Anda di halaman 1dari 14

PENELITIAN KORELASI

PENDEKATAN
KORELASIONAL
A.Pendahuluan
Dalam ranah penelitian kuantitatif, pendekatan korelasional adalah suatu
pendekatan umum untuk penelitian yang berfokus pada penaksiran
kovariasi antara variabel yang muncul secara alami. Kata korelasional
berasal dari sebuah kata dalam bahasa Inggris correlation dan menjadi
correlational artinya saling berhubungan atau hubungan timbal balik.
Sebuah correlation atau korelasi adalah suatu uji statistik untuk
menentukan tendensi atau pola dari dua variable atau lebih atau dua set
data yang bervariasi secara konsisten. Dalam ilmu statistika istilah
korelasi diberi pengertian sebagai hubungan antara dua variable atau
lebih. Hubungan antara dua variabel dikenal dengan istilah bivariate
correlation, sedangkan hubungan antar lebih dari dua variabel dikenal
dengan istilah multivariate correlation (Creswell, 2008). Dalam kasus
yang hanya memiliki dua variabel, ini berarti bahwa dua variabel
berbagi varian yang sama, atau mereka bervariasi bersama-sama(covary). Untuk menentukan bahwa dua variabel bervariasi-bersama (covary), memiliki dasar matematika yang agak rumit (Damin, 2002;
Creswell,
2008,
Johnson,
1996).
B.
Tujuan
Penelitian
Korelasional
Tujuan
diadakannya
penelitian
korelasional
adalah
untuk
mengidentifikasi hubungan prediktif dengan teknik korelasi atau teknik
statatistik yang lebih canggih. (Zechmester dalam Emzir,2007:37).
Sacara khusus, tujuan penelitian korelasional adalah: (1) untuk mencari
bukti terdapat tidaknya hubungan (korelasi) antarvariabel, (2) bila sudah
ada hubungan, untuk melihat tingkat keeratan hubungan antarvariabel,
dan (3) untuk memperoleh kejelasan dan kepastian apakah hubungan
tersebut berarti (meyakinkan/significant) atau tidak berarti (tidak
berarti/insignificant) (Muhidin dan Abdurrahman, 2007:105).
Statistik yang menganalisis data penelitian korelasional sebagai
hubungan linear adalah koefisien product- moment correlation. Ini juga
disebut bivariate correlation (seperti disebut diatas), zero-order
correlation, atau r, dan disimbolkan dengan r untuk notasinya. Bagi

para peneliti korelasional, data korelasi akan dikalkulasikan dari dua


variable dengan mengalikan jumlah z pada X dan Y untuk tiap kasus
lalu dibagi dengan hasil dari jumlah kasus kemudian dikurangi satu.
Peneliti korelasi meneliti hubungan antara variabel-variabel karena
penelitian korelasional memerlukan penelitian analisis dengan cermat
yang harus dibedakan dari penelitian eksperimental, di mana variabelvariabel dan kondisi dimanipulasi dan dikendalikan, sehingga efek dari
satu variabel pada variabel lain dapat diidentifikasi. Dalam penelitian di
bidang pendidikan, biasanya yang terjadi adalah sejumlah variabel
berkontribusi terhadap hasil tertentu. Untuk alasan ini, peneliti
korelasional berurusan dengan data yang merujuk kepada peristiwaperistiwa dan kegiatan yang telah terjadi, dan akan terjadi tanpa adanya
intervensi dari peneliti. Perbedaan kadang-kadang dibuat antara korelasi
dan asosiasi, di mana yang pertama berkaitan dengan variabel kontinyu
(nilai skala memiliki lebih dari dua titik di atasnya), dan yang kedua
berkaitan dengan variabel dikotomis (skala nilai-nilai yang hanya
memiliki
dua
titik
di
atasnya).
Lebih jauh, peneliti korelasional menggunakan desain ini untuk
menghubungkan antara dua variable atau lebih untuk melihat apakah
keduanya mempunyai pengaruh satu sama lain, seperti contoh dalam
hubungan antara guru yang mendukung perkembangan tahapan
pengajaran dalam kelas dan penggunaan bahasa untuk pengajaran
membaca. Desain penelitian ini juga memungkinkan peneliti untuk
meramalkan suatu hasil, seperti prediksi bahwa kemampuan, kualitas
sekolah, motivasi siswa, dan akademik mempengaruhi pencapaian
murid,
dan
sebagainya.
Paralel dengan ini, pendekatan korelasional telah menjadi aspek utama
dalam penelitian bahasa. Pendekatan tersebut tidak hanya digunakan
oleh para peneliti bahasa, tetapi juga oleh para psikolog, sosiolog,
sosiolinguis dan para peneliti di bidang kependidikan. Istilah korelasi
tidak merujuk pada bagaimana seorang peneliti mengumpulkan data,
tetapi merujuk pada jenis pertanyaan penelitian yang diajukan,
bagaimana data direpresentasikan dan jenis teknik analisis data yang
digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut.
C.
Kawasan
Penelitian
Bahasa
Sebab tujuan penelitian korelasional adalah untuk memahami hubungan
antar sifat/karakteristik orang atau entitas lainnya, sehingga contoh
rumusan masalah atau pertanyaan penelitian dalam penelitian
korelasional antara lain; Bagaimana hubungan antara latar belakang

