Hemofilia
Hemofilia
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hemofilia
Hemofilia adalah gangguan produksi faktor pembekuan yang diturunkan, berasal
dari bahasa Yunani, yaitu haima yang artinya darah dan philein yang artinya
mencintai atau suka. Walaupun sebenarnya maknanya tidak sesuai, namun kata
hemofilia tetap dipakai.1
Kelainan perdarahan yang diturunkan pertama kali didokumentasikan di
abad kedua oleh Kerajaan Babilonia.2 Namun baru pada abad ke 18 dilaporkan
adanya kemungkinan basis genetik untuk kelainan perdarahan ini dan mulai tahun
1950an transfusi fresh frozen plasma (FFP) digunakan. Pada tahun 1980an teknik
rekombinan DNA untuk menproduksi faktor VIII (F VIII) dan faktor IX (F IX)
mulai diterapkan.1
Hemofilia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara x-linked
resesif berdasarkan hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit
ini terjadi akibat kelainan sintesis salah satu faktor pembekuan, dimana pada
hemofilia A terjadi kekurangan F VIII (Antihemophilic factor), sedangkan pada
hemofilia B terjadi kekurangan F IX (Christmas factor). Hemofilia A mencakup
80-85% dari keseluruhan penderita hemofilia.3,4
Secara klinis hemofilia dapat dibagi menjadi hemofilia ringan, hemofilia
sedang dan hemofilia berat berdasarkan derajat kekurangan faktor pembekuan
yang bersangkutan.5
2.2. Epidemiologi
2.3. Patofisiologi
Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan pembuluh
darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi
trombosit, agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan
darah, pembatasan bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan,
dan pemulihan aliran darah melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan
pembuluh darah.12
Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial. Faktor von
Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit. Setelah proses ini,
adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit dilepaskan
granul yang berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi trombosit dan
perekrutan trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan
tissue factor dan mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga memulai
kaskade pembekuan darah dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan
trombosit ini akan distabilkan oleh faktor XIII.3,12
Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan Ratnoff pada
tahun 1950an dapat dilihat pada Gambar 1. Kaskade ini menggambarkan jalur
intrinsik dan ekstrinsik pembentukan thrombin. Meskipun memiliki beberapa
kelemahan, kaskade ini masih dipakai untuk menerangkan uji koagulasi yang
lazim dipakai dalam praktek sehari-hari.5
Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka
pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita
hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada
perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti
akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka dimana efek tamponade
tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat
dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma
ringan.13
Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8 dan F9.
Gen F8 terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio Xq28, sedangkan
gen F9 terletak di regio Xq27.2,14 Terdapat lebih dari 2500 jenis mutasi yang dapat
terjadi, namun inversi 22 dari gen F8 merupakan mutasi yang paling banyak
ditemukan yaitu sekitar 50% penderita hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8 dan
F9 ini diturunkan secara x-linked resesif sehingga anak laki-laki atau kaum pria
dari pihak ibu yang menderita kelainan ini. Pada sepertiga kasus mutasi spontan
dapat terjadi sehingga tidak dijumpai adanya riwayat keluarga penderita hemofilia
pada kasus demikian.15
Diagnosis
ditegakkan
dengan
anamesis,
pemeriksaan
fisik
dan
laboratorium. Anamnesis diarahkan pada riwayat mudah timbul lebam sejak usia
dini, perdarahan yang sukar berhenti setelah suatu tindakan, trauma ringan atau
spontan, atau perdarahan sendi dan otot. Riwayat keluarga dengan gangguan
perdarahan terutama saudara laki-laki atau dari pihak ibu juga mendukung ke arah
hemofilia.15
Hasil pemeriksaan darah rutin dan hemostasis sederhana sama pada
hemofilia A dan B. Darah rutin biasanya normal, sedangkan masa pembekuan dan
masa thromboplastin parsial teraktifkan (APTT) memanjang, dan masa
pembekuan thromboplastin abnormal. Masa perdarahan dan masa prothrombin
(PT) umumnya normal.4
Diagnosis pasti ditegakkan dengan memeriksa kadar F VIII untuk
hemofilia A dan F IX untuk hemofilia B, dimana kedua faktor tersebut di bawah
normal. Pemeriksaan petanda gen hemofilia pada kromosom X juga dapat
memastikan diagnosis hemofilia dan dapat digunakan untuk diagnosis antenatal.
