A.
1.
Elektrokardiograf (Electrocardiograph-EKG/ECG
Pengertian Elektrokardiograf (Electrocardiograph-EKG/ECG)
Elektrokardiograf (Electrocardiograph-EKG/ECG) adalah suatu gambaran grafis dari beda
potensial antara dua titik pada permukaan tubuh. EKG biasanya direkam pada kertas grafik
seperti terlihat dalam Gambar 1. Dalam gambar tersebut terlihat ada dua macam kotak yaitu
kotak besar dan kecil. Kotak kecil mempunyai ukuran 1mm x 1mm, dan kotak besar mempunyai
ukuran 5mm x 5mm. Dalam EKG ada dua variabel yang digunakan yaitu waktu dan tegangan.
Variabel waktu dinyatakan dalam arah mendatar, dan variabel tegangan dalam arah tegak. Skala
untuk variabel waktu adalah 0,04s/mm atau 25mm/s. Skala untuk tegangan adalah 0,1mv/mm
atau 10mm/mV.
B. Doppler
1. Pengertian Doppler
Fetal dopler adalah alat diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi denyut
jantung bayi yang menggunakan prinsip pantulan gelombang elektromagnetik. Alat ini
sangat berguna untuk mengetahui kondisi kesehatan janin, dan aman digunakan dan
bersifat non invasif.
2. Aplikasi Klinis
Aplikasi klinis dari Doppler yaitu:
1. Mendeteksi dan mengukur kecepatan aliran darah dengan sel darah merah sebagai reflektor yang
bergerak.
2. Pada bidang kebidanan, fungsi alat ini dispesifikkan untuk menghitung jumlah dan menilai ritme
denyut jantung bayi.
3. Diagnostik Doppler
Pemeriksaan dengan menggunakan Doppler adalah suatu pemeriksaan dengan
menggunakan efek ultrasonografi dari efek Doppler. Prinsip efek doppler ini sendiri yaitu ketika
gelombang ultrasound ditransmisikan kearah sebuah reflektor stationer, gelombang yang
dipantulkan memiliki frekuensi yang sama. Jadi, jika reflektor bergerak kearah transmiter,
frekuensi yang dipantulakn akan lebih tinggi, sedangkan jika reflektor bergerak menjauhi maka
frekuensi yang dipantulkan akan lebih rendah. Perbedaan antara frekuensi yang ditransmisikan
dan yang diterima sebanding dengan kecepatan bergeraknya reflektor menjauhi atau mendekati
transmiter. Fenomena ini dinamakan efek Doppler dan perbedaan antar frekuensi tersebut
dinamakan Doppler shift.
Fetal Doppler hanya menggunakan teknik auskultasi tanpa teknik pencitraan seperti pada
velocimetri Doppler maupun USG. Untuk fetal Doppler, agar bisa menangkap suara detak
jantung, transduser ini memancarkan gelombang suara kearah jantung janin. Gelombang ini
dipantulkan oleh jantung janin dan ditangkap kembali oleh transduser. Jadi, transduser berfungsi
sebagai pengirim gelombang suara dan penerima kembali gelombang pantulnya (echo). Pantulan
gelombang inilah yang diolah oleh Doppler menjadi sinyal suara. Sinyal suara ini selanjutnya
diamplifikasikan. Hasil terakhirnya berupa suara cukup keras yang keluar dari mikrofon. Dengan
alat ini energi listrik diubah menjadi energi suara yang kemudian energi suara yang dipantulkan
akan diubah kembali menjadi energi listrik. Pada velocimetri Doppler maupun USG, pencitraan
yang diperoleh dan ditampilkan pada layar adalah gambaran yang dihasilkan gelombang
pantulan ultrasound.
Fetal Doppler memberikan informasi tentang janin mirip dengan yang disediakan oleh
stetoskop janin . Satu keuntungan dari fetal Doppler dibanding dengan stetoskop janin (murni
akustik) adalah output audio elektronik, yang memungkinkan orang selain pengguna untuk
mendengar detak jantung. Fetal dopler juga mempermudah seorang bidan dalam menghitung
denyut jantung janin tanpa harus berkonsentrasi penuh dalam menghitung DJJ.
C. Suction
1. Pengertian
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan nafas
sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara
mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri. Sebagian pasien
D. Vacum Ekstraksi
1. Pengertian Vacum Ekstraksi
Ekstraksi vakum merupakam tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala
pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi. Oleh karena itu,
kerjasama dan kemampuan ibu untuk mengekspresikan bayinya, merupakan faktor yang sangat
penting dalam menghasilkan akumulasi tenaga dorongan dengan tarikan ke arah yang sama.
Tarikan pada kulit kepala bayi, dilakukan dengan membuat cengkraman yang dihasilkan dari
aplikasi tekanan negatif (vakum). Mangkuk logam atau silastik akan memegang kulit kepala
yang akibat tekanan vakum, menjadi kaput artifisial. Mangkuk dihubungkan dengan tuas penarik
(yang dipegang oleh penolong persalinan), melalui seutas rantai. Ada 3 gaya yang bekerja pada
prosedur ini, yaitu tekanan interauterin (oleh kontraksi) tekanan ekspresi eksternal (tenaga
mengedan) dan gaya tarik (ekstraksi vakum).
2.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
pada hasil pemeriksaan CTG maka dokter kandungan akan melakukan tindakan persalinan
dengan segera.
Pemeriksaan dengan CTG sangat diperlukan pada fasilitas pelayanan persalinan. Dengan
adanya kemajuan teknologi dan produksi harga peralatan CTG dapat menjadi lebih ekonomis.
Dahulu hanya rumah sakit yang menyediakannya.Agar pelayanan pemantauan pada ibu hamil
dan bersalin berjalan dengan baik rumah bersalin, klinik dokter bahkan bidan praktek swasta
sebaiknya memiliki CTG agar tidak ada kasus keterlambatan dalam mendiagnosis adanya
masalah pada ibu hamil dan melahirkan.
http://prilianti.blogspot.com/2013/08/mengenal-alat-elektronik-kebidanan.html
reflektor yang bergerak. 2. Pada bidang kebidanan, fungsi alat ini dispesifikkan untuk menghitung jumlah
dan menilai ritme denyut jantung bayi. C. SUCTION PUMP 1. Pengertian Suctioning atau penghisapan
merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses
pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu
mengeluarkannya sendiri. Sebagian pasien mempunyai permasalahan di pernafasan yang memerlukan
bantuan ventilator mekanik dan pemasangan ETT (Endo Trakeal Tube), dimana pemasangan ETT (Endo
Trakeal Tube) masuk sampai percabangan bronkus pada saluran nafas. Pasien yang terpasang ETT (Endo
Trakeal Tube) dan ventilator maka respon tubuh pasien untuk mengeluarkan benda asing adalah
mengeluarkan sekret yang mana perlu dilakukan tindakan suction Suction adalah suatu tindakan untuk
membersihkan jalan nafas dengan memakai kateter penghisap melalui nasotrakeal tube (NTT), orotraceal
tube (OTT), traceostomy tube (TT) pada saluran pernafasa bagian atas. Bertujuan untuk 4
5. membebaskan jalan nafas, mengurangi retensi sputum, merangsang batuk, mencegah terjadinya
infeksi paru. Prosedur ini dikontraindikasikan pada klien yang mengalami kelainan yang dapat
menimbulkan spasme laring terutama sebagai akibat penghisapan melalui trakea gangguan perdarahan,
edema laring, varises esophagus, perdarahan gaster, infark miokard (Elly, 2000). 2. Indikasi penghisapan
sekret endotrakeal diperlukan untuk 1. Menjaga jalan napas tetap bersih (airway maintenence) 2.
Membersihkan jalan napas (branchial toilet) bila ditemukan : 3. Pengambilan spesimen untuk
pemeriksaan laboratorium. 4. Sebelum dilakukan tindakan radiologis ulang untuk evaluasi. 5. Mengetahui
kepatenan dari pipa endotrakeal. SUCTION PUMP berfungsi untuk diipergunakan untuk menghisap
cairan yang tidak dibutuhkan pada tubuh manusia D. Kontinuitas Vacum Ekstraksi 1. Pengertian
Kontinuitas Vacum Ekstraksi Kontinuitas adalah perkembangan itu berlangsung secara bertahap dan terus
menerus dari si anak dalam kandungan hingga mencapai kematangan. Ekstraksi vakum merupakam
tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan
ibu dan ekstraksi pada bayi. Oleh karena itu, kerjasama dan kemampuan ibu untuk mengekspresikan
bayinya, merupakan faktor yang sangat penting dalam menghasilkan akumulasi tenaga dorongan dengan
tarikan ke arah yang sama. Tarikan pada kulit kepala bayi, dilakukan dengan membuat cengkraman yang
dihasilkan dari aplikasi tekanan negatif (vakum). Mangkuk logam atau silastik akan memegang kulit
kepala yang akibat tekanan vakum, menjadi kaput artifisial. Mangkuk dihubungkan dengan tuas penarik
(yang dipegang oleh penolong persalinan), melalui seutas rantai. Ada 3 gaya yang bekerja pada prosedur
ini, yaitu tekanan interauterin (oleh kontraksi) tekanan ekspresi eksternal (tenaga mengedan) dan gaya
tarik (ekstraksi vakum). 5
6. 2. Syarat dalam melakukan ekstraksi vakum: 1. Presentasi belakang kepala 2. Penurunan
kepala HIII+ 3. Ketuban (-) 4. Tidak ada DKP / panggul sempit 5. Pembukaan lengkap 6. Harus ada
tenaga mengedan dari ibu 3. Prosedur dalam melakukan ekstraksi vakum: 1. Ibu tidur dalam posisi
litotomi 2. Persiapan alat vakum 3. Setelah persiapan vakum selesai, dipilih mangkuk yang sesuai dengan
pembukaan serviks, pada pembukaan lengkap, biasanya ukuran mangkuk yang dipilih adalah mangkuk
nomor 5 4. Mangkuk dimasukkan ke dalam vagina dalam posisi miring, kemudian dipasang di bagian
terendah kepala, menjauhi ubun-ubun besar 5. Setelah mangkuk terpasang, dilakukan pemeriksaan ulang,
apakah ada jalan lahir/ jaringan yang terjepit. 6. Setelah itu pompa vakum dinyalakan, dimulai dengan
tekanan -0,2kg/cm2 selama 2 menit, kemudian dinaikkan lagi vmenjadi -0,4kg/cm2 selama 2 menit,
kemudian dinaikkan lagi menjadi -0,6kg/cm2. 7. Setelah itu, dilakukan traksi percobaan, dilihat apakah
saat dilakukan traksi , kepala janin ikut turun. Jika tidak, pemasangan mangkuk diulangi lagi. 8.
Bersamaan dengan timbulnya his, ibu disuruh mengejan, dan mangkuk ditarik searah dengan sumbu
panggul. Pada waktu melakukan tarikan , harus ada koordinasi yang baik antara tangan kiri dan kanan
penolong 9. Ibu jari dan telunjuk tangan kiri penolong menahan mangkuk,agar mangkuk selalu dalam
posisi yang benar, sehingga tidak terlepas. sedangkan tangan kanan melakukan tarikan dengan memegang
pada pemegang. 10. Traksi dilakukan selama ada his, dan harus mengikuti putaran paksi dalam , sampai
occiput terlihat sebagai hipomoklion, traksi dilakukan curam ke arah atas, dan tangan kiri menahan
perineum saat kepala meregang perineum, hinggal lahirlah dahi, mata, hidung, mulut, dan dagu janin. 6
7. 11. Setelah kepala lahir, tekanan dihentikan ,dan mangkuk dilepaskan, janin dilahirkan seperti
persalinan normal biasa. 7
8. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dalam hal Kebidanan alat alat elektronik juga menjadi
suatu keharusan untuk mendukung pelayanan kebidanan yang jauh lebih baik .Selama masa kehamilan
tentunya ibu selalu berharap yang terbaik untuk janin di dalam kandungan.Alat alat elektronik pun
berperan penting dalam membantu selama proses kehamilan dan pelayanan dalam kebidanan.Dalam
menyatakan kecepatan denyut jantung, yang dinyatakan dalam jumlah denyut per menit (beat per menit
bpm). Heart rate dapat diperoleh dari EKG. Dopler adalah alat diagnostik yang digunakan untuk
mendeteksi denyut jantung bayi yang menggunakan prinsip pantulan gelombang elektromagnetik. Alat ini
sangat berguna untuk mengetahui kondisi kesehatan janin, dan aman digunakan dan bersifat non invasif.
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan nafas sehingga
memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas dengan cara mengeluarkan secret pada klien yang tidak
mampu mengeluarkannya sendiri. Ekstraksi vakum merupakan tindakan obstetrik yang bertujuan untuk
mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi. Alat
Kardiotokografi (CTG) atau juga disebut Fetal Monitor adalah alat yang digunakan untuk memeriksa
kondisi kesehatan janin. Dengan mengenal alat- alat elektronik pelayanan kebidanan agar kita dapat
mengetahui dan menggunakan alat alat tersebut sebagaimana mestinya. 8
9. KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya
menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Allah SWT mungkin penyusun
tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui
proses pemecahan dan pengayakan yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan
akhirnya Kasus ini dapat terselesaikan. Makalah ini memuat tentang ALAT ALAT KEBIDANAN
dan sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari
semua pihak yang peduli terhadap dunia Pendidikan Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada
guru/dosen pembimbing yang telah banyak membantu penyusun agar dapat menyelesaikan Kasus ini.
Makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun Kasus ini memiliki
kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Krueng Mane, 08 November
2013 Penulis i 9
10. KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya
menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Allah SWT mungkin penyusun
tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui
proses pemecahan dan pengayakan yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan
akhirnya Kasus ini dapat terselesaikan. Makalah ini memuat tentang ALAT ALAT KEBIDANAN
dan sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari
semua pihak yang peduli terhadap dunia Pendidikan Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada
guru/dosen pembimbing yang telah banyak membantu penyusun agar dapat menyelesaikan Kasus ini.
Makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun Kasus ini memiliki
kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Krueng Mane, 08 November
2013 Penulis i 9
http://www.slideshare.net/JafarNyan/alat2-kebidanan-epi
Ekstraksi forceps adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan suatu
tarikan cunam yang dipasang pada kepalanya. (Hanifa W,1991: 88)
Cunam atau forceps adalah suatu alat obstetrik terbuat dari logam yang digunakan untuk
melahirkan anak dengan tarikan kepala.(Phantom,______:178)
Ekstraksi cunam adalah tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala
pengeluaran dengan jalan menarik bagian bawah janin (kepala) dengan alat cunam. ( Bari Abdul,
2001: 501)
Ektraksi porceps adalah tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala
pengeluaran dengan jalan menarik bagian terbawah janin (kepala) dengan alat porceps. Tindakan
ini dilakukan karena ibu tidak dapat mengedan efektif untuk melahirkan janin. Walaupun
sebagian besar proses pengeluaran dihasilkan dari ekstraksi porceps tetapi bukan berarti
kekuatan menjadi tumpuan keberhasilan.
Cunam ialah suatu alat kebidanan untuk melahirkan janin dengan tarikan pada kepalanya;
disamping itu alat tersebut dapat digunakan untuk menyelenggarakan putaran kepala janin.
Cunam dipakai untuk membantu atau mengganti HIS, akan tetapi sekali-kali tidak boleh
digunakan untuk memaksa kepala janin melewati rintangan dalam jalan lahir yang tidak dapat
diatasi oleh kekuatan HIS yang normal. Jika prinsip pokok ini tidak diindahkan, maka ekstraksi
cunam
mengakibatkan
luka
pada
ibu
dan
terutama
pada
anak.
(Menurut sumber dari buku Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta 20
Sendok kanan / forces kanan adalah cunam yang dipegang di tangan kanan penolong dan
dipasang di sebelah kanan ibu
Sendok kiri / forceps kiri adalah cunam yang dipegang di tangan kiri penolong dan dipasang di
sebelah kiri ibu.
o Daun cunam: bagian yang dipasang di kepala janin saat melakukan ekstraksi forceps. Terdiri dari
dua lengkungan (curve) , yaitu lengkung kepala janin (cephalic curve) dan lengkung panggul
(cervical curve).
o Tangkai Cunam: adalah bagian yang terletak antara daun cunam dan kunci cunam
o Kunci cunam: kunci cunam ada beberapa macam, ada yang interlocking, system sekrup, dan
system sliding.
o Pemegang cunam, bagian yang dipegang penolong saat melakukan ekstraksi.
B. Tujuan dari Kegunaan Forceps
1. Traksi : Yaitu menarik anak yang tidak dapat lahir spontan, yang disebabkan oleh karena satu
dan lain hal.
2. Koreksi : Yaitu merubah letak kepala dimana ubun-ubun kecil dikiri atau dikanan depan atau
sekali-kali UUK melintang kiri dan kanan atau UUK kiri atau kanan belakang menjadi UUK
depan (dibawah simfisis pubis).
3. Kompresor : untuk menambah moulage kepala.
C. Jenis Tindakan Forceps
Berdasarkan pada jauhnya turun kepala, dapat dibedakan beberapa macam tindakan
ekstraksi forceps, antara lain:
1. Forceps rendah (low forceps = outlet forceps)
2.
3.
C.
1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
2.
a.
D.
a.
Tindakan forceps rendah (forceps pintu bawah panggul) adalah tindakan pemasangan forceps
setelah kepala bayi mencapai dasar perineum, sutura sagitalis berada pada diameter
anteroposterior dan kepala bayi tampak diintroitus vagina.
Dilakukan setelah kepala bayi mencapai H IV, kepala bayi mendorong perineum, forceps
dilakukan dengan ringan disebut outlet forceps.
Forceps tengah (mid forceps)
Tindakan forceps tengah (midforseps) adalah tindakan pemasangan porceps sebelum kriteria
untuk porceps rendah dipenuhi, tetapi setelah engagement kepala bayi terjadi. Adanya
engagement biasanya dapat dibuktikan secara klinis oleh penurunan bagian terendah kepala
sampai atau dibawah spina iskiadika dan pintu atas panggul biasanya lebih besar dari pada ajarak
dan pintu atas panggul biasanya lebih besar daripada jarak diameter biparietal dengan bagian
kepala bayi yang paling bawah. (Menurut sumber dari buku Obstetri Williams)
Pada kedudukan kepala antara H II atau H III, salah satu bentuk forceps tengah adalah
forceps percobaan untuk membuktikan disproporsi panggul dan kepala. Bila aplikasi dan tarikan
forceps berat membuktikan terdapat disproporsi kepala panggul . Forceps percobaan dapat
diganti dengan ekstraksi vaccum.
Forceps tinggi (high forceps)
Dilakukan pada kedudukan kepala diantara H I atau H II, forceps tinggi sudah diganti dengan
seksio cesaria. (Manuaba,1998: 348)
Indikasi
Indikasi pertolongan ekstraksi forceps adalah
Indikasi ibu
Ruptura uteri mengancam, artinya lingkaran retraksi patologik band sudah setinggi 3 jari
dibawah pusat, sedang kepala sudah turun sampai H III- H IV.
Adanya oedema pada vagina atau vulva. Adanya oedema pada jalan lahir artinya partus sudah
berlangsung lama.
Adanya tanda-tanda infeksi, seperti suhu badan meninggi, lochia berbau.
Eklamsi yang mengancam
Indikasi pinard, yaitu kepala sudah di H IV, pembukaan cervix lengkap, ketuban sudah pecah
atau 2jam mengedan janin belum lahir juga
Pada ibu-ibu yang tidak boleh mengedan lama, misal Ibu dengan decompensasi kordis , ibu
dengan Koch pulmonum berat, ibu dengan anemi berat (Hb 6 gr % atau kurang), pre eklamsi
berat, ibu dengan asma broncial.
Partus tidak maju-maju
Ibu-ibu yang sudah kehabisan tenaga.
Indikasi janin
Gawat janin
Tanda-tanda gawat janin antara lain : Cortonen menjadi cepat takhikardi 160 kali per menit
dan tidak teratur, DJJ menjadi lambat bradhikardi 160 kali per menit dan tidak teratur, adanya
mekonium (pada janin letak kepala) Prolapsus funikulli, walaupun keadaan anak masih baik
(Rustam Muchtar,1995: 84-85)
Kontra Indikasi
Kontra indikasi dari ekstraksi forceps meliputi
Janin sudah lama mati sehingga sudah tidak bulat dan keras lagi sehingga kepala sulit dipegang
oleh forceps
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Anencephalus
Adanya disproporsi cepalo pelvik
Kepala masih tinggi
Pembukaan belum lengkap
Pasien bekas operasi vesiko vagina fistel
Jika lingkaran kontraksi patologi bandl sudah setinggi pusat atau lebih
(Muchtar Rustam, 1995: 85)
E. Syarat Dalam Melakukan Ekstraksi Forceps
1. Pembukaan lengkap
2. Presentasi belakang kepala
3. Panggul luas / tidak ada DKP
4. Ketuban sudah pecah
5. Kepala sudah engaged, sudah berada di dasar panggul
6. Janin tunggal hidup
F. Komplikasi
Komplikasi atau penyulit ekstraksi forceps adalah sebagai berikut
1. Komplikasi langsung akibat aplikasi forceps dibagi menjadi
a. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dapat berupa:
o Perdarahan yang dapat disebabkan karena atonia uteri, retensio plasenta serta trauma jalan lahir
yang meliputi ruptura uteri, ruptura cervix, robekan forniks, kolpoforeksis, robekan vagina,
hematoma luas, robekan perineum.
o Infeksi yang terjadi karena sudah terdapat sebelumnya, aplikasi alat menimbulkan infeksi,
plasenta rest atau membran bersifat asing yang dapat memudahkan infeksi dan menyebabkan sub
involusi uteri serta saat melakukan pemeriksaan dalam
b. Komplikasi segera pada bayi
o Asfiksia karena terlalu lama di dasar panggul sehingga terjadi rangsangan pernafasan
menyebabkan aspirasi lendir dan air ketuban. Dan jepitan langsung forceps yang menimbulkan
perdarahan intra kranial, edema intra kranial, kerusakan pusat vital di medula oblongata atau
trauma langsung jaringan otak. Infeksi oleh karena infeksi pada ibu menjalar ke bayi
o Trauma langsung forceps yaitu fraktura tulang kepala dislokasi sutura tulang kepala; kerusakan
pusat vital di medula oblongata; trauma langsung pada mata, telinga dan hidung; trauma
langsung pada persendian tulang leher; gangguan fleksus brachialis atau paralisis Erb, kerusakan
saraf trigeminus dan fasialis serta hematoma pada daerah tertekan.
2. Komplikasi kemudian atau terlambat
a. Komplikasi pada ibu
o Perdarahan yang disebabkan oleh plasenta rest, atonia uteri sekunder serta jahitan robekan jalan
lahir yang terlepas.
o Infeksi
o Penyebaran infeksi makin luas
o Trauma jalan lahir yaitu terjadinya fistula vesiko vaginal, terjadinya fistula rekto vaginal dan
terjadinya fistula utero vaginal.
o Komplikasi terlambat pada bayi dalam bentuk: Trauma ekstraksi forceps dapat menyebabkan
cacat karena aplikasi forceps
o Infeksi yang berkembang menjadi sepsis yang dapat menyebabkan kematian serta encefalitis
sampai meningitis.
e. Traksi percobaan
f. Traksi definitive
g. Melepaskan cunam
Contoh kasus: Seorang pasien , primigravida, dengan PEB pembukaan lengkap dengan UUK
kanan depan, dengan penurunan HIII+
Ad.1. Membayangkan
Setelah persiapan selesai, penolong berdiri di depan vulva , memegang kedua cunam
dalam keadaan tertutup dan membayangkan bagaimana cunam terpasang pada kepala
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELAHIRAN
EKSTRAKSI FORCEPS
A. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas pada janin berhubungan dengan penurunan suplai O 2 plasenta
sekunder akibat kontraksi uterus.
b. Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus selama persalinan
c. Kelelahan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energy akibat peningkatan metabolisme
sekunder akibat nyeri selama persalinan
d. Kurang pengetahuan tentang proses persalinan berhubungan dengan kurangnya informasi yang
dimiliki ibu
e. Cemas b.d krisis situasional akibat proses persalinan
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan robekan jalan lahir, luka
g. Kekurangan volume cairan b/d kelelahan / kegagalan miometri dari mekanisme homeostatik,
resiko tinggi perdarahan (hipovolemia)
h. Perubahan eliminasi urine b/d perubahan masukan dan kompresi mekanik kandung kemih.
