Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

Pendahuluan

1. Latar Belakang

Hemofilia adalah penyakit keturunan yang diturunkan orantua kepada anak. Pada

kromosom sex X anak dari orang tua yang memili hemophilia dapat menyebabkan anak

tersebut terkena penyakit hemophilia maupun carrier (pada perempuan) penyakit tersebut.

Hemofilia dapat dibagi menjadi hemophilia A dan hemophilia B. pasien hemophilia A

lebih banyak 4x daripada hemophilia B. dan pada 1/3 kasus hemophilia terjadi karena

adanya mutasi gen. Hemofilia A terjadi akibat defisiensi faktor koagulasi (F VIII).

Hemofilia B terjadi akibat defisiensi faktor koagulasi F IX.

Pada wanita jarang ditemukan hemophilia, seringnya hanya sebagai carrier. Jika terjadi

hemophilia pada perempuan maka terjadi abonrmalitas pada kedua kromosom X.

Pada kehamilan fisiologisnya terjadi peningkata faktor VIII, sehingga ibu dengan

hemophilia jika dapat ditemukan faktor VIII yang mendekati normal.

Namun begitu pemantauan kadar faktor VIII harus tetap dilakukan, saat kehamilan. Jika

mengalami penurunan harus segera diberikan rekombinan faktor VIII.

Pemeriksaan prenatal, persalinan, dan post persalinan harus dilakukan untuk menghindari

perdarahan akibat defisiensi faktor koagulasi terhadap ibu hamil dengan hemophilia.

Universitas Tarumanagara Page 1


1.2 Mekanisme hemostasis normal

Aktivasi jalur intrinsik melalui kontak antara f XII, dan f XI dengan permukaan benda asing

diluar lumen yang melapisi pembuluh darah normal dan ini akan menghasilkan f XI aktif.

Faktor XI aktif ini akan mengaktifkan f X dengan bantuan f VIII dan phospholipid.

Sedangkan aktivasi jalur ekstrinsik dipicu oleh faktor jaringan yang kontak dengan darah

akibat rusaknya jaringan atau endotil. Faktor VII akan berikatan dengan faktor jaringan dan

akan menjadi faktor VII aktif (VIIa). Komplek ini akan mengaktifkan faktor IX dan X yang

diikuti pembentukan trombin dari protrombin. Trombin yang terbentuk akan merubah

fibrinogen menjadi fibrin melalui tiga langkah, awal berupa pembentukan molekul

fibrinopetida A dan B selanjutnya berupa polimerisasi dari fibrin monomer yang terjadi

secara spontan sehingga terbentuklah fibrin polimer (benang fibrin). Langkah terakhir adalah

pembentukan fibrin yang kuat, dan ini dilakukan dengan bantuan faktor XIII.

Pada kondisi normal sistem fibrinolitik berada dalam keadaan quiscent (Diam) di dalam

sirkulasi, bagaimana sistem ini dikontrol agar tidak menyebabkan perdarahan abnormal

sekaligus dapat berfungsi membersihkan fibrin yang tidak dibutuhkan, diperkirakan sistem

ini ditentukan oleh keseimbangan antara tissue plasminogen aktivator (t-PA) dan

plasminogen aktivator inhibitor type 1 (PAI-1). Reaksi fibrinolisis ini melibatkan

penghambatan terhadap terjadinya fibrinolisis oleh PAI-1 dan α2- antiplasmin. Luasnya

variasi interindividual mengenai kadar faktor VIII dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Hal ini dinyatakan dalam satu studi penelitian dimana 32 orang pasien dengan hemofili A (

30 orang dengan gejala klinis berat dan 2 orang dengan gejala klinis ringan ) yang menerima

terapi faktor VIII. Secara signifikan waktu paruh faktor VIII dipengaruhi oleh golongan

darah, usia, dan kadar faktor von Willebrand dalam plasma. Golongan darah O berkaitan

Universitas Tarumanagara Page 2


dengan waktu paruh faktor VIII yang lebih singkat bila dibandingkan dengan golongan darah

A.

