Anda di halaman 1dari 18

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

I.

Definisi
Definisi yang disepakati bersama dalam suatu konsensus internasional para ahli asma
menyatakan bahwa asma adalah suatu kelainan inflamasi kronik saluran nafas. Sedangkan
definisi yang banyak dianut saat ini adalah yang dikemukakan oleh The American Thoracic
Society (1962) yaitu "Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai
hasil pengobatan".
Bila ditelaah lebih lanjut, definisi tadi dapat diuraikan menjadi:
1. Ada peningkatan respons trakea dan bronkus. Hal ini berarti bahwa jalan nafas
penderita asma mempunyai respon yang lebih hebat terhadap berbagai rangsangan
dibanding dengan orang normal.
2. Serangan asma jarang sekali hanya dicetuskan oleh satu macam rangsangan, tetapi
oleh berbagai rangsangan.
3. Kelainan tersebar luas pada kedua paru dan tidak hanya satu paru atau satu lobus
paru.
4. Derajat serangan asma dapat berubah-ubah, misalnya obstruksi lebih berat pada
malam hari dibanding dengan siang hari.

II.

Prevalensi
Prevalensi asma di pengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis kelamin, umur, status
atopi, keturunan dan lingkungan. Umumnya prevalensi anak lebih tinggi tinggi daripada
dewasa tapi ada juga yang melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi.
III.Klasifikasi
Asma menurut Konsensus Internasional diklasifikasikan berdasarkan etiologi,
beratnya penyakit, dan pola waktu terjadinya obstruksi saluran nafas.

a.

Klasifikasi berdasarkan etiologi


1

Termasuk klasifikasi ini adalah:


Asma Ekstrinsik (alergik)

Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa, dan disebabkan oleh alergen
yang diketahui.

Bentuk ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dengan riwayat keluarga
yang mempunyai penyakit atopik seperti demam jerami, ekzema, dermatitis,
dan asma sendiri.

Disebabkan karena kepekaan individu terhadap alergen, biasanya protein,


dalam bentuk serbuk sari yang dihirup, bulu halus binatang, kain pembalut,
atau yang lebih jarang, terhadap makanan seperti susu atau coklat.

Paparan terhadap alergen, meskipun hanya dalam jumlah yang sangat kecil,
dapat mengakibatkan serangan asma.
Asma Intrinsik (idiopatik)

Sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas.

Faktor-faktor yang nonspesifik seperti flu biasa, latihan fisik, atau emosi dapat
memicu serangan asma.

Asma jenis ini lebih sering timbul sesudah usia 40 tahun, dengan serangan
yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan
trakeobronkial.

b. Klasifikasi berdasarkan berat penyakit


Beratnya penyakit ditentukan oleh berbagai faktor yaitu:

Gambaran klinik sebelum pengobatan, dilihat dari gejala, eksaserbasi, gejala


malam hari, pemberian obat inhalasi -2 agonis, dan uji faal paru.

Obat-obat yang digunakan untuk mengontrol penyakit.

Dari gabungan tersebut asma diklasifikasikan menjadi intermiten, ringan, sedang, berat.

c. Klasifikasi berdasarkan pola waktu serangan


2

Menurut GINA ( Global Initiatif for Astma ) yang disusun oleh National Heart Lung and
blood Institude Amerika bekerjasama dengan WHO, Klasifikasi asma dapat dibagi menjadi 4
golongan:
Berat /
ringannya Asma
Asma
Intermitent

Gejala Klinik

Fungsi Paru

-Kambuhan < 1x/mgg

-APE > 80% prediksi

-Gejala asma malam hari < 2x/bln

-Variabilitas APE
<20%

-Eksaserbasi hanya sebentar


-Tidak ada gejala dan fungsi paru normal
diantara kambuhan
Asam Persisten -Kambuhan 1-2x/mgg tapi < 1x/hr
Ringan
-Gejala asma malam hari > 2x/bln
-Eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas
Asam Persisten -Kambuhan / sesak nafas tiap hari
Sedang
-Gejala asma malam hari > 1x/mgg