B. Intervensi dan Rasional
1. Gangguan pertukaran gas pada janin berhubungan dengan penurunan suplai O 2 plasenta
sekunder akibat kontraksi uterus.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi fetal distress dengan KE
: DJJ 120-160x/menit
Intervensi:
o Kaji DJJ tiap 30 menit
Rasional: untuk mengetahui DJJ sehingga dapat dilakukan tindakan dengan segera apabila
terjadi peningkatan atau perlambatan.
o Sarankan ibu untuk tidak berbaring telentang lebih dari 10 menit
Rasional: jika terlentang maka berat janin, uterus, air ketuban akan menekan vena cava inferior,
hal ini dapat mengakibatkan turunnya sirkulasi darah dari ibu ke plasenta
o Catat kemajuan persalinan
Rasional: persalinan lama/disfungsional dengan perpanjangan fase laten dapat menimbulkan
masalah kelelahan ibu, stres berat, infeksi dan hemoragi karena atonia/ruptur uterus
o Catat DJJ bila ketuban pecah, periksa lagi 5 menit kemudian dan observasi perineum terhadap
prolaps tali pusat
Rasional: perubahan pada tekanan cairan amniotik dengan ruptur dan prolaps tali pusat dapat
menurunkan transfer oksigen ke janin
o Kolaborasi pemberian oksigen
Rasional:meningkatkan oksigen ibu yang tersedia untuk ambilan fetal
2. Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus selama persalinan
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ibu mampu mengendalikan nyerinya
dengan kriteria evaluasi ibu menyatakan menerima rasa nyerinya sebagai proses fisiologis
persalinan
Intervensi:
o Kaji kontraksi uterus dan ketidaknyamanan (awitan, frekuensi, durasi, intensitas, dan gambaran
ketidaknyamanan)
Rasional: untuk mengetahui kemajuan persalinan dan ketidaknyamanan yang dirasakan ibu
o Kaji tentang metode pereda nyeri yang diketahui dan dialami
Rasional: nyeri persalinan bersifat unik dan berbeda beda tiap individu. Respon terhadap nyeri
sangat tergantung budaya, pengalaman terdahulu dan serta dukungan emosional termasuk orang
yang diinginkan (Henderson, 2006)
o Kaji faktor yang dapat menurunkan toleransi terhadap nyeri
Rasional: mengidentifikasi jalan keluar yang harus dilakukan
o Kurangi dan hilangkan faktor yang meningkatkan nyeri
Rasional: tidak menambah nyeri klien
o Jelaskan metode pereda nyeri yang ada seperti relaksasi, massage, pola pernafasan, pemberian
posisi, obat obatan
Rasional: memungkinkan lebih banyak alternative yang dimiliki oleh ibu, oleh karena dukungan
kepada ibu untuk mengendalikan rasa nyerinya (Rajan dalam Henderson, 2006)
o Dorong ibu untuk mencoba beberapa metode
Rasional: dengan beberapa metode diharapkan ibu dapat mengendalikan rasa nyerinya
o Lakukan perubahan posisi sesuai dengan keinginan ibu, tetapi ingin di tempat tidur anjurkan
untuk miring ke kiri
Rasional: nyeri persalinan bersifat sangat individual sehingga posisi nyaman tiap individu akan
berbeda, miring kiri dianjurkan karena memaksimalkan curah jantung ibu.
o Beberapa teknik pengendalian nyeri :
Relaksasi: Bertujuan untuk meminimalkan aktivitas simpatis pada system otonom sehingga ibu
dapat memecah siklus ketegangan-ansietas-nyeri. Tindakan dapat dilakukan dengan menghitung
terbalik, bernyanyi, bercerita, sentuhan terapeutik, akupresur, hipnoterapi, imajinasi terbimbing,
dan terapi music.
Massage: Massage yang lebih mudah diingat dan menarik perhatian adalah yang dilakukan orang
lain. Tindakan massage diduga untuk menutup gerbang guna mencegah diterimanya stimulus
nyeri, sentuhan terapeutik akan meningkatkan pengendalian nyeri (Glick, 1993). Dianjurkan
massage selama persalinan bersifat terus menerus.
3. Kelelahan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energy akibat peningkatan
metabolisme sekunder akibat nyeri selama persalinan
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ibu tidak mengalami keletihan
dengan kriteria evaluasi: nadi:60-80x/menit(saat tidak ada his), ibu menyatakan masih memiliki
cukup tenaga
Intervensi:
o Kaji tanda tanda vital yaitu nadi dan tekanan darah
Rasional: nadi dan tekanan darah dapat menjadi indicator terhadap status hidrasi dan energy ibu.
o Anjurkan untuk relaksasi dan istirahat di antara kontraksi
Rasional: mengurangi bertambahnya keletihan dan menghemat energy yang dibutuhkan untuk
persalinan
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
Rasional : Mengoptimalkan aliran darah serebral dan memudahkan pematauan fundus dan aliran
vaginal
Kaji jenis persalinan dan anastesia, kehilangan darah pada persalinan dan lama persalinan tahap II
Rasional : Kaji manipulasi uterus atau masalah-masalah dengan pelepasan plasenta dapat
menimbulkan kehilangan darah
Catat lokasi dan konsistensi fundus setiap 15 menit
Rasional : Aktivitas miometri uterus menimbulkan hemostasis dengan menekan pembuluh darah
endometrial. Fundus harus keras dan terletak di umbilikus. Perubahan posisi dapat menandakan
kandung kemih penuh, tertahannya bekuan darah atau relaksasi uterus
Observasi jumlah, warna darah yang keluar dari uterus setiap 15 menit
Rasional : Membantu mengidentifikasi laserasi yang potensial terjadi pada vagina dan servik
yang dapat mengakibatkan aliran berlebihan dan merah terang. Atonia uteri dapat meningkatkan
aliran lokhea.
Kaji penyebab perdaraha
Rasional : Untuk dapat melakukan intervensi, apakah perlu histerektomi karena ruptur uteri,
apakah perlu oksitosin dan sebagainya.
Kaji TTV (nadi, TD) setiap 15 menit
Rasional : Perpindahan cairan dan darah ke dasar vena, penurunan sedang diastolik dan sistolik
TD dan takikardia dapat terjadi. Perubahan yang lebih nyata dapat terjadi pada respon terhadap
magnesium sulfat, atau syok atau ditingkatkan dalam respon terhadap oksitosin. Bradikardia
dapat terjadi secara normal pada respon terhadap peningkatan curah jantung dan peningkatan isi
sekuncup dan hipersensitif vagal setelah kelahiran. Takikardia lanjut dapat disertai syok.
Kaji intake dan output cairan
Rasional : Untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk dan keluar, dan untuk menentukan
jumlah cairan yang harus diberikan, bila perdarahan berlebihan
Beri pasien cairan dan elektrolit peroral jika memungkinkan
Rasional : Untuk mengganti cairan intravaskuler yang hilang karena perdarahan
Kolaborasi :
Periksa Hb, Ht pada pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan segera
Rasional : membantu memperkirakan jumlah kehilangan darah
Pasang infus IV larutan isotonik
Rasional : meningkatkan volume darah dan menyediakan vena terbuka untuk pemberian obatobatan darurat
Berikan preparat oksitosin atau preparat ergometrin, tingkatkan kecepatan infus oksitosin
intravena bila perdarahan uterus menetap
Rasional : merangsang kontraktilitas miometrium, menutup pembuluh darah yang terpajan pada
sisi bekas plasenta dan menurunkan kehilangan darah
Cek jumlah trombosit, kadar fibrinogen, dan produk fibrin split, masa protrombin, dan masa
tromboplastin
Rasional : perubahan dapat menunjukkan terjadinya kelainan koagulasi
Gantikan kehilangan cairan dengan plasma atau darah lengkap sesuai indikasi
Rasional : Penggantian cairan yang hilang diperlukan untuk meningkatkan volume sirkulasi dan
mencegah syok
o Bantu dalam persiapan dilatasi dan kuretase, laparotomi, evakuasi hematoma, perbaiki laserasi
jalan lahir, histerektomi
Rasional : Bila perdarahan tidak berespon terhadap tindakan konservatif / pemberian oksitosin,
pembedahan dapat diindikasikan
8. Perubahan eliminasi urine b/d perubahan masukan dan kompresi mekanik kandung
kemih.
Intervensi :
o Palpasi diatas simpisis pubis
o Catat dan bandingkan masukan dan haluaran
o Anjurkan upaya berkemih, sedikitnya 1-2 jam
o Posisikan klien tegak dan cucurkan air hangat diatas perineum
o Ukur suhu dan nadi, kaji adanya peningkatan
o Kaji kekeringan kulit dan membrane mukosa
Ilmu Keperawatan Maternitas
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Forceps mempunyai berbagai macam ukuran dan bentuk, tetapi pada dasarnya terdiri dari 2
tangkai forceps yang saling menyilang dan bisa dimasukkan sati persatu kedalam vagina. Tiap
tangkai forceps dapat diputar dalam posisi yang sesuai dengan kepala bayi dan kemudian
dikunci. Pada dasarnya tiap tangkai forceps mempunyai 4 komponen. Komponen tersebut adalah
daun, leher, kunci, dan gagang. Tiapdaun mempunyai dua lengkungan, yakni lengkung sefalik
(lengkung kepala) dan lengkung pelvik (lengkung panggul). Lengkung kepala sesuai dengan
bentuk kepala bayi, sedangkan lengkung panggul sesuai dengan bentuk kepala bayi, sedangkan
lengkung panggul sesuai dengan jalan lahir. Daun forceps berbentuk oval sampai bulat panjang
dan ada beberapa variasi lain yang lebih fleksibel agar dapat memegang kepala bayi dengan lebih
kuat.
Lengkung kepala harus cukup besar untuk memegang kepala bayi dengan kuat tanpa
menimbulkan kompresi, namun tidak terlalu besar agar alat tersebut tidak meleset. Lengkung
panggul kurang lebih sesuai dengan sumbu jalan lahir, tetapi diantara berbagai alat forceps harus
terdapat variasi yang luas. Daun forceps dihubungkan dengan bagian gagang melalui leher
dengan panjang yang mengikuti kebutuhan alat tersebut.
Macam persendian atau kunci forceps bervariasi menurut macam alat. Cara penguncian yang
umum terdiri dari sebuah ceruk yang terletak dileher forceps pada sambungannya dengan bagian
gagang, dan ceruk ini pas dengan ceruk serupa yang terletak pada leher tangkai forceps lainnya.
Bentuk penguncian semacam ini umumnya disebut kunci inggris. Kunci geser digunakan pada
beberapa jenis forceps, misalnya forceps Kielland dan forceps Barton, dimana sebuah
penampung bentuk U tunggal terpasang ditengah pada leher tangkai forceps kiri untuk menerima
leher tangkai forceps kanan. Kunci geser memudahkan leher untuk bergerak maju mundur secara
bebas. Bagian-bagian kunci forceps dengan tife yang cukup berbeda, yaitu kunci Perancis, terdiri
dari sebuah mata mur baut. Setelah tiap tangkai mata baut dan mata baut dikencangkan untuk
mengunci secara kuat kedua tangkai forceps tersebut menjadi satu.
B.
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk memenuhi serta mengetahui dan memahami pengertian ekstraksi forceps, tujuan, jenis
tindakan, indikasi, dan kontra indikasi forceps
b. Untuk memenuhi dan memahami syarat-syarat untuk tindakan ekstraksi forceps, komplikasi, dan
persiapan dalam ekstraksi forceps.
c. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada kelahiran forceps.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Forceps digunakan untuk menolong persalinan bayi dengan presentasi verteks, dapat
digolongkan sebagai berikut, menurut tingkatan dan posisi kepala bayi pada jalan lahir pada saat
daun forceps dipasang.
Ekstraksi forceps adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan suatu
tarikan cunam yang dipasang pada kepalanya. (Hanifa W,1991: 88)
Cunam atau forceps adalah suatu alat obstetrik terbuat dari logam yang digunakan untuk
melahirkan anak dengan tarikan kepala.(Phantom,______:178)
Ekstraksi cunam adalah tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala
pengeluaran dengan jalan menarik bagian bawah janin (kepala) dengan alat cunam. ( Bari Abdul,
2001: 501)
Ektraksi porceps adalah tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala
pengeluaran dengan jalan menarik bagian terbawah janin (kepala) dengan alat porceps. Tindakan
ini dilakukan karena ibu tidak dapat mengedan efektif untuk melahirkan janin. Walaupun
sebagian besar proses pengeluaran dihasilkan dari ekstraksi porceps tetapi bukan berarti
kekuatan menjadi tumpuan keberhasilan.
Cunam ialah suatu alat kebidanan untuk melahirkan janin dengan tarikan pada kepalanya;
disamping itu alat tersebut dapat digunakan untuk menyelenggarakan putaran kepala janin.
Cunam dipakai untuk membantu atau mengganti HIS, akan tetapi sekali-kali tidak boleh
digunakan untuk memaksa kepala janin melewati rintangan dalam jalan lahir yang tidak dapat
diatasi oleh kekuatan HIS yang normal. Jika prinsip pokok ini tidak diindahkan, maka ekstraksi
cunam
mengakibatkan
luka
pada
ibu
dan
terutama
pada
anak.
(Menurut sumber dari buku Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta 20
Sendok kanan / forces kanan adalah cunam yang dipegang di tangan kanan penolong dan
dipasang di sebelah kanan ibu
Sendok kiri / forceps kiri adalah cunam yang dipegang di tangan kiri penolong dan dipasang di
sebelah kiri ibu.
o Daun cunam: bagian yang dipasang di kepala janin saat melakukan ekstraksi forceps. Terdiri dari
dua lengkungan (curve) , yaitu lengkung kepala janin (cephalic curve) dan lengkung panggul
(cervical curve).
o Tangkai Cunam: adalah bagian yang terletak antara daun cunam dan kunci cunam
o Kunci cunam: kunci cunam ada beberapa macam, ada yang interlocking, system sekrup, dan
system sliding.
o Pemegang cunam, bagian yang dipegang penolong saat melakukan ekstraksi.
g.
h.
2.
a.
j.
3.
a.
b.
c.
d.
e.
