Anda di halaman 1dari 42

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Herniated Nukleus Pulposus (HNP)

Disusun oleh :
Grup 37 (kelompok 7)
Cindy L. Lawani
00000007841
Citra Yohana 00000009019
Gloria Deskarina
00000009373
Grace Ivo S
00000009238
Hanna
00000009032
Ranti Felestia
00000009369
Rinna Octavia
00000007827
Ririn Desriani
00000009122

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
2016

Bab I
Herniated Nukleus Pulposus
I. Tinjauan Teoritis Medis
A. Latar Belakang
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) atau biasa dikenal masyarakat sebagai syaraf terjepit,
suatu gangguan akibat merembes (menonjol) atau melelehnya (hernia) lapisan atau bantalan
permukaan ruas tulang belakang (nucleus pulposus) dari ruang antar ruas tulang (discus
intervertebralis). Tonjolan nucleus puposus tersebut dapat menyebabkan penekanan pada saraf
tulang belakang dan saraf tepi (yaitu saraf yang berasal dari saraf tulang belakang). Seperti
halnya nyeri punggung, HNP paling sering terjadi di daerah punggung bawah atau disebut
HNP lumbalis, paling sering (90%) mengenai diskus invertebralis L5-S1 dan L4-L5. HNP di
daerah punggung atas sampai leher jarang terjadi hanya sekitar 8% dari seluruh kasus HNP.
Nyeri punggung bawah (NPB) merupakansalah satu masalah kesehatan yang utama.Insiden
NPB di Amerika Serikat adalahsekitar 5% orang dewasa.Kurang lebih 60%-80% individu
setidaknya pernahmengalami nyeri punggung dalam hidupnya.Nyeri punggung bawah
merupakan 1 dari10 penyakit terbanyak di Amerika Serikat dengan angka prevalensi berkisar
antara7,6-37%; insidens tertinggi dijumpai padausia 45-60 tahun. Pada penderita dewasa tua,
nyeri punggung bawah menggangguaktivitas sehari-hari pada 40% penderita,dan
menyebabkan gangguan tidur pada20% penderita. Sebagian besar (75%) penderita akan
mencari pertolongan medis,dan 25% diantaranya perlu dirawat inapuntuk evaluasi lebih
lanjut.Nyeri punggung bawah (NPB) pada hakekatnya merupakan keluhan atau gejala dan
bukan merupakan penyakit spesifik.Penyebab NPB antara lain kelainan muskuloskeletal,
sistem saraf, vaskuler,viseral, dan psikogenik. Salah satu penyebab yang memerlukan tindak
lanjut (baik diagnostik maupun terapi spesifik) adalah hernia nukleus pulposus (HNP).
Survei pada sekelompok orang usia menengah (45 usia rata-rata) yang tidak pernah memiliki
sakit punggung sebelum dan dilakukan pemeriksaan MRI pada mereka semua, maka
ditemukan: 38% akan memiliki tonjolan disc, 37% sudah terjadi herniasi, 11% herniations
uncontained, dan 4% saraf mulai terjepit. Penelitian kelompok studi nyeri PERDOSSI Mei
2002 menunjukkan jumlah penderita nyeri pinggang sebesar 18,37% dari seluruh pasien
nyeri. Studi populasi di daerah pantai utara Jawa Indonesia ditemukan insidensi 8,2% pada
pria dan 13,6% pada wanita. Di rumah sakit Jakarta, Yogyakarta dan Semarang insidensinya
sekitar 5,4 5,8%, frekwensi terbanyak pada usia 45-65 tahun. Biasanya nyeri pinggang
membutuhkan waktu 6-7 minggu untuk penyembuhan baik terhadap jaringan lunak maupun
sendi, namun 10% diantaranya tidak mengalami perbaikan dalam kurun waktu tersebut. Nyeri
punggung bawah merupakan gejala, bukan suatu diagnosis. Nyeri punggung merupakan
kelainan dengan berbagai etiologi dan membutuhkan penanganan simtomatis serta rehabilitasi
medik. Puskesmas sebagai sarana kesehatan primer dengan sarana diagnostik dan terapeutik
yang terbatas dituntut untuk dapat mendiagnosis dan menangani kasus-kasus yang menjadi
kompetensi dokter umum dan di sisi lain, dokter umum harus dapat mengenali kasus-kasus
yang membutuhkan penanganan lanjutan spesialis. Penting bagi dokter untuk dapat mengenali
serta mengetahui penatalaksanaan nyeri punggung bawah secara komprehensif untuk
mengatasi masalah akut maupun mencegahnya rekurensi dan berkembangnya penyakit
menjadi nyeri punggung kronik. Setelah diteliti secara Klinik dan diagnostik nyeri pinggang
ini masuk dalam faktor HNP (Hernia Nukleus Pulposus/Saraf Kejepit) karena nyerinya
berkelanjutan.
2