-APE > 80% prediksi


-Variabilitas APE
20%-30%
-APE 60%-80%
prediksi

-Variabilitas APE
-Eksaserbasi mengganggu aktivitas dan >30%
tidur
Asam Persisten -Kambuhan sering
Berat
-Gejala sesak terus menerus
-Gejala asma malam hari sering

-APE <60% prediksi


-Variabilitas APE
>30%

-Aktivitas fisik terbatas karena asma


Sumber: Pedoman Diagnostik dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia
Klasifikasi diatas ditujukan untuk pengelolaan asma jangka panjang

d. Klasifikasi dapat pula berdasarkan berat atau ringannya serangan:


3

Ringan

Sedang

Berat

Dapat berjalan

Jalan terbatas

Sukar berjalan

Dapat berbaring

Lebih suka duduk

Duduk membungkuk
ke depan

Bicara

Beberapa
kalimat

Kalimat terbatas

Kata demi kata

Kesadaran

Mungkin
terganggu

Biasanya terganggu

Biasanya terganggu

Frekuensi nafas

Meningkat

Meningkat

Sering > 30 menit

Retraksi otot-otot

Umumnya tidak Kadang ada


ada

Ada

Mengi

Lemah
sedang

Keras

Frekuensi nadi

< 100

100-120

> 120

Pulsus paradoksus

Tidak ada

Mungkin ada

Sering ada

(< 10 mmHg)

( 10-25 mmHg)

( 25 mmHg)

> 80 %

60-80%

< 60 %

PaCO2

< 45 mmHg

< 45 mmHg

> 45 mmHg

SaO2

> 95 %

91-95 %

< 90 %

Aktivitas

bantu nafas

APE sesudah

sampai Keras

bronkodilator

IV. Etiologi
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan utama ialah
reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hipereaktivitas bronkus). Banyak faktor yang turut
menentukan derajat reaktivitas atau iritabilitas tersebut. Faktor genetik, biokimia, saraf
otonom, imunologis, infeksi, endokrin, psikologis, dan lingkungan lainnya, dapat turut serta
dalam proses terjadinya manifestasi asma. Karena itu asma disebut penyakit yang
multifaktorial.
Faktor-faktor pencetus asma :

Infeksi virus saluran nafas : influenza


4

Pemajanan terhadap allergen tungau, debu rumah, bulu binatang.

Pemajanan terhadap iritan asap rokok, minyak wangi

Kegiatan jasmani

Ekspresi emosional takut, marah, frustasi.

Obat-obat aspirin, penyekat beta, anti inflamasi non-steroid.

Lingkungan kerja : uap zat kimia.

Polusi udara : asap rokok.

Pengawet makanan : sulfit.

Lain-lain misalnya haid, kehamilan, sinusitis.

V. Patogenesa
Asma ditandai dengan 3 kelainan utama pada bronkus yaitu bronkokonstriksi otot
bronkus, inflamasi mukosa, dan bertambahnya sekret yang berada di jalan nafas.(Ilmu
Kesehatan Anak)
Pada asma ekstrinsik, alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus
yang mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia, serta sekresi lendir yang tebal.
Mekanisme terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik, walaupun sangat rumit.
Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat
antibodi terhadap alergen yang dihirup itu. Antibodi ini merupakan imunoglobulin jenis IgE.
Antibodi ini melekat pada permukaan sel mast pada mukosa bronkus. Bila satu molekul IgE
yang terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu molekul alergen, sel mast tersebut
akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi
bronkus. Salah satu contohnya yaitu histamin dan prostaglandin. Pada permukaan sel mast
juga terdapat reseptor -2 adrenergik, yang bila dirangsang dengan obat anti asma salbutamol
-2 mimetik akan menghambat pelepasan histamin. Aminofilin juga dapat menghalangi
pembebasan histamin. Pada mukosa bronkus, darah tepi, dan sputum terdapat sangat banyak
eosinofil. Dulu fungsi eosinofil dalam sputum tidak diketahui, tapi baru-baru ini diketahui
bahwa dalam butir-butir granula eosinofil terdapat enzim yang menghancurkan histamin dan
prostaglandin. Jadi eosinofil memberikan perlindungan terhadap asma. Dengan demikian
jelaslah bahwa kadar IgE akan meninggi dalam darah tepi.
Asma intrinsik memiliki patogenesa yang berbeda dengan asma ekstrinsik. Mungkin
diawali oleh kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-serabut nervus vagus
5