kultural dengan penggunaan strategi komunikasi tertentu? Bagaimana


hubungan antara kompetensi sintaksis dan kompetensi sosiopragmatik?
Bagaimana hubungan antara kecemasan dan kualitas tulisan dalam
bahasa kedua? Masing-masing pertanyaan penelitian di atas berkaitan
dengan hubungan antara dua karakteristik atau variabel.
Sementara untuk penelitian korelasional yang berkaitan dengan lebih
dari dua variable atau penelitian korelasional multivariate, contohnya
adalah mahasiswa yang diajarkan bahasa Spanyol dengan pertanyaan
penelitian sebagai berikut: Apa sajakah faktor-faktor afektif yang
dihubungkan dengan partisipasi oral dalam kelas? Apakah keikutsertaan
mahasiswa dalam partisipasi oral berhubungan erat dengan
kemampuannya
dalam
kelas?
Singkatnya, penelitian korelasional dalam penelitian bahasa dilakukan
dalam suatu usaha memperoleh pemahaman faktor-faktor atau variabel
yang berhubungan dengan variabel yang kompleks, seperti hasil belajar
akademik, motivasi, dan konsep diri. Bahwa dalam penelitian
korelasional membantu peneliti untuk mengidentifikasi variabel yang
berhubungan dengan variabel terikat dan menyingkirkan pengaruhnya
yang
tidak
akan
bercampur
dengan
varibel
bebas.
D.
Ciri-Ciri
Penelitian
Korelasional
Ada beberapa ciri utama penelitian korelasional yang harus diketahui
oleh seorang calon dan peneliti korelasional (Damin, 2002; Creswell,
2008).
a. Variable yang diteliti relative rumit; tidak dapat dieksperimentasikan
dan
dimanipulasikan,
b. Mengukur variable yang berhubungan secara serentak dalam situasi
realistic
c. Koefisien korelasi yang ingin dicari adalah positif atau negative,
sigifikan
atau
tidak
signifikan
d. Satu atau lebih variable disebut variable bebas (independent
variable/s) dan satu atau lebih variable terikat (dependent variable/s).
E.
Kriteria
Menganalisa
Penelitian
Korelasional
Mempertimbangkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan
membantu dalam memahami penelitian yang dilakukan, membantu
dalam menilai hasil-hasil penelitian, dan juga dapat membantu
memperoleh pemahaman terhadap aspek-aspek penelitian yang variatif.
1.
Persoalan
apakah
yang
menjadi
objek
penelitian?
2.
Dalam
konteks
apakah
penelitian
itu
dilakukan?