Semakin tua usia dan semakin tinggi kadar factor vW dalam plasma dihubungkan dengan

waktu paruh faktor VIII yang lebih panjang. Penggunaan beberapa obat dan adanya penyakit

hati yang progresif pada penderita hemofilia ringan, disebutkan sebagai faktor yang dapat

menginduksi peningkatan kadar factor VIII dalam darah. Faktor lain yang secara fisiologis

mempengaruhi disebutkan esterogen, kehamilan, latihan dan epinefrin memperpanjang waktu

paruh faktor VIII.

Menurut Nichols(1996); Escuriola Ettingshausen(2001); Ettingshausen(2002) adanya variasi

manifestasi perdarahan yang timbul pada penderita hemofilia A, dipengaruhi oleh proses

mutasi yang terjadi pada faktor VIII. Menurut Beutler (2001), variasi fenotip dapat

ditemukan pada penderita dengan genotip yang sama pada gangguan hematologi yang

berbeda. 18 Gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan faktor VIII terletak pada

gen 28q, terletak pada lengan distal kromosom X, dengan panjang sekitar 186 kilobase dan

menyususn 0,1% DNA pada kromosom X, dengan 26 exon dan 25 intron.

Terjadinya beberapa tipe mutasi yang berbeda pada faktor VIII mempengaruhi berat

ringannya manifestasi perdarahan yang timbul. Pada mutasi titik bisa terjadi perdarahan

ringan hingga berat, tergantung pada efek mutasi yang timbul terhadap fungsi gen. Namun

pada mutasi dengan delesi gen hampir selalu terjadi perdarahan yang berat. 18 Pada kasus

ini, penderita dengan golongan darah B dan usia 46 tahun dan didiagnosa dengan penyakit

hati kronik. Diperkirakan hal ini turut mempengaruhi aktifitas faktor VIII dan manifestasi

perdarahan yang timbul.

Universitas Tarumanagara Page 3


Universitas Tarumanagara Page 4
BAB 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Hemofilia

Hemofilia A merupakan kasus terbanyak diantara jenis hemofilia lainnya. Karena sifatnya

yang diturunkan secara X-linked recessive, laki-laki merupakan penderita dengan manifestasi

klinis perdarahan Hemofilia A, sedangkan pada wanita hanya sebagai pembawa sifat.

Diagnosis hemofilia A dibuat berdasarkan : (i) adanya anggota keluarga dengan riwayat

perdarahan yang abnormal, (ii) sifat pewarisan X-linked recessive (iii) pada pemeriksaan faal

hemostasis didapatkan hasil : APTT yang memanjang (iv) penurunan faktor VIII C.

Faktor VIII adalah protein koagulasi rantai tunggal yang mengatur pengaktifan faktor X

melalui protease yang dihasilkan oleh jalur pembekuan intrinsik. Protein ini disintesa di sel

parenkim hati dan beredar dalam bentuk komplek dengan protein faktor von Willebrand.

Hemostasis normal memerlukan aktivitas faktor VIII minimal 25 persen, gejala hemofilia

akan timbul bila kadar faktor VIII fungsional dalam sirkulasi kurang dari 5 persen dan kadar

faktor VIII memiliki korelasi erat dengan keparahan klinis penderita.

Untuk dapat menjadi kofaktor yang efektif untuk pembentukan faktor IXa maka faktor VIII

harus diaktivasi terlebih dahulu oleh trombin sehingga membentuk heterotrimer yang

terbentuk dari domain A1, A2 dan A3, -C1, -C2. Faktor VIIIa dan faktor IXa yang menempel

pada permukaan platelet akan teraktifasi untuk membentuk komplek fungsional yang akan

mengaktifkan faktor X. Dengan adanya faktor VIII aktif maka kecepatan aktifasi dari faktor

X oleh faktor IX aktif akan meningkat secara cepat. Atas dasar itu kita dapat melihat

gambaran klinis yang hampir sama pada hemofili A dan B, dimana faktor VIII dan faktor IX

sama-sama dibutuhkan untuk membentuk X-ase compleX

Universitas Tarumanagara Page 5


2.2 Kehamilan dengan penyulit Hemofilia

Wanita dengan hemophilia mempunyai 2 kromosom X yang abnormal. Tanda dan gejala

dari wanita dengan hemophilia bergantung dengan jumlah faktor VIII orang tersebut. Hal

ini dapat dibagi menjadi mild, moderate, severe hemofilia

1. Mild : aktivitas F.VIII/F.IX antara 5-30%. perdarahan yang lebih lama dari orang normal

ketika menjalani oprasi atau ekstraksi gigi. Biasa ps tidak tau kalau dia mengidap