yang akan merangsang bahan-bahan iritan dalam bronkus sehingga timbul refleks batuk dan
sekresi lendir. Serabut nervus vagus ini demikian sensitifnya hingga langsung menimbulkan
refleks konstriksi bronkus. Selain itu, lendir yang sangat lengket akan disekresi sehingga pada
kasus-kasus berat dapat menimbulkan sumbatan saluran nafas yang hampir total, sehingga
menimbulkan status asmatikus, gagal nafas, dan kematian. Rangsangan yang paling penting
untuk refleks ini ialah infeksi saluran pernafasan oleh flu (common cold), adenovirus, dan
juga oleh bakteri seperti Haemophilus influenzae. Selain itu, polusi udara oleh gas iritatif asal
industri, asap, dan udara dingin juga dapat berperanan. Faktor emosi juga memiliki peran
penting pada semua jenis asma.
VI.

Diagnosis
Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan urutan pemeriksaan berikut:

1.

Anamnesis
Secara klinis asma diduga bila ada gejala mengi, batuk, sesak nafas, dan riwayat
pneumonia atau bronkitis yang berulang. Batuk yang menetap dan berulang terutama
sesudah pajanan berbagai zat tertentu, aktivitas, gangguan emosi, dan infeksi virus. Batuk
pada asma menjadi lebih berat pada malam hari. Namun kadang-kadang gejala asma
hanya berupa batuk-batuk kronik. Penting juga diketahui dalam anamnesis adalah gejalagejala yang membaik secara spontan atau dengan bronkodilator dan anti inflamasi, dan
faktor-faktor yang dapat mencetuskan asma dan atopi dalam keluarga.

2.

Pemeriksaan Fisik
Hasil yang didapat tergantung stadium serangan, lamanya serangan serta jenis
asmanya. Pada asma yang ringan dan sedang, tidak ditemukan kelainan fisik di luar
serangan. Kadang-kadang dapat ditemukan penyakit lain sebagai penyakit penyerta
berupa otitis media, konjungtivitis, rinitis, polip hidung, sinusitis atau hiperplasia tonsil.
Pada inspeksi terlihat pernafasan yang cepat dan sukar, disertai batuk-batuk
paroksismal, dan ekspirium memanjang. Saat inspirasi terlihat retraksi daerah supra
klavikular, suprasternal, epigastrium, dan sela iga. Pada asma kronik, terlihat bentuk
toraks emfisematus, bongkok ke depan, sela iga melebar, dan diameter anteroposterior
toraks bertambah. Saat serangan berat terlihat tanda-tanda kegelisahan sampai penurunan
kesadaran, kesukaran berbicara, takikardi, penggunaan otot bantu nafas, sianosis,
hiperinflasi, dan pulsus paradoksus. Pada perkusi terdengar hipersonor di seluruh toraks,
terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.
6

Pada auskultasi, awalnya terdengar bunyi nafas kasar/mengeras. Bila penyakit makin
berat, mengi dapat terdengar baik saat ekspirasi maupun inspirasi. Dalam keadaan
normal, fase ekspirasi 1/3-1/2 dari fase inspirasi. Saat serangan, fase ekspirasi
memanjang. Terdengar juga ronki kering dan ronki basah serta suara lendir bila banyak
sekresi bronkus.
Tanda-tanda yang berhubungan dengan tingkat obstruksi jalan nafas pada saat
pemeriksaan umumnya sangat tergantung pada kemampuan pengamat. Hal yang lebih
baik adalah mencari tanda-tanda yang berhubungan dengan hiperinflasi dada, seperti
hiperresonansi, retraksi subkostal, tarikan trakea dan tegangnya otot-otot skalenus.
3.

