan
tersebut telah hilang.
Prevalensi kanker paru di negara sangat maju sangat tinggi, di Amerika tahun 2002
dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (merupakan13% dari semua kanker baru yang
terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (merupakan 28 % dari seluruh akibat kanker), di
Inggris prevalensi kejadiannya mencapai 40.000/tahun, sedangkan di Indonesia menduduki
peringkat 4 kanker terbanyak, di RS Kanker Dharmais, Jakarta tahun 1998 menduduki urutan
ke 3 sesudah kanker payudara dan leher rahim (1). Kanker paru adalah penyebab kematian
tersering dari seluruh kanker yang tersering di dunia (meliputi Ca Paru, Ca Prostat,
Adenocarcinoma colon).
Buruknya prognosis penyakit ini mungkin berkaitan erat dengan jarangnya penderita
ke dokter ketika penyakitnya masih berada dalam stadium awal penyakit. Untuk menegakkan
diagnosis kanker paru diperlukan bermacam pemeriksaan, seperti dengan foto rotgen dada
maupun dengan CT Scan.
Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat membantu penderita, dan
penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh
kualitas hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat
menyembuhkannya.
1.2

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, epidemiologi,

patogenesis, patofisiologi, gambaran klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, komplikasi


dan terapi dari kanker paru.

1.3

Anatomi Paru

Gambar 1. Anatomi paru


Paru-paru terletak di samping kanan dan kiri mediastinum. Masing-masing paru
diliputi oleh suatu lapisan, yaitu pleura. Pleura dibagi dua, pleura viseralis dan pleura
parietalis. Pleura viseralis merupakan pleura yang melekat pada permukaan paru, sedangkan
pleura parietalis merupakan pleura yang melekat pada dinding thoraks (2). Diantara kedua
pleura tersebut terdapat rongga pleura yang secara fisiologis terdapat cairan sebanyak 5 cc
yang berguna untuk mencegah perlengketan antara paru dan dinding thorax.
Paru-paru mempunya apex pulmonis yang tumpul, yang menonjol ke atas sekitar
2,5cm diatas clavicula, dan basis pulmonis atau facies diafragmatika yang konkaf tempat
terdapat diafragma, facies costalis yang konveks yang disebabkan oleh dinding thorax yang
konkaf, facies mediastinalis yang konkaf yang merupakan cetakan pericardium dan struktur
mediastinum lainnya(3). Pada pertengahan facies mediastinalis terdapat hilus pulmonis, yaitu
suatu cekungan tempat bronchus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk radix pulmonis
masuk dan keluar dari paru.
Paru-paru dibagi 2 bagian, dextra dan sinistra. Paru dextra memiliki 3 lobus, yaitu
lobus superior, lobus media, dan lobus inferior. Diantara lobus-lobus paru dextra tersebut
terdapat fisura, diantaranya:

1.

Fissura horizontal membatasi lobus superior dan lobus media, berjalan horizontal
menyilang permukaan costalis setinggi cartilago costalis IV dan bertemu dgn fissura

2.

obliqua pada linea axillaris media.


Fisurra obliqua membatasi lobus media dan lobus inferior, berjalan dari pinggir inferior
ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai memotong

pinggir posterior sekitar 6,25cm


Pada paru sinistra memiliki 2 lobus, yaitu lobus superior dan lobus inferior. Kedua lobus
tersebut dibatasi oleh fissura oblique.
Pendarahan
Bronki dan jaringan parenkim paru mendapat pasokan darah dari a.bronkialis cabang
dari aorta torakalis desendens. V.bronkialis mengalirkan darah ke v.azygos dan v.hemiazygos.
alveoli mendapat darah deoksigenasi dari cabang-cabang terminal a.pulmonalis dan darah yg
teroksigenasi mengalir kembali melalui cabang-cabang v.pulmonalis. Dua v. Pulmonalis
mengalirkan darah kembali dari tiap paru ke atrium kiri jantung.
Aliran limf paru
Pembuluh limf berasal dari plexus superficialis dan plexus profundus, dan tidak
terdapat pada dinding alveoli(3). Plexus superficialis terdapat dibawah pleura viseralis dan
mengalirkan cairannya melalui permukaan paru ke arah hilus, tempat pembuluh-pembuluh
limf bermuara ke nodi bronchopulmonales. Plexus profundus berjalan sepanjang bronchi dan
arteri, v. Pulmonalis menuju ke hilus, mengalirkan limf ke nodi intrapulmonalis yg terletak
dlm substansi paru. Semua cairan limf paru meninggalkan hilus mengalir ke nodi
tracheobronchialis dan kemudian masuk ke dalam truncus lymphaticus broncomediastinalis.
Persarafan
Plexus pulmonalis terletak di pangkal tiap paru. Plexus ini terdiri dari serabut simpatis
(dari trunkus simpatikus) dan serabut parasimpatis (dari n.vagus)(2). Serabut eferen dari plexus
mempersarafi otot-otot bronkus dan serabut aferen diterima dari membran mukosa bronkioli
dan alveoli.