4.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
dipegang oleh tangan kanan penolong, dan dipasang di sisi kanan ibu. Forceps kanan dipegang
seperti memegang pensil, dengan tangkai forceps sejajar dengan paha kiri ibu, sambil empat jari
tangan kiri penolong masuk ke dalam vagina. Forceps dipasang dengan tuntunan ibu jari tangan
kiri penolong. Setelah forceps terpasang , dilakukan penguncian
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELAHIRAN
EKSTRAKSI FORCEPS
A. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas pada janin berhubungan dengan penurunan suplai O 2 plasenta
sekunder akibat kontraksi uterus.
b. Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus selama persalinan
c. Kelelahan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energy akibat peningkatan metabolisme
sekunder akibat nyeri selama persalinan
d. Kurang pengetahuan tentang proses persalinan berhubungan dengan kurangnya informasi yang
dimiliki ibu
e. Cemas b.d krisis situasional akibat proses persalinan
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan robekan jalan lahir, luka
g. Kekurangan volume cairan b/d kelelahan / kegagalan miometri dari mekanisme homeostatik,
resiko tinggi perdarahan (hipovolemia)
h. Perubahan eliminasi urine b/d perubahan masukan dan kompresi mekanik kandung kemih.
B. Intervensi dan Rasional
1. Gangguan pertukaran gas pada janin berhubungan dengan penurunan suplai O 2 plasenta
sekunder akibat kontraksi uterus.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi fetal distress dengan KE
: DJJ 120-160x/menit
Intervensi:
o Kaji DJJ tiap 30 menit
Rasional: untuk mengetahui DJJ sehingga dapat dilakukan tindakan dengan segera apabila
terjadi peningkatan atau perlambatan.
o Sarankan ibu untuk tidak berbaring telentang lebih dari 10 menit
Rasional: jika terlentang maka berat janin, uterus, air ketuban akan menekan vena cava inferior,
hal ini dapat mengakibatkan turunnya sirkulasi darah dari ibu ke plasenta
o Catat kemajuan persalinan
Rasional: persalinan lama/disfungsional dengan perpanjangan fase laten dapat menimbulkan
masalah kelelahan ibu, stres berat, infeksi dan hemoragi karena atonia/ruptur uterus
o Catat DJJ bila ketuban pecah, periksa lagi 5 menit kemudian dan observasi perineum terhadap
prolaps tali pusat
Rasional: perubahan pada tekanan cairan amniotik dengan ruptur dan prolaps tali pusat dapat
menurunkan transfer oksigen ke janin
o Kolaborasi pemberian oksigen
Rasional:meningkatkan oksigen ibu yang tersedia untuk ambilan fetal
2. Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus selama persalinan
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ibu mampu mengendalikan nyerinya
dengan kriteria evaluasi ibu menyatakan menerima rasa nyerinya sebagai proses fisiologis
persalinan
Intervensi:
o Kaji kontraksi uterus dan ketidaknyamanan (awitan, frekuensi, durasi, intensitas, dan gambaran
ketidaknyamanan)
Rasional: untuk mengetahui kemajuan persalinan dan ketidaknyamanan yang dirasakan ibu
o Kaji tentang metode pereda nyeri yang diketahui dan dialami
Rasional: nyeri persalinan bersifat unik dan berbeda beda tiap individu. Respon terhadap nyeri
sangat tergantung budaya, pengalaman terdahulu dan serta dukungan emosional termasuk orang
yang diinginkan (Henderson, 2006)
o Kaji faktor yang dapat menurunkan toleransi terhadap nyeri
Rasional: mengidentifikasi jalan keluar yang harus dilakukan
o Kurangi dan hilangkan faktor yang meningkatkan nyeri
Rasional: tidak menambah nyeri klien
o Jelaskan metode pereda nyeri yang ada seperti relaksasi, massage, pola pernafasan, pemberian
posisi, obat obatan
Rasional: memungkinkan lebih banyak alternative yang dimiliki oleh ibu, oleh karena dukungan
kepada ibu untuk mengendalikan rasa nyerinya (Rajan dalam Henderson, 2006)
o Dorong ibu untuk mencoba beberapa metode
Rasional: dengan beberapa metode diharapkan ibu dapat mengendalikan rasa nyerinya
o Lakukan perubahan posisi sesuai dengan keinginan ibu, tetapi ingin di tempat tidur anjurkan
untuk miring ke kiri
Rasional: nyeri persalinan bersifat sangat individual sehingga posisi nyaman tiap individu akan
berbeda, miring kiri dianjurkan karena memaksimalkan curah jantung ibu.
o Beberapa teknik pengendalian nyeri :
Relaksasi: Bertujuan untuk meminimalkan aktivitas simpatis pada system otonom sehingga ibu
dapat memecah siklus ketegangan-ansietas-nyeri. Tindakan dapat dilakukan dengan menghitung
terbalik, bernyanyi, bercerita, sentuhan terapeutik, akupresur, hipnoterapi, imajinasi terbimbing,
dan terapi music.
Massage: Massage yang lebih mudah diingat dan menarik perhatian adalah yang dilakukan orang
lain. Tindakan massage diduga untuk menutup gerbang guna mencegah diterimanya stimulus
nyeri, sentuhan terapeutik akan meningkatkan pengendalian nyeri (Glick, 1993). Dianjurkan
massage selama persalinan bersifat terus menerus.
3. Kelelahan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energy akibat peningkatan
metabolisme sekunder akibat nyeri selama persalinan
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ibu tidak mengalami keletihan
dengan kriteria evaluasi: nadi:60-80x/menit(saat tidak ada his), ibu menyatakan masih memiliki
cukup tenaga
Intervensi:
o Kaji tanda tanda vital yaitu nadi dan tekanan darah
Rasional: nadi dan tekanan darah dapat menjadi indicator terhadap status hidrasi dan energy ibu.
o Anjurkan untuk relaksasi dan istirahat di antara kontraksi
Rasional: mengurangi bertambahnya keletihan dan menghemat energy yang dibutuhkan untuk
persalinan
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
Rasional : Mengoptimalkan aliran darah serebral dan memudahkan pematauan fundus dan aliran
vaginal
Kaji jenis persalinan dan anastesia, kehilangan darah pada persalinan dan lama persalinan tahap II
Rasional : Kaji manipulasi uterus atau masalah-masalah dengan pelepasan plasenta dapat
menimbulkan kehilangan darah
Catat lokasi dan konsistensi fundus setiap 15 menit
Rasional : Aktivitas miometri uterus menimbulkan hemostasis dengan menekan pembuluh darah
endometrial. Fundus harus keras dan terletak di umbilikus. Perubahan posisi dapat menandakan
kandung kemih penuh, tertahannya bekuan darah atau relaksasi uterus
Observasi jumlah, warna darah yang keluar dari uterus setiap 15 menit
Rasional : Membantu mengidentifikasi laserasi yang potensial terjadi pada vagina dan servik
yang dapat mengakibatkan aliran berlebihan dan merah terang. Atonia uteri dapat meningkatkan
aliran lokhea.
Kaji penyebab perdaraha
Rasional : Untuk dapat melakukan intervensi, apakah perlu histerektomi karena ruptur uteri,
apakah perlu oksitosin dan sebagainya.
Kaji TTV (nadi, TD) setiap 15 menit
Rasional : Perpindahan cairan dan darah ke dasar vena, penurunan sedang diastolik dan sistolik
TD dan takikardia dapat terjadi. Perubahan yang lebih nyata dapat terjadi pada respon terhadap
magnesium sulfat, atau syok atau ditingkatkan dalam respon terhadap oksitosin. Bradikardia
dapat terjadi secara normal pada respon terhadap peningkatan curah jantung dan peningkatan isi
sekuncup dan hipersensitif vagal setelah kelahiran. Takikardia lanjut dapat disertai syok.
Kaji intake dan output cairan
Rasional : Untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk dan keluar, dan untuk menentukan
jumlah cairan yang harus diberikan, bila perdarahan berlebihan
Beri pasien cairan dan elektrolit peroral jika memungkinkan
Rasional : Untuk mengganti cairan intravaskuler yang hilang karena perdarahan
Kolaborasi :
Periksa Hb, Ht pada pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan segera
Rasional : membantu memperkirakan jumlah kehilangan darah
Pasang infus IV larutan isotonik
Rasional : meningkatkan volume darah dan menyediakan vena terbuka untuk pemberian obatobatan darurat
Berikan preparat oksitosin atau preparat ergometrin, tingkatkan kecepatan infus oksitosin
intravena bila perdarahan uterus menetap
Rasional : merangsang kontraktilitas miometrium, menutup pembuluh darah yang terpajan pada
sisi bekas plasenta dan menurunkan kehilangan darah
Cek jumlah trombosit, kadar fibrinogen, dan produk fibrin split, masa protrombin, dan masa
tromboplastin
Rasional : perubahan dapat menunjukkan terjadinya kelainan koagulasi
Gantikan kehilangan cairan dengan plasma atau darah lengkap sesuai indikasi
Rasional : Penggantian cairan yang hilang diperlukan untuk meningkatkan volume sirkulasi dan
mencegah syok
o Bantu dalam persiapan dilatasi dan kuretase, laparotomi, evakuasi hematoma, perbaiki laserasi
jalan lahir, histerektomi
Rasional : Bila perdarahan tidak berespon terhadap tindakan konservatif / pemberian oksitosin,
pembedahan dapat diindikasikan
8. Perubahan eliminasi urine b/d perubahan masukan dan kompresi mekanik kandung
kemih.
Intervensi :
o Palpasi diatas simpisis pubis
o Catat dan bandingkan masukan dan haluaran
o Anjurkan upaya berkemih, sedikitnya 1-2 jam
o Posisikan klien tegak dan cucurkan air hangat diatas perineum
o Ukur suhu dan nadi, kaji adanya peningkatan
o Kaji kekeringan kulit dan membrane mukosa
Pada ibu resiko terjadi perdarahan yang dapat disebabkan karena atonia uteri, retensio plasenta serta trauma
jalan lahir yang meliputi ruptura uteri, ruptura cervix, robekan forniks, kolpoforeksis, robekan vagina, hematoma luas,
robekan perineum.
Pada bayi resiko terjadi Asfiksia karena terlalu lama di dasar panggul sehingga terjadi rangsangan pernafasan
menyebabkan aspirasi lendir dan air ketuban. Dan jepitan langsung forceps yang menimbulkan perdarahan intra
kranial, edema intra kranial, kerusakan pusat vital di medula oblongata atau trauma langsung jaringan otak.
Trauma langsung forceps yaitu fraktura tulang kepala dislokasi sutura tulang kepala; kerusakan pusat vital di
medula oblongata; trauma langsung pada mata, telinga dan hidung; trauma langsung pada persendian tulang leher;
gangguan fleksus brachialis atau paralisis Erb, kerusakan saraf trigeminus dan fasialis serta hematoma pada daerah
tertekan.
http://aswediners.blogspot.com/2012/03/kelahiran-forceps.html
Seksio sesarea berhubungan dengan peningkatan 2 kali lipat risiko morbiditas dan mortalitas ibu dibandingkan pada persalinan
vaginal. Kematian ibu akibat risiko operasi caesar itu sendiri menunjukkan angka 1 per 1.000 persalinan. Serikat pada tahun 1965
sampai dengan 1978 dilaporkan bahwa angka kematian ibu terjadi satu di antara 1.635 operasi (Petitti 1983), dan ditegaskan
bahwa hanya setengah dari kematian tersebut benar-benar disebabkan langsung dari operasi caesar.
Sebagai contoh tahun 1988 Sachs melaporkan, penyebab langsung hanya 7 dari 27 kematian pada lebih dari 121.000 kasus operasi
caesar yang dilakukan di Massachusetts tahun 1976-1984. Meskipun ada yang menyebutkan angka kematian ibu adalah 22 per
100.000 untuk seluruh kasus operasi caesar, untuk kematian langsung akibat operasi ini hanya 5,8 per 100.000 kasus.
Memang ada pendapat bahwa trauma lahir jauh lebih kecil pada operasi caesar dibanding persalinan per vaginam, akan tetapi tetap
harus diingat bahwa operasi caesar berisiko pada ibunya. Menurut Bensons dan Pernolls, angka kematian pada operasi caesar
adalah 40-80 tiap 100.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukkan risiko 25 kali lebih besar dibanding persalinan per vaginam.
Malahan untuk kasus karena infeksi mempunyai angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan per vaginam. Komplikasi
tindakan anestesi sekitar 10 persen dari seluruh angka kematian ibu.
Risiko komplikasi :
1. Komplikasi ibu : perdarahan banyak, infeksi, perlekatan organ-organ pelvis pascaoperasi.
2. Komplikasi janin : depresi susunan saraf pusat janin akibat penggunaan obat-obatan anestesia (fetal narcosis).
Tahun 1973 di Inggris terdapat 50 kematian ibu. Kebanyakan kematian ibu ini sehubungan dengan anestesi umum, 50%
diantaranya karena aspirasi isi lambung. Tabun 1980 di Inggris terdapat 29 kematian ibu dengan anestesi umum, 16 orang di
antaranya disebabkan aspirasi isi lambung, sedangkan yang 11 orang mengalami cardiac arrest karena kesukaran intubasi. Dengan
anestesi regional ibu masih dalam keadaan sadar, refleks protektif masih ada, sehingga kemungkinan terjadinya aspirasi isi
lambung kecil sekali. Ibu tidak menerima banyak macam obat dan perdarahannya lebih sedikit. Dari segi janin, anestesi regional ini
bebas daripada obat-obat yang mempunyai efek depresi terhadap janin.