Uji faal paru


Uji faal paru yang paling sederhana adalah pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE)
dengan alat Mini Wright Peak Flow Meter. Pemeriksaan ini memiliki arti bila dilakukan
secara serial. Variabilitas nilai APE sebesar 20% atau lebih antara pagi dan sore
merupakan diagnostik asma. Pemeriksaan paru yang lebih akurat adalah dengan
spirometri, yaitu menentukan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1/Volume
Ekspirasi Paksa detik pertama) dan rasio VEP1 terhadap kapasitas vital paksa (KVP).
Reversibilitas asma dapat dilihat dengan pengukuran faal paru (APE atau VEP1) sebelum
dan sesudah pemberian bronkodilator, misalnya inhalasi agonis -2. Peningkatan APE
atau VEP1 sebesar 15% atau lebih sesudah inhalasi bronkodilator menunjukkan adanya
reversibilitas penyakit.

4.

Pemeriksaan laboratorium
Pada penderita asma sering ditemukan eosinofilia. Uji kulit dengan alergen
merupakan pemeriksaan diagnostik pada asma alergi. Pemeriksaan IgE spesifik dalam
serum juga berguna dalam diagnostik asma alergi.

5.

Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto toraks tidak begitu penting untuk diagnosis asma. Pemeriksaan ini
berguna untuk menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai gejala mirip asma atau
untuk melihat komplikasi penyakit seperti atelektasis, pneumotoraks, pneumonia, dan
fraktur iga.
7

6.

Uji provokasi bronkus


Pemeriksaan

ini

dilakukan

untuk

memperlihatkan

dan

mengukur

derajat

hipereaktivitas bronkus yang terdapat pada penderita asma. Selain itu juga dilakukan bila
ada kecurigaan asma namun tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik dan faal
paru. Uji provokasi ini dapat dilakukan dengan beban kerja, hiperventilasi isokapnik,
udara dingin, maupun dengan inhalasi spesifik atau nonspesifik.
7.

Analisa gas darah


Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat.

VII. Diagnosis Banding


Bronkitis kronis
Emfisema paru
Gagal jantung kiri akut (asma kardial)
VIII. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan asma:(10)

Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

Mencegah eksaserbasi / serangan akut

Meningkatkan fungsi paru mendekati normal dan mempertahankan keadaan


tersebut

Mengupayakan tercapainya tingkat aktivitas normal termasuk exercise

Menghindari efek samping karena obat

Mencegah terjadinya aliran udara yang irreversibel

Mencegah kematian karena asma

Pada prinsipnya obat anti asma untuk mengontrol penyakit terdiri dari pengobatan
pencegahan yang bersifat jangka panjang terutama antiinflamasi, serta pengobatan yang
bersifat mengatasi serangan, efeknya segera dan waktu bekerjanya singkat dikenal sebagai
bronkodilator.
Pengobatan asma jangka panjang didasarkan pada beratnya penyakit dan modifikasi
dapat dilakukan sesuai kondisi. Beberapa hal perlu diperhatikan yaitu:
1. Untuk mencapai kondisi terkontrol, pengobatan dapat dimulai dari level maksimal sesuai
berat penyakit, dan bila tercapai kondisi terkontrol diturunkan secara bertahap. Atau
8

sebaliknya dimulai dengan pengobatan sesuai berat penyakit dan dinaikkan bila
dibutuhkan.
2. Naikkan level pengobatan, bila tidak tercapai kondisi terkontrol atau keadaan asma
menetap atau tidak ada perbaikan.
3. Turunkan level pengobatan bila tercapai kondisi terkontrol yang stabil paling tidak 3
bulan, secara bertahap diturunkan sampai tercapai pengobatan level serendah mungkin
yang menghasilkan kondisi terkontrol seoptimal mungkin.
4. Setelah asma terkontrol tetap evaluasi pengobatan berkala (3-6 bulan sekali)
5. Pada kasus asma berat dengan penyakit penyerta atau dengan komplikasi maka
selayaknya dirujuk kepada ahli paru.
Pengobatan yang tepat sesuai berat penyakit disusun pula oleh NHLBI, GINA dan
WHO dengan maksud tercapainya pengamanan yang adekuat , hal ini berdasarkan data yang
menunjukkan kekerapan serangan atau eksaserbasi asma yang membutuhkan perawatan
rumah sakit atau pertolongan gawat darurat, walaupun telah terjadi perkembangan dalam
pengetahuan patogenesis, diagnosis dan berbagai jenis pengobatan asma.
Berikut ini telah disusun tuntunan (guideline) pengobatan yang relatif dipakai
diseluruh negara menurut NHLBI, GINA dan WHO 1998:
Berat Penyakit

