Anda di halaman 1dari 6

Nama

: Shinta Devi Yanuari

NIM

: 122210101096
I.

Interaksi Farmakokinetik

Pada jurnal ini membahas pengaruh pemberian kombinasi parasetamol dan fenilpropanolamin
hidroklorida terhadap profil farmakokinetik masing-masing obat dalam plasma darah manusia.
a. Jenis interaksi
Parasetamol (asetaminofen) adalah turunan senyawa sintesis dari p-aminofenol yang
memberikan efek analgesic dan antipiretika. Sedangkan fenilpropanolamin hidroklorida adalah
senyawa yang termasuk dalam obat simpatomimetis yang secara struktur berkaitan dengan efedrin
hidroklorida. Apabila kombinasi obat tersebut diberikan secara berulang (misalnya tiga kali sehari)
maka parasetamol dengan waktu paruh elimasi 1 jam tidak akan menimbulkan akumulasi tetapi
fenilpanolamin hidroksida dengan waktu paruh eliminasi 6 jam akan memiliki indeks akumulasi diatas
1. Dengan demikian kombinasi obat ini dapat menimbulkan akumulasi fenilpropanolamin dalam tubuh
apabila diberikan tiga kali sehari.
b. Metode metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan bahan baku
Pemeriksaan bahan baku parasetamol dan fenilpropanolamin hidroklorida meliputi
pemerian,kelarutan dan identifikasi secara spektrofotometri UV
Seleksi sukarelawan
Dilakukan pengujian klinik terhadap sukarelawan yang meliputi pengujian terhadap
SGOT dan SGPT, kadar kreatinin seru, kadar gula darah dan darah.
Pemberian obat
Dilakukan dengan metode three way crossover
Pengambilan sampel darah
Sampel darah disentrifugasi dan diambil plasmanya kemudian disimpan pada
temperature -200C.
Penetapan kadar obat dalam plasma
a. Parasetamol
Ditimbang parasetamol uji sebanyak 2,5 mg dan dilarutkan dengan metanol dalam
labu takar 25 ml.
b. Fenilpropanolamin hidroklorida
Ditimbang Fenilpropanolamin Hidro-klorida uji sebanyak 2,5 mg dan dilarutkan
dengan aqua bidestilata dalam labu takar 25 ml.
Penetapan kadar parasetamol dalam plasma sukarelawan
Sebanyak 1 ml plasma sukarelawan ditambahkan 5 ml etil asetat dalam tabung ekstraksi,
kemudian dikocok dengan menggunakan agitator vortex selama 30 detik dan diputar
dalam alat pencampur Roller Mixer selama 15 menit kemudian disentrifuga selama 10
menit pada 400g. Lapisan bening dipindahkan ke dalam tabung lain dan diuapkan.

Residu dilarutkan kembali dalam 200 l metanol. Sebanyak 20 l larutan disuntikkan ke


dalam KCKT.
Penetapan kadar fenilpropanolamin hidroklorida dalam plasma sukarelawan
Sebanyak 1 ml plasma sukarelawan dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi yang telah
diisi dengan 100 l larutan K2HPO4 0,5 M pH 11. Tabung dikocok dengan vortex
selama 30 detik dan ditambahkan 5 ml Metilenklorida ke dalam tabung tersebut
kemudian diputar dalam alat pencampur Roller Mixer selama 15 menit kemudian
disentrifugasi selama 10 menit pada 3000g. Lapisan bening dipindahkan ke dalam
tabung lain dan diuapkan. Residu dilarutkan kembali dalam 200 l aqua bidestilata.
Sebanyak 20 l larutan disuntikkan ke dalam KCKT.
c. Hasil Penelitian