3. Orientasi-orientasi teoritik apakah yang digunakan oleh para


peneliti?
4. Siapa sajakah subjek atau partisipan dalam penelitian? Berapa dan
bagaimana mereka diteliti? Karakteristik apa yang relevan bagi
mereka?
5. Variabel-variabel apakah yang diteliti? Bagaimana variabel-variabel
itu didefinisikan dan diukur? Bagaimana kelayakan (validitas dan
reliabilitas)
alat
ukurnya?
6. Analisis korelasi apakah yang dilakukan dan bagaimana hasilnya?
7. Kesimpulan-kesimpulan apa yang dapat diambil? Apakah generalisai
yang
dilakukan
sudah
tepat?
8. Kontribusi apa yang diberikan penelitian bagi pengetahuan kita
terhadap faktor sosial dan faktor Kontekstual dalam pembelajaran
bahasa
kedua?
9. Apa implikasi-implikasi hasil penelitian bagi pemelajaran bahasa
kedua
dalam
berbagai
konteks
formal?
F.
Jenis-jenis
Desain
Penelitian
Korelasional
Bertahun-tahun yang lalu, para penulis metode penelitian menetapkan
penelitian korelasional sebagai salah satu "desain" kuantitatif. Dengan
aplikasi canggih dan prosedur korelasi yang eksplisit, penelitian
korelasional mendapat tempat di antara desain-desain yang ada dalam
penelitian kuantitatif. Namun, tampaknya para ahli agak berbeda
pendapat dalam mengklasifikasi dan mengelompokkan jenis rancangan
penelitian korelasional. Shaughnessy dan Zechmeiser (dalam Emzir,
2008) menyatakan ada 5 jenis desain penelitian korelasional yaitu a)
korelasi bivariat, b) korelasi regresi dan prediksi, c) regresi jamak,
d)analisis factor, dan e) korelasi yang dibuat untuk membuat kesimpulan
kausal. Sementara Creswell (2008) menyatakan hanya ada dua desain
utama penelitian korelasional yaitu eksplanatori (explanatory) dan
prediksi (prediction). Meskipun para ahli mengelompokkan rancangan
penelitian korelasional agak berbeda, namun pada prinsipnya
pengklasifikasian tersebut hanya berpijak pada pandangan yang berbeda
dan penamaan yang berbeda. Terlebih lagi isu yang dibahas pada
umumnya
sama
atau
hampir
sama.
Selanjutnya, dalam penamaannya berbagai ahli merujuk penelitian ini
sebagai penelitian "relasional"(hubungan) (Cohen & Manion, 1994
dalam Creswell, 2008), "studi accounting-for- variance" (Punch, 1998
dalam Creswell, 2008) atau penelitian "explanatory" (Frankel & Wallen,
2000 dalam Creswell, 2008). Karena salah satu tujuan dasar dari bentuk

penelitian korelasi ini adalah untuk menjelaskan hubungan antara atau


di antara variabel, maka akan digunakan istilah penelitian eksplanatori.
Desain penelitian eksplanatori adalah desain korelasional di mana
peneliti tertarik pada sejauh mana dua variabel (atau lebih) bersamabervariasi/co-vary, yaitu, di mana perubahan dalam satu variabel
tercermin dalam perubahan yang lain. Desain penelitian eksplanatori
terdiri dari asosiasi yang sederhana antara dua variabel (misalnya, rasa
humor dan kinerja dalam bidang drama) atau lebih dari dua (misalnya,
tekanan dari teman atau perasaan isolasi yang berkontribusi terhadap
pesta).
Bagaimana mengidentifikasinya sebagai penelitian korelasional
eksplanatori? Karakteristik yang umum untuk kedua desain ini adalah:
a)
Desain
Explanatory
Desain eksplanatori adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk
mengetahui sejauhmana dua variable atau lebih berhubungan. Pada
kenyataannya, desain ini dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu
hubungan sederhana atau simple association (Creswell, 2008) atau
korelasi bivariat (Shaughnessy & Zechmeiser, 2000 dalam Emzir, 2008)
dan atau hubungan lebih dari dua variable (multiple correlation)
(Sugiyono,
2008).
Karakteristik
desain
eksplanatori
adalah:
Peneliti mengkorelasikan dua variabel atau lebih. Peneliti melaporkan
uji statistik korelasi dan menyebutkan penggunaan beberapa variabel.
Variabel ini secara khusus disebutkan dalam pernyataan tujuan,
pertanyaan penelitian, atau tabel prosedur pelaporan statistik.
Peneliti mengumpulkan data pada satu titik waktu. Bukti untuk
prosedur ini akan ditemukan dalam administrasi instrumen "in one
sitting" kepada siswa. Dalam penelitian explanatory, para peneliti tidak
tertarik
baik
di
masa
lalu
atau
kinerja
peserta.
Peneliti menganalisis semua peserta sebagai satu kelompok.
Dibandingkan dengan sebuah eksperimen yang melibatkan kelompokkelompok atau perlakuan beberapa kondisi, peneliti mengumpulkan skor
dari hanya satu kelompok dan tidak membagi kelompok menjadi
kategori
(atau
faktor).
Peneliti memperoleh setidaknya dua nilai untuk setiap individu dalam
kelompok-satu untuk setiap variabel. Dalam metode diskusi, peneliti
korelasi akan menyebutkan berapa banyak skor yang dikumpulkan dari
masing-masing
peserta.