hemophilia. Pasien wanita yg mild hemofilia biasa mengalami monorrhagia, heavy

menstrual period, dan perdarahan setelah melahirkan

2. Moderate : aktivitas F.VIII/F.IX antara 1-5%. mengalami episode perdarahan berlanjut

setelah injury. Bisa terjadi spontaneous bleeding

3. Severe : aktivitas F.VIII/F.IX <1% akan timbul gejala klinik berat. sering terjadi

spontaneous bleeding episode. Seringnya di sendi dan otot

Secara fisiologis wanita dengan hemophilia yang sedang mengalami kehamilan akan

meningkatkan jumlah faktor VIII hampir normal. Walaupun begitu tetap harus

memeriksakan jumlah faktor VIII melalui pemeriksaan faktor VIII assay, terutama pada

trimester ketiga. Jika kadar faktor VIII rendah maka harus mendapatkan faktor VIII

konsentrat.

Hal yang harus diperhatikan adalah saat ibu hamil dengan hemophilia menghadapi

persalinan. Menurut penelitian persalinan alamiah lebih baik dilakukan pada ibu hamil

dengan hemofilia daripada oprasi secarea.

Pada saat persalinan alamiah yang perlu diperhatikan adalah laserasi saat persalinan dan

perdarahan pasca persalinan. Monitoring faktor VIII sangat penting untuk dilakukan.

Universitas Tarumanagara Page 6


2.3 Pemeriksaan janin pada ibu dengan hemophilia

Wanita yang carrier hemophilia dapat memiliki anak :

1. Anak perempuan carrier hemophilia

2. Anak perempuan tidak carrier hemophilia

3. Anak laki-laki dengan hemophilia

4. Anak laki-laki tanpa hemophilia

Pemeriksaan untuk mengetahui janin yang dikandung ibu dengan hemophilia terkena

penyakit tersebut dapat dilakukan sejak masa kehamilan 9 minggu dengan CVS

(chorionic villous sampling),CVS dilakukan dengan mengambil sedikit bagian plasenta

untuk melihat abnormalitas pada janin. Dapat dilakukan dengan 2 cara;

1. Intraabdomen dengan menggunakan fine needle. Dengan bantuan USG fine needle

dimasukan dan diarahkan ke plasenta tanpa mengenai bayi. Resiko dapat terjadi

keguguran dan defek pada plasenta. Hasil dari CVS keluar dalam 10 hari

2. Melalui vagina dengan menggunakan selang kecil yang dimasukan melalui vagina

(dibantu dengan USG untuk mengetahui letak plasenta).

Kemudian dapat dilakukan amniosentesis. Amniosentesis lebih sering dilakukan daripada

CVS. Dengan amniosentesis pasien dapat mengetahui jenis kelamin janin dan

abnormalitas pada janin. Amniosentesis biasa dilakukan pada 14-18 minggu

Universitas Tarumanagara Page 7


2.4Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Lab. Darah :

a) Hemofilia A

· Defisiensi factor VIII

· PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang

· PT (Prothrombin Time/ waktu protombin) memanjang

· TGT (Thromboplastin Generation Test)/ diferential APTT dengan plasma abnormal

· Jumlah trombosit dan waktu perdarahan normal

b) Hemofilia B

· Defisiensi factor IX

· PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang

· PT (Prothrombin Time)/ waktu protombin dan waktu perdarahan normal

· TGT (Thromboplastin Generation Test)/ diferential APTT dengan serum abnormal

Pemeriksaan Penunjang

a) Uji skining untuk koagulasi darah.

· Jumlah trombosit ( normal 150.000 – 450.000 per mm3 darah ).

· Masa protombin ( normal memerlukan waktu 11 – 13 detik ).

· Masa tromboplastin parsial ( meningkat, mengukur keadekuatan faktor koagulasi intrinsic)

· Fungsional terhadap faktor VIII dan IX ( memastikan diagnosis )

· Masa pembekuan trombin ( normalnya 10 – 13 detik ).

b) Biopsi hati : digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur.

c) Uji fungsi faal hati

Universitas Tarumanagara Page 8


Digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati .Misalnya, serum glutamic – piruvic

trasaminase (SPGT ), serum glutamic – oxaloacetic transaminase (SGOT),fosfatase alkali,

bilirubin.