Hasil pemeriksaan spektroskopi UV dari parasetamol dan fenilpropanolamin HCl menunjukkan


kesesuaian dengan referensi. Penetapan kadar parasetamol dan fenilpropanolamin HCl dalam plasma
dilakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC). Untuk melihat kinetika obat dalam tubuh
dan persamaan farmakokinetika dari masing-masing obat beserta kombinasinya dibuat hubungan/plot
antara kadar obat versus waktu.
Dari hasil penetapan kadar obat dalam plasma darah diperoleh kurva yang menggambarkan
perubahan kadar obat dalam plasma terhadap waktu. Kedua jenis obat, parasetamol dan
fenilpropanolamin hidroklorida baik yang diberikan secara tunggal maupun kombinasi memperlihatkan
kurva kinetik trieksponensial yang berarti kedua jenis obat tersebut mengalami tiga fase perubahan di
dalam tubuh yakni fase absorspi, fase distribusi dan fase eliminasi. Dengan demikian obat mengikuti
model dua kompartemen terbuka. Perhitungan parameter farmakokinetik dan persamaan kurva kinetik
dari kedua obat tersebut diselesaikan dengan menggunakan persamaan-persamaan matematika yang
berlaku untuk model dua kompartemen terbuka.
Selanjutnya dari persamaan farmakokinetik masing-masing obat, dihitung parameter
farmakokinetiknya berdasarkan persamaan yang berlaku untuk model kompartemen dua. Untuk
melihat apakah terdapat perbedaan yang bermakna diantara parameter farmakokinetik masing-masing
obat yang diberikan secara tersendiri/tunggal dan kombinasi, maka data-data parameter farmakokinetik
utama diinterpretasikan secara statistik dengan menggunakan uji t-student pasangan sepadan.
Hasil penetapan parameter farmakokinetik dari kedua obat baik tunggal maupun kombinasi
menunjukkan nilai tetapan absorpsi (ka) tidak berbeda secara bermakna, artinya pemberian secara
bersamaan (kombinasi) antara parasetamol dan fenilpropanolamin hidroklorida tidak mempengaruhi
kecepatan absorpsi masing-masing obat yang diberikan secara tunggal.
Pemberian secara bersamaan (kombinasi tetap) dari parasetamol dan fenilpropanolamin
hidroklorida berpengaruh terhadap nilai-nilai parameter atau profil farmakokinetik dari masing-masing
obat tersebut. Sehingga diperlukan adanya pengkajian lebih lanjut untuk menentukan frekuensi
pemakaian dan dosis dari kedua obat tersebut apabila diberikan sebagai kombinasi tetap, sebagaimana
terdapat dalam obat flu atau obat batuk yang banyak beredar di Indonesia.

d. Kesimpulan
Pemberian kombinasi parasetamol dosis 500 mg dan fenilpropanolamin hidroklorida dosis 50
mg secara oral pada enam orang sukarelawan mempengaruhi profil farmakokinetik masing-masing
obat yang diberikan secara tersendiri/tunggal.
Pada profil farmakokinetik parasetamol yang diberikan secara kombinasi dengan
fenilpropanolamin HCl menunjukkan nilai kadar puncak (Cmaks) dan Luas Area di bawah Kurva
(AUC0-) lebih kecil dari pada nilai Cmaks dan AUC0- dari parasetamol yang diberikan secara
tersendiri/ tunggal. Sedangkan pada profil farmakokinetik fenilpropanolamin HCl yang diberikan
secara kombinasi dengan parasetamol juga menunjukkan nilai Cmaks dan AUC 0- yang lebih kecil
serta nilai waktu paruh eliminasi dari tubuh (t, ) yang lebih besar dari pada nilai Cmaks, AUC 0-,
dan t dari fenilpropanolamin HCl yang diberikan secara tersendiri/tunggal.

II.