Peneliti melaporkan penggunaan uji statistik korelasi (atau merupakan


perpanjangan) dalam analisis data. Ini adalah fitur dasar dari jenis
penelitian
ini.
Para peneliti membuat interpretasi atau menarik kesimpulan dari hasil
uji statistik. Penting untuk dicatat bahwa kesimpulan tidak menetapkan
hubungan sebab-akibat (atau inferensi kausal) karena peneliti hanya
dapat menggunakan kontrol statistik (misalnya, kontrol atas variabel
dengan menggunakan prosedur statistik) daripada kontrol yang lebih
ketat secara fisik mengubah kondisi (yaitu, seperti dalam percobaan).
b)
Desain
Prediksi
Dalam sebuah desain prediksi, peneliti berusaha untuk mengantisipasi
hasil-hasil dengan menggunakan variabel-variabel tertentu sebagai alat
prediksi, bukan hanya berkaitan dengan dua variabel pada suatu waktu
atau kompleks seperti dalam contoh terakhir. Sebagai contoh, pengawas
dan kepala sekolah perlu untuk mengidentifikasi guru yang akan
berhasil di sekolah mereka. Untuk memilih guru yang memiliki peluang
bagus untuk sukses, para administrator dapat mengidentifikasi prediktor
keberhasilan dengan menggunakan penelitian korelasi. Desain prediksi,
oleh karena itu, berguna karena membantu mengantisipasi atau
meramalkan
perilaku
masa
depan.
Tujuan dari desain prediksi adalah untuk mengidentifikasi variabel yang
akan memprediksi hasil atau kriteria. Dalam bentuk penelitian,
penyelidik mengidentifikasi satu atau lebih variabel prediktor dan
kriteria (atau hasil) variabel. Sebuah variabel prediksi adalah variabel
yang digunakan untuk membuat ramalan tentang hasil penelitian di
penelitian korelasi. Dalam kasus memprediksikan keberhasilan guru
dalam sekolah, alat tes yang mungkin dipakai "mentoring" selama
pelatihan guru atau "bertahun-tahun dari pengalaman mengajar". Dalam
banyak penelitian prediksi, para peneliti sering menggunakan lebih dari
satu
variabel
prediktor.
Hasil yang diprediksikan dalam penelitian korelasi disebut variabel
kriteria. Sebagai contoh, keberhasilan guru adalah variabel kriteria.
Untuk mengidentifikasi penelitian dengan desain prediksi,
karakteristiknya
adalah
sebagai
berikut:
Penulis akan mengikutkan kata prediksi dalam judulnya
Peneliti akan mengukur variable predictor secara khusus pada satu
waktu,
dan
variable
criteria
pada
kesempatan
lain
Penulis akan memprediksikan performansi di masa datang

G.
Variabel
dalam
Penelitian
Korelasional
Variabel adalah "karakteristik tertentu yang berbeda-beda; sedikitnya
memiliki dua nilai, dan bisanya lebih" (Smith & Glass, 1987, hlm. 12).
Variabel merupakan aspek yang sangat penting dalam penelitian
korelasional. Semakin meningkat varian, akan semakin gampang untuk
memperkirakan skor dari variabel independen terhadap variabel
dependen. Contoh berikut bagaimana menentukan variabel yaitu
misalkan dalam penelitian pemerolehan bahasa, kecemasan saat menulis
dalam bahasa kedua adalah variabel karena tingkat kecemasan itu
berbeda-beda di kalangan siswa. Ada siswa yang lebih cemas
dibandingkan dengan siswa lain ketika mencoba untuk menulis paper
atau makalah dalam bahasa kedua. Untuk mengukur tingkat kecemasan
yang dialami siswa, mereka diberi semacam tes yang mengukur
kecemasan menulis. Skor mereka mungkin akan bervariasi dari 1
sampai dengan 10. Skor-skor dalam variabel kecemasan menulis
tersebut merupakan indikator yang dianggap mewakili konstruk atau
trait kecemasan yang sebenarnya. Yang dimaksud konstruk atau trait
adalah konsep atau ide abstrak mengenai beberapa kualitas dari seorang
individu (Smith & Glass, 1987, hlm. 7; Borg, 1987, hlm. 120). Suatu
konstruk hipotetis tidak bisa diobservasi atau diukur secara langsung.
Oleh karena itu, peneliti menjabarkan konstruk itu dalam bentuk
operasional yang bisa diukur, seperti tertuang dalam jawaban-jawaban
siswa terhadap seperangkat pertanyaan yang mengukur kecemasan
dalam
menulis.
Variabel-variabel lain yang penting dalam penelitian bahasa kedua
adalah kecakapan berbahasa, motivasi, latar belakang kultural dan
linguistik, dan sejumlah karakteristik siswa yang lain.Variabel juga bisa
berupa karakteristik guru seperti pengalaman atau kemampuan
bahasanya. Variabel juga bisa berupa karakteristik kelas seperti
komposisi etnis, ukuran kelas, atau juga bisa berupa karakteristik satuan
atau entitas lainnya seperti Perguruan Tinggi, sekolah atau program.
Banyak penelitian bahasa kedua yang melibatkan variabel-variabel
linguistik seperti penggunaan tipe/ciri-ciri wacana tertentu, tindak ujaran
atau struktur gramatikal. Melalui penggunaan teknik-teknik
korelasional, peneliti berusaha untuk mempelajari bagaimana variabelvariabel tersebut diukur dan berkaitan satu sama lain.
Jika penelitian korelasional dalam bentuk sederhana hanya
menghubungkan dua variable, pertanyaan akan muncul jika ada lebih
dari dua variable. Dalam hal ini, kondisi penelitian bahasa penuh dengan

