Metode Penelitian Ex Post Facto. Salah satu jenis penelitian yang mempunyai
beberapa nama dan hendak dibahas dalam bab berikut adalah penelitian ex-post
facto. Penelitian ini disebut demikian, karena sesuai dengan arti ex-postfacto,
yaitu dari apa dikerjakan setelah kenyataan, maka penelitian ini disebut
sebagai penelitian sesudah kejadian.
Penelitian ini juga sering disebut after the fact atau sesudah fakta dan ada pula
peneliti yang menyebutnya sebagai retrospective study atau studi penelusuran
kembali. Kerlinger (1986) memberikan definisi penelitian secara lebih formal.
Ex-postfacto research more ormarly as that in which the independent variables
have already occurred and in which the researcher starts with the observation of
a dependent variable.
derajat asosiasi fenomena sosial antara kenakalan remaja, status sosial, dan
fasilitas rekreasi. Bidang pendidikan, IPK akademik, inteligensi, dan ketegangan
pada anak didik, ketika mereka menghadapi ujian.
2. Derajat Asosiasi Korelasi Ganda
Seringkali ditemui bahwa peneliti juga tertarik guna mencari derajat asosiasi
antara dua variabel setelah variabel lainnya dikontrol atau dieliminasi
pengaruhnya. Model korelasi untuk mendapatkan derajat asosiasi variabel di
atas disebut korelasi terpisah atau partial correlation.
Yang perlu diperhatikan oleh peneliti dalam mengetahui asosiasi dua variabel
atau lebih adalah bahwa seorang peneliti tidak perlu menunjukkan hubungan
sebab akibat antara dua variabel (Cohen dan Manion, 1984).
3. Menginterpretasi Koefisien Korelasi
Setelah koefisien korelasi dihitung, tiga pertanyaan korelasi yang muncul seperti
disebutkan di atas dapat dilakukan. Dengan pengamatan numerik, seorang
peneliti akan dapat melakukan interpretasi terhadap nilai koefisien. Pada studi
hubungan eksploratori interpretasi menekankan signifikansi statistik, sedangkan
studi prediksi pada umumnya tergantung pada keterangan peneliti pada
kuat/lemahnya koefisien korelasi. Keterangan prediksi secara teoretis dikatakan
lebih tinggi, bila dibandingkan dengan eksploratori, dan kurang memperhatikan
konsep signifikansi.
Pada butir ketiga, interpretasi memperhatikan nilai kuadrat koefisien korelasi. Ini
menunjukkan proporsi varian dalam satu variabel yang dapat diatributkan secara
linier pada variabel lainnya. Dengan kata lain, nilai tersebut menunjukkan jumlah
atau determinan dua variabel mempunyai kesamaan. Sebagai contoh, jika nilai r
= 0,5 maka jika digambarkan dalam diagram Venn, r2 = 0,25. Ini berarti faktor
determinan variabel A dan B adalah 25%, sedangkan sisanya 75% ditentukan
variabel lain yang mungkin kurang diperhitungkan.
Ada tiga butir penting bagi seorang peneliti dalam menginterpretasikan koefisien
korelasi yaitu sebagai berikut.
1. Koefisien merupakan angka simpel dan tidak perlu diinterpretasi dari harga
koefisien = +1, 0, -1.
2. Korelasi tidak perlu diartikan menunjukkan hubungan sebab akibat antara dua
faktor, seperti yang telah diterangkan di atas. 3. Koefisien korelasi tidak perlu
diinterpretasikan secara absolut.
(Cohen dan Manion, 1981:128) menunjukkan harga r (hubungan) seperti berikut.
Nilai r = 0,20-0,35 menunjukkan hubungan dua variabel lemah walaupun
signifikan.
Nilai r = 0,35-0,65 menunjukkan hubungan sedang, umumnya signifikan pada
lebih dari 1 %, hubungan tersebut berguna untuk analisis prediksi.