Ineraksi Obat secara farmakodinamika dan interaksi obat dengan makanan

Jurnal ini membahas tentang interaksi farmakodinamik efek analgesik kombinasi perasan buah
mengkudu dengan parasetamol.
a. Jenis interaksi
Kesamaan aktivitas analgesic buah mengkudu dengan paraetamol memungkinkan adanya
interaksi efek analgesik yang sinergis ketika keduanya dikombinasikan. Sinergis itu dapat diartikan
efek dua obat yang diberikan bersama-sama, hasilnya lebih besar daripada jumlah efek kedua obat
tersebut.
Dalam sebuah penelitian pada tahun 2011, menunjukkan kombinasi ekstrak buah mengkudu
dengan parasetamol dapat meningkatkan efek antiinflamasi. Ekstrak buah mengkudu diduga
menghambat reseptor histamine dan prostaglandin sehingga muncul efek antiinflamasi dan analgesik.
Dosis parasetamol yang lebih rendah setelah dikombinasikan dengan buah mengkudu efek
analgesiknya lebih baik dibandingkan dengan parasetamol dosis standar yang diberikan secara tunggal.
b. Metode penelitian
Subjek penelitian ini adalah studi eksperimental dengan pendekatan posttest-only with control
group design. Penelitian ini menggunakan mencit dan dilakukan oleh enam kelompok. Variabel bebas
penelitian ini adalah kombinasi perasan buah mengkudu dengan dosis 0,042 mg/g BB mencit dan
parasetamol dengan 3 dosis berbeda yaitu 0,065 mg/g BB mencit, 0,0325 mg/g BB mencit, dan
0,01625 mg/g BB mencit. Sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah waktu timbulnya
respon nyeri pada mencit.
Sebelum percobaan dilakukan, mencit sudah mulai diberikan perasan buah mengkudu per oral
sesuai dengan dosis yang ditentukan selama 1 minggu. Pada ke enam kelompok memberikan
parasetamol ke mencit dengan dosis berbeda:
I
: Aquadest 0,5 ml (kontrol negatif)
II
: Mengkudu 0,042 mg/g BB (kontrol positif)
III
: Parasetamol 0,065 mg/g BB (kontrol positif)
IV
: Parasetamol (0,01625 mg/g BB) + Perasan buah 35 mengkudu

V
VI

(0,042 mg/g BB)


: Parasetamol (0,0325 mg/g BB) + Perasan buah mengkudu (0,042 mg/g BB)
: Parasetamol (0,065 mg/g BB) + Perasan buah mengkudu (0,042 mg/g BB)