2.5 Penatalaksanaan

a) Penatalaksanaan Medis

· Transfusi periodic dari plasma beku segar (PBS)

· Pemberian konsentrat factor VIII dan IX pada klien yang mengalami perdarahan

aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi dan pembedahan

· Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM

· Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan

· Bidai dan alat orthopedic bagi klien yang mengalami perdarahan otot dan sendi.

Ø Terapi Suportif

· Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan kadar factor anti hemophilia

yang kurang.

· Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan.

· Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas factor

pembekuan sekitar 30-50%

· Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan pertama seperti

rest, ice, compression, elevation (RICE) pada lokasi perdarahan

a) Rest (istirahat), usahakan seseorang diistirahatkan dan tidak melakukan apapun.

b) Ice (kompres dengan menggunakan es), kompres ini berguna untuk menciutkan pembuluh

darah dan es juga bisa berfungsi sebagai penghilang nyeri.

c) Compression (ditekan atau dibalut), untuk mengurangi banyaknya darah yang keluar.

Universitas Tarumanagara Page 9


d) Elevation (ditinggikan), usahakan daerah yang mengalami luka berada pada posisi yang

lebih tinggi.

· Kortikosteroid, pemberian kortikosteroid sangat membantu untuk menghilangkan proses

inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis. Pemberian

prednisone 0,5-1 mg/kg BB/hari selama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya gejala sisa berupa

kaku sendi(artrosis) yang menggangu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup pasien

hemofilia.

· Analgetika. Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri

hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu agregasi trombosit (harus

dihindari pemakaian aspirin dan antikoagulan)

Terapi pengganti Faktor pembekuan

· Pemberian factor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari kecacatan

fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemophilia dapat melakukan aktivitas normal. Namun

untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan factor anti hemophilia (AHF) yang cukup banyak

dengan biaya yang tinggi.

· Terapi pengganti factor pembekuan pada kasus hemophilia dilakukan dengan memberikan

FVIII atau FIX, baik rekombinan, konsentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup

banyak factor-faktor pembekuan tsb. Pemberian biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai

luka atau pembengkakan membaik, serta khususnya selama fisioterapi.

Penanganan penderita hemofili segera dilakukan sejak diagnosis ditegakkan, berupa terapi

secaara umum dan khusus. Secara umum tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup

penderita hemofili agar dapat menjalani kehidupan seperti orang normal dengan batasan-

batasan tertentu. Terapi umum ini dapat dilakukan dengan konseling, edukasi dan

Universitas Tarumanagara Page 10


memanfaatkan semua standar terapi medik yang ideal pada penderita termasuk

mempersiapkan pengetahuan yang dimiliki penderita. Penderita dan keluarga harus Seorang

Penderita Hemofilia Ringan Dengan Perdarahan Masif diberikan pengetahuan praktis

tentang penyakit hemofilia, faktor pencetus perdarahan, komplikasi yang akan timbul dan

cara pencegahannya.

Secara khusus, penaganan hemofili ditujukan pada etiologinya yaitu terjadi defisiensi protein

koagulasi faktor VIII. Kriopresipitat merupakan salah satu modalitas terapi untuk hemofilia

A, yang dibuat dengan FFP yang dibekukan. Daya tahan kriopresipitat dapat berbulan-bulan

jika disimpan dalam keadaan beku. Keuntungan dalam pemberian kriopresipitat ini dapat

diberikan dalam dosis tinggi tetapi konsentrasi protein yang rendah, volume lebih kecil,

dibuat dari donor relatif sedikit sehingga komponen lain masih bisa digunakan, kerugiannya

dapat terjadi bahaya hiperfibrinogenemia. Dosis 1 unit/kg berat badan yang dapat diulang

tiap 18 jam. Modalitas terapi yang lain, yaitu yang diperoleh dari plasma dan dari hasil

rekayasa genetik, yaitu rekombinan faktor VIII (r-f VIII). Ada beberapa keunggulan dari r-f

VIII yaitu aman dari penularan virus, menimbulkan antibodi lebih rendah serta menjanjikan

suplai yang tak terbatas, namun kerugiannya harga sangat mahal.

