Anda di halaman 1dari 8

REVIEW JURNAL BIOFARMASETIKA

BIOEQUIVALENCE AND PHARMACOKINETIC EVALUATION OF TWO


FORMULATIONS OF PARACETAMOL ER 650 MG: A SINGLEDOSE
RANDOMIZED TWOPERIOD CROSSOVER
COMPARISON IN HEALTHY INDIAN ADULT VOLUNTEERS

Disusun oleh :
Galuh Dewi Novitasari
Kartini Hattu
Dewi Sukmasari
Fitri Meila Wardhani
Syifa Nadia Ardin
Yustin Indra Utama

(1041311068)
(1041311083)
(1041411163)
(1041411168)
(1041411180)
(1041411182)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASI
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Biaya kesehatan yang mahal dipengaruhi oleh banyak hal, terutama adalah

mahalnya harga obat-obatan. Masyarakat mulai memperhatikan penggunaan obat


generik yang harganya lebih murah dari pada obat dengan merk dagang, bahkan

pemerintah menuangkan penggunaannya dalam SK Menkes 086/1989 yang berisi


tentang penggunaan obat generik dalam penulisan resep. Kebijakan ini dapat
mengurangi beban masyarakat untuk pembiayaan kesehatan, tetapi sebagian besar
masyarakat kita masih meragukan mutu obat generik karena melihat harganya
yang jauh lebih murah dibandingkan obat dengan nama dagang.
Pemerintah juga mewajibkan kepada semua fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah untuk menuliskan resep obat generik. Mutu OGB (Obat Generik
Berlogo) dalam pemanfaatannya masih sering dipertanyakan bukan saja oleh
masyarakat awam, tetapi oleh praktisi tenaga kesehatan. Informasi tentang mutu
sediaan generik tersebut sebagian besar masih terbatas pada jenis, nama padanan,
uraian farmakologik secara ringkas dan harga, sedangkan informasi mengenai
mutu sediaan generik tersebut yang didukung oleh bukti-bukti pemeriksaan
laboratorium terutama mengenai kebenaran kadar zat berkhasiat dan kecepatan
disolusi dirasa masih sangat kurang.
Peresepan obat generik untuk terapi suatu penyakit sering dipertanyakan
dalam hal mutu. Hal ini karena harga obat generik relatif lebih murah sekitar 2467 % dibandingkan dengan harga obat dagang, sehingga muncul anggapan bahwa
mutu obat generik lebih rendah dibandingkan obat paten.
Penggunaan obat generik masih menjadi suatu perdebatan, bukan hanya di
kalangan penerima resep, yaitu pasien, bahkan para tenaga kesehatan masih
meragukan efektivitas terapeutik obat generik. Semakin banyak obat yang
beredar, membuat para produsen berlomba-lomba mempromosikannya, sedangkan
obat generik jarang dipromosikan. Adanya fenomena seperti itu, dapat mendorong
harga obat lebih tinggi yang akhirnya berdampak pada biaya pengobatan yang
harus dibayar oleh pasien.
Mutu obat generik yang masih sering dipertanyakan perlu dimantapkan
dengan berbagai data penelitian laboratorium. Salah satu penelitian yang bisa
memberikan informasi tentang keefektifan suatu obat adalah bioavailabilitas.
Hanya obat yang terabsorbsi dengan lengkap yang mempunyai bioavailabilitas
tinggi. Ini terjadi karena obat dengan cara pemberian tertentu, misal pada
pemberian oral, obat akan mengalami eliminasi di hati sehingga tidak semua yang
diabsorbsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik.

Studi tentang bioavailabilitas digunakan untuk mengetahui keefektifan suatu


obat. Untuk mengetahui perbandingan kualitas obat sediaan generik dengan
sediaan paten perlu diketahui bioekuivalensi antara dua sediaan tersebut. Masingmasing sediaan diukur bioavailabilitasnya. Perbandingan bioavailabilitas ini
disebut bioekivalansi obat. Dasar untuk menentukan bioavailabilitas suatu obat
terlebih dahulu harus diketahui profil disolusinya. Disolusi tablet ialah jumlah
atau zat aktif dari sediaan padat yang larut pada waktu tertentu dalam kondisi
baku. Kondisi yang dimaksud misalnya, dalam suhu, kecepatan, pengadukan, dan
komposisi media tertentu.
Uji disolusi merupakan suatu metode fisika kimia yang penting sebagai
parameter dalam pengembangan produk dan pengendalian mutu sediaan obat yang
didasarkan pada pengukuran kecepatan pelepasan dan melarut zat aktif dari
sediaannya. Uji disolusi digunakan untuk uji bioavailabilitas secara in vitro,
karena hasil uji disolusi berkorelasi dengan ketersediaan hayati obat dalam tubuh.
1.2.