BAB II
KANKER PARU
6

II.1 DEFINISI
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor
di paru). Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas,
dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului
oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut
metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia.

II.2 PATOFISIOLOGI
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi
perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura,
biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi
yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini
menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal.
Karsinogenesis merupakan proses terjadinya kanker akibat dari bahan-bahan
karsinogenik. Karsinogenesis yang diinduksi karsinogen kimia atau fisik maupun biologik
memerlukan waktu yang disebut periode laten yaitu waktu dari pertama kali terpapar suatu
karsinogen sampai terlihat kanker secara klinis. Karsinogenesis dapat dibagi dalam tiga fase
utama yaitu fase inisiasi, promosi dan progresi.(4)

1. Fase Inisiasi

Fase ini berlangsung cepat. Karsinogen kimia misalnya golongan alkylating dapat
langsung menyerang tempat dalam molekul yang banyak elektronnya, disebut karsinogen
nukleofilik. Tempat yang diserang adalah asam nukleat (DNA/ RNA) atau protein dalam sel
terutama di atom nitrogen, oksigen dan sulfur. Ikatan karsinogen dengan DNA menghasilkan
lesi di materi genetik. RNA yang berikatan dengan karsinogen bermodifikasi menjadi DNA
yang dimutasi. Karsinogen kimia yang berikatan dengan DNA disebut genotoksik dan yang
tidak berikatan dengan DNA disebut epigenetik. Karsinogen genotoksik dapat juga
mempunyai efek epigenetik. Ko-karsinogen dan promotor termasuk dalam karsinogen
epigenetik yang menyebabkan kerusakan jaringan kronis, perubahan sistem imun tubuh,
perubahan hormon atau berikatan dengan protein yang represif terhadap gen tertentu. Jadi
karsinogen epigenetik dapat mengubah kondisi lingkungan sehingga fungsi sebuah gen
berubah, bukan strukturnya. Sel berusaha mengoreksi lesi ini dengan detoksifikasi kemudian
diekskresi atau dapat terjadi kematian sel atau terjadi reparasi DNA yang rusak tersebut oleh
enzim sel menjadi sel normal kembali. Karsinogen kimia dapat didetoksifikasi/ dinon-aktifkan
kemudian diekskresi atau dapat langsung diekskresi. Tetapi dari proses pengnon-aktifan ini
dapat terbentuk metabolit yang karsinogenik. Sebelum terjadi reparasi DNA dapat terjadi
replikasi DNA yaitu satu siklus proliferasi sel yang menyebabkan lesi DNA tersebut menjadi
permanen disebut fiksasi lesi. Waktu yang dibutuhkan dari pertama kali sel diserang
karsinogen sampai terjadi fiksasi lesi (terbentuk sel terinisiasi) adalah beberapa hari (1-2 hari).
Sel terinisiasi dapat mengalami kematian, bila tidak, maka sel dapat masuk ke fase promosi.
Pada akhir fase inisiasi belum terlihat perubahan histologis dan biokimiawi hanya terlihat
nekrosis sel dengan meningkatnya proliferasi sel.
2. Fase Promosi
Sel terinisiasi dapat tetap tenang bila tidak dihidupkan oleh zat yang disebut promotor.
Promotor sendiri tidak dapat menginduksi perubahan kearah neoplasma sebelum bekerja pada
sel terinisiasi. Bila promotor ditambahkan pada sel terinisiasi dalam kultur jaringan, sel ini
akan berproliferasi. Jadi promotor adalah zat proliferatif. Promosi adalah proses yang
menyebabkan sel terinisiasi berkembang menjadi sel preneoplasma oleh stimulus zat lain
(promotor). Dari penyelidikan pada kultur jaringan diketahui fase ini berlangsung bertahuntahun (10 tahun atau lebih) dan reversibel sebelum terbentuknya sel tumor yang otonom.
Esterforbol adalah promotor untuk kanker kulit, paru dan hati. Sel preneoplasma dapat tumbuh
8

