Referat Kelainan Refraksi
Referat Kelainan Refraksi
jari sekitar 8mm, lebih tebal di perifer berbanding di sentral dan mempunyai
indeks refraksi 1.3771.2 Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola
mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu :1
a. Epitel
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke
depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat
dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya
melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
b. Membran Bowman
c. Stroma
Bersifat higroskopis yag menarik air. Kadar air diatur oleh fungsi
pompa sel endotel dan penguapan oleh epitel.
d. Membran Descement
e. Endotel
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. Saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman, melepaskan
selubung Schwannnya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai kepada kedua
lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin
ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.1
lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terusmenerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral
lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat
lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul
lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di
bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai
korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut
sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus
lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih
muda.
Di
bagian
perifer
kapsul
lensa
terdapat
zonula
Zinn
yang
mengandung sangat sedikit sel yang mensintesis kolagen dan asam hialuronat
(Luiz Carlos Junqueira, 2003). Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan
sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak
terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya
kekeruhan badan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada
pemeriksaan oftalmoskopi (H. Sidarta Ilyas, 2004). Vitreous humor penting
untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis.
5. Panjang Bola Mata
Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan.
Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh karena kornea (mendatar atau cembung) atau adanya
perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar
normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia
yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.
2.2 Fisiologi penglihatan normal
Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama,
pembiasan sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang
berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, aqueous humor, lensa,
dan vitreous humor. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung
atau cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga,
konstriksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di retina
sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang terlalu
terang memasukinya atau melewatinya, dan ini penting untuk melindungi mata dari
paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat, pemfokusan, yaitu
pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua bola mata terfokus ke
arah objek yang sedang dilihat.
Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa.
Mata memiliki sususan lensa, sistem diafragma yang dapat berubah- ubah (pupil),
dan retina yang dapat disamakan dengan film. Susunan lensa mata terdiri atas empat
perbatasan refraksi:
1. perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara
2. perbatasan antara permukaan posterior kornea dan aqueous humor
3. perbatasan antara aqueous humor dan permukaan anterior lensa
4. perbatasan antara permukaan posterior lensa dan vitreous humor.
Masing-masing memiliki indek bias yang berbeda-beda, indek bias udara
adalah 1, kornea 1.38, aqueous humor 1.33, lensa 1.40, dan vitreous humor 1.34.
2.2.1
Akomodasi
Akomodasi
adalah
kesanggupan
mata
untuk
memperbesar
daya
Teori Helmholtz
Di mana zonula Zinn kendor
Teori Thsernig
Dasarnya adalah bahwa nucleus lensa tidak dapat berubah bentuk
sedang yang dapat berubah bentuk adalah bagian lensa superfisial atau
korteks lensa. Pada waktu akomodasi terjadi tegangan pada zonula
Zinn sehingga nucleus lensa terjepit dan bagian lensa superfisial di
depan nucleus akan mencembung.
BAB III
PEMERIKSAAN VISUS
3.1 Pemeriksaan Refraksi
Pemeriksaan refraksi terdiri dari 2 yaitu refraksi subyektif dan refraksi
obyektif. Refraksi subyektif tergantung respon pasien untuk mendapatkan koreksi
refraksi yang memberikan tajam penglihatan terbaik.
3.2 Optotipi Snellen
Visus adalah jarak kemampuan melihat atau ketajaman penglihatan
seseorang, yang dinilai sebelum dan sesudah koreksi dengan cara menilai
kemampuan melihat optotipi atau menghitung jari atau gerakan tangan.
Visus 6/6 pada jarak 6m dapat melihat huruf yang seharusnya terlihat
pada jarak 6m
Visus 6/10 - pada jarak 6m hanya dapat melihat huruf yang seharusnya
dapat dilihat pada jarak 10m.
Hitung jari digunakan bila visus kurang dari 6/60, pada orang normal jari
dapat dilihat terpisah jarak 60m
Bila tidak dapat melihat jari pada jarak l m, maka dilakukan dengan cara
uji lambaian tangan.
Bila lambaian tangan juga tidak terlihat, dilakukan penilaian dengan pen
light pada mata pasien (light perception). Pada orang normal dapat
melihat adanya sinar pada jarak tak terhingga.