B. Definisi
Hernia Nucleus Pulposus adalah penonjolan diskus inter vertrabalis (bantalan yang terdapat
diantara ruas-ruas tulang belakang) akibat dari herniasi dari nucleus (cairan seperti gel yang
terdapat di diskus intervertebralis) hingga annulus (lapisan luar yang melingkari diskus
interertebralis dan melindungi nukleus, dan membentuk seperti cincin dan dikenal juga
dengan istilah cincin anulus) yang menyebabkan penekanan pada suatu serabut saraf spinal,
dimana serabut saraf ini berfungsi untuk mengatur system motorik tubuh seperti pergerakan
kaki, pengatur sistem pencernaan, yangan, kulit, system urinari dan masih banyak lagi. (MD,
2015)
Hernia Nucleus Pulposus atau biasa disingkat HNP adalah satu penyakit yang dimana rusknya
bantalan lunak yang berada diruas-ruas tulang belakang atau yang biasa disebut soft gel disc
atau nucleus pulposus yang mengalami tekanan dan mengakibatkan pecah, sehingga terjadi
penyempitan dan mengakibatkan terjadinya urat-urat saraf yang melalui tulang belakang kita.
HNP adalah singkatan sari Herniasi Nukleus Pulposus (Herniated Nucleus Pulposus) artinya
adanya penonjolan inti dari diskus yang menjadi bantalan tulang belakang (lihat gambar HNP
di bawah) sehingga penonjolan tersebut menekan saraf sebagai akibatnya timbullah rasa sakit,
kesemutan, dan kelemahan pada nggota gerak yang dipersarafi bisa punggung, pinggang,
lengan atau tungkai (Ahmad Muhlisin, 2013)
HNP sendiri bisa diartikan sebagai pergeseran cakram tulang rawan penyekat antar badan ruas
tulang belakang sehingga nucleus pulposus di dalam cakram bergeser keluar dan langsung
menekan saraf (Dr Kariadi, 2012)
Jadi dapat disimpulkan bahwa Herniated Nukleus Pulposes adalah adanya herniasi
(penonjolan) nukleus polpusus yang menembus annulus fibrosus (annulus fibrosus mengalami
ruptur/pecah) pada intevertebra disk yang pada akhirnya menekan saraf-saraf yang ada (bisa
dikatakan saraf terjepit)
C. Etiologi
1

2
3
4

HNP ini terjadi akibat terjepitnya saraf tulang belakang yang bisa diakibatkan oleh
beberapa faktor, seperti Trauma, Hiperfleksia (bisa terjadi karena terkadang tanpa
disadari maupun disadari kita suka membunyikan tulang belakang dengan cara memutar
bagian tubuh atas sehingga berbunyi, dan jika memutarnya dengan terlalu kuat atau
terlalu hiperfleksi dapat menyebabkan HNP), injuri pada vertebrata, mengangkat beban
terlalu berat, dan juga degenarasi (penuaan), karena berkurangnya elastisitas sehingga
mengakibatkan herniasi dari nukeus hingga annulus.
HNP bisa disebabkan oleh keluarnya nukleus pulposus dari discus melalui robekan
annulus fibrosus dan keluar menekan medulla spinalis atau kearah dorsal lateral dan
menekan saraf spnalis sehingga menimbukan rasa nyeri yang sangat hebat.
Adanya tumor
Faktor-faktor lain :
a. Berat badan yang berlebihan
b. Pekerjaan
c. Gaya hidup yang kurang sehat atau kurang baik (merokok, minum-minuman alkohol)
3