terus pada kultur jaringan sedangkan sel normal akan berhenti tumbuh. Sel preneoplasma lebih
tahan terhadap lingkungan yang tidak mendukung dan kemampuan kloningnya lebih besar. Sel
preneoplasma lebih tahan terhadap lingkungan yang tidak mendukung dan kemampuan
kloningnya lebih besar. ) Pada akhir fase promosi terdapat gambaran histologis dan
biokomiawi yang abnormal.
3. Fase Progresi
Fase ini berlangsung berbulan-bulan. Pada awal fase ini, sel preneoplasma dalam
stadium metaplasia berkembang progresif menjadi stadium displasia sebelum menjadi
neoplasma. Pada awal fase ini, sel preneoplasma dalam stadium metaplasia berkembang
progresif menjadi stadium displasia sebelum menjadi neoplasma. Sel-sel menjadi kurang
responsif terhadap sistem imunitas tubuh dan regulasi sel. Pada tingkat metaplasia dan
permulaan displasia (ringan sampai sedang) masih bisa terjadi regresi atau remisi yang
spontan ke tingkat lebih awal yang frekwensinya makin menurun dengan bertambahnya
progresivitas lesi tersebut. Pada akhir fase ini gambaran histologis dan klinis menunjukkan
keganasan. Penyelidikan terakhir memperlihatkan terjadi aglutinasi pada permukaan sel
kanker sehingga sel kanker tumbuh terus meskipun terjadi kontak antar sel. Kebanyakan sel
kanker mensekresi enzim fibrinolitik yang melarutkan jaringan ikat di sekitarnya dan faktor
angiogenesis yang menginduksi pembentukan kapilar darah baru di antara pembuluh darah
yang berdekatan dengan sel kanker untuk nutrisinya.

II.3 EPIDEMIOLOGI
Kanker paru masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering, berkisar 20% dari
seluruh kasus kanker pada laki-laki dengan risiko terkena 1 dari 13 orang dan 12% dari semua
kasus kanker pada perempuan dengan risiko terkena 1 dari 23 orang. Risiko terjadinya kanker
paru sekitar 4 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan dan risiko meningkat
sesuai dengan usia. Variasi insidensi kanker paru secara geografik yang luas juga dilaporkan
dan hal ini terutama berhubungan dengan kebiasaan merokok yang bervariasi di seluruh dunia.

II.4 ETIOLOGI

Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh,
genetik, dan lain-lain.(5)
a. Merokok
Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat
menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai
merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan
lamanya berhenti merokok.
b. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif, atau
mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup, dengan risiko
terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang
tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat
dua kali.
c. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya
kecil bila dibandingkan dengan merokok. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali
lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga
menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat
sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi.
Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih

10

rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara
kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara
polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren.

d. Paparan zat karsinogenik


Beberapa zat karsinogenik seperti asbestosis, uranium, radon, arsen, kromium, nikel,
polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru. Risiko kanker paru
baik akibat kontak dengan asbes maupun uranium meningkat jika orang tersebut juga
merokok.
e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene,
selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru(1).
f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar terkena
penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi pada
protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan
berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga
gen-gen K-ras dan myc) dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53,
dan CDKN2).
g. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat
menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko empat
sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan.
11

II.5 KLASIFIKASI
Berdasarkan level penyebarannya penyakit kanker paru-paru terbagi dalam dua kriteria:
1. Kanker paru primer
Memiliki 2 tipe utama(1,5,6,7), yaitu:

a. Small cell lung cancer (SCLC)