A. DEFINISI
Seksio sesarea adalah lahirnya janin, plasenta dan selaput ketuban melalui irisan yang dibuat pada dinding perut dan rahim.
Definisi ini tidak termasuk apabila mengeluarkan bayi dari rongga perut pada kasus-kasus ruptur uteri maupun pada kehamilan
abdominal. Seksio sesarea terjadi pada sekitar 5-25% dari seluruh persalinan.
Syarat Seksio sesarea :
1.
Uterus dalam keadaan utuh (karena pada sectio cesarea, uterus akan diinsisi). Jika terjadi ruptura uteri, maka operasi
yang dilakukan adalah laparotomi, dan tidak disebut sebagai sectio cesarea, meskipun pengeluaran janin juga dilakukan per
abdominam.
2.
1.
2.
Dikenal beberapa teknik dalam melakukan seksio sesarea dan terdapat kecenderungan untuk menyederhanakan teknik seksio
sesarea untuk lebih mengurangi kehilangan darah selama operasi serta lama waktu operasi
1.
operasi.6,8 Nonclosure peritoneum pada seksio sesarea mempersingkat lama operasi, mengurangi kebutuhan analgetik pasca
operasi, mengurangi komplikasi pasca operasi serta pulihnya fungsi usus lebih cepat dibandingkan dengan peritoneum yang dijahit
(closure peritoneum), dengan demikian masa pulih pasien akan lebih cepat. Peritoneum yang dibiarkan terbuka tidak meningkatkan
risiko terjadinya perlengketan, dehisensi luka maupun lama pulih luka.3,11,13
3. sectio cesarea yang dilanjutkan dengan histerektomi (cesarean hysterectomy).3,13
4. sectio cesarea transvaginal.3,13
C. KOMPLIKASI SEKSIO SESAREA
Setiap tindakan operasi caesar punya tingkat kesulitan berbeda-beda. Pada operasi kasus persalinan macet dengan kedudukan
kepala janin pada akhir jalan lahir misalnya, sering terjadi cedera pada rahim bagian bawah atau cedera pada kandung kemih
(robek). Dapat juga pada kasus bekas operasi sebelumnya-dimana dapat ditemukan perlekatan organ dalam panggul-sering
menyulitkan saat mengeluarkan bayi dan dapat pula menyebabkan cedera pada kandung kemih dan usus. Cedera ini tak jarang
cukup berat.1,2,13
Walau pun jarang tetapi fatal adalah komplikasi emboli air ketuban yang dapat terjadi selama tindakan operasi, yaitu masuknya
cairan ketuban ke dalam pembuluh darah terbuka yang disebut sebagai embolus. Jika embolus mencapai pembuluh darah pada
jantung, timbul gangguan pada jantung dan paru-paru dimana dapat terjadi henti jantung dan henti nafas secara tiba-tiba. Akibatnya adalah kematian mendadak pada ibu.2,13
Komplikasi lain yang dapat terjadi sesaat setelah operasi caesar adalah infeksi yang banyak disebut sebagai morbiditas
pascaoperasi. Kurang lebih 90% dari morbiditas pascaoperasi disebabkan oleh infeksi (infeksi pada rahim/endometritis, alat-alat
berkemih, usus, dan luka operasi).nyeri bila buang air kecil, luka operasi bernanah, luka operasi terbuka dan sepsis (infeksi yang
sangat berat). Bila mencapai keadaan sepsis, risiko kematian ibu akan tinggi sekali.2
Tanda-tanda infeksi antara lain demam tinggi, perut nyeri, kadang-kadang disertai lokia berbau, Hal-hal yang memudahkan
terjadinya (faktor predisposisi) komplikasi antara lain persalinan dengan ketuban pecah lama, ibu menderita anemia, hipertensi,
sangat gemuk, gizi buruk, sudah menderita infeksi saat persalinan, dan dapat juga disebabkan oleh penyakit lain pada ibu seperti
ibu penderita diabetes mellitus (sakit gula). Antibiotik profilaksis dapat menurunkan terjadinya risiko infeksi pada operasi.2
II. TEKNIK ANESTESI
Dalam kondisi ibu dan fetus normal, GA dan RA yang dilakukan dengan terampil hampir sama pengaruhnya terhadap bayi baru
lahir. Namun demikian, karena risiko untuk ibu dan kaitannya dengan Apgar skor yang lebih rendah dengan GA, maka RA untuk
bedah Cesar lebih disukai. RA akan memberikan hasil neonatal terpapar lebih sedikit obat anestesi (terutama saat digunakan teknik
spinal), memungkinkan ibu dan pasangannya mengikuti proses kelahiran bayi mereka, dan memberikan pengobatan rasa sakit
pascaoperasi yang lebih baik.10
A. BLOK SPINAL (SUBARAKHNOID)
Pemasukan suatu anestetika lokal ke dalam ruang subarkhnoid untuk menghasilkan blok spinal telah lama digunakan untuk seksioa
sesarea, dan untuk persalinan vaginal wanita normal dengan paritas kecil. Pertama kali iadikemukakan oleh J Leonard Corning yang
menyuntikkan kokain ke dalam ruangan subaraknoid pada tahun 1885. Kemudian Bier pertama mencoba untuk pembedahan pada
tahun1899 dan Kreis melakukan tehnik ini untuk menghilangkan nyeri persalinan pada tahun 1900. 4,5,12
Pada tahun 1979 di Amerika Serikat analgesia subaraknoid dan epidural adalah teknik yang sering dilakukan (62%) pada tindakan
seksio cesaria dan analgesia subaraknoid menjadi pilihan nasional. 4
Teknik ini baik sekali bagi penderita-penderita yang mempunyai kelainan paru-paru, diabetes mellitus, penyakit hati yang difus dan
kegagalan fungsi ginjal, sehubungan dengan gangguan metabolisme dan ekskresi dari obat-obatan. 9
Spinal anesthesia punya banyak keuntungan seperti kesederhanaan teknik, onset yang cepat, resiko keracunan sistemik yang lebih
kecil, blok anestheti yang baik, perubahan fisiologi, pencegahan dan penanggulangan penyulitnya telah diketahui dengan baik;
analgesia dapat diandalkan; sterilitas dijamin pengaruh terhadap bayi sangat minimal; pasien sadar sehingga dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya aspirasi; dan tangisan bayi yang baru dilahirkan merupakan kenikmatan yang ditunggu oleh seorang ibu.
disertai jalinan psikologik berupa kontak mata antara ibu dengan anak dan penyembuhan rasa sakit pasca operasi yang ditawarkan
oleh morfin neuraxial, potensi untuk hipotensi dengan teknik ini merupakan risiko terbesar bagi ibu. 4,5,10
1. Perubahan kardiovaskuler pada ibu
Yang pertama kali diblok pada analgesi subaraknoid yaituserabut saraf preganglionik otonom, yang merupakan serat saraf halus
(serat saraf tipe B). Akibat denervasi simpatis ini akan terjadi penurunan tahanan pembuluh tepi, sehingga darah tertumpuk di
pembuluh darah tepi karena terjadi dilatasi arterial, arteriol dan post-arteriol. Pada umumnya serabut preganglionik diblok dua
sampai empat segmen dikranial dermatom sensoris yang diblok.4
Besarnya perubahan kardiovaskular tergantung pada banyaknya serat simpatis yang mengalami denervasi. Bila terjadi hanya
penurunan tahanan tepi saja, akan timbul hipotensi yang ringan. Tetapi bila disertai dengan penurunan curah jantung akan timbul
hipotensi berat.4
Perubahan hemodinamik pada pasien yang menjalani seksio cesaria dengan blok subaraknoid telah diselidiki oleh Ueland. Pada
posisi terlentang terjadi penurunan rata-rata tekanan darah dari 124/72 mmHg menjadi 67/38 mmHg; penurunan rata-rata curah
jantung 34% (dari 5400 menjadi 3560 ml/menit) dan isi sekuncup 44% (62 menjadi 35 ml). Sedangkan denyut jantung mengalami
kenaikan rata-rata 17% (90 menjadi 109 kali/menit). Pengaruh pengeluaran bayi terhadap hemodinamik menunjukkan kenaikan
rata-rata curah jantung 52% (2880 ml/menit) dan isi sekuncup 67% (42,2 ml); sedangkan denyut jantung menurun 11 kali/menit,
disertai kenaikan rata-rata tekanan sistolik 21,8 mmHg, diastolik 6,3 mmHg, kenaikan tekanan vena sentral dari 4,9 menjadi 6,75
cm H2 O. Keadaan ini disebabkan karena masuknya darah dari sirkulasi uterus ke dalam sirkulasi utama akibat kontraksi uterus.4
Menurut laporan Wollmann setelah induksi pada pasien yang berbaring lateral tanpa akut hidrasi sebelumnya, tekanan arteri ratarata turun dari 89,2 3,3 menjadi 64,0 3,6 mm-Hg, tekanan vena sentral rata-rata turun dari 6,0 0,9 menjadi 2,0 0,9 cm
H2 O. Setelah bayi lahir tekanan arteri rata-rata menjadi 86,0
13 mmHg dan tekanan vena sentral menjadi 12,6 2,0 cm H2 O (hipotensi yang telah diatasi dengan akut hidrasi memakai 1000
ml cairan dekstrosa 5% di dalam laktat atau Ringer). Pasien tersebut diblok setinggi T2 T6. 4
2. Pengaruh terhadap bayi
Pengaruh langsung zat analgetik lokal yang melewati sawar uri terhadap bayi dapat diabaikan. Menurut Giasi pemberian 75 mg
lidokain secara intratekal akan menyebabkan kadar obat 0,32 mikrogram/ml di dalam darah pasien. Protein plasma dan eritrosit
akan mengikat 70% lidokain di dalam darah. Selain itu efek uterine vaskular shunt akan menyebabkan lebih sedikit lagi konsentrasi
lidokain di dalam bayi. Bonnardot melaporkan, konsentrasi morfin di dalam bayi sangat kecil bilamana diberikan secara intratekal
sebanyak 1 mg morfin untuk mengurangi rasa nyeri karena persalinan. Penyebab utama gangguan terhadap bayi pasca seksio
cesaria dengan analgesia subaraknoid yaitu hipotensi yang menimbulkan berkurangnya arus darah uterus dan hipoksia maternal.
Besarnya efek tersebut terhadap bayi tergantung pada berat dan lamanya hipotensi. 4,5
Penurunan arus darah uterus akan sesuai dengan penurunan tekanan darah rata-rata. Bila tekanan darah rata-rata turun melebihi
31%, arus darah uterus turun sampai 17%. Sedangkan penurunan tekanan darah rata-rata sampai 50%, akan disertai dengan
penurunan arus darah uterus sebanyak 65%. 4
Banyak penulis melaporkan efek hipotensi terhadap bayi berupa perubahan denyut jantung, keadaan gas darah, skor Apgar dan
sikap neurologi bayi. Gambaran deselerasi lambat denyut jantung bayi terjadi bila tekanan sistolik mencapai 100 mmHg lebih dari 4
menit bradikardia selama 10 menit, atau tekanan sistolik mencapai 80 mmHg lebih dari 4 menit.4,10
Beberapa penulis melaporkan bahwa pada pasien yang mengalami hipotensi karena analgesia subaraknoid pada tindakan seksio
cesaria, sering dijumpai bayi dengan skor Apgar yang rendah serta interval mulai menangis yang panjang.4
Menurut Moya skor Apgar yang rendah ditemukan pada ibu yang mengalami penurunan tekanan sistolik, yang mencapai 90 - 100
mgHg selama 15 menit. Beberapa penyelidik mengemukakan bahwa bayi yang baru dilahirkan sedikit lebih asidotik pada pasien
yang mengalami hipotensi. Faktor lamanya hipotensi lebih besar pengaruhnya daripada besarnya hipotensi, terutama pada pasien
yang menderita diabetes. 4,5
Dalam studi epidemiologis pada 5.806 kelahiran Cesar, Mueller dkk menyimpulkan bahwa fetal asidosis meningkat secara signifikan
setelah anestesia spinal, dan hipotensi arterial maternal sejauh ini merupakan masalah yang paling umum dijumpai. Prevalensi
asidosis fetus dengan RA untuk bedah Cesar diyakinkan dalam studi yang lain. Namun, asidosis tidak berkaitan dengan skor Apgar
dan merupakan indikator hasil yang buruk. pH arteri umbilical rendah mencerminkan asidosis respiratorik maupun metabolik,
sedangkan kelebihan basa mencerminkan komponen metabolis saja. Hanya kelebihan basa yang berkaitan dengan neonatal
outcome, nilai kurang dari 12mmol.L-1 memiliki hubungan dengan encephalopati sedang sampai berat dari bayi yang baru lahir.