fenomena kompleks sehingga penelitian korelasional yang sederhana


tak dapat menjawab factor penting lainnya. Akibatnya, kebanyakan
penelitian
korelasional
ternyata
menjadi
multivariate.
Dalam penelitian korelasional model ini, peneliti menentukan hakikat
hubungan dan magnitude antara variable ganda/multiple dengan
melakukan sejumlah analisis statistic yang kompleks. Penelitian yang
mengambil variable yang kompleks demikian memiliki keuntungan
lebih dari penelitian korelasiona bivariate, dalam hal potensi yang
dimiliki penelitian multivariate terhadap validitas lebih besar (Kamil,
Langer & Shanahan, 1985 dalam Johnnson, 1992). Karena
mempertimbangkan banyak variable, penelitian multivariate lebih
akurat dalam merepresentasikan kompleksitas situasi pembelajaran
bahasa yang nyata. Seperti contoh dapat dilihat dalam penelitian Ely
(1986 dalam Johnson, 1992) tentang mahasiswa asing yang belajar
bahasa Spanyol. Variabel penelitian ini mencakup; Hubungan antara
Mahasiswa, Partisipasi Kelas, Kemampuan, Karakteristik Afektif dan
Hasil Belajar. Sementara variable yang multivariate adalah;
Ketaknyamanan, Pengambilan Resiko, Sikap, Sosialisasi dan Motivasi.
Penelitian korelasional sering dibedakan dari penelitian kausalitas
seperti penelitian eksperimen. Dalam penelitian eksperimen, peneliti
mencoba untuk menentukan bahwa satu variabel tertentu menjadi
penyebab dari variabel lainnya. Sementara, dalam penelitian
korelasional peneliti tidak membuat suatu klaim kausalitas. Dalam
penelitian korelasional, peneliti mengajukan bentuk rumusan masalah
seperti; Bagaimana hubungan antara kepercayaan diri dan
kecakapan/kemahiran oral bahasa kedua? tidak dalam bentuk Apakah
kepercayaan diri menyebabkan tingginya tingkat kemahiran oral bahasa
kedua? Peneliti bisa juga mengajukan pertanyaan seperti; Bagaimana
hubungan antara pengetahuan eksplisit tentang bentuk-bentuk retorik
dengan pemahaman bacaan (reading comprehension) dalam bahasa
kedua? dan bukan dalam bentuk pertanyaan eksperimental seperti;
Apakah pengetahuan tentang bentuk-bentuk retorik menyebabkan
pemahaman
bacaan
yang
lebih
baik?
H.
Validitas
dan
Reliabilitas
Instrumen
Di antara cara yang paling sering dipakai untuk mengumpulkan data
adalah berbagai jenis pengukuran (measures) kemahiran bahasa (yang
meliputi listening, speaking, reading dan writing), test kemampuan
akademik, pengamatan kuantitatif atas pemakaian bahasa, angket dan
skala sikap. Di antara cara yang paling sering dipakai untuk

mengumpulkan data adalah berbagai jenis pengukuran (ukuran)