d. Postur tubuh yang tidak di posisikan dengan baik


e. Perubahan Degeneratif yang berarti proses kemunduran fungi sel tubuh dari normal
menjadi lebih buruk.
f. Cedera atau Trauma akibat adanya benturan.
g. Batuk yang terlalu lama dan terus menerus
h. Tekanan yang terlalu berlebihan pada tulang belakang
i. Aktifitas : sering menyetir dan duduk yang terlalu lama atau dalam jangka waktu yang
terlalu panjang tanpa adanya istirahat atau peregangan
j. Faktor usia
k. Kelainan tulang belakang ; skoliosis, kifosis, osteoporosis
l. Jarangnya berolahraga
D. Klasifikasi dan Tahap HNP
1. Berdasarkan letak HNP
Ekstremitas yang terkena tergantung pada tingkat vertebra di mana HNP terjadi :
a. Bagian serviks. Nyeri pada leher, bahu, dan lenganherniations disc serviks (di leher)
cenderung mengiritasi saraf keluar pada tingkat tertentu (misalnya C6 di C5-C6).
b. Bagian thoracic. Nyeri memancarkan ke dada dan punggung, kasus ini sangat jarang
c. Bagian lumbar. Nyeri meluas ke bokong, paha, kaki, cenderung mengiritasi saraf yang
terletak di tingkat tertentu (misalnya L5 di L4-L5)
2. 4 Tahap HNP
Ada empat tahap: (1) disc protrusion (2) prolapsed disc (3) disc extrusion (4) sequestered
disc . Tahap 1 dan 2 disebut sebagai lengkap, di mana 3 dan 4 yang herniations lengkap.
Nyeri akibat herniasi dapat dikombinasikan dengan radiculopathy, yang berarti defisit
neurologis. Defisit mungkin termasuk perubahan sensorik (yaitu kesemutan, mati rasa) dan
/ atau perubahan motorik (yaitu kelemahan, kehilangan refleks). Perubahan ini disebabkan
oleh kompresi saraf diciptakan oleh tekanan dari bahan disc interior.

Gambar 4 tahap herniasi pada diskus intervertebralis

E. Anatomi dan Fisiologi


1

Vertebra

Gambar kolum vertebra dari sisi posterior (kiri) dan sisi lateral

Terdapat 31 kolum vertebra yang menyusun vertebra yaitu sebanyak dari 8 vertebra
servikalis (leher), 15 vertebra torakalis (dada), 5 pasang vertebra lumbalis (pinggang), 5
sakrum (panggul) dan 1 cogsigeal (dasar panggul). Vertebra memiliki ciri khas yaitu :
a. Badan. Terdapat pada sisi anterior. Ukurannya bervariasi bergantug pada tempatnya.
Badan vertebra terkecil adalah regio servikalis dan menjadi lebih besar menuju regio
lumbalis.
b. Arkus (lengkung) vertebra . Membungkus foramen vertebra yang besar. Area ini berada
di belakang badan vertebra, dan membentuk dinding posterior dan lateral foramen
vertebra. Dinding lateral dibentuk di lempeng tulang yang disebut pedikel, dan dinding
posterior dibentuk oleh lamina. Area penonjolan dimana pedikel bertemu dengan lamina
adalah tonjolan prosesus trasversum, dan tonjolan dimana dua lamina bertemu disebut
prosesus spinous. Lengkung neuron memiliki empat permukaan yang membentuk
persendian; dua permukaan membentuk persendian dengan bagian atas vertebra dan dua
permukaan membentuk persendian dengan bagian bawah vertebra. Foramina vertebra
membentuk saluran neuron yang berisi medula spinalis.

Gambar kolum vertebrae

dilihat dari superior A)


Cervikal, B) Thoracic, dan C) Lumbar

Vertebra terbagi atas servikalis, torakalis, lumbalis, sakrum, dan koksigis.