SCLC adalah jenis sel yang kecil-kecil (banyak) dan memiliki daya
pertumbuhan yang sangat cepat hingga membesar yang hampir semuanya diisi oleh
mukus. Biasanya disebut oat cell carcinomas (karsinoma sel gandum) karena mirip
dengan bentuk biji gandum. Sel kecil ini cenderung berkumpul di sekeliling pembuluh
darah halus. Tipe ini sangat erat kaitannya dengan perokok. Penanganan cukup
berespon baik melalui tindakan kemoterapi dan radioterapi. Stadium (Stage) SCLC ada
2 yaitu:
- Stage terbatas (limited) jika hanya melibatkan satu sisi paru (hemitoraks)
- Stage luas (extensived) jika sudah meluas dari satu hemitoraks atau menyebar ke
organ lain
b. Non-small cell lung cancer (NSCLC)
NSCLC adalah merupakan pertumbuhan sel tunggal, tetapi seringkali
menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru, mencakup adenokarsinoma, karsinoma
sel skuamosa, dan karsinoma sel besar (Large Cell Ca). Biasanya disebut karsinoma sel
skuamosa/karsinoma bronkogenik yang berciri khas proses keratinisasi dan
pembentukan bridge intraselular.
Adenokarsinoma, memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan
dapat mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer
segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada
paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan
limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh sebelum lesi primer
menyebabkan gejala-gejala.
12

Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik kanker paru


yang paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel
termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas
mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di
sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui
beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening
hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki
daripada perempuan.
Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat
buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini
cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran
ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.
2. Kanker paru sekunder
Merupakan penyakit kanker paru yang timbul sebagai dampak penyebaran kanker dari
bagian organ tubuh lainnya, yang paling sering adalah kanker payudara dan kanker usus
(perut). Kanker menyebar melalui darah, sistem limpa atau karena kedekatan organ.

II.6 STAGING
Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut International
Union Against (IUAC)/The American Joint Comittee on Cancer (AJCC) 1997 adalah sebagai
berikut(5) :
STADIUM

TNM

Karsinoma tersembunyi
Tx N0 M0
0
Tis N0 M0
IA
T1 N0 M0
IB
T2 N0 M0
IIA
T1 N1 M0
IIB
T2 N1 M0, T3 N0 M0
IIIA
T1 N2 M0, T2 N2 M0, T3 N2 M0, T3 N1 M0
IIIB
Berapapun T N3 M0, T4 berapapun N M0
IV
Berapapun T berapapun N M1
Kategori TNM untuk kanker paru :
T = Tumor Primer
- T0 : tidak ada bukti ada tumor primer
13

Tx : Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari penemuan sel tumor
ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak secara radiologis

atau bronkoskopis
Tis : Karsinoma in situ
T1 : Tumor berdiameter 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang normal.
T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah menyerang
pleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke hilus; harus

berjarak > 2 cm distal dari karina.


T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada, diafragma,
pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di bronkus utama yang
terletak 2 cm dari distal karina, tetapi tidak melibatkan karina, tanpa mengenai

jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra.


T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung, pembuluh
darah besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga pleura/perikardium yang
disertai efusi pleura/perikardium, satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama
pada tumor primer.

N : Kelenjar getah bening regional (KGB)


-

Nx : Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai


No : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.
N1 : Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus ipsilateral,

termasuk perluasan tumor secara langsung


N2 : Metastasis pada kelenjar getah bening mediastinum ipsilateral dan/atau KGB

subkarina
N3 : Metastasis

pada

hilus

atau

mediastinum

kontralateral

atau

KGB skalenus/supraklavikula ipsilateral/kontralateral


M : Metastasis jauh
-

Mx : Metastasis tak dapat dinilai


Mo : Tak ditemukan metastasis jauh
M1 : Ditemukan metastasis jauh. Nodul ipsilateral di luar lobus tumor primer
dianggap sebagai M1