Manifestasi klinis hemofilia A serupa dengan hemofilia B yaitu perdarahan yang sukar

berhenti. Secara klinis hemofilia dapat dibagi menjadi hemofilia ringan (konsentrasi FVIII

dan F IX 0.05-0.4 IU/mL atau 5-40%), hemofilia sedang (konsentrasi FVIII dan F IX 0.01-

0.5 IU/mL atau 1-5%) dan hemofilia berat (konsentrasi FVIII dan F IX di bawah 0.01 IU/mL

atau di bawah 1%)1,3 Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi dan

Universitas Tarumanagara Page 11


perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi,. Pada hemofilia sedang, perdarahan

spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan. Sedangkan pada hemofilia berat perdarahan

spontan sering terjadi dengan perdarahan ke dalam sendi, otot dan organ dalam. Perdarahan

dapat mulai terjadi semasa janin atau pada proses persalinan.

Umumnya penderita hemofilia berat perdarahan sudah mulai terjadi pada usia di bawah 1

tahun. Perdarahan dapat terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung, saluran kemih, sendi lutut,

pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis dan lengan bawah. Perdarahan di

dalam otak, leher atau tenggorokan dan saluran cerna yang masif dapat mengancam jiwa.

Diagnosis ditegakkan dengan anamesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Anamnesis

diarahkan pada riwayat mudah timbul lebam sejak usia dini, perdarahan yang sukar berhenti

setelah suatu tindakan, trauma ringan atau spontan, atau perdarahan sendi dan otot. Riwayat

keluarga dengan gangguan perdarahan terutama saudara laki-laki atau dari pihak ibu juga

mendukung ke arah hemofilia.

Hasil pemeriksaan darah rutin dan hemostasis sederhana sama pada hemofilia A dan B.

Darah rutin biasanya normal, sedangkan masa pembekuan dan masa thromboplastin parsial

teraktifkan (APTT) memanjang, dan masa pembekuan thromboplastin abnormal. Masa

perdarahan dan masa prothrombin (PT) umumnya normal. 4 Diagnosis pasti ditegakkan

dengan memeriksa kadar F VIII untuk hemofilia A dan F IX untuk hemofilia B, dimana

kedua faktor tersebut di bawah normal. Pemeriksaan petanda gen hemofilia pada kromosom

X juga dapat memastikan diagnosis hemofilia dan dapat digunakan untuk diagnosis antenatal.

Secara klinis, hemofilia A tidak dapat dibedakan dengan hemofilia B, oleh karena itu

diperlukan pemeriksaan khusus F VIII dan IX. Wanita pembawa sifat hemofilia A dapat

diketahui dengan memeriksa kadar F VIII yang bisa di bawah normal, analisis mutasi gen

Universitas Tarumanagara Page 12


hemofilia atau rasio F VIII dengan antigen faktor von Willebrand (FVIII/vWF:Ag ratio) yang

kurang dari 1. Sedangkan wanita pembawa sifat hemofilia B dapat diketahui melalui aktivitas

F IX yang dapat menurun atau pemeriksaan genetic. Diagnosis banding hemofilia adalah

penyakit von Willebrand, defisiensi faktor koagulasi lain seperti FV, FVII, FX, FXI, atau

fibrinogen, atau kelainan trombosit seperti Glanzmann trombastenia.

Tatalaksana penderita hemofilia harus dilakukan secara komprehensif meliputi pemberian

faktor pengganti yaitu F VIII untuk hemofilia A dan F IX untuk hemofilia B, perawatan dan

rehabilitasi terutama bila ada sendi, edukasi dan dukungan psikososial bagi penderita dan

keluarganya. Bila terjadi perdarahan akut terutama daerah sendi, maka tindakan RICE (rest,

ice, compression, elevation) segera dilakukan. Sendi yang mengalami perdarahan

diistirahatkan dan diimobilisasi. Kompres dengan es atau handuk basah yang dingin,

kemudian dilakukan penekanan atau pembebatan dan meninggikan daerah perdarahan.

Penderita sebaiknya diberikan faktor pengganti dalam 2 jam setelah perdarahan. 4,15 Untuk

hemofilia A diberikan konsentrat F VIII dengan dosis 0.5 x BB (kg) x kadar yang diinginkan

(%). F VIII diberikan tiap 12 jam sedangkan F IX diberikan tiap 24 jam untuk hemofilia B.