kemahiran bahasa (yang meliputi mendengarkan, berbicara, membaca
dan menulis), tes kemampuan akademik, pengamatan kuantitatif atas
pemakaian
bahasa,
angket
dan
skala
sikap.
Penelitian korelasional pada hakikatnya adalah kuantitatif. Hal ini
karena konstruk diukur dengan menggunakan teknik-teknik yang
menghasilkan kesimpulan numerik atau berbentuk angka. Hal ini karena
konstruk diukur dengan menggunakan teknik-teknik yang menghasilkan
kesimpulan numerik atau berbentuk angka. Angka-angka tersebut, yang
diasumsikan sebagai wujud representasi dari suatu konstruk, selanjutnya
dianalisis. Oleh karena itu, validitas dan reliabilitas instrumen dalam
penelitian korelasional merupakan persoalan yang krusial. Angka-angka
tersebut, yang diasumsikan sebagai wujud representasi dari suatu
konstruk, selanjutnya dianalisis. Oleh karena itu, validitas dan
reliabilitas instrumen dalam penelitian korelasional merupakan
persoalan krusial. Berikut ini adalah pengertian dasar mengenai konsep
validitas
dan
reliabilitas.
I.
Validitas
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa suatu alat ukur atau instrumen
penelitian dianggap valid jika ia mengukur apa yang hendak diukur.
Contoh, seorang peneliti bermaksud untuk mengukur kecakapan bahasa
kedua dalam bentuk lisan atau oral, yang selanjutnya hendak
dikorelasikan dengan kemajuan akademik di SMU. Untuk mengukur
kecakapan atau kemahiran bahasa kedua, seorang peneliti bisa
menggunakan atau merekam hasil interview dengan para siswanya dan
kemudian menganalisisnya sesuai dengan kriteria fonologi. Seorang
siswa dapat memiliki kecakapan dalam vocabulary, sintaksis dan
penulisan, tetapi kurang mahir dalam pengucapan. Interview yang
tidak lain adalah salah satu bentuk dari tes pronunciation bukanlah
merupakan alat ukur yang valid untuk mengukur semua kecakapan
berbahasa. Interview mempunyai fungsi yang sedikit, karena interview
tidak dapat mengukur aspek-aspek penting dari berbagai kemahiran
berbahasa. Wawancara mempunyai fungsi yang sedikit, karena
wawancara tidak dapat mengukur aspek-aspek penting dari berbagai
kemahiran berbahasa. Kita tidak dapat menyimpulkan bahwa skor
dalam indikator tersebut cukup memadai sebagai sebuah konstruk yang
dimaksudkan peneliti untuk diukur. Kita tidak dapat menyimpulkan
bahwa skor dalam indikator tersebut cukup memadai sebagai sebuah

konstruk yang dimaksudkan peneliti untuk diukur. Validitas bukanlah


segala-galanya, walupun kadang-kadang validitas yang tinggi menjadi
tujuan
yang
harus
diwujudkan.
J.
Reliabilitas
Reliabilitas suatu alat ukur dapat ditinjau dari tingkat ketepatan
(accuracy) atau konsistensinya. Ada beberapa sumber kesalahan yang
dapat mengurangi ketepatan alat ukur. Pada evaluasi sebuah program
dua bahasa, saya mengamati hasil test konsep diri yang diikuti oleh
para mahasiswa tingkat dua secara tertulis. Tes tersebut diselenggarakan
oleh seorang dosen terhadap sekelompok mahasiswa yang berjumlah 20
orang. Sebagian mahasiswa sibuk mengerjakan dengan jawabanjawaban memutar di luar kertas kerja yang seharusnya. Problem
semacam ini merupakan salah satu dari banyak sumber kekeliruan yang
dapat membuat skor tidak terpakai dalam penelitian ataupun dalam
pengambilan kebijakan. Soal semacam ini merupakan salah satu dari
banyak sumber kekeliruan yang dapat membuat skor tidak terpakai
dalam
penelitian
ataupun
dalam
pengambilan
kebijakan.
Kebanyakan penelitian bahasa kedua melibatkan observasi perilaku
verbal atau penilaian terrhadap tulisan siswa. Kebanyakan penelitian
bahasa kedua melibatkan observasi perilaku verbal atau penilaian
terrhadap tulisan siswa. Dalam beberapa kasus, sangat penting untuk
membuktikan bahwa observasi atau rating adalah reliabel. Caranya
adalah dengan menentukan keandalan antar rater (interrater reliability),
yang sering disebut juga dengan interobserver reliability atau interjudge
reliability. Untuk itu, dua orang atau lebih diminta untuk mengamati
fenomena yang sama. Hasil dari pengamatan atau penilaian mereka lalu
dibandingkan satu sama lain untuk melihat tingkat persamaan
pengamatan mereka. Selanjutnya, peneliti menentukan prosentasi
kesepakatan pengamatan mereka dengan mengkorelasikan antar dua
rater yang ada, atau dengan menggunakan teknik yang bervariasi untuk
memutuskan tingkat konsistensi atau kendalanya atau keajegannya.
Dalam membaca dan menilai hasil penelitian korelasional, sangat
penting untuk mengetahui tingkat keajegan suatu alat ukur. Bagaimana
caranya? Pertama, peneliti sebaiknya melaporkan bukti bahwa alat ukur
(bisa berupa kuesioner, tes maupun yang lain) yang mereka gunakan
dalam penelitian korelasi adalah valid dan reliabel. Bukti tersebut
mungkin saja berasal dari hasil penelitian sebelumnya. Namun
demikian, bukti validitas dan reliabilitas alat ukur sebaiknya
dicantumkan dalam laporan penelitian. Hai ini penting, mengingat