14

II.7 MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinis baik tanda maupun gejala kanker paru sangat bervariasi. Faktorfaktor seperti lokasi tumor, keterlibatan kelenjar getah bening di berbagai lokasi, dan
keterlibatan berbagai organ jauh dapat mempengaruhi manifestasi klinis kanker paru.
Manifestasi klinis kanker paru dapat dikategorikan menjadi(8) :
1. Manifestasi Lokal Kanker Paru (Intrapulmonal Intratorakal)
Gejala yang paling sering adalah batuk kronis dengan/tanpa produksi sputum. Produksi
sputum yang berlebih merupakan suatu gejala karsinoma sel bronkoalveolar (bronchoalveolar
cell carcinoma). Hemoptisis (batuk darah) merupakan gejala pada hampir 50% kasus. Nyeri
dada juga umum terjadi dan bervariasi mulai dari nyeri pada lokasi tumor atau nyeri yang
lebih berat oleh karena adanya invasi ke dinding dada atau mediastinum. Susah bernafas
(dyspnea) dan penurunan berat badan juga sering dikeluhkan oleh pasien kanker paru.
Pneumonia fokal rekuren dan pneumonia segmental mungkin terjadi karena lesi obstruktif
dalam saluran nafas. Mengi unilateral dan monofonik jarang terjadi karena adanya tumor
bronkial obstruksi. Stridor dapat ditemukan bila trakea sudah terlibat.
2. Manifestasi Ekstrapulmonal Intratorakal
Manifestasi ini disebabkan oleh adanya invasi/ekstensi kanker paru ke struktur/organ
sekitarnya. Sesak nafas dan nyeri dada bisa disebabkan oleh keterlibatan pleura atau
perikardial. Efusi pleura dapat menyebabkan sesak nafas, dan efusi perikardial dapat
menimbulkan gangguan kardiovaskuler. Tumor lobus atas kanan atau kelenjar mediastinum
dapat menginvasi atau menyebabkan kompresi vena kava superior dari eksternal. Dengan
demikian pasien tersebut akan menunjukkan suatu sindroma vena kava superior, yaitu nyeri
kepala, wajah sembab/plethora, lehar edema dan kongesti, pelebaran vena-vena dada. Tumor
apeks dapat meluas dan melibatkan cabang simpatis superior dan menyebabkan sindroma
Horner, melibatkan pleksus brakialis dan menyebabkan nyeri pada leher dan bahu dengan
atrofi dari otot-otot kecil tangan. Tumor di sebelah kiri dapat mengkompresi nervus laringeus
rekurens yang berjalan di atas arcus aorta dan menyebabkan suara serak dan paralisis pita
suara kiri. Invasi tumor langsung atau kelenjar mediastinum yang membesar dapat
menyebabkan kompresi esophagus dan akhirnya disfagia.

15

3. Manifestasi Ekstratorakal Non Metastasis


Kira-kira 10-20% pasien kanker paru mengalami sindroma paraneoplastik. Biasanya
hal ini terjadi bukan disebabkan oleh tumor, melainkan karena zat hormon/peptida yang
dihasilkan oleh tumor itu sendiri. Pasien dapat menunjukkan gejala-gejala seperti mudah lelah,
mual, nyeri abdomen, confusion, atau gejala yang lebih spesifik seperti galaktorea
(galactorrhea). Produksi hormon lebih sering terjadi pada karsinoma sel kecil dan beberapa
sel

menunjukkan

karakteristik

neuro-endokrin.

Peptida

yang

disekresi

berupa

adrenocorticotrophic hormone (ACTH), antidiuretic hormone (ADH), kalsitonin, oksitosin


dan hormon paratiroid. Walaupun kadar peptide-peptida ini tinggi pada pasien-pasien kanker
paru, namun hanya sekitar 5% pasien yang menunjukkan sindroma klinisnya. Jari tabuh
(clubbing finger) dan hypertrophic pulmonary osteo-arthropathy (HPOA) juga termasuk
manifestasi non metastasis dari kanker paru. Neuropati perifer dan sindroma neurologi seperti
sindroma miastenia Lambert-Eaton juga dihubungkan dengan kanker paru.
4. Manifestasi Ekstratorakal Metastasis
Penurunan berat badan >20% dari berat badan sebelumnya (bulan sebelumnya) sering
mengindikasikan adanya metastasis. Pasien dengan metastasis ke hepar sering mengeluhkan
penurunan berat badan. Kanker paru umumnya juga bermetastasis ke kelenjar adrenal, tulang,
otak, dan kulit. Keterlibatan organ-organ ini dapat menyebabkan nyeri local. Metastasis ke
tulang dapat terjadi ke tulang mana saja namun cenderung melibatkan tulang iga, vertebra,
humerus, dan tulang femur. Bila terjadi metastasis ke otak, maka akan terdapat gejala-gejala
neurologi, seperti confusion, perubahan kepribadian, dan kejang. Kelenjar getah bening
supraklavikular dan servikal anterior dapat terlibat pada 25% pasien dan sebaiknya dinilai
secara rutin dalam mengevaluasi pasien kanker paru.