Namun, pencegahan hipotensi bermanfaat untuk meminimalkan pengaruh terhadap status asam-basa neonatal. 10
B. ANATOMI PUNGGUNG UNTUK SPINAL ANASTESI
Secara anatomis dipilih segemen L2 ke bawah pada penusukan oleh karena ujung
bawah daripada medula spinalis setinggi L2 dan ruang interegmental lumbal ini relatif lebih lebar dan lebih datar dibandingkan
dengan segmen-segmen lainnya. Lokasi interspace ini dicari dengan menghubungkan crista iliaca kiri dan kanan. Maka titik
pertemuan dengan segmen lumbal merupakan processus spinosus L4 atau L45 interspace.
Lapisan jaringan punggung yang dilalui pada waktu penusukan yaitu :
Ligamentum int Ligamentum supraspinosus Subkutis Kutis Ruang subarakhnoid. 4,6,11 Duramater Ruang epidural
Ligamentum flavum erspinosus
C. I. INDIKASI KONTRA ABSOLUT
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapati atau mendapat terapi antikagulan
5. Tekanan intrakranial meninggi
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman/ tanpa didampingi konsultan anesthesia. 6
II. INDIKASI KONTRA RELATIF
1. Infeksi sisitemik (sepsis, bakteremi)
2. Infeksi sekitar suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronis.6
D. PERSIAPAN ANALGESIA SPINAL
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anestesi umum. daerah sekitar suntikan diteliti apakah akan
menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tidak teraba
tonjolanprocesus spinosus. selain itu diperhatikan hal-hal dibawah ini :
1. Informed consent (izin dari pasien)
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal
2. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang, punggung, dan lain lainnya.
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
kalau wanita tersebut duduk atau berdiri volume cairan serebrospinal yang berkurang tersebu menimbulkan tarikan pada strukturstruktur sistem saraf pusat yang sensitif rasa nyeri. kemungkinan komplikasi yang tidak menyenangkan ini dapat dikurangi dengan
menggunakan jarum spinal ukuran kecil dan menghindari banyak tusukan pada meninges. membaringkan wanita tersebut datar
pada punggungnya selama beberapa jam, telah dianjurkan untuk mencegah nyeri kepala pascaspinal, tetapi tidak ada bukti yang
baik bahwa prosedur ini sangat efektif. hidarasi yang banyak telah dikalim bermanfaat, tertapi tidak ada bukti penggunaan yang
mendukung. pemakaian blood patch cukup efektif. beberapa mL darah wanita tersebut tanpa antikoagulan disuntikan secara
epidural ditempat pungsi dural tersebut. salin yang disuntikan serupa dalam volume yang lebih besar juga telah diklaim
menghilangkan sakit kepala penyokong abdomen dapat dikurang dengan cara menggunakan jarum spinal ukuran kecil, korset atau
ikat perut tampaknya menghasilkan mengurangi sakit kepala, tetap berbaring selama 24 jam pascaoperasi. Dan nyeri kepala
tersebut membaik jelas pada hari ketiga dan menghilang pada hari kelima.3,7
5. Disfungsi kandung kencing
Dengan analgesia spinal, sensasi kandung kencing mungkin dilumpuhkan dan pengosongan kandung kencing terganggu selama
beberapa jam setelah persalinan. akibatnya, distensi kandung kencing sering merupakan komplikasi masa nifas, terutama kalau
telah dan masih diberikan volume cairan intravena yang banyak. kombinasi dari (1) infus seliter atau lebih lebih cairan, (2) blokade
saraf dari analgesia epidural atau spinal, (3) efek antidiuretik oksitosin yang diinfuskan setelah lahir dan kemudian dihentikan, (4)
rasa sakit akibat episiotomi yang besar, (5) kegagalan menemukan distensi ksndung kencing pada wanita tersebut secepatnya, dan
(6) kegagalan menghilangkan distensi kandung kencing dengan cepat dengan kateterisasi, sangat mungkin mengakibatkan
disfungsi kandung kencing yang cukup menyulitkan dan infeksi kandung kencing.3
6. Oksitosin dan hipertensi
Secara berlawanan, hipertensi yang ditimbulkan oleh ergonovin (Ergotrate) atau metilergonovin (Methergin) yang disuntikan
setelah persalinan, sangat sering terjadi pada wanita yang telah menerima blok spinal atau epidural.3
7. Arakhnoiditis dan meningitis
Tidak ada lagi ampul anestesika lokal yang disimpan dalam alkohol, formalin, pengawet atau pelarut lain yang sangat toksik. jarum
dan kateter sekarang jarang dibersihkan secara kimiwai sehingga dapat digunakan kembali. sebagai gantinya, digunkan
perlengkapan sekali pakai, dan praktek sekarang ini, ditambah dengan teknik aseptik yang ketat, jarang sekali terjadi meningitis
dan arakhnoiditis.3
F.PENATALAKSANAAN
Sebelum melakukan tindakan analgesia subaraknoid seharusnya dilakukan evaluasi Minis volume darah pasien. Sebaiknya tidak
melakukan teknik ini kalau pasien dalam keadaan hipovolemia, atau keadaan yang menjurus hipovolemia selama persalinan
(misalnya plasenta previa), atau pasien yang mengalami sindroma hipotensi terlentang yang manifes pada waktu persalinan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan (1) hidrasi akut dengan larutan garam seimbang , (2) pengangkatan dan penggeseran uterus
ke sebelah kiri abdomen, (3) pada tanda pertama menurunnya tekanan darah setelah hidrasi segera diberikan vasopresor intra
vena, dan (4) pemberian oksigen.3,4,9,10
1. Hidrasi akut
Sebelum induksi harus dipasang infus intravena dengan kanula atau jarum yang besar, sehingga dapat memberikan cairan dengan
cepat. Hidrasi akut dengan memberikan cairan kristaloid sebanyak 1000 - 1500 ml tidak menimbulkanbahaya overhidrasi; tekanan
darah, denyut jantung dan nadi dalam batas-batas normal .Menurut Wollman pemberian cairan kristaloid sebanyak 1000 ml hanya
menaikkan tekanan vena sentral sebanyak 2 cm air dan nilainya masih dalam batas normal.
Akhir-akhir ini beberapa penulis menganjurkan cairan kristaloid yang tidak mengandung dektrosa. Karena menurut Mendiola, infus
dekstrosa 20 g/jam atau lebih sebelum melahirkan menimbulkan hipoglikemia pada bayi 4 jam setelah dilahirkan. Ini disebabkan
karena pankreas bayi yang cukup umur akan menaikkan produksi insulin sebagai reaksi atas glukosa yang melewati sawar an .
Kenepp melaporkan bahwa terjadi asidemia laktat pada bayi yang dilahirkan yang mendapat hidrasi akut dengan cairan dektrosa
5%. Keadaan ini disebabkan oleh hipotensi, insufisiensi plasenta, dan atau terjadi glikolisis dalam keadaan hipoksia.4,9
2. Mendorong Uterus ke kiri
Usaha yang digunakan untuk mempertahankan perfusi uteroplacenta mencakup posisi miring lateral kiri. Dengan mendorong uterus
ke kiri paling sedikit 10 dapat dihindari bahaya kompresi vena kava inferior dan aorta, sehingga dapat dicegah sindroma hipotensi
terlentang.4,9
Menurut Ueland mengubah posisi pasien dari terlentang menjadi lateral dapat menaikkan isi sekuncup 44,1%, menurunkan denyut
jantung sebanyak 4,5%, dan menaikkan curah jantung 33,5%. Maka pasien yang akan dioperasi harus dibawa pada posisi miring.
Dan kalau pada observasi fungsi vital terjadi manifestasi sindroma hipotensi terlentang yang tidak dapat dikoreksi dengan
mendorong uterus ke kiri, hal ini merupakan indikasi kontra tindakan analgesia regional.
3. Pemberian Vasopresor : Efedrin
Pencegahan dengan akut hidrasi dan mendorong uterus ke kiri dapat mengurangi insidensi hipotensi sampai 50-60%. Pemberian
vasopresor, seperti efedrin, sering sekali dipakai untukpencegahan maupun terapi hipotensi pada pasien kebidanan.
Obat ini merupakan suatu simpatomimetik non katekolamin dengan campuran aksi langsung dan tidak langsung. obat ini resisten
terhadap metabolisme MAO dan metiltransferase katekol (COMT), menimbulkan aksi yang berlangsung lama. efedrin meningkatkan
curah jantung, tekanan darah, dan naadi melalui stimulasi adrenergik alfa dan beta. meningkatkan aliran darah koroner dan skelet
dan menimbulkan bronkhodilatasi melalui stimulasi reseptor beta 2. efedrin mempunyai efek minimal terhadap aliran darah uterus.
dieliminasi dihati, dan ginjal. namun, memulihkan aliran darah uterus jika digunakan untuk mengobati hipotensi epidural atau
spinal pada pasien hamil. Efek puncak : 2-5 menit, Lama aksi : 10-60 menit. Interaksi/Toksisitas: peningkatan resiko aritmia
dengan obat anetesik volatil, dipotensiasi oleh anti depresi trisiklik, meningkatkan MAC anestetik volatil.
Keuntungan pemakaian efedrin ialah menaikan kontraksi miokar, curah jantung, tekanan darah dampai 50%, tetapi sedikit sekali
menurunkan vasokonstriksi pembulu darah uterus. Menurut penyelidikan Wreight, efedrin dapat melewati plasenta dan
menstimulasi otak bayi sehingga menghasilkan skor Apgar yang lebih tinggi.4
Guthe menganjurkan pemberian efedrin 25 - 50 mg IM sebelum dilakukan induksi. Ini dapat mengurangi insidensi hipotensi sampai
24%. Tetapi cara ini sering menimbulkan hipertensi postpartum karena efedrin bekerja sinergistik dengan obat oksitosik.s
Penggunaan profilaksis ephedrine dalam suatu studi dan penggunaan terapi dalam studi yang lain kemungkinan ikut mengakibatkan
fetal asidosis. Demikian pula, penggunaan ephedrine dikaitkan dengan nilai pH arterial umbilical yang lebih rendah saat
dibandingkan dengan phenylephrine dalam suatu kajian sistematis. Literatur tersebut memperdebatkan vasopressor misalnya,
ephedrine atau phenylephrine, yang lebih cocok untuk mengatasi hipotensi selama anestesi spinal pada Sectio Caesaria. Kontroversi
terjadi pada etiologi fetal asidosis apakah hal tersebut karena pengaruh metabolis stimulasi- dalam fetus atau perfusi
uteroplacenta yang kurang baik karena kegagalan darah yang tersita pada bagian splanchnic untuk meningkatkan preload
Pemilihan obat vasopressor mungkin kurang penting dibanding menghindari hipotensi. 4,9
Penulis lain menganjurkan pemberian efedrin cara intravena kalau terjadi hipotensi atau sudah terjadi penurunan tekanan darah 10
mmHg; dosisnya 10 mg yang diulang sampai tekanan darah kembali ke awa1. Bayi yang dilahirkan dengan cara ini mempunyai
skor Apgar sangat baik; pemeriksaan pH dan base-excessnya dalam batas normal, dan sikap neurologi bayi setelah 4 - 24 jam
dilahirkan sangat baik.4
4. Pemberian Oksigen
Pada akhir kehamilan akan terjadi kenaikan alveolar ventilationoksigen sekitar 20% atau lebih. Hal ini mengakibatkan turunnya
sampai 70%, untuk mengimbangi kenaikan konsumsi pCO2 sampai 30 - 32 mmHg. Pada persalinan hiperventilasi terjadi lebih
hebat lagi, disebabkan rasa sakit dan konsumsi oksigen dapat naik sampai 100%. Oleh karena itu apabila terjadi hipoventilasi baik
oleh obat-obat narkotika, anestesi umum maupun lokal, maka akan mudah terjadi hipoksemia yang berat.
Faktor-faktor yang menyebabkan hal ini, yaitu :
turunnya FRC sehingga kemampuan paru-paru untuk menyimpan
0 2 menurun.
naiknya konsumsi oksigen
airway closure
turunnya cardiac output pada posisi supine.
Maka mutlak pemberian oksigen sebelum induksi, dan selama operasi. Pemberian oksigen terhadap pasien sangat bermanfaat
karena :
(a) memperbaiki keadaan asam-basa bayi yang dilahirkan,
(b) dapat memperbaiki pasien dan bayi pada saat episode hipotensi,
(c) sebagai preoksigenasi kalau anestesia umum diperlukan.4,9
Seksio sesarea yang disertai histerektomi yaitu pengangkatan uterus setelah seksio sesarea karena
atoni uteri yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain, pada miomatousus yang besar dan atau
banyak atau pada ruptur uteri yang tidak dapat diatasi dengan jahitan (Manuaba, 1999). Seksio
sesarea vaginal yaitu pembedahan melalui dinding vagina anterior ke dalam rongga uterus (Manuaba,
1999). Seksio sesarea ekstraperitoneal yaitu seksio yang dilakukan tanpa insisi peritoneum dengan
mendorong lipatan peritoneum ke atas dan kandung kemih ke bawah atau ke garis tengah kemudian
uterus dibuka dengan insisi di segmen bawah (Manuaba, 1999).
1.3. Indikasi Seksio Sesarea
Dalam persalinan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan suatu persalinan yaitu jalan
lahir, janin, kekuatan ibu, psikologi ibu dan penolong. Apabila terdapat salah satu gangguan pada
salah satu faktor tersebut akan mengakibatkan persalinan tidak berjalan dengan lancar bahkan dapat
menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin (Mohctar, 1998).