Secara klinis, hemofilia A tidak dapat dibedakan dengan hemofilia B, oleh karena
itu diperlukan pemeriksaan khusus F VIII dan IX.5
Wanita pembawa sifat hemofilia A dapat diketahui dengan memeriksa
kadar F VIII yang bisa di bawah normal, analisis mutasi gen hemofilia atau rasio
F VIII dengan antigen faktor von Willebrand (FVIII/vWF:Ag ratio) yang kurang
dari 1. Sedangkan wanita pembawa sifat hemofilia B dapat diketahui melalui
aktivitas F IX yang dapat menurun atau pemeriksaan genetik.2,3,14
2.5. Tatalaksana
Tatalaksana penderita hemofilia harus dilakukan secara komprehensif meliputi
pemberian faktor pengganti yaitu F VIII untuk hemofilia A dan F IX untuk
hemofilia B, perawatan dan rehabilitasi terutama bila ada sendi, edukasi dan
dukungan psikososial bagi penderita dan keluarganya.4,15
Bila terjadi perdarahan akut terutama daerah sendi, maka tindakan RICE
(rest, ice, compression, elevation) segera dilakukan. Sendi yang mengalami
perdarahan diistirahatkan dan diimobilisasi. Kompres dengan es atau handuk
basah yang dingin, kemudian dilakukan penekanan atau pembebatan dan
meninggikan daerah perdarahan. Penderita sebaiknya diberikan faktor pengganti
dalam 2 jam setelah perdarahan.4,15
Untuk hemofilia A diberikan konsentrat F VIII dengan dosis 0.5 x BB (kg)
x kadar yang diinginkan (%). F VIII diberikan tiap 12 jam sedangkan F IX
diberikan tiap 24 jam untuk hemofilia B.4
Kadar F VIII atau IX yang diinginkan tergantung pada lokasi perdarahan
dimana untuk perdarahan sendi, otot, mukosa mulut dan hidung kadar 30-50%
diperlukan. Perdarahan saluran cerna, saluran kemih, daerah retroperitoneal dan
susunan saraf pusat maupun trauma dan tindakan operasi dianjurkan kadar 60100%.15
pertumbuhan jaringan sinovium yang penuh dengan pembuluh darah yang rapuh
dan rawan terhadap perdarahan berikutnya, sehingga menciptakan suatu siklus
setan. Sendi yang mengalami perdarahan berulang ini disebut sebagai sendi target.
Hasil akhirnya adalah suatu arthropati hemofilik dimana sendi menjadi kaku,
terjadi deformitas permanen, misalignment, perbedaan panjang anggota gerak
serta hipotrofi otot yang berdekatan. Cacat sendi ini
faktor pengganti yang bebas dari risiko penularan penyakit tersebut dengan teknik
rekombinan DNA.4,5
Pembentukan antibodi atau inhibitor F VIII dapat timbul pada sekitar 20%
penderita hemofilia A. Adanya inhibitor ini perlu dicurigai bila seorang penderita
tidak menunjukkan penyembuhan yang diharapkan meski telah diberi faktor
pengganti dengan dosis yang cukup. Dalam hal ini dosis F VIII harus dinaikkan
atau diberikan F VIIa untuk memotong jalur koagulasi.4
Menurut studi di Inggris, harapan hidup penderita hemofilia berat pada
usia 35, 55 dan 75 tahun adalah 89%, 68% dan 23%, dengan median usia harapan
hidup 63 tahun. Untuk penderita hemofilia sedang harapan hidup untuk kategori
usia yang sama adalah 96%, 88% dan 49% dengan median usia harapan hidup 75
tahun. Sebagai perbandingan harapan hidup rerata pria di Inggris adalah 97%,
92% dan 59% dengan median usia harapan hidup 78 tahun.19
diberikan pada usia muda dapat mencegah kecacatan ini, dan telah dipraktekkan
di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Namun regimen profilaksis ini sangat mahal
dimana faktor pengganti diberikan tiga kali dalam seminggu selama bertahuntahun.6,10
Di negara yang sedang berkembang, prioritas kesehatan ditujukan pada
nutrisi, sanitasi, pencegahan penyakit menular dan kebutuhan kesehatan dasar
lainnya. Penyakit yang langka seperti hemofilia sering kali terabaikan akibat
kurangnya pengetahuan tentang hemofilia itu sendiri, keterbatasan dana, tidak
tersedianya faktor pengganti, keterbatasan fasilitas pendukung diagnosis dan pusat
pengobatan yang dapat memberikan pengobatan yang komprehensif.10,20