Yang diamati yaitu terjadinya rangsangan nyeri, yaitu respon paw lick (mengangkat dan
menjilat kaki depan ). Data hasil pengukuran waktu reaksi nyeri diuji normalitas menggunakan uji
Shapiro-Wilk dan uji homogenitas menggunakan uji varians. Karena hasilnya tidak homogen dilakukan
upaya transformasi data dan dengan metode hasilnya tetap tidak homogen maka dilakukan
analisisstatistik non parametric Kruskal-Wallis dengan tingkat kepercayaan 95%. Karena ada salah satu
kelompok yang berbeda dilakukan analisis Post-hoc dengan menggunakan uji Mann-Whitney untuk
mengetahui kelompok yang mempunyai perbedaan.
c. Hasil penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap berbagai dosis kombinasi perasan buah
mengkudu dengan parasetamol sebagai analgesik pada mencit, diperoleh data rata-rata waktu reaksi
nyeri mencit dalam 5 kali pengulangan. Rata-rata waktu reaksi nyeri yang paling lama adalah
kelompok perlakuan VI yaitu 11,74 detik dan yang paling singkat kelompok I yaitu 5,36 detik.
Kelompok II lebih lama dari kelompok I, hal ini menunjukkan pemberian perasan buah mengkudu
secara tunggal memiliki efek analgesik pada mencit. Kelompok III lebih lama dari kelompok I, hal ini
menunjukkan bahwa pemberiaan parasetamol tunggal memiliki efek analgesik pada mencit.
Perbandingan antara kelompok perlakuan kombinasi parasetamol dengan perasan buah
mengkudu (IV, V, IV) dengan kelompok perlakuan aquadest sebagai kontrol negatif (I) menunjukkan
bahwa rerata waktu reaksi nyeri pada kelompok perlakuan IV, V, VI lebih lama dari kelompok I. Hal ini
menunjukkan bahwa kombinasi antara berbagai parasetamol dengan perasan buah mengkudu memiliki
efek analgesik.
Perbandingan antara kelompok perlakuan IV, V, IV dengan kelompok perlakuan perasan buah
mengkudu tunggal sebagai kontrol positif yaitu kelompok II, didapatkan bahwa rerata waktu reaksi
nyeri kelompok IV, V, VI lebih lama dibanding dengan kelompok perlakuan II. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa kombinasi antara berbagai parasetamol dengan perasan buah mengkudu memiliki
efek analgesik yang lebih baik dibanding perlakuan perasan buah mengkudu secara tunggal pada
mencit.
Kelompok perlakuan IV, V, VI memiliki waktu reaksi nyeri yang lebih lama dibandingkan
dengan kelompok perlakuan parasetamol tunggal sebagai kontrol positif (III). Hal ini menunjukkan
bahwa kombinasi antara berbagai dosis parasetamol dengan perasan buah mengkudu memiliki efek
analgesik yang lebih baik dibanding pemberian parasetamol secara tunggal pada mencit.
Efek analgesik buah mengkudu terjadi karena kemampuannya dalam menghambat enzim
siklooksigenase. Di dalam buah mengkudu terdapat beberapa senyawa polifenol seperti golongan
kumarin, flavonoid dan asam fenolat, dan dua iridoid. Senyawa-senyawa tersebut terbukti secara
langsung menghambat menghambat produksi nitrit oksida (NO), aktivitas enzim siklooksigenase
terutama COX-1 dan COX-2, dan prostaglandin E2 (PGE2), sehingga memunculkan efek anti inflamasi
pada uji coba terhadap tikus. Penghambatan enzim siklooksigenase dan prostaglandin oleh buah
mengkudu tentunya juga akan memunculkan efek analgesic.
Parasetamol bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase tersebut, terutama pada COX3. Penghambatan COX-3 oleh parasetamol menyebabkan konversi asam arakidonat menjadi
prostaglandin tidak terjadi sehingga memunculkan efek analgesik.
d. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini secara umum dapat disimpulkan bahwa terdapat interaksi
analgesik yang sinergis antara kombinasi perasan buah mengkudu dengan parasetamol, terdapat
perbedaan yang bermakna secara statistik antara berbagai kelompok kombinasi perasan buah
mengkudu dengan parasetamol saja, perasan buah mengkudu saja, dan aquadest yaitu dengan nilai p =
0,000 (p = < 0,05).
Adapun kelompok kombinasi yang terbaik memberikan efek analgesik adalah kelompok dengan
dosis parasetamol 0,065 mg/g BB mencit. Pada hasil penelitian dapat dikatakan bahwa pemberian
parasetamol secara tunggal tidak lebih baik dibandingkan dengan pemberian perasan buah mengkudu
secara tunggal.

III.