Operasi seksio sesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada
ibu ataupun pada janin. Adapun indikasi dilakukannya seksio sesarea adalah persalinan
berkepanjangan, malpresentasi atau malposisi, disproporsi sefalo-pelvis, distress janin, prolaps tali
pusat, plasenta previa, abrupsio plasenta, penyakit pada calon ibu, bedah sesarea ulangan (Simkin
dkk, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Persalinan berkepanjangan dimana kontraksi dengan kualitas rendah, pembukaan yang tidak
berkembang, bayi yang tidak turun meskipun sudah dilakukan usaha untuk mengistirahatkan rahim
atau merangsang kontraksi lebih kuat; malpresentasi atau malposisi dimana letak bayi dalam rahim
tidak menguntungkan untuk melahirkan lewat vagina. Contoh malpresentasi adalah posisi
transversal, presentasi sungsang. Malposisi mencakup posisi oksiput posterior yang persisten atau
asinklitisme; disproporsi sefalo-pelvis dimana kepala bayi terlalu besar, struktur panggul ibu terlalu
kecil atau kombinasi keduanya; distress janin dimana perubahan tertentu pada kecepatan denyut
jantung janin dapat menunjukkan adanya masalah pada bayi. Perubahan kecepatan jantung ini dapat
terjadi jika tali pusat tertekan atau berkurangnya aliran darah teroksigenasi ke plasenta. Memantau
respon kecepatan jantung janin terhadap rangsang kulit kepala atau menggunakan pemantauan
kejenuhan oksigen janin dapat membantu pemberi perawatan mengetahui apakah bayi
mengompensasi keadaan ini dengan baik atau mulai mengalami efek kekurangan oksigen. Jika bayi
tidak mampu lagi mengompensasinya, perlu dilakukan bedah sesar; prolaps tali pusat dimana jika tali
pusat turun melalui leher rahim sebelum si bayi, kepala atau tubuh bayi dapat menjepit tali pusat
tersebut dan secara drastis mengurangi pasokan oksigen sehingga mengharuskan dilakukannya
melahirkan secara bedah sesar segera; plasenta previa dimana plasenta menutupi sebagian leher
rahim. Saat leher rahim melebar, plasenta terlepas dari rahim menyebabkan perdarahan yang tidak
sakit pada calon ibu. Hal ini dapat mengurangi pasokan oksigen ke janin. Melahirkan lewat vagina
yang aman tidak dimungkinkan pada plasenta previa, karena
Universitas Sumatera Utara
plasenta akan keluar sebelum si bayi (Duffet, 1995; Kasdu, 2003; Simkin dkk, 2008).
Abrupsio plasenta dimana plasenta secara dini terlepas dari dinding rahim. Keadaan ini dapat
menyebabkan perdarahan vagina atau perdarahan tersembunyi dengan sakit perut yang spontan.
Pemisahan ini merupakan pasokan oksigen ke janin dan bergantung pada seberapa banyak plasenta
yang terlepas, perlu dilakukan bedah sesar; penyakit pada calon ibu misalnya ibu mempunyai sakit
jantung atau kondisi medis lain yang serius, ibu mungkin tidak akan mampu menahan stress
persalinan dan melahirkan lewat vagina. Adanya luka herpes pada atau di dekat vagina pada saat
persalinan juga merupakan indikasi untuk melahirkan sesar karena bayi akan tertular infeksi jika
dilahirkan melewati jalan lahir. Seorang ibu yang positif HIV akan dapat mengurangi risiko
penularan virus ke bayinya jika ia menjalani melahirkan sesar yang sudah direncanakan (Duffet,
1995; Simkin dkk, 2008).
1.4. Komplikasi Seksio Sesarea
Kelahiran sesarea bukan tanpa komplikasi, baik bagi ibu maupun janinnya (Bobak, 2004). Morbiditas
pada seksio sesarea lebih besar jika dibandingakan dengan persalinan pervaginam. Ancaman utama
bagi wanita yang menjalani seksio sesarea berasal dari tindakan anastesi, keadaan sepsis yang berat,
serangan tromboemboli dan perlukaan pada traktus urinarius, infeksi pada luka (Manuaba, 2003;
Bobak. 2004).
Universitas Sumatera Utara
Demam puerperalis didefenisikan sebagai peningkatan suhu mencapai 38,5 0 Celcius (Heler, 1997).
Demam pasca bedah hanya merupakan sebuah gejala bukan sebuah diagnosis yang menandakan
adanya suatu komplikasi serius . Morbiditas febris merupakan komplikasi yang paling sering terjadi
pasca pembedahan seksio seksarea (Rayburn, 2001).
Perdarahan masa nifas post seksio sesarea didefenisikan sebagai kehilangan
darah lebih dari 1000 ml. Dalam hal ini perdarahan terjadi akibat kegagalan
mencapai homeostatis di tempat insisi uterus maupun pada placental bed
akibat atoni uteri (Karsono dkk, 1999). Komplikasi pada bayi dapat
menyebabkan hipoksia, depresi pernapasan, sindrom gawat pernapasan dan
trauma persalinan (Mochtar, 1988).
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20014/4/Chapter%20II.pdf
Rantai mangkuk tersebut dari logam dan berfungsi menghubungkan mangkuk denga pemegang.
3. Pipa Penghubung
Terbuat dari pipa karet atau plastic lentur yang tidak akan berkerut oleh tekanan negative.pipa
penghubung berfungsi penghubung tekanan negative mangkuk dengan botol.
4. Botol
Merupakan tempat cadangan tekanan negatif dan tempat penampungan cairan yang mungkin ikut tersedot
( air ketuban, lendir servicks, vernicks kaseosa, darah, dll )
Pada botol ini terdapat tutup yang mempunyai tiga saluran :
o Saluran manometer
o Saluran menuju ke mangkuk
o Saluran menuju ke pompa penghisap
5. Pompapenghisap
Dapat berupa pompa penghisap manual maupun listrik
2.4 INDIKASI
Kala II memanjang
Kelelahan ibu
Malposisi
Gawat janin ringan
Upaya untuk mempersingkat kala II karena alas an tertentu misalnya persalinan p/v pada secsio Caesar
dan penyakit lain.
2.5 KONTRA INDIKASI
Malpresentasi (dahi, puncak, kepala, muka, bokong).
Panggul sempit (disproporsi kepala-panggul)
2.6 PERSYARATAN
1 Pembukaan lengkap atau hampir lengkap
2 Presentasi kepala
3 Cukup bulan (tidak prematur)
4 Tidak ada kesempitan panggul
5 Anak hidup dan tidak gawat janin
6 Kontraksi baik
7 Ibu kooperatif dan masih mampu untuk mengedan (Refleks Mengedan baik)
2.7 PROSEDUR
1. Indikasi / syarat terpenuhi
o Kaji ulang dengan syarat-syarat:
Presentasi belakang kepala/verteks;
Janin cukup bulan;
Pembukaan lengkap;
Kepala di H III-IV atau 1/5 2/5.
2. Periksa kelengkapan alat
I. Pasien
1. Cairan dan slang infus sudah terpasang, Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan dengan air dan
sabun.
2. Uji fungsi dan perlengkapan perlatan ekstraksi vakum.
3. Siapkan alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah.
4. Medikamentosa
a. Oksigen
b. Ergometrin
c. Prokain 1%
5. Larutkan antiseptik (Povidon lodin 10%)
6. Oksigen dengan regulator
7. Instrumen
a. Set partus : 1 set
b. Vakum ekstraktor : 1 setc. Klem ovum : 2
c. Cunam tampon : 1
d. Tabung 5 ml dan jarum suntik No. 23 (sekali pakai) : 2
e. Spekulum Sims atau L dan kateter karet : 2 dan 1
II.Penolong (operator dan asisten)
1. Baju kamar tindakan, pelapis plastik, masker dan kacamata pelindung : 3 set
2. Sarung tangan DTT/steril : 4 pasang
3. Alas kaki (sepatu/boot karet) : 3 pasang
4. Instrumen
a. Lampu sorot : 1
b. Monoaural stetoskop dan stetoskop, tensimeter : 1
III.Bayi
1. Instrumen
a. Penghisap lendir dan sudep/penekan lidah : 1 set
b. Kain penyeka muka dan badan : 2
c. Meja bersih, kering dan hangat (untuk tindakan) : 1
d. Inkubator : 1 set
e. Pemotong dan pengikat tali pusat : 1 set
f. Tabung 20 ml dan jarum suntik No. 23/ insulin (sekali pakai) : 2
g. Kateter intravena atau jarum kupu-kupu : 2
h. Popok dan selimut : 1
i. Alat resusitasi bayi
3. Posisi ibu
4. Pemeriksaan dalam ulang
5. pemasangan cup atau ukuran
6. Penurunan tekanan bertahap
7. melahirkan anak atau resusitasi
8. evaluasi jalan lahir
2.8 TEKNIK TINDAKAN EKSTRAKSI VACUM
1. Ibu dalam posisi litotomi (Mac Robert) dan dilakukan disinfeksi daerah genetalia ( vulva toilet ).
Sekitar vulva ditutup dengan kain steril
2. Setelah semua alat ekstraktor terpasang, pilih mangkuk atau cup yang sesuai. dilakukan pemasangan
mangkuk dengan tonjolan petunjuk dipasang di atas titik petunjuk kepala janin. Pada umumnya dipakai
mangkuk dengan diameter terbesar yang dapat dipasang.
3. Pasang pada bagian terendah menjauhi ubun-ubun besar dan perhatikan posisi ubun-ubun kecil
4. Dilakukan penghisapan dengan tekanan negative -0,3 kg/cm2 kemudian dinaikkan -0,2 kg /cm2 tiap 2
menit sampai mencapai -0,7 kg/cm2. maksud dari pembuatan tekanan negative yang bertahap ini supaya
kaput suksedaneum buatan dapat terbentuk dengan baik
o
5. Dilakukan periksa dalam vagina untuk menemukan apakah ada bagian jalan lahir atau kulit ketuban
yang terjepit diantara mangkuk dan kepala janin.
6. Bila perlu dilakukan anastesi local, baik dengan cara infiltrasi maupun blok pudendal untuk kemudian
dilakukan episiotomi.
7. Bersamaan dengan timbulnya his, ibu dipimpin mengejan dan ekstraksi dilakukan dengan cara menarik
pemegang sesuia dengan sumbu panggul. Ibujari dan jari telunjuk serta jari tanan kiri operator menahan
mangkuk supaya tetap melekat pada kepala janin. Selama ekstraksi ini, jari-jari tangan kiri operator
tersebut, memutar ubun-ubun kecil menyesuaikan dengan putaran paksi dalam. Bila ubun-ubun sudah
berada di bawah simfisis, arah tarikan berangsur-angsur dinaikan ( keatas ) sehingga kepala lahir. Setelah
kepala lahir, tekanan negative dihilangkan dengan cara membuka pentil udara dan mangkuk kemudian
dilepas. Janin dilahirkan seperti pada persalinan normal dan plasenta umumnya dilahirkan secara aktif.
2.9 TEKNIK VAKUM EKSTRAKSI
a. anestesi / asissten : anestesi adekuat dan tim neonatal yang baik
b. bladder : kandung kemih kosong
c. cerviks pembukaan lengkap,ketuban sudah pecah.
d. Determine:posisi,station dan panggul baik.hati_hati distosia bahu.
e. Equipment:tes cup,karet,tombol katup dan tekanan.
f. Fontanelle:letekkan posisi cup pada sutura sagitalis mengenai ubun-ubun kecil.periksa dengan jari
sekeliling cup,apakah ada jaringan yang terjepit.
g. Gentletraction:naikkan tekanan -100 mmhg perlahan dan diantara kontraksi.tarik apabila ada
kontraksi.naikkan hingga -600 mmhg ibu disuruh mengedan bila his +,tarikan sesuai dengan sudut jalan
lahir.
h. Halt:gagal bila ada the rules of threes
i. Incision:episiotomy jika ada kemungkinan robekan perineum.
j. Jaw:lepaskan cup ketika rahang bawah lahir atau persalinan lengkap.
2.10 BEBERAPA PERTIMBANGAN
Episiotomy perlu atau tidak
Perhatikan sewaktu mulai menarik apakah kesannya berat
Antisipasi kemungkinan gagal
Kesadaran atas keterbatasan peralatan dan kemampuan
2.11 GAGAL VAKUM(RULES OF THREES)
3 tarikan, lebih dari 3 kontraksi tidak ada kemajuan
3 kali cup lepas
30 menit tidak ada kemajuan
2.12 SEBAB-SEBAB CUP LEPAS
Tenaga vacuum terlalu rendah
Tekanan negative terlalu cepat
Ada selaput ketuban
Ada bagian jalan lahir yang terjepit
Kordinasi tangan kiri dan kanan tidak baik
Teraksi terlalu kuat
Cacat pada alat atau kebocoran
Ada disproporsi feto pelvic
2.13 KOMPLIKASI
Kegagalan
Trauma jalan lahir atau laserasi
Trauma janin
Kaput yang panjang atau besar
Cephal hematoma
Trauma cerebral
2.14 KEUNTUNGAN TINDAKAN EKSTRAKSI VACUM
Cup dapat dipasang waktu kepala masih agak tinggi, H III atau kurang dari demikian mengurangi
frekwensi SC
Tidak perlu diketahui posisi kepala dengan tepat, cup dapat di pasang di belakang kepala, samping kepala
ataupun dahi.