sebuah alat ukur yang tepat untuk satu kelompok siswa pada situasi
tertentu, mungkin tidak tepat digunakan dalam situasiy lain. Oleh karena
itu, sebaiknya berusaha untuk membuat suatu alat ukur itu layak
digunakan.
K.
Bagaimana
Melakukan
Penelitian
Korelasional?
Bagaimana melakukan penelitian korelasional? Perhatikan suatu contoh
hipotetis. Mungkin ingin diketahui apakah semakin sering guru bahasa
kedua memberikan feedback atau umpan balik kepada siswa, maka
semakin meningkat pula kemahiran berbahasa siswa. Untuk menguji
pertanyaan penelitian tersebut, harus didapatkan hasil pengukuran dari
sejumlah feedback yang diterima masing-masing siswa dan hasil
pengukuran tentang perkembangan kemahiran siswa dalam berbahasa
kedua. Selanjutnya tentukan tingkat hubungan antara feedback dan
peningkatan kemahiran berbahasa dengan cara menghitung koefisien
korelasinya. Koefisien korelasi adalah angka atau bilangan yang
menggambarkan tingkat keeratan hubungan antara dua variabel atau
lebih. Bilangan tersebut juga menunjukkan arah korelasi (apakah positif
atau negatif) dan tingkat hubungan antara feedback dan peningkatan
kemahiran berbahasa. Karena pertanyaan atau rumusan masalah yang
diajukan dalam bentuk hubungan atau relationship, maka jawaban yang
diberikan juga merupakan suatu hubungan atau relationship. Hubungan
itulah
yang
disebut
korelasi.
Satu contoh penelitian nyata yang dilakukan oleh Krashen (1985)
tentang teori input bisa memberikan gambaran tentang teknik-teknik
korelasi yang sering digunakan. Polak dan Krashen (1988) tertarik pada
apakah ada korelasi antara kompetensi mengeja bahasa Inggris dengan
kesukaan membaca bahasa Inggris di kalangan siswa Bahasa Inggris
Sebagai Bahasa Kedua (BISBK) di SMU Polak. Dengan menggunakan
korelasi, kedua peneliti menguji hubungan antara dua variabel; (1)
keakuratan mengeja (yang diukur dengan menggunakan teknik dictation
atau imla'); dan (2) kesukaan membaca (yang diukur dengan
menggunakan angket pendek). Mereka menemukan korelasi positif yang
menunjukkan bahwa, dengan mengabaikan bahasa pertama mereka, tiga
kelompok mahasiswa yang diteliti yang sering membaca secara bebas,
melakukan kesalahan kecil dalam mengeja bahasa kedua. Setelah
memperingatkan pembaca bahwa kausalitas tidak bisa dijelaskan, kedua
peneliti menyimpulkan; Hasil penelitian kami menegaskan bahwa
kesukaan membaca akan membantu pengejaan yang benar, oleh karena
itu, para mahasiswa perlu didorong untuk merasa senang membaca

dengan cara mereka sendiri. Disamping mengeja, ada bukti yang kuat
bahwa kesukaan membaca bisa meningkatkan kemahiran berbagai
aspek kebahasaan yang lain yang meliputi kemampuan membaca, kosa
kata, tata bahasa dan gaya pen ulisan (Polak & Krashen, 1988, hlm.
145). Sebenarnya, penelitian tersebut tidak menunjukkan bahwa
kesukaan membaca menyebabkan atau membantu kebenaran
mengeja, tetapi hanya menggambarkan bahwa ada hubungan di antara
dua variabel yang diteliti tersebut. Ini berarti bahwa ada faktor-faktor
lain yang menyebabkan atau membantu keakuratan mengeja. Contoh
penelitian ini menggambarkan salah satu cara penggunaan metode
korelasional dalam menjelaskan hubungan antara dua variabel dari
beberapa
kelompok
mahasiswa.
L. Penerapan Korelasi dalam Penelitian Bahasa (Kawasan Penelitian
Bahasa)
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, penelitian korelasional secara
tradisonal diklasifikasikan menjadi dua, yaitu penelitian eksplanatori
(explanatory studies) dan penelitian prediksi (prediction studies). Para
peneliti bahasa kedua telah mengembangkan teknik-teknik korelasional
untuk menyelidiki berbagai macam hubungan. Berikut ini contoh
hubungan-hubungan yang bisa diteliti dengan menggunakan teknik
korelasi.
Penelitian
Eksplanatory
(Relationship
Studies)
Variabel
I
Variabel
II
Interaksi
verbal
Kemahiran
lisan
/
Berbicara
Sikap kultural yang integratif Kemahiran global atau menyeluruh
Kompetensi
Sintaksis
Kompetensi
Sosiolinguistik
Penggunaan strategi pembelajaran Prestasi yang didapatkan
Kebenaran mengeja bahasa kedua Kesukaan membaca bahasa kedua
Perhatian pada bentuk Kecemasan dalam menulis/mengarang
Modifikasi
input
wacana
Pemahaman
pendengaran
Terhadap masing-masing pasangan variabel di atas, akan muncul
pertanyaan, Bagaimana hubungan antara (variabel I) dengan (variabel
II). Terhadap pasangan masing-masing variabel di atas, pertanyaannya
adalah, "Bagaimana hubungan antara (variabel I) dengan (variabel II).
Hasil dari penelitian hubungan seringkali digunakan untuk membuat
pernyataan atau menilai seputar persoalan-persoalan teoritis dalam
pembelajaran bahasa kedua. Salah satu contoh penggunaan penelitian
hubungan adalah penelitian tentang faktor-faktor/komponen yang