40 tahun : S+1,00
42 tahun : S+1,25
45 tahun : S+1,50
47 tahun : S+1,75
50 tahun : S+2,00
52 tahun : S+2,25
55 tahun : S+2,50
57 tahun : S+2,75
Total Blindness
No light perception.
BAB IV
KELAINAN REFRAKSI
4.1 Definisi
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina.
Secara umum, terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga
menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi
dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus.
Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan
lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.
Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga pada
mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada
retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh),
hipermetropia (rabun dekat), dan astigmat.
4.2 Emetropia
Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh difokuskan
sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak
difokuskan pada makula lutea disebut ametropia. Mata emetropia akan mempunyai
penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila media penglihatan seperti kornea,
lensa, dan badan kaca keruh maka sinar tidak dapat diteruskan di makula lutea. Pada
keadaan media penglihatan keruh maka penglihatan tidak akan 100% atau 6/6.1
BAB V
MIOPIA
5.1 Definisi
Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang
sejajar dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak
berakomodasi. Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila
dekat sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien miopia
mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat
sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan
menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap
maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli
seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer,dengan myopik kresen
pada papil saraf optik. Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan
memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3.0 memberikan tajam
penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya diberikan
lensa koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah
dikoreksi.1
Pada miopia tinggi sebaiknya koreksi dengan sedikit kurang atau under
correction. Lensa kontak dapat dipergunakan pada penderita myopia. Pada saat ini
myopia dapat dikoreksi dengan tindakan bedah refraksi pada kornea atau lensa.
Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi
retina dan juling. Juling esotropia atau juling ke dalam biasanya mengakibatkan
mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi satu
mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.1
Gambar 4. Miopia
5.2 Klasifikasi
5.2.1
5.2.2
JOM didefinisikan sebagai miopia dengan onset antara 7-16 tahun yang
disebabkan terutama oleh karena pertumbuhan sumbu aksial dari bola mata
yang fisiologis. Esophoria, astigmatisma, prematuritas, riwayat keluarga dan
kerja berlebihan yang menggunakan penglihatan dekat merupakan faktorfaktor risiko yang dilaporkan oleh berbagai penelitian. Pada wanita,
peningkatan prevalensi miopia terbesar terjadi pada usia 9-10 tahun,
sementara pada laki-laki terjadi pada usia 11-12 tahun. Semakin dini onset
dari miopia, semakin besar progresi dari miopianya. Miopia yang mulai
terjadi pada usia 16 tahun biasanya lebih ringan dan lebih jarang ditemukan.
Progresi dari miopia biasanya berhenti pada usia remaja ( pada usia 16
tahun, pada usia 15 tahun)
2. Adult-Onset Myopia (AOM)
AOM dimulai pada usia 20 tahun. Miopia yang terjadi pada usia 20 sampai
40 tahun disebut sebagai early adult onset myopia, sedangkan myopia yang
terjadi setelah usia 40 tahun disebut late adult onset myopia. Kerja mata
yang berlebihan pada penglihatan dekat merupakan faktor risiko dari
perkembangan miopia.
5.2.3
5.2.4
Miopia ringan
< -3,00 D
Miopia sedang
Miopia berat
>-9,00 D
dengan
pandangan
yang
sangat
dekat,
namun
pada
yang
sering
sering
menyipitkan
mata,merupakan
hal
5.3 Komplikasi4
1. Strabismus divergens
2. Ablasio retina
3. Perdarahan badan kaca.
4. Perdarahan koroid
5.4 Penatalaksanaan
a. Nonfarmakologi
Kaca Mata
Lensa kontak
Lensa kontak mengurangi masalah kosmetik yang muncul pada
penggunaan kacamata akan tetapi memerlukan perawatan lensa yang
benar dan bersih.
menyebabkan sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK, PRK bagus
untuk miopi -2 sampai -6 dioptri.4
Kelemahan
Penyembuhan postoperatif yang lambat
Keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan keterlambatan
pulihnya penglihatan dan pasien merasa nyeri dan tidak nyaman
selama beberapa minggu.
Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu penglihatan
PRK lebih mahal dibanding RK
Motivasi pasien
Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis
merupakan kontraindikasi absolut LASIK.