Tarikan tidak dapat terlalu berat. Dengan demikian kepala tidak dapat dipaksakan melalui jalan lahir.
Apabila tarikan terlampau berat cup akan lepas dengan sendirinya.
Cup dapat di pasang meskipun pembukaan belum lengkap, misalnya pada pembukaan 8-9 cm, untuk
mempercepat pembukaan.untuk ini dilakukan tarikan ringan yang kontinu sehingga kepala menekan pada
cervik. Tarikan tidak boleh terlalu kuat untuk mencegah robekan cervik. Di samping itu cup tidak boleh
terpasang lebih dari jam untuk menghindari kemungkinan timbulnya perdarahan pada otak.
Vacum ekstraktor dapat juga dipergunakan untuk memutar kepala dan mengadakan fleksi kepala ( missal
pada letak dahi ).
2.15 KERUGIAN TINDAKAN EKSTRAKSI VACUM
Kerugian dari tindakan fukum adalah waktu yang diperlukan untuk pemasanga cup sampai dapat ditarik
relative lebih lama ( kurang lebih 10 menit ) cara ini tidak dapat dipakai apabila ada indikasi untuk
melahirkan anak dengan cepat seperti misalnya pada fetal distress ( gawat janin ) alatnya relative lebih
mahal disbanding dengan forcep biasa.
2.16 YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM TINDAKAN EKTRAKSI VACUM
Cup tidak boleh dipasang pada ubun-ubun besar
Penurunan tekanan harus berangsur-angsur
Cup dengan tekanan negative tidak boleh terpasang lebih dari jam
Penarikan waktu ekstraksi hanya dilakukan pada waktu ada his dan ibu mengejan
Apabila kepala masih agak tinggi ( H III ) sebaiknya dipasang cup terbesar (diameter 7 cm)
Cup tidak boleh dipasang pada muka bayi
Vacum ekstraksi tidak boleh dilakukan pada bayi premature
2.17 BAHAYA-BAHAYA TINDAKAN EKSTRAKSI VACUM
1. Terhadap Ibu
o Robekan bibir cervic atau vagina karena terjepit kepala bayi dan cup
2. Terhadap Anak
o Perdarahan dalam otak. Caput succedaneum artificialis akan hilang dalam beberapa hari,
2.18 PENGARUH EKSTRAKSI VAKUM PADA KECERDASAN ANAK
Tidak semua persalinan seseorang bisa berlangsung lancar secara normal, kadang akan melalui proses
persalinan buatan dengan alat ektraksi vakum , forseps, atau melalui proses operasi Caesar. Cara
persalinan buatan dengan ekstraksi vakum relatif banyak digunakan para dokter kebidanan saat ini, teknik
persalinan buatan ini relatif aman baik bagi ibu maupun bayinya.
Selama ini banyak beredar rumor di masyarakat tentang dampak buruk ekstraksi vakum bagi kesehatan
anak, sehingga para ibu takut dan menolak dilakukan ekstraksi vakum sehingga meminta tindakan operasi
Caesar. Sebenarnya alasan penolakan sang ibu tersebut kurang tepat karena semua tindakan persalinan
dengan alat bantu tersebut jika dilakukan oleh tenaga terlatih/profesional yang kompeten, tetap aman bagi
bayi dan ibu.
Penggunaan alat ekstraksi vakum bertujuan membantu sang bayi lahir tepat waktu sesuai kesepakatan
umum yang dipakai para ahli kebidanan yakni pada kehamilan pertama rentang waktu mengejan antara
sampai 2 jam dan untuk ibu yang sudah pernah melahirkan dengan rentang waktu hingga 1 jam, malah
rentang waktu tersebut bisa dipersingkat atas indikasi bayi atau ibu. Semua batasan waktu yang dipakai
tersebut demi upaya menurunkan risiko angka kesakitan dan kematian terhadap bayi.
Teknik melahirkan bayi menggunakan alat vakum telah diperkenalkan sejak tahun 1840 oleh Simpson,
dan model alat ini terus berubah demi mengurangi risiko pada bayi yang diperkenalkan Malmstrom tahun
1954. Alat ekstraksi vakum dibuat dalam dua bentuk. Ada yang terbuat dari bahan stainless dan silastic
yang masing-masing punya keunggulan. Prinsip kerja alat ekstraksi vakum adalah dengan memberikan
tekanan negatif,sehingga akan membentuk kaput dikulit kepala bayi yang berguna sebagai tempat tarikan
saat ibu mengejan. Penggunaan alat ektraksi vakum pada persalinan buatan hanya untuk tenaga tambahan
bukan menggantikan tenaga mengejan ibu, kekuatan dan teknik dalam menarik kepala bayi inilah yang
sering menjadi faktor risiko terjadi komplikasi terutama untuk bayi. Bila tarikan terlalu kuat berisiko
terjadi perdarahan dibawah kulit atau perdarahan otak. Karena dilakukan tarikan kepala bayi dengan ala
Alasan pemilihan alat ekstraksi vakum (alat bantu persalinan pervaginam) adalah untuk menghindari
tingginya angka operasi Caesar, yang sudah tentu membutuhkan biaya relatif lebih besar dan risiko dari
tindakan operasi terhadap ibu, bila dibandingkan dengan tindakan ekstraksi vakum.
Hal yang sering membuat sang ibu takut anaknya dilahirkan dengan ekstaksi vakum adalah akibat
terbentuknya kaput (kulit kepala anak yang menonjol) segera saat bayi lahir, sebenarnya kaput tersebut
tak perlu dirisaukan sebab kaput tersebut memang harus ada untuk tempat kepala bayi tersebut. Seorang
tenaga profesional dalam melakukan tarikan telah mempunyai feeling atau rasa dalam kekuatan tarikan
yang diberikan, operator biasa dapat menilai apakah tarikan yang diberikan telah sesuai dengan menilai
ada bagian kepala anak yang turun dari jalan lahir. Bila tarikan yang diberikan telah optimal tapi tidak
signifikan dengan majunya kepala bayi, dokter/operator kemungkinan akan mempertimbangkan tindakan
operasi Caesar, demi mencegah hal komplikasi yang tidak diinginkan
Komplikasi yang sering terjadi pada tindakan partus buatan dengan ektraksi vakum, biasanya timbul
akibat terlalu lama dan terlalu kuatnya tarikan. Kadang sering juga operator menghadapi kendala dari
pihak keluarga akibat sikap keluarga yang tidak siap untuk operasi dan meminta dokter untuk mencoba
tetap lahir pervaginam, walau dokter telah merasa tarikan vakum sangat berat. Dampak dari anak yang
dilahirkan dengan bantuan alat ektraksi vakum bila dilakukan oleh tenaga profesional biasanya tetap
aman, seperti laporan penelitian yang dilakukan oleh Towner dkk dari California (1999) dari 583.400
wanita, selama 2 tahun, baik melalui operasi, tarikan forseps, vakum dan lahir spontan. Dari hasil
penelitian tersebut terlihat risiko terjadi perdarahan intrakranial pada bayi sangat bervariatif baik ibu
melahirkan secara normal, memakai alat maupun dengan lahir dengan operasi Caesar. Sebagai contoh,
risiko terjadi perdarahan intrakranial akibat tindakan vakum 1 0rang setiap 860 tindakan, sedangkan
akibat lahir spontan 1 kasus setiap 1900. Sedangkan bila bayi lahir dengan tarikan forseps risiko
perdarahan otak hanya 1 kasus setiap 600 bila dibandingkan dengan operasi Caesar 1 kasus setiap 900.
Hasil penelitian tadi memberi gambaran pada kita tentang kecilnya risiko terjadi perdarahan otak pada
bayi yang dilahirkan dengan ekstraksi vakum
Sedang dalam hal pengaruh terhadap kepintaran sang anak juga tidak ada perbedaan yang bermakna, mari
kita amati penelitian yang dilakukan Seidman dkk(1991) di West Yerusssalem Hospital setelah sang anak
berusia 17 tahun, anak yang dilahirkan spontan mempunyai inteligen skore 105, kelahiran dengan Forseps
104, anak yang lahir dengan vakum 105 dan dengan operasi Caesar 103.
Malah hasil anak yang dioperasi memberikan hasil Inteligen skor yang relatif rendah dari lahir
pervaginam. Bila kita kaji hasil penelitian ini memberikan masukan yang jauh berbeda dengan anggapan
masyarakat selama ini, seolah-olah kalau mau anak pintar sebaiknya lahir denan operasi Caesar. Tindakan
operasi pasti sangat praktis karena segera kita dapat melihat bayi lahir, akan tetapi perlu dingat dan
dipertimbangkan tindakan operasi mempunyai risiko komplikasi.
Pilihan tindakan operasi sebaiknya hanya dilakukan pada kasus-kasus yang memang mutlak diperlukan
bukan oleh karena alasan alasan yang irasional. Karena kalau dengan alasan akan kepintaran anak, jelasjelas tidak beralasan karena dari beberapa penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang nyata lebih baik
atau bermakna tingkat intelegensi anak yang dilahirkan dengan operasi Caesar dengan lahir normal atau
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Teknik melahirkan bayi menggunakan alat vakum telah diperkenalkan sejak tahun 1840 oleh Simpson,
dan model alat ini terus berubah demi mengurangi risiko pada bayi yang diperkenalkan Malmstrom tahun
1954. Alat ekstraksi vakum dibuat dalam dua bentuk. Ada yang terbuat dari bahan stainless dan silastic
yang masing-masing punya keunggulan. Prinsip kerja alat ekstraksi vakum adalah dengan memberikan
tekanan negatif,sehingga akan membentuk kaput dikulit kepala bayi yang berguna sebagai tempat tarikan
saat ibu mengejan. Penggunaan alat ektraksi vakum pada persalinan buatan hanya untuk tenaga tambahan
bukan menggantikan tenaga mengejan ibu, kekuatan dan teknik dalam menarik kepala bayi inilah yang
sering menjadi faktor risiko terjadi komplikasi terutama untuk bayi. Bila tarikan terlalu kuat berisiko
terjadi perdarahan dibawah kulit atau perdarahan otak. Karena dilakukan tarikan kepala bayi dengan ala
Alasan pemilihan alat ekstraksi vakum (alat bantu persalinan pervaginam) adalah untuk menghindari
tingginya angka operasi Caesar, yang sudah tentu membutuhkan biaya relatif lebih besar dan risiko dari
tindakan operasi terhadap ibu, bila dibandingkan dengan tindakan ekstraksi vakum.
Hal yang sering membuat sang ibu takut anaknya dilahirkan dengan ekstaksi vakum adalah akibat
terbentuknya kaput (kulit kepala anak yang menonjol) segera saat bayi lahir, sebenarnya kaput tersebut
tak perlu dirisaukan sebab kaput tersebut memang harus ada untuk tempat kepala bayi tersebut. Seorang
tenaga profesional dalam melakukan tarikan telah mempunyai feeling atau rasa dalam kekuatan tarikan
yang diberikan, operator biasa dapat menilai apakah tarikan yang diberikan telah sesuai dengan menilai
ada bagian kepala anak yang turun dari jalan lahir. Bila tarikan yang diberikan telah optimal tapi tidak
signifikan dengan majunya kepala bayi, dokter/operator kemungkinan akan mempertimbangkan tindakan
operasi Caesar, demi mencegah hal komplikasi yang tidak diinginkan
3.2 SARAN
Sebagai tanaga kesehatan kita harus mengetahui dan memahami tentang cara penggunaan, indikasi,
prinsip-prinsip penggunaan vakum ekstraksi dalam pertolongan persalinan. Hal ini sangat penting ketika
kita sebagai bidan menghadapi persalinan dengan penyulit dan jauh dari rumah sakit maka persalinan
dengan vakum bisa digunakan tantunya dengan prosedur yang sudah kami jelaskan diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Azzawi Al Farogk. ( 1991 ). Teknik Kebidanan Penerbit Buku Kedokteran. EGC
Bagian Obstetri dan Genokologi. (1997). Ilmu Fantom Bedah Obstetri. Semarang: FKUI
Purnawan J. Atiek SS. Husna A. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:FKUI
Mochtar, Rustam. 1998. Sinpsis Obstetri. Jakarta : ECG.
Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan , dan Keluarga Berencana untuk Pendidik Bidan.
Jakarta : ECG..
Prawirohario, Sarwono. 2002. Asuhan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBPSP. Sastrawinata, Sulaiman.
1993. Obstetri Fisiologi. Bandung : Fakultas kedokteran Universitas Padjajaran Bandung.
Varney, Helen. 2001. Buku Saku Bidan. Jakarta : ECG.
Medicastore.com
Ayurai.wordpress.com