Tujuan
a. Mahasiswa dapat mengetahui perbandingan bioekivalen antara obat
generik dengan obat paten melalui profil farmakokinetika masing-masing
obat.
b. Mahasiswa dapat memberikan keterangan yang tepat kepada masyarakat
mengenai perbedaan kualitas obat generik dengan obat paten.
BAB II
METODE DAN DATA PENELITIAN

2.1. Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan adalah dengan mengambil sampel
konsentrasi plasma dari subjek penelitian yang berjumlah 18 pria dewasa dengan
BMI 21,97 ; rata-rata umur adalah 29,4. Berat badan rata-rata adalah 60,7 kg,
sedangkan untuk tinggi badan rata-rata 166,6 cm. Subjek penelitian diberi dosis

oral parasetamol generik 650 mg (Troikaa Pharmaceuticals Ltd, India) dan


formulasi parasetamol yang direferensikan (Mc Neil, USA).
Metode analisa yang digunakan untuk mengetahui determinasi konsentrasi
obat dalam plasma adalah metode HPLC (High Performance Liquid
Chromatography) dengan panjang gelombang 242 nm. Sampel diekstrak dengan
larutan etil asetat, sebelum dimasukkan ke dalam kolom yang akan diisi dengan
plasma darah untuk dibaca melalui metode HPLC. Data tersebut disajikan melalui
tabel sebagai berikut :

Tabel 1. Profil farmakokinetika parasetamol 650 mg antara produk Troikaa


Pharmaceutical, India dengan parasetamol 650 mg produk Mc Neil, USA

2.2. Farmakokinetika dan Analisa Statistik


Konsentrasi plasma maksimal (Cmax) dan waktu maksimal (Tmax)
ditunjukkan melalui metode HPLC dengan data absorbansi serta puncak
gelombang yang berasal dari data grafik visual. Parameter t dan AUC dihitung
melalui pengambilan sampel darah dari subjek yang diteliti. Uji bioekivalensi
dilakukan antara parasetamol generik (Troikaa Pharmaceutical, India) dengan
parasetamol yang direferensikan (Mc Neil, USA). Data hasil uji bioekivalen
disajikan melalui tabel dan grafik sebagai berikut :

Tabel 2. Data statistik dari ANOVA untuk farmakokinetik parasetamol dari subjek
penelitian

Gambar 1. Grafik persamaan linier antara konsentrasi plasma parasetamol

BAB III
PEMBAHASAN

Subjek penelitian sejumlah 18 pria India dewasa menyelesaikan studi


penelitian tanpa ada efek samping yang serius terhadap 2 jenis produk
parasetamol. Hal ini didapat melalui pengecekan laboraorium dan parameter EKG
atau temuan pemeriksaan fisik selama penelitian berlangsung. Penelitian ini
dimaksudkan untuk menguji bioekivalensi dari 2 formulasi parasetamol (produk
Troikaa Pharmaceutical dan Mc Neil). Produk tersebut dikembangkan untuk
menjadi tablet bilayer dengan masa kerja panjang.
Tingkat kepercayaan yang ditetapkan untuk pengujian ini adalah 90% karena
telah ditetapkan bioekivalensi dari 80% sampai 125% untuk titik akhir primer dari
Cmax dan AUC. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa 2 formulasi parasetamol
mempunyai karakteristik yang sama pada 18 orang relawan laki-laki India yang
sehat. Tingkat kepercayaan 90% digunakan untuk mengukur rasio Cmax, AUC0t, dan AUC0- adalah 89,9-109,9, 92,31-104,1 dan 91,58 untuk 106,6 masingmasing, memenuhi kriteria yang telah ditentukan untuk bioekivalensi. Nilai ratarata t1/2 yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 7,73 jam untuk formulasi tes,
yang sebanding dengan yang dari referensi formulasi 7,0 jam. Nilai rata-rata Cmax
dari tes ini 6.02 mg / mL, yang sebanding dengan referensi formulasi 6.17 mg /
mL.
Kedua macam produk parasetamol ditoleransi dengan baik. Tinjauan
sistematis telah ditemukan tingkat efek samping setelah pemberian yang tidak
berbeda secara signifikan dengan yang administrasi berikut plasebo (3,9,10),
sementara reaksi hipersensitivitas yang jarang (3,11). Perhatian utama pada
pemakaian parasetamol berkaitan dengan potensi hepatotoksisitas, namun hal ini
sangat jarang terjadi pada dosis terapi (3,12). Penelitian ini menunjukkan bahwa
kedua formulasi ditoleransi dengan baik dan tidak ada efek samping yang
dilaporkan selama penelitian.

BAB IV
KESIMPULAN

Parasetamol produk Troikaa Pharmaceutical (India) pada dosis 650 mg


mempunyai bioekivalen yang tidak jauh berbeda daripada parasetamol 650 mg
produk Mc Neil (USA). Hal ini ditunjukkan melalui penelitian konsentrasi plasma
terhadap 18 relawan pria India dewasa dalam kondisi sehat. Kesimpulan tersebut
diambil berdasarkan laju absorbsi dan eliminasi kedua produk, sehingga kedua
produk tersebut dapat ditoleransi dengan baik dan dapat digunakan untuk
analgesik antipiretik. Efek samping hepatotoksik didapatkan apabila penggunaan
pada dosis berlebih.

Anda mungkin juga menyukai