II.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Rontgen Toraks
Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral, kelainan dapat dilihat bila massa tumor
berukuran >1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai

16

indentasi pleura, tumor satelit, dan lain-lain. Pada foto toraks juga dapat ditemukan invasi ke
dinding dada, efusi pleura, efusi perikard dan metastasis intrapulmoner.
2. CT scan toraks
CT scan toraks (Computerized Tomographic Scans) dapat mendeteksi tumor yang
berukuran lebih kecil yang belum dapat dilihat dengan foto toraks, dapat menentukan ukuran,
bentuk, dan lokasi yang tepat dari tumor oleh karena 3 dimensi. CT scan toraks juga dapat
mendeteksi pembesaran kelenjar getah bening regional. Tanda-tanda proses keganasan
tergambar dengan baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intrabronkial,
atelektasis, efusi pleura yang tidak massif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding
dada meski tanpa gejala. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis
intrapulmoner. Pemeriksaan CT scan toraks sebaiknya diminta hingga suprarenal untuk dapat
mendeteksi ada/tidak adanya pembesaran KGB adrenal.
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging Scans)
MRI tidak rutin digunakan untuk penjajakan pasien kanker paru. Pada keadaan
khusus, MRI dapat digunakan untuk mendeteksi area yang sulit diinterpretasikan pada CT
scan toraks seperti diafragma atau bagian apeks paru (untuk mengevaluasi keterlibatan pleksus
brakial atau invasi ke vertebra).
4. PET (Positron Emission Tomography)
PET sedang dikembangkan belakangan ini, dilakukan untuk membedakan tumor jinak
dan tumor ganas berdasarkan perbedaan biokimia dalam metabolisme zat- zat seperti glukosa,
oksigen, protein, asam nukleat. Contoh zat yang dipakai: methionine 11C dan F-18
fluorodeoxyglucose (FD6)(1). Beberapa studi diketahui pemeriksaan PET mempunyai nilai
akurasi lebih baik daripada pemeriksaan CT Scan.
5. Sitologi
Pemeriksaan sitologi sputum tidak selalu memberikan hasil positif karena tergantung:
-

Letak tumor terhadap bronkus

Jenis tumor
17

Teknik mengeluarkan sputum

Jumlah sputum yang diperiksa. Dianjurkan pemeriksaan 3-5 hari berturut-turut

Waktu pemeriksaan sputum (sputum harus segar)

Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat
memberikan hasil positif sampai 67-85% pada karsinoma sel skuamosa. (1) Pemeriksaan
sitologi sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dan skrining untuk diagnosis dini kanker
paru.
6. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas diagnosis kanker paru, untuk
mendapatkan spesimennya dapat dengan cara biopsi melalui bronkoskopi, torakoskopi,
mediastonoskopi, dan torakotomi.
7. Serologi/Tumor Marker
Sampai saat ini belum ada pemeriksaan penanda tumor (tumor marker) yang spesifik
untuk diagnosis kanker paru. Beberapa tes yang dipakai:
a. CEA (Carcinoma Embryonic Antigen),
b. NSE (Neuron-spesific enolase)
c. Cyfra 21-1 (Cytokeratin fragments 19)
Uji serologis tumor marker tersebut di atas sampai saat ini lebih banyak dipakai untuk
evaluasi hasil pengobatan kanker paru.

II.9 DIAGNOSIS
Diagnosis kanker paru dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis berupa gejala
klinis dan faktor risiko paparan zat karsinogenik dan genetik, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang berupa rontgen thoraks, CT Scan, maupun biopsi yang menjadi gold
standard dalam menegakkan diagnosis kanker paru.