membentuk suatu fenomena yang kompleks seperti kompetensi


komunikatif atau motivasi belajar bahasa. Salah satu contoh adalah
penggunaan penelitian tentang hubungan faktor-faktor/komponen yang
membentuk suatu fenomena yang kompleks seperti kompetensi
komunikatif
atau
motivasi
belajar
bahasa.
Dalam penelitian prediksi, peneliti berkonsentrasi pada pengukuran
variabel-variabel yang dapat digunakan untuk meramalkan atau
memprediksikan variabel lainnya, baik itu pada waktu mendatang atau
pada saat bersamaan. Beberapa topik penelitian jenis ini bisa dilihat
pada tabel berikut: Beberapa topik penelitian jenis ini bisa dilihat pada
tabel
berikut:
Penelitian
Prediksi
(Prediction
Studies)
Variabel
I
Variabel
2
Mendiskusikan konsep tentang pengajaran bahasa pertama Prestasi
akademik
dalam
bahasa
kedua
Nilai ujian penempatan (placement scores) mengarang Nilai mata kuliah
mengarang
Skor ujian TOEFL Keberhasilan dalam perkuliahan di perguruan Tinggi
Skor tes berbicara Keaktifan siswa dalam pembelajaran
Skor kemahiran bahasa lisan Prestasi kemahiran membaca
Topik-topik di atas biasa digunakan untuk memprediksi keberhasilan
dalam menyelesaikan tugas-tugas tertulis di Perguruan Tinggi atau
universitas. Asumsi dasarnya adalah bahwa mahasiswa yang memiliki
skor TWE (Test of Written English) rendah akan menghadapi kesulitan
yang serius dalam menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya di universitasuniversitas Amerika Serikat, sebaliknya, mereka yang memiliki skor
TWE tinggi akan lebih mudah dalam mengikuti perkuliahan.
Pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian prediksi berbentuk antara lain;
Sejauhmana skor TWE bisa menjadi prediksi atas skor atau nilai yang
diperoleh mahasiswa internasional dalam menyelesaikan tugas-tugas
perkuliahan mereka yang berbentuk tertulis? Dalam konteks militer
Amerika Serikat, keputusan yang diambil berkaitan dengan penugasan
seseorang untuk mengikuti suatu kursus bahasa, mungkin didasarkan
pada pengukuran bakat dan prediktor-prediktor lainnya yang bisa
mengantarkan pada keberhasilan dalam belajar bahasa asing.
Suatu pertanyaan prediksi yang kompleks dan penting yang bisa
mempengaruhi pengambilan kebijakan bisa berupa: Sejauhmana skor-

skor dari prosedur pengukuran kemahiran bahasa yang diamanatkan


oleh pemerintah bisa menjadi prediktor atau berhubungan dengan
keberhasilan akademik para siswa bahasa kedua di sekolah dasar dan
menengah? Karena skor-skor dari suatu tes tunggal tidak bisa
berkorelasi dengan baik dengan kemahiran di masa mendatang, maka
guru bisa menggunakan berbagai model pengukuran dan juga bisa
mengamati kemahiran siswa dalam berbagai konteks yang berbeda.
Dengan demikian, hasil dari penelitian prediksi digunakan sebagai salah
satu sumber informasi untuk pengambilan keputusan berkenaan dengan
anjuran dan atau penempatan siswa dalam suatu program bahasa.

Anda mungkin juga menyukai