Servikalis. Tulang vertebra servikalis yang pertama adalah atlas dan dibawahnya adalah
aksis. Atlas adalah cincin tulang yang tidak memiliki badan atau prosesus spinous,
5

walaupun memiliki dua prosesus yang pendek. Atlas memiliki dua sisi yang gepeng yang
membentuk persendian dengan tulang oksipital ; merupakan sendi kondoloid yang
memungkinkan gerakan mengangguk pada kepala.
Torakalis. Vertebra ini berukuran lebih besar daripada servikalis karena bagian kolum
vertebra ini harus menopang lebih besar berat badan. Badan vertebra dan prosesus
transversum membentuk persendian dengan iga
Lumbalis. Vertebra ini merupakan vertebra terbesar karena harus menopang berat badan
bagian atas. Lumbalis memiliki prosesus spinous untuk melekatkan otot.
Sakrum. Terdiri atas lima rudimenter yang
menyatu untuk membentuk tulang berbentuk
segitiga atau baji dengan permukaan anterior yang
cekung. Bagian atas dasar sakrum, membentuk
persendian dengan vertebra lumbalis ke 5.
Koksigis terdiri atas empat vertebra terminal yang
menyatu membentuk tulang segitiga yang sangat
kecil, bagian basal yang luas membentuk
persendian dengan ujung sakrum

Di dalam kolum vertebra terdiri atas bagian-bagian berikut


2. Diskus intervertebra
Korpus-korpus vertebrata yang mulai dari cervicalis ke dua hingga lumbalis ke lima.
Terdapat discus intervertebralis yang membatasi dua ruas tulang belakang. Disk-disk ini
yang membentuk sendi fobro kartilago yang lentur antara dua vertebrata. Diskus
intervertebra ini memisahkan badan vertebra yang saling berdekatan. Diskus ini terdiri dari
fibro-kartilago (annulus fibrosus) dan inti sentral materi gelatin yang lembut (nuklues
pulposa). Diskus ini paling tipis di bagian servikal dan paling tebal di bagian lumbalis.
Ligamen longitudinal posterior di kanal vertebra menjaga diskus ini tetap pada tempatnya.
Diskus ini memiliki fungsi shock absorber (bantalan penahan goncangan) dan sendi
kartilago yang menyebabkan fleksibilitas. Batas diksus ini adalah dari C2 sampai L5

Gambar peletakan dan anatomi


diskus intervertebalis dan vertebra
dilihat dari sisi lateral

Gambar pembagian vertebra dan pembagia diskus intervertebra

3. Lengkung kolum vertebra


Tampak 4 lengkung : dua lengkung primer (lengkung torasikis dan lengkung pelvis), yang
sudah terbentuk sejak masa janin dan dua lengkung sekunder, yang beru ada saat bayi
dapat mengangkat kepala (setelah usia 3 bulan), disebut lengkung servikalis dan saat
individu mulai berdiri (setelah usia 12-15 bulan), disebut lengkung lumbalis

Gambar pembagian kolum vertebra

4. Ligamen kolum vertebra


Ligamen kolum vertebra merupakan ligamen yang ada di tulang vertebra yang berfungsi
untuk mempertahankan posisi vertebra dan diskus intervertebra. Ligamen ini terdiri atas
bagian-bagian berikut ini
a. Ligamen transversum, mempertahankan hubungan yang benar antara prosesus odotois
aksis dan atlas
b. Ligamen longitudinal anterior yang memanjang di kolum vertebra dan berada di
anterior badan vertebra.
c. Ligamen logitudinal posterior berada di kanal vertebra dan di sepanjang kolum.
d. Ligamen flava menghubungkan lamina vertebra yang berdekatan
7