4,15 4 Kadar F VIII atau IX yang diinginkan tergantung pada lokasi perdarahan dimana

untuk perdarahan sendi, otot, mukosa mulut dan hidung kadar 30-50% diperlukan.

Perdarahan saluran cerna, saluran kemih, daerah retroperitoneal dan susunan saraf pusat

maupun trauma dan tindakan operasi dianjurkan kadar 60- 100%. Pemberian tergantung

pada beratnya perdarahan atau jenis tindakan. Untuk pencabutan gigi atau epistaksis,

diberikan selama 2-5 hari, sedangkan operasi atau laserasi luas diberikan 7-14 hari. Untuk

rehabilitasi seperti pada hemarthrosis dapat diberikan lebih lama lagi. Kriopresipitat juga

dapat diberikan untuk hemofilia A dimana satu kantung kriopresipitat mengandung sekitar 80

Universitas Tarumanagara Page 13


U F VIII. Demikian juga dengan obat antifibrinolitik seperti asam epsilon amino-kaproat atau

asam traneksamat. Aspirin dan obat antiinflamasi non steroid harus dihindari karena dapat

mengganggu hemostasis. Profilaksis F VIII atau IX dapat diberikan secara kepada penderita

hemofilia berat dengan tujuan mengurangi kejadian hemartrosis dan kecacatan sendi. WHO

dan WFH merekomendasikan profilaksis primer dimulai pada usia 1- 2 tahun dan dilanjutkan

seumur hidup. Profilaksis diberikan berdasarkan Protokol Malmö yang pertama kali

dikembangkan di Swedia yaitu pemberian F VIII 20-40 U/kg selang sehari minimal 3 hari

per minggu atau F IX 20-40 U/kg dua kali per minggu.

Untuk penderita hemofilia ringan dan sedang, desmopressin (1-deamino-8- arginine

vasopressin, DDAVP) suatu anolog vasopressin dapat digunakan untuk meningkatkan kadar

F VIII endogen ke dalam sirkulasi, namun tidak dianjurkan untuk hemofilia berat.

Mekanisme kerja sampai saat ini masih belum jelas, diduga obat ini merangsang pengeluaran

vWF dari tempat simpanannya (Weibel-Palade bodies) sehingga menstabilkan F VIII di

plasma. DDAVP dapat diberikan secara intravena, subkutan atau intranasal. Penderita

hemofilia dianjurkan untuk berolah raga rutin, memakai peralatan pelindung yang sesuai

untuk olahraga, menghindari olahraga berat atau kontak fisik.

Berat badan harus dijaga terutama bila ada kelainan sendi karena berat badan yang berlebih

memperberat arthritis.15,18 Kebersihan mulut dan gigi juga harus diperhatikan.

Vaksinasi diberikan sebagaimana anak normal terutama terhadap hepatitis A dan B. Vaksin

diberikan melalui jalur subkutan, bukan intramuskular. Pihak sekolah sebaiknya diberitahu

bila seorang anak menderita hemofilia supaya dapat membantu penderita bila diperlukan.

Upaya mengetahui status pembawa sifat hemofilia dan konseling genetik merupakan hal

yang terpadu dalam tatalaksana hemofilia. Konseling genetik perlu diberikan kepada

Universitas Tarumanagara Page 14


penderita dan keluarga. Konseling meliputi penyakit hemofilia itu sendiri, terapi dan

prognosis, pola keturunan, deteksi pembawa sifat dan implikasinya terhadap masa depan

penderita dan pembawa sifat. Deteksi hemofilia pada janin dapat dilakukan terutama bila

jenis mutasi gen sudah diketahui. Sampel dapat diperoleh melalui tindakan sampling villus

khorionik atau amnionsintesis.

Sampai sekarang masih belum jelas mengapa perdarahan sendi atau hemarthrosis sering

terjadi pada penderita hemofilia, namun diduga bahwa hal ini disebabkan oleh rendahnya

ekspresi tissue factor di jaringan sinovial sehingga perdarahan mudah terjadi. Darah dan

deposit besi dalam sendi mengiritasi sinovium dan merangsang reaksi inflamasi dalam sendi.