Pencegahan jangka panjang

Asma Persisten
Berat

Pengobatan setiap hari


Inhalasi steroid
MDI+spacer >1mg/hr atau
Steroid nebulasi>1mg, 2x/hr
Bila perlu steroid oral, dosis
kecil, selang sehari,pagi hari
Pengobatan setiap hari
Inhalasi steroid
MDI+spacer 400-800mcg/hr atau
Steroid nebulisasi <1mg/hr

Asma Persisten
Sedang

Asma persisten
Ringan

Pengobatan setiap hari


Inhalasi steroid
MDI+spacer 200-400mcg/hr
Kromoglikat (gunakan
MDI+spacer atau secara
nebulisasi
9

Pengobatan mengatasi
serangan
Inhalasi bronkodilator kerja
singkat
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida atao
oral agonis beta-2 3-4x/hr
Inhalasi bronkodilator kerja
singkat
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida oral
agonis beta-2, 3-4x/hr
Inhalasi bronkodilator kerja
singkat
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida oral

Asma Intermitten

Tidak dibutuhkan

agonis beta-2, 3-4x/hr


Inhalasi bronkodilator kerja
singkat.
Agonis B2 atau ipratropium
bromid bila dibutuhkan.

Dirasakan tuntunan pengobatan tersebut tidak sepenuhnya dapat dilakukan di


Indonesia, mengingat bervariasinya tingkat kemampuan penderita, baik kemampuan
pengetahuan/ pendidikan maupun kemampuan ekonomi, serta kemampuan pemberi jasa
dalam hal ini fasilitas layanan kesehatan, maka dipikirkan modifikasi dari tuntunan tersebut
dengan mengindahkan kondisi di Indonesia.
Terjadinya eksaserbasi pada asma disebabkan oleh faktor pencetus yang bervariasi
dari satu penderita dengan penderita lainnya, dengan kata lain faktor pencetus bersifat
individual. Faktor pencetus dapat dibagi atas dua bagian yaitu inciter, yang dapat
mengakibatkan terjadinya bronkospasme tanpa meningkatkan hipereaktivitas bronkus (HBR),
contohnya asap rokok, bau-bauan merangsang, exercise dan inducer, yang dapat
menimbulkan inflamasi sehingga meningkatkan HBR, contohnya alergen, infeksi pernafasan,
bahan kimia.
Identifikasi faktor pencetus dapat dilakukan oleh penderita, keluarga penderita dengan
bantuan dokter. Untuk pencetus berupa alergen dapat dilakukan uji kulit (prick test).
Identifikasi pencetus mutlak dilakukan dengan tujuan untuk mencegah serangan dan
mengurangi pemakaian obat-obatan.
IX. Prognosa
Asma tidak dapat disembuhkan akan tetapi asma dapat dikontrol dan penatalaksanaan
asma bermaksud untuk memperbaiki kualitas hidup penderita seoptimal mungkin sehingga
penderita dapat hidup normal dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari.
Penatalaksanaan serangan asma di rumah sakit
Penilaian awal