e. Ligamen muka dan supraspinosa menghubungkan prosesus spinosa yang memanjang


dari oksiput ke sakrum

Gambar lokasi ligamen pada vertebra

5. Spinal Cord

Gambar transverse spinal cord

Sumsum tulang belakang merupakan bagian sistem saraf pusat yang berbentuk silinder dan
panjang terdapat di saluran vertebra serta dikelilingi oleh meningen (selaput otak) dan
cairan scerebrospinal. Sumsum tulang belakang membentang dari medulla oblongata di
bagian bawah otak ke punggung bawah dan ditempatkan di sebuah terowongan yang
dibuat oleh tulang vertebra tulang belakang. Panjang sumsum tulang belakang pada orang
dewasa sekitar 45 cm dan tebalnya sebesar jari kelingking. Sumsum tulang belakang keluar
dari rongga kranium (kepala) melalui foramen occipital magnum (sebuah lubang besar
yang terdapat didasar tengkorak kepala yang merupakan tempat keluarnya medulla
8

spinalis), masuk ke kanalis sampai setinggi segmen lumbal 2 ( ruas tulang panggung
bagian pingang no.2). medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinalis kiri dan
kanan yang terdiri dari 8 pasang saraf cervical (leher), 12 pasang saraf thorakan
(dada), 5 pasang saraf lumbal (pinggang), 5 pasang saraf sacral (panggul) dan 1
pasang saraf cogsigeal (dasar panggul) .
Dua bundel axon disebut root/akar, menyambungkan setiap saraf spinal ke satu segmen
cord.
a. Posterior/ dorsal root, berisi hanya axon sensorik, yang mengantarkan impuls saraf dari
reseptor sensorik di kulit, otot, organ internal menuju sistim saraf pusat.Setiap posterior
root memiliki ganglion yang berisi badan sel neuron sensorik.
b. Anterior/ ventral root, berisi axon neuron motorik, yang mengantarkan impuls saraf dari
sistim saraf pusat menuju organ effector dan sel-sel.
Sumsum tulang belakang terdiri atas 2 subtansi
a. Substansi Grisea : Membentuk huruf H, memiliki dua posterior, dua anterior, dan dua
kolum lateral. Area substasi grisea yang terletak dalam posisi melintang adalah
komisura transversum. Kolum posterior susbtansi grisea terdiri dari atas sel tubuh yang
distimulasi oleh implus sensoris dari perifer tubuh. Serat saraf sel ini berperan dalam
membentuk substansi albikan medula spinalis dan menghantarkan impuls sensoris ke
atas yaitu otak. Kolum anterior terdiri atas neuron motorik bawah yang distimulasi oleh
neurron motorik atas atau penghubung neuron yang menghubungkan kolum anterior
dan posterior untuk membentuk arkus refleks. Ganglia ujung posterior dibentuk oleh
badan sel saraf sensoris
b. Susbtansi albikan medula spinalis tersusun dalam tiga kolum dan traktus, yaitu
anterior, posterior, dan lateral. Traktus ini dibentuk oleh serat saraf sensoris asendens ke
otak, serat saraf motorik desendens dari otak, dan serat neuron penghubung. Traktus ini
meliputi bagian-bagian berikut ini.
1) Traktus sensori (reseptor kutaneus yang menghasilkan sensasi di kulit dan reseptor
sensori khusus yang distimulasi oleh regngn pada tendon, otot, serta sendi
2) Traktus motorik (gerakan volunter seperti konstraks otot rangka dan involunter
pada otot polos, otot jantung, dan sekresi kelenjar. Neuron morotik terdiri atas neuron
motor atas (upper motor neuron, UMN) dan neuron motor bawah (lower motor
neuron, LMN). Dalam pergerakan, UMN mengirim pesan ke LMN untuk melakukan
suatu gerakan. Berdasarakan anatomi fisiologi, UMN terbagi dalam susunan
piramidal/kortikospinal yang berfungsi mengoordinasikan gerakan yang bertujuan,
sedangkan ekstrapiramida berfungsi menghaluskan gerakan yang bertujuan).
6. Meningen