Akibatnya kerusakan sendi dan kecacatan muskuloskeletal pada penderita
hemofilia di negara yang sedang berkembang hampir selalu terjadi. Studi di India
menunjukkan bahwa hanya 9 dari 148 orang penderita hemofilia yang bebas
kecacatan. Persentase kecacatan ini meningkat sejalan dengan meningkatnya usia
penderita dimana semua penderita dewasa menderita kecacatan.21 Penilaian
tentang kualitas hidup dan kemandirian hidup sehari-hari penderita hemofilia
harus menjadi bagian dari tatalaksana penderita hemofilia sehingga penanganan
dapat dioptimalisasi.7
Penilaian sendi pada penderita hemofilia mulai dikembangkan pada akhir
tahun 1950an dengan pemeriksaan radiologis terutama pada sendi lutut, siku dan
pergelangan kaki. Skor radiologis oleh Petersson diadopsi oleh WFH menjadi
bagian dari standar pemantauan jangka panjang penderita hemofilia. Namun
pemeriksaan radiologis ini tidak sensitif pada sendi dengan kerusakan minimal
sehingga sekarang ini magnetic resonance imaging (MRI) yang dianjurkan untuk
mendeteksi kelainan sendi. Walaupun demikian hubungan perubahan minimal
pada MRI atau skor radiologis dengan fungsional sendi dan muskuloskeletal
secara keseluruhan masih belum jelas.6
Kurangnya korelasi hasil radiologis dengan fungsi sendi, serta bahaya
radiasi sinar X pada anak mendorong dikembangkannya metode penilaian
berdasarkan klinis, antara lain Physical Examination (PE) scale oleh badan WFH.
Yang dinilai adalah range of movement (ROM), pembengkakan, krepitus,
wasting, instabilitas dan deformitas aksial pada 6 sendi utama. Kekurangan skala
ini adalah kurang akurat di kalangan anak dan tidak menilai kekuatan otot.6
Beberapa instrumen untuk menilai kemandirian hidup sehari-hari penderita
kelainan muskuloskeletal telah tersedia, seperti Short Form of the Medical
Outcome Study (SF 36) untuk penyakit secara general, Western Ontario McMaster
Questionnaire (WOMAC) untuk penderita osteoarthritis dan Stanford Health
Assessment Questionnaire (HAQ) untuk arthritis rheumatoid juvenile. Khusus
untuk penderita hemofilia sendiri instrumen yang dapat digunakan antara lain
Haemophilia Activities List (HAL) dan versi anak-anaknya (PedHAL) serta
Functional Independence Score in Hemophilia (FISH).6,7
pilihan dari staf ahli dan penderita hemofilia yang berhubungan dengan kehidupan
sehari-hari penderita.8,9
Tabel 2.1 Functional Independence Score in Hemophilia (FISH)8
Perawatan diri
Perubahan posisi
Gerakan
Kursi
Jalan
Jongkok
Naik tangga
diri
Mandi
Berpakaian
Ada 7 kategori aktivitas yang dinilai dalam instrument ini. Tiap kategori
diberi nilai 1 sampai 4 menurut kemampuan penderita. Nilai 1 bila penderita tidak
mampu melakukan aktivitas atau perlu bantuan penuh. Nilai 2 bila penderita
memerlukan bantuan parsial atau memodifikasi alat atau lingkungan untuk
melakukan aktivitas. Nilai 3 bila penderita mampu melakukan aktivitas tanpa
bantuan namun dengan rasa ketidaknyamanan atau nyeri. Nilai 4 bila penderita
mampu melakukan aktivitas sebagaimana orang normal. Dikatakan mempunyai
kemampuan penderita menurun bila jumlah nilainya lebih rendah dibandingkan
kelompok yang lain.7,8
Instrumen ini telah divalidasi di India dan memiliki konsistensi internal
yang baik (Cronbachs alpha 0.85). FISH berkorelasi baik dengan HAQ (r = 0.90) dan berkorelasi sedang dengan skor klinis WFH atau PE scale (r = -0.68)
dan skor radiologis Pettersson (r = -0.44)8,9 Sebuah studi yang lain juga
Gangguan pembekuan
darah
HEMOFILIA
Atasi perdarahan
Transfusi produk
darah
Rehabilitasi
Edukasi
Terapi faktor
pengganti
Kemandirian hidup
sehari-hari
(Functional
independence score in
Hemophilia)
- Perawatan diri
- Perubahan posisi
- Lokomosi
KOMPLIKASI
Perdarahan
sendi
Reaksi inflamasi,
kerusakan sendi, atrofi
otot
Kecacatan
Perdarahan intrakranial