Serangan asma ringan

Serangan asma
sedang /berat

Serangan asma
mengancam jiwa

Pengobatan awal :
Dirawat di ICU
- Oksigen untuk mencapai saturasi O290%
Inhalasi agonis beta-2
buruk
dalam 1
- Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat ( nebulisasi ) setiap 20Respon
menit dalam
1 jam
Respon baik : atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atauantikolinergik
jam
:
adrenalin
1/1000
Kortikosteroid IV
Respon
stabil
Resiko
tinggi distress
ml subkutan )
Pulang baik dan0,3
Pertimbangkan
agonis
10
Pem
fisis
: berat,
gelisah
dalam
60
menit.
Kortikosteroid
sistemik
jika
tidak
ada
respon
segera
dengan
bronkodilator/
jika
Pengobatan : dilanjutkan
beta-2 injeksi
SC/IM/IV
dan
kesadaran
menurun
akhir-akhir
ini
mendapat
kortikosteroid
orak,
atau
serangan
asmanya
berat
Pemeriksaan
fisis
normal.
inhalasi agonis beta-2.
Okigen
APE
< 30%Drip
Membutuhkan
APE > 70% prediksi.
Aminofilin
PaCO
2 > 45mmHg
kortikosteroid
oral
Intubasi
dan ventilasi
Saturasi O2 > 90% (95%
PaO
<
60bila
mmHg
Penilaian
ulang
setelah
1
jam
2
Edukasi
penderita
mekanik
perlu
pada anak-anak
).

Respon tidak sempurna :


Resiko tinggi distress
Pem Fisis :gjl ringansedang
APE > 50% tetapi tidak <
70%
Saturasi O2 tidak perbaikan

Dirawat di RS
Inhalasi Agonis beta-2
anti kolinergik
Kortikosteroid sistemik
Aminofilin drip
Terapui oksigen
Pantau APE, Sat O2,
nadi, kadar teofilin

Perbaikan

Tidak ada
perbaikan dalam
6-12 jam

Penatalaksanaan serangan asma di rumah


Penilaian berat serangan
Terapi awal

11

Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam) atau bronkodilator
oral

Respon baik
Respon buruk
Gejala ( batuk/berdahak sesak/mengi ) membaik. Perbaikan
Gejala dengan
menetapagonis
atau bertamba
beta-2 da

- Lanjutkan agonis beta-2 inhalasi setiap 3- 4 jam untuk 24-48 jam.


Alternatif : bronkodilator oral setiap 6-8 jam
- Steroid inhalasi diteruskan dengan dosis tinggi ( bila sedang menggunakan steroid

Hubungi dokter untuk instruksi


selanjutnya

DAFTAR PUSTAKA

12

1. Sundaru H, 2006.Asma Bronkial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi
IV revisi, Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp 245-250
2. Price SA and Wilson LM, 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Buku 1, Edisi 4, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp 177-190
3. Yunus F. Konsep Mutakhir Penanganan Asma dalam: Simposium Sehari "Yang Benar
Tentang Asma". Jakarta. 27 Februari 1999
4. NHLBI/WHO Workshop Report. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for
Asthma Management and Prevention. NHLBI 1995.
5. UKK Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Nasional Asma Anak.
2004.
6. Hardianto M dkk, 2004. Asma Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia,
Jakarta, Perhimpunan dokter paru Indonesia
7. Heru S, 2003. Asma Bronkial. Dalam Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, Gaya
baru. Hlm: 21-26
8. Zulkarnain A. Asma Bronkial. Dalam Kumpulan Protap Ilmu Penyakit Dalam. Padang.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Hlm :68-69

Borang Portofolio Kasus Medis


No. ID dan Nama Peserta
dr. Siska Erya Rahim
No. ID dan Nama Wahana
RSUD Kota Padang Panjang
Topik
Asma Bronkial
Tanggal (kasus)
11 Desember 2011
Nama Pasien
Tn. A
No. RM :
Tanggal Presentasi
15 Desember 2011 Pendamping :
13