18

II.10 PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa:
1. Kuratif, yaitu untuk memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka
harapan hidup klien.
2. Paliatif, untuk mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
3. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal, untuk mengurangi dampak fisis
maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
4. Suportif, untuk menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti pemberian
nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
Pengobatan kanker paru yang dapat dilakukan adalah:
1. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk NSCLC stadium I dan II. Indikasi
lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru dengan
sindroma vena kava superior berat. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor
direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun
pneumonektomi. Hal penting lain yang penting dingat sebelum melakukan tindakan bedah
adalah mengetahui toleransi penderita terhadap jenis tindakan bedah yang akan dilakukan.
Toleransi penderita yang akan dibedah dapat diukur dengan nilai uji faal paru dan jika tidak
mungkin dapat dinilai dari hasil analisis gas darah (AGD).
2. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga
sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek
obstruksi/ penekanan

terhadap

pembuluh

darah/

bronkus.

Pada

terapi

kuratif,

radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk NSCLC stadium IIIA. Radiasi
sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan untuk meringankan keluhan
penderita, seperti sindroma vena kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding
dada dan metastasis tumor di tulang atau otak.
3. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani
pasien SCLC atau dengan metastase luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Kemoterapi dilakukan dengan
menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan
tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan.
19

II.11 PENCEGAHAN
Penghentian merokok adalah langkah/tindakan yang paling penting yang dapat
mencegah kanker paru. Mengecilkan paparan pada merokok pasif juga adalah suatu tindakan
pencegahan yang efektif. Pekerja yang bekerja pada lingkungan dengan polusi udara tinggi,
sebaiknya menggunakan alat pelindug diri, seperti masker untuk meminimalkan terhirupnya
zat polutan ke dalam paru. Selain itu, makan makanan yang mengandung buah-buahan dan
sayuran. Pilih diet sehat dengan berbagai buah-buahan dan sayuran. Makanan sumber vitamin
dan nutrisi yang terbaik. Skrining tumot diperlukan juga untuk dilakukan tatalaksana dini agar
tidak berlanjut menjadi kanker.

II.12 PROGNOSIS
Prognosis kanker paru tergantung dari beberapa aspek, antara lain kebiasaan merokok
yang tidak dihentikan, jenis sel kanker, dan pemilihan terapi. Pasien dengan kanker paru ratarata hanya 1-2% hidup sampai 5 tahun, jika tanpa pengobatan penderita hanya hidup 6-12
bulan.

BAB III
KESIMPULAN
20

Kanker paru merupakan semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang
berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor di paru).
Prevalensi terjadinya kanker paru pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan usia
tua. Etiologi kanker paru masih belum pasti tapi dari beberapa studi menyatakan bahwa
etiologi kanker paru antara lain, rokok baik perokok aktif maupun pasif, paparan zat polutan,
dan adanya riwayat genetik. Manifestasi klinis pasien dengan kanker paru, antara lain batuk
berdahak bisa dengan darah atau tidak, sesak nafas, dan nyeri dada.
Diagnosis kanker paru ditegakkan selain berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
juga ditunjang dengan pemeriksaan penunjang berupa rontgen thoraks, CT Scan, MRI, sitologi
sputum, serologi, dan gold standard yaitu biopsi. Tatalaksana kanker paru bertujuan untuk
kuratif, paliatif, home care, dan suportif. Pembedahan, radiasi, dan kemoterapi merupakan
tindakan yang dapat dilakukan. Prognosis pasien dengan kanker paru dilihat dari kebiasaan
merokok dan terpapar polusi yang harus di kurangi, jenis sel kanker, dan stadium kanker
tersebut, makin berat stadium makin buruk prognosisnya.

DAFTAR PUSTAKA

21

1.

Amin Zulkifli. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI; 2006.

p.1015-1020.
2. Moffat D, Faiz O. At a Glance Anatomi. Jakarta: Erlangga; 2003. p.12-13.
3. Snell RS. Anatomi Klinik. Edisi VI. Jakarta: EGC; 2006. p.93-96.
4. Kartawiguna, Elna. Faktor-Faktor yang Berperan pada Karsiogenesis. Available at
www.univmed.org. Accessed on January 26, 2014.
5. Minna JD. Harrison Prinsip prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Vol. 3. Edisi 13. Jakarta:
EGC; 2000. p.1375-1384.
6. Mayo Clinic. Lung Cancer. Available at www.mayoclinic.com. Accessed on January 20,
2014.
7. Wilson WT. Medscape: Non-Small Cell Lung Cancer. Available at www.medscape.com.
Accessed on January 20, 2014.
8. Danusantoso Halim. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates; 2000. p.290-299.

22

Anda mungkin juga menyukai