Gambar spinal cord dari sisi anterior dan transerve

Meninges spinal mengelilingi spinal cord dan merupakan sambungan dari meninges kranial
yang mengelilingi otak.
a. Lapisan terluar: DURA MATER. Spinal cord juga diproteksi oleh bantalan lemak dan
jaringan konektif yang berada dalam ruang EPIDURAL yaitu ruang antara duramater dan
dinding rongga vertebra.
b. Lapisan tengah: ARACHNOID MATER, suatu penutup avascular.. Antara dura mater
dan arachnoid mater terdapat ruang SUBDURAL yang tipis yang berisikan cairan
intertitial.
c. Lapisan dalam: PIA MATER, lapisan tipis dan terdapat banyak pembuluh darah yang
mensuplai oksigen dan nutrisi kepada spinal cord.Antara arachnoid mater dan pia mater
terdapat ruang SUBARACHNOID yang mengandung cairan serebrospinal.

F. Patofisiologi
Herniated Nukleus Pulposus merupakan robekan yang terjadi pada annulus fibrosus yang
disebabkan oleh adanya tekanan traumatis seperti jatuh, gerakan hiperfleksia, hiperekstensi,
terkena benda tumpul dan bahkan kecelakaan. Bisa juga diakibatkan karena adanya stress
fisik, obesitas, pengaruh lingkungan tempat kerja dan postur tubuh seperti Skoliosis, Lordosis,
dan Kiposis. Bisa juga diakibatkan karena adanya factor resiko, seperti keterbatasannya
pencahayaan, tata lingkungan yang tidak tepat, lantai yang licin dan factor-faktor lain yang
bias mengakibatkan seseorang itu terkena HNP. Robeknya annulus fibrosus sendiri
diakibatkan adanya tekanan yang sangat berlebihan yang ditimbulkan oleh factor-faktor
diatas. Setelah annulus fibrosus robek, maka nucleus pulposus atau inti disk itu mengalami
penonjolan keluar dari annulus fibrosus. Bahkan akibat dari factor-faktor diatas dapat
menyebabkan pecahnya nucleus pulposus.
Herniated Nukleous Pulposus (HNP) dibagi atas 2 bagian yaitu HNP sentral dan HNP lateral.
HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parastesia, dan retensi urin. Sedangkan
HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri yang terletak pada punggung bawah, ditengahtengah abtra bokong dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Ditempat itu juga akan terasa
10

nyeri tekan. Kekuatan ekstensi jari ke V kaki berkurang dan refleks achilles negatif. Pada
HNP lateral L4-L5 rasa nyeri dan tekan didapatkan dipunggung bawah, bagian lateral bokong,
tungkai bawah bagian lateral dan di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang
dan refleks patella negatif. Sensibilitas pada dermatom yang sesuai dengan radiks yang
terkena menurun.

Gambar HNP sentral

Penonjolan dari hernia atau pembengkakan nucleus pulposus itu akhirnya menekan saraf-saraf
spinal yang ada disekitarnya.Dan efek yang ditimbulkan dari pembengkakan itu tergantung
dari letak pada saraf vertebrata nya.
Penjepitan yang terjadi pada C3 mengakibatkan gangguan pada diafragma. Jika diafragma
memngalami gangguan, maka terjadi diafragma pun akan mengalami kemunduran. Jika kerja
diafragma mengalami penurunan, maka orang yang terkena HNP pada C3 ini akan mengalami
kesusahan dalam bernapas. Jika pasien mengalami kesusahan bernapas, maka terjadilah
apneu. Saat terjadi apneu, otomatis kadar oksigen dalam paru mengalami penurunan.
Mengakibatkan tubuh dan organ-organ yang ada di dalamnya mengalami kekurangan suplai
O2 sehingga mnegganggu kerja organ-oragan itu sendiri.Pada kasus yang menyerang
kekurangan O2 pada otak, mnegakibatkan seseorang menjadi mudah lelah dan mengantuk
yang berleihan. Jika tidak ada penanganan lebih lanjut, pasien dapat kehilangan kesadarannya,
mnejadi koma hingga dapat berujung pada kematian. Pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran juga dapat mengancam peran pasien dalam keluarga, lingkungan dalam dalam
komunitasnnya.
Penjepitan yang terjadipada C4 dan C6 akan mengakibatkan gangguan