11 374905
dr. Sri Anggraini

Tempat Presentasi
Ruang Konfrens RSUD Kota Padang Panjang
Objektif Presentasi
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Pasien laki-laki, usia 17 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 jam
Deskripsi
sebelum masuk RS
Tujuan
Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan Asma Bronkial
Bahan
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Bahasan
Cara
Diskusi
Presentasi dan Diskusi
E-mail
Pos
Membahas
Data Pasien
Nama : Tn.A
No. Registrasi : 11 374905
Nama RS : RSUD Kota Padang Panjang
Telp :
Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis: Asma Bronkial Intermiten dalam serangan ringan
2. Riwayat Pengobatan : Pasien belum di bawa ke dokter dan belum mendapat pengobatan.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien telah dikenal menderita asma sejak umur 6 tahun,
berobat hanya pada saat serangan. Serangan asma terakhir 1 bulan yang lalu, tidak dirawat.
4. Riwayat Keluarga : Anak pertama dari 3 orang bersaudara. Ayah pasien juga menderita
Asma Bronkial
5. Riwayat Pekerjaan : Siswa SMA
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tinggal di Asrama sejak 2 tahun yang lalu. Pasien
tidur menggunakan kasur kapuk
7. Lain-lain : Daftar Pustaka :
1. Sundaru H, 2006.Asma Bronkial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi IV
revisi, Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp 245-250
2. Price SA and Wilson LM, 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Buku 1,
Edisi 4, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp 177-190
3. Yunus F. Konsep Mutakhir Penanganan Asma dalam: Simposium Sehari "Yang Benar Tentang
Asma". Jakarta. 27 Februari 1999
4. NHLBI/WHO Workshop Report. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma
Management and Prevention. NHLBI 1995.
5. UKK Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Nasional Asma Anak. 2004.
6. Hardianto M dkk, 2004. Asma Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia,
Jakarta, Perhimpunan dokter paru Indonesia
7. Heru S, 2003. Asma Bronkial. Dalam Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, Gaya baru.
14

Hlm: 21-26
8. Zulkarnain A. Asma Bronkial. Dalam Kumpulan Protap Ilmu Penyakit Dalam. Padang.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Hlm :68-69
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Asma Bronkial
2. Tata laksana pasien Asma Bronkial
3. Pencegahan kambuhnya penyakit Asma Bronkial
4. Edukasi pada pasien tentang Asma Bronkial
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif :

Sesak nafas yang semakin lama semakin meningkat sejak 1 jam sebelum masuk
RS. Sesak nafas berbunyi menciut, dipengaruhi oleh debu, tidak dipengaruhi
cuaca, makanan dan aktivitas.

Batuk berdahak sejak 1 hari sebelum masuk RS, dahak berwarna putih

Pilek sejak 1 hari sebelum masuk RS

Demam tidak ada

Tidak ada riwayat kontak dengan penderita batuk-batuk lama

Riwayat batuk darah tidak ada

Riwayat keringat pada malam hari tidak ada

Riwayat alergi terhadap debu ada

Riwayat alergi makanan disangkal

Riwayat bersin-bersin pagi hari disangkal

Nafsu makan biasa

BAK jumlah dan warna biasa.

BAB warna dan konsistensi biasa.


Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien telah dikenal menderita asma sejak usia 6 tahun dan berobat hanya pada
saat serangan. Serangan asma terakhir 1 bulan yang lalu.
2. Objektif :

a. Vital sign

KU

: sakit sedang

Kesadaran

: sadar/aktif

Tekanan darah

: 120/80 mmHg
15

Frekuensi nadi

: 86 x/menit

Frekuensi nafas

: 26 x /menit

Suhu

: 36,7 0C

b. Pemeriksaan sistemik

Kulit

: Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis.

Kepala

: Bentuk normal, rambut hitam

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

pupil isokor, diameter 2 mm, refleks cahaya +/+ Normal

Telinga

: tidak ditemukan kelainan

Hidung

: Tidak ditemukan kelainan

Mulut

: Mukosa mulut dan bibir basah

Tenggorok

: Tonsil T1 T1 tidak hiperemis

Leher

: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Thoraks
Paru
Inspeksi

: normochest, simetris kiri kanan saat statis dan dinamis

Palpasi

: fremitus kiri = kanan

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: ekspirasi memanjang, wheezing +/+ di kedua lapangan paru, rh -/-

Jantung

Inspeksi

: iktus tidak terlihat

Palpasi

: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: batas jantung atas RIC II, Kiri 1 jari medial LMCS RIC V,kanan LSD

Auskultasi

: irama murni, teratur, bising tidak ada

Abdomen
Inspeksi

: tidak membuncit

Palpasi

: distensi (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Punggung

: tidak ada kelainan

Alat kelamin : tidak ada diperiksa


16

Ekstremitas

: Akral hangat, refilling kapiler baik, sianosis (-), refleks fisiologis +/

+, refleks patologis -/-.