Sinovitis kronis ini menyebabkan Universitas Sumatera Utara pertumbuhan jaringan

sinovium yang penuh dengan pembuluh darah yang rapuh dan rawan terhadap perdarahan

berikutnya, sehingga menciptakan suatu siklus setan. Sendi yang mengalami perdarahan

berulang ini disebut sebagai sendi target. Hasil akhirnya adalah suatu arthropati hemofilik

dimana sendi menjadi kaku, terjadi deformitas permanen, misalignment, perbedaan panjang

anggota gerak serta hipotrofi otot yang berdekatan.

Cacat sendi ini merupakan salah satu morbiditas penderita hemofilia yang utama. Perdarahan

intrakranial merupakan penyebab kematian utama penderita hemofilia. Studi di Inggris

menunjukkan bahwa 34% kematian penderita hemofilia disebabkan oleh perdarahan ini,

terutama di usia balita dimana 11 dari 13 kematian karena perdarahan intrakranial. 5 19

Seumur hidupnya risiko perdarahan intrakranial pada seorang penderita hemofilia sebesar 2-

8% dengan tingkat kematian 30%.

Perdarahan otot terutama terjadi di otot paha, betis, dinding perut bagian posterior dan

bokong. Tekanan akibat perdarahan otot ini dapat mengakibatkan neuropati seperti neuropati

Universitas Tarumanagara Page 15


nervus femoralis akibat perdarahan ileospoas. Nekrosis iskhemik dan kontraktur merupakan

efek perdarahan otot lainnya. 2 Penularan penyakit seperti hepatitis C dan HIV melalui

transfusi produk darah dan faktor pengganti merupakan masalah besar terutama pada tahun

1980 an. Upaya penapisan yang lebih baik saat ini telah sangat mengurangi risiko penularan

tersebut, meskipun penularan Parvovirus B19 dan penyakti CreutzfeldJacob masih sulit

dihindari. Kemajuan teknologi telah memungkinkan diproduksi faktor pengganti yang bebas

dari risiko penularan penyakit tersebut dengan teknik rekombinan DNA.

Pembentukan antibodi atau inhibitor F VIII dapat timbul pada sekitar 20% penderita

hemofilia A. Adanya inhibitor ini perlu dicurigai bila seorang penderita tidak menunjukkan

penyembuhan yang diharapkan meski telah diberi faktor pengganti dengan dosis yang cukup.

Dalam hal ini dosis F VIII harus dinaikkan atau diberikan F VIIa untuk memotong jalur

koagulasi. Menurut studi di Inggris, harapan hidup penderita hemofilia berat pada usia 35,

55 dan 75 tahun adalah 89%, 68% dan 23%, dengan median usia harapan hidup 63 tahun.

Untuk penderita hemofilia sedang harapan hidup untuk kategori usia yang sama adalah 96%,

88% dan 49% dengan median usia harapan hidup 75 tahun. Sebagai perbandingan harapan

hidup rerata pria di Inggris adalah 97%, 92% dan 59% dengan median usia harapan hidup 78

tahun

Universitas Tarumanagara Page 16


BAB 3

KESIMPULAN

1. Ibu hamil dengan hemophilia dapat hamil dan melakukan persalinan dengan aman jika

ibu selalu memeriksakan diri kepada dokter kandungan, ahli hematologi.

2. Persalinan yang dianjurkan kepada ibu dengan hemophilia adalah persalinan alamiah,

untuk mencegah perdarahan akibat oprasi.

3. Pemberian FVIII konsentrat saat kehamilan dianjurkan jika hasil pemeriksaan

menunjukan rendahnya faktor VIII

4. Pemeriksaan untuk janin pada ibu dengan hemophilia dapat dilakukan dengan cara CVS

maupun amniosentesis

Universitas Tarumanagara Page 17


DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.hemophilia.ca/en/bleeding-disorders/hemophilia-a-and-b/the-treatment-of-

hemophilia/factor-replacement-therapy/

2. http://www.hematology.org/About/History/50-Years/1524.aspx

3. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18300296

4. Bakta, I made. Hematologi klinik ringkas. 2006. Jakarta;EGC

5. http://emedicine.medscape.com/article/779434-overview

6. http://www.hog.org/handbook/article/1/3/testing-for-hemophilia

Universitas Tarumanagara Page 18

Anda mungkin juga menyukai