BAB VI
HIPERMETROPIA
6.1 Definisi
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan suatu kelainan refraksi dimana
sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan istirahat
atau tanpa akomodasi di fokuskan di belakang retina. Pada hipermetropia bayangan
terbentuk di belakang retina, yang menghasilan penglihatan penderita hipermetropia
menjadi kabur. Hal ini dikarenakan bola mata penderita terlalu pendek atau daya
pemiasan kornea dan lensa terlalu lemah.Banyak anak lahir dengan hiperopia, dan
beberapa mereka tumbuh normal dengan pemanjangan bola mata. Terkadang sulit
dibedakan hiperopia dengan presbiopia, yang juga menyebabkan masalah
penglihatan dekat namun karena alasan yang berbeda.
Berikut
gambar
skematik
pembentukan
bayangan
pada
penderita
6.2 Etiologi4
Hipermetropia dapat disebabkan:
a. Hipermetropia aksial
Merupakan kelainan refraksi akibat bola mata yang terlalu pendek
b. Hipermetropia refraktif
Dimana daya pembiasan mata terlalu lemah
c. Hipermetropia kurvatur
Dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan terfokus
di belakang retina
d.
Hipermetropia indeks
Berkurangnya indeks bias akibat usia atau sedang dalam pengobatan
diabetes.
e.
Hipermetropia posisional
Posisi lensa yang posterior.
f.
Afakia
6.3 Klasifikasi
6.3.1 Klasifikasi hipermetropia berdasarkan gejala klinis4
1. Hiperopia simpleks yang disebabkan oleh variasi biologi normal dalam
pertumbuhan bola mata, etiologinya bisa aksial atau kurvatur
2. Hiperopia patologik disebabkan kongenital atau didapat yang di luar vaiasi
biologi normal :
a. Hipermetropia indeks
b. Hipermetropia posisional
c. Afakia
d. Consecutive hypermetropia
2. Hipermetropia Manifes
Terdiri dari
o Hiperopia Fakultatif
o Hipermetropia Absolut
Penglihatan subnormal
Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan
kurang terang atau penerangan kurang
Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata
yang lama dan membaca dekat
Gejala Obyektif
Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otototot
akomodasi di corpus ciliare.
Karena akomodasi yang terus menerus, juga timbul hiperraemi dari mata.
Mata kelihatan terus merah. Juga fundus okuli, terutama N II kelihatan
merah, hingga memeberi kesan adanya radang dari N II.
6.5 Komplikasi4
1. Blefaritis atau chalazia
2. Accommodative convergent squint
3. Ambliopia
4. Predisposisi untuk terjadi glaucoma sudut tertutup
6.6 Penatalaksanaan Hipermetropia
1. Hiperopia dikoreksi dengan lensa positif yang terkuat. Bisa
dengan
BAB VII
ASTIGMATISMA
7.1 Definisi
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau
lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak
difokuskan pada satu titik. Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval
seperti telur, makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan
umumnya setiap orang memiliki astigmat yang ringan.
7.2 Klasifikasi Astigmatisma4
1
Astigmatisma Reguler
Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan kekuatan
pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu
meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang
teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.
Etiologi
a. Corneal astigmatisme
Abnormalitas kelengkungan kornea
b. Lenticular astigmatisme
Jarang. Bisa akibat :
Klasifikasi
a. Simple astigmatism, dimana satu dari titik fokus di retina. Fokus lain
dapat jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu meridian
adalah emetropik dan yang lainnya hipermetropia atau miopia. Yang
kemudian ini dapat di rumuskan sebagai Simple hypermetropic
astigmatism dan Simple myopic astigmatism.
b. Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh tepat
di retina tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina. Bentuk
refraksi kemudian hipermetropi atau miop. Bentuk ini dikenal dengan
Compound
hypermetropic
astigmatism
dan
Compound
miopic
astigmatism.
c. Mixed Astigmatism, dimana salah satu focus berada didepan retina dan
yang lainnya berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk
hipermetrop pada satu arah dan miop pada yang lainnya.
Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan sumbusumbunya terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertical, maka
astigmatisme ini dibagi menjadi astigmatism with the rule (astigmatisme
direk), dengan daya bias yang lebih besar terletak di meridian vertikal, dan
astigmatism against the rule (astigmatisma inversi) dengan daya bias yang
lebih besar terletak dimeridian horizontal.4 Astigmatisme lazim lebih sering
ditemukan pada pasien berusia muda dan astigmatisme tidak lazim sering
pada orang tua.
2
Astigmatisma irregular
Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak lurus.
Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang
sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada keadaan ini daya atau
orientasi meridian utamanya berubah sepanjang bukaan pupil.
Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan
distrofi atau akibat kelainan pembiasan.
Sakit kepala
7.4 Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien akan
datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada pemeriksaan fisik,
Gambar 15.Gambaran Kornea normal dan kornea astigmat dengan tes Plasido
7.5 Penatalaksanaan5
Astigmatisma ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman penglihataan (0,5
D atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada astigmatsma yang berat
dipergunakan kacamata silinder, lensa kontak atau pembedahan.
1. Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif
dilakukan dengan sumbu tegak lurus (90o +/- 20o) atau dengan selinder positif
dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o). Sedangkan pada astigmatism with the
rule diperlukan koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o)
atau bila dikoreksi dengan silinder positif sumbu vertikal (90o +/- 20o).
Pada koreksi astigmatisma dengan hasil keratometri digunakan hukum Jawal :
a. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism with the rule
dengan selinder minus 180 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri
yang ditemukan ditambahkan dengan nilainya dan dikurangi dengan 0,5
D.
b. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism againts the rule
dengan selinder minus 90 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri
yang ditemukan ditambahkan dengan nilainya dan ditambah dengan 0,5
D.
2. Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi
astigmat yang terjadi di permukaan kornea.
3. Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau
dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada bebrapa
prosedur pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya :
a. Photorefractive Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk membentuk
kurvatur kornea.
8.3 Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata
karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul
sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi
lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung,
dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.
8.4 Klasifikasi
1. Presbiopia Insipien
Tahap awal perkembangan presbiopia, dari anamnesa didapati pasien
memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan
bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak preskripsi kaca mata
baca.
2. Presbiopia Fungsional
Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan kelainan
ketika diperiksa.
3. Presbiopia Absolut
Peningkatan derajat presbiopia dari presbiopia fungsional, dimana proses
akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali.
4. Presbiopia Prematur
Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya
berhubungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan.
5. Presbiopia Nokturnal
Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan oleh
peningkatan diameter pupil.
8.4 Gejala Klinis
Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40
tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah,
berair dan sering terasa pedas.
Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh
dan pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan
cetakan kecil.
Presbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35 tahun
untuk ras lainnya.
8.5 Penatalaksanaan
Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur 40
tahun (umur rata rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun
diatasnya ditambahkan lagi sferis + 0.50.
Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara:
1. Kacamata baca untuk melihat dekat saja
2. Kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain
BAB IX
KELAINAN REFRAKSI LAIN
9.1 ANISOMETROPIA
9.1.1 Definisi2
Merupakan kelainan di mana kekuatan refraksi kedua mata berbeda,
dapat saja 1 mata miopia dan mata lainnya hipermetropia. Anisometropia
mengakibatkan pada bayi apa yang disebut sebagai ambliopia (berkurangnya
penglihatan pada satu mata). Pada keadaan yang berat ianisometropia tertentu
otak tidak dapat melihat besarnya benda yang berbeda. Perkembangan
selanjutnya mata akan senang melihat dengan satu mata dan melakukan supresi
pada mata lainnya.
9.1.2
Klasifikasi4
1
Simple anisometropia
Satu mata emetropia dan satu mata lagi miopia atau hipermetropia.
Compound anisometropia
Kedua mata myopia atau hipermetropia namun salah satu mempunyai
kelainan refraksi yang lebih besar.
Mixed anisometropia/antimetropia
Satu mata myopia sedangkan satu mata lagi hipermetropia.
9.1.3
9.1.4
Gejala klinis2
Penatalaksanaan2
1
Kacamata
Lensa kontak
Tindakan bedah
Operasi Fucala
9.2 ANISEIKONIA
9.2.1 Definisi2
Keadaan pada kedua mata memberikan bayangan yang tidak sama
besarnya. Aniseikonia sering dikaitkan dengan tidak samanya kelainan refraksi
pada kedua mata.