3. Assesment (penalaran klinis) :
Telah dilaporkan suatu kasus seorang pasien laki-laki berumur 17 tahun dengan
diagnosis kerja: asma bronkial intermiten dalam serangan ringan. Dasar diagnosis pada
pasien adalah dari anamnesis didapatkan sesak nafas yang semakin lama semakin meningkat
sejak 1 jam sebelum masuk RS. Sesak nafas berbunyi menciut, dipengaruhi oleh debu, tidak
dipengaruhi cuaca, makanan dan aktivitas. Batuk berdahak sejak 1 hari sebelum masuk RS,
dahak berwarna putih. Pasien telah dikenal menderita asma sejak berumur 6 tahun. Serangan
asma terakhir yaitu 1 bulan yang lalu. Ayah pasien juga dikenal menderita asma. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi nadi 86 x/menit, frekuensi nafas 26 x/menit, suhu
36,70C. Pada pemeriksaan paru didapatkan ekspirasi memanjang dan wheezing di kedua
lapangan paru. Hal ini mendukung untuk diagnosis asma.
Pasien diberikan terapi oksigen 2L/menit dan dilakukan nebulisasi ventolin 1
respules sebanyak 2 kali dengan selang waktu 20 menit. Respon baik, sesak (-), wheezing (-),
frekuensi nafas 22 x/menit. Pasien diobseravasi 1 jam post nebulisasi terakhir, jika serangan
asma tidak ada lagi dan kondisi baik, pasien boleh pulang dan diberi obat pulang. Saat pasien
pulang penting pemberian edukasi tentang penyakitnya, faktor risiko, pencetus serangan
asma seperti kasur kapuk, sehingga lebih baik kasur tersebut diganti contohnya dengan kasur
busa, memakai masker saat membersihkan ruangan, memakan makanan bergizi untuk
meningkatkan daya tahan tubuh sehingga tidak mudah terjangkit infeksi. Sehingga dengan
begitu, serangan asma dapat dicegah.
4. Plan :
Diagnosis klinis : asma bronkial intermiten dalam serangan ringan
Diagnosis banding : Pengobatan :

O2 2 ltr/menit

Nebulisasi I: ventolin 2,5 mg, 1 respule observasi 20 menit ekspirasi


memanjang (+), Wheezing (+) berkurang, RR 24x/menit respon parsial

Nebulisasi II: ventolin 2,5 mg, 1 respule observasi 20 menit ekspirasi


17

memanjang (-), wheezing (-), RR 22 x/menit


Pasien diobservasi selama 1 jam post nebulisasi terakhir, jika tidak ada

serangan lagi, pasien dipulangkan dengan saran segera kembali ke IGD bila
terjadi serangan asma
Obat pulang:

Salbutamol tab 4 mg

3 x 1 tab

Ambroxol tab 30 mg

3 x 1 tab

Metilprednisolone 4 mg

3 x 1 tab

Neurodex

2 x 1 tab

Edukasi kepada pasien

Menjelaskan kepada pasien tentang proses penyakit, faktor risiko dan faktor

pencetus serangan asma seperti debu, asap rokok


Menyarankan untuk mengganti kasur kapuk yang biasa dipakai dengan kasur

busa
Menjaga kebersihan ruangan
Memakai masker saat membersihkan ruangan
Jangan menumpuk buku atau bahan, peralatan lain yang dapat menimbulkan

debu
Mengganti sprei tempat tidur 1x/minggu
Menjaga kesehatan dengan makan makanan bergizi, sehingga daya tahan

tubuh tetap baik dan mencegah timbulnya infeksi


Segera ke IGD jika terjadi serangan asma

18

Anda mungkin juga menyukai