Interaksi obat dengan herbal

Pada jurnal ini meneliti pengaruh pemberian tablet curcuma terhadap farmakokinetika rifampisin pada
tikus.
a. Jenis interaksi
Pemberian tablet curcuma dosis tunggal satu jam sebelum pemberian rifampisin dan
pemberian dosis ganda sekali sehari selama 7 hari tidak mempengaruhi farmakokinetik
rifampisin. Pada penelitian terlihat bahwa kurkumin yang terkandung pada tablet curcuma tidak
mempengaruhi disposisi rifampisin. Tetapi pada sirup curcuma plus berpengaruh terhadap
farmakokinetika distribusi dan eliminasi rifampisin.
b. Metode penelitian
Penelitian menggunakan rancangan uji acak lengkap pola searah (One Way Randomized
Completely Design). Perlakuan dilakukan oleh 3 kelompok dan masing-masing kelompok
mendapat 5 tikus. Pemberian dosis berbeda beda, diantaranya:
Kelompok I diberi rifampisin dosis 50 mg/kgBB secara oral.
Kelompok II diberi tablet Curcuma dosis tunggal 108 mg/kgBB secara oral 1 jam
sebelum pemberian rifampisin.
Kelompok III diberi Curcuma dosis ganda 108 mg/kgBB secara oral satu kali sehari
selama 7 hari sebelum pemberian rifampisin.
Analisis rifampisin dalam darah dilakukan secara HPLC dengan menggunakan kurva
baku mengikuti metode terdahulu yang telah tervalidasi. Harga parameter farmakokinetika antar
perlakuan dibandingkan secara statistika menggunakan metoda ANAVA satu jalan dengan taraf
kepercayaan 95%, dan jika ada perbedaan yang signifikan dilanjutkan dengan uji Tukey HSD
untuk pair test. Analisis statistika dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 13.0.
c. Hasil penelitian
Rifampisin merupakan suatu turunan sintetik dari antibiotic natural rifamisin B yang diproduksi
oleh Streptomyces mediterranei. Rifampisin merupakan bakterisidial spectrum luas terhadap organisme
termasuk Mycobacteria tuberculosis yang digunakan untuk pengobatan tuberkulosa dan kusta.
Rifampisin diabsorbsi secara baik dari saluran cerna meskipun beberapa makanan dapat menghambat
absorbsinya. Senyawa inhibitor atau induktor enzim pemetabolisme obat dilaporkan dapat
mempengaruhi metabolisme rifampisin.

Tablet curcuma adalah salah satu produksi industry nasional mengandung serbuk dari rhizoma
curcuma yang aktifnya adalah kurkumin dan minyak atsiri. Tablet curcuma dapat digunakan untuk
penambah nafsu makan, perut kembung,sukar buang air besar/kecil, amenore, ikterus karena obstruksi.
Juga telah diketahui bahwa aktivitas kurkumin sangat banyak yaitu sebagai
antiinflamasi,antioksidan,antitumor,anticarcinogenik, antikoagulan, antiviral, anti bakteri, hipolipemik
dan hipoglikemik. Kurkumin juga dapat menghambat absorbs teofilin.
Pada penelitian terlihat bahwa kurkumin yang terkandung pada tablet curcuma tidak
mempengaruhi disposisi rifampisin. Tetapi pada sirup curcuma plus berpengaruh terhadap
farmakokinetika distribusi dan eliminasi rifampisin. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan bentuk
produk sehingga kemungkinan kandungan kurkumin dari tablet curcuma yang terabsorpsi lebih sedikit
dibanding sirup curcuma plus. Akibatnya kadar kurkumin dalam darah setelah pemberian tablet
curcuma tidak mampu mempengaruhi farmakokinetika rifampisin.
Untuk melihat lebih lanjut seberapa besar pengaruh pemberian Curcuma maka pada tabel II
diberikan hasil perhitungan harga-harga parameter farmakokinetika rifampisin setelah pemberian
rifampisin oral dosis tunggal 50 mg/kg BB dan dengan adanya pemberian tablet Curcuma secara oral
dosis tunggal 108 mg/kg BB 1 jam dan sekali sehari selama 7 hari sebelum pemberian rifampisin. Pada
tabel II dapat dilihat bahwa tablet Curcuma dosis 108 mg/kg BB satu jam dan sekali sehari selama 7
hari sebelum rifampisin tidak mampu memberikan perubahan hargaharga parameter farmakokinetika
rifampisin secara bermakna (P>0,05).
d. Kesimpulan
Pemberian tablet Curcuma dosis 108 mg/kg BB dosis tunggal satu jam sebelum rifampisin
dan dosis ganda sekali sehari selama 7 hari sebelum rifampisin tidak memberikan perubahan
farmakokinetika rifampisin (P>0,05). Pada penelitian terlihat bahwa kurkumin yang terkandung pada
tablet curcuma tidak mempengaruhi disposisi rifampisin. Tetapi pada sirup curcuma plus berpengaruh
terhadap farmakokinetika distribusi dan eliminasi rifampisin

Anda mungkin juga menyukai