9.2.2
9.2.3
Etiologi2
Klasifikasi4
1. Optical aniseikonia
2. Retinal aniseikonia
3. Cortical aniseikonia
9.2.4
9.2.5
Gejala klinis2
Sakit kepala
Astenopia
Fotofobia
Penatalaksanaan2
1
Kacamata
Lensa kontak
9.3 AMBLIOPIA
9.3.1 Definisi2
Ambliopia atau mata malas, merupakan kelainan mata dengan gejala
penglihatan yang tidak disertai dengan adanya kelainan pada mata. Ambliopia
merupakan suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan mencapai optimal
sesuai dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah dikoreksi kelainan
refraksinya. Pada ambliopia terjadi penurunan tajam penglihatan unilateral atau
bilateral disebabkan karena kehilangan pengenalan bentuk, interaksi binokuler
abnormal, atau keduanya dimana tidak ditemukan kausa organik pada
pemeriksaan fisik mata dan pada kasus yang keadaan baik, dapat dikembalikan
fungsinya dengan pengobatan.
9.3.2 Etiologi2
Strabismus
Anisometropia
9.3.4 Pemeriksaan
1. Uji Crowding Phenomena
Penderita ambliopia kurang mampu untuk membaca bentuk / huruf yang
rapat dan mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut.
Tajam penglihatan yang dinilai dengan cara konvensional yang berdasar
kepada kedua fungsi tadi selalu mendekati normal.
Telah diketahui bahwa penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi
huruf yang tersusun linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang
terisolasi, maka dapat kita lakukan dengan penderita diminta membaca kartu
snellen sampai huruf terkecil yang dibuka satu persatu atau yang diisolasi,
kemudian isolasi huruf dibuka dan pasien di suruh melihat sebaris huruf yang
sama. Bila terjadi penurunan tajam penglihatan dari huruf isolasi ke huruf
dalam baris maka ini disebut adanya fenomena crowding pada mata tersebut.
Mata ini menderita ambliopia. Hal ini disebut Crowding Phenomenon.
Terkadang mata Ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada huruf
isolasi dapat turun hingga 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk (countour
interaction).
d.
berhasil hal ini tidak menjamin penglihatan optimal akan tetap bertahan, maka
para klinisi harus tetap waspada dan bersiap untuk melanjutkan penatalaksanaan
hingga penglihatan matang (sekitar umur 10 tahun).
Penatalaksanaan ambliopia meliputi langkah langkah berikut
1. Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti
katarak.
2. Koreksi kelainan refraksi.
3. Paksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi
penggunaan mata yang lebih baik.
Oklusi dan Degradasi Optikal
Oklusi
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi
pilihan11 yang keberhasilannya baik dan cepat dapat dilakukan oklusi penuh
waktu (full time) atau paruh waktu (part-time).
1. Oklusi Full Time
Pengertian oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah
oklusi untuk semua atau setiap saat kecuali 1 jam waktu berjaga
(occlusion for all or allbut one waking hour). Arti ini sangat penting
dalam penatalaksanaan ambliopia dengan cara penggunaan mata yang
rusak. Biasanya penutup mata yang digunakan adalah penutup adesif
(adhesive patches) yang tersedia secara komersial.
Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau
dibuka sewaktu tidur.Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder)
atau lensa kontak opak, atau Annisas Fun Patches dapat juga menjadi
alternatif full-time patching bila terjadi iritasi kulit atau perekat patchnya kurang lengket.Full-time patching baru dilaksanakan hanya bila
strabismus konstan menghambat penglihatan binokular karena full-time
patching mempunyai sedikit resiko yaitu bingung dalam hal penglihatan
binokular.
hampir
sama
dengan
patching
jam/hari
pada
lebih baik sehingga tidak dapat berakomodasi dan kabur bila melihat
dekat.Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan
oklusi yaitu tidak mengiritasi kulit dan lebih baik dilihat dari segi
kosmetis. Dengan atropinisasi, anak sulit untuk menggagalkan metode
ini. Evaluasinya juga tidak perlu sesering oklusi.
Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan
lensa positif dengan ukuran tinggi (fogging)atau filter. Metode ini
mencegah terjadinya efek samping farmakologik atropine.
BAB IV
KESIMPULAN
1.
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina
(macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada
mata sehingga menghasilkan bayangan kabur.
2.
Dikenal istilah emetropia yang berarti tidak adanya kelainan refraksi dan ametropia
yang berarti adanya kelainan refraksi seperti miopia, hipermetropia,astigmat, dan
presbiopia
3.
Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang sejajar
dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak
berakomodasi. Kelainan ini dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis
negatif.
4.
5.
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau
lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak
difokuskan pada satu titik.
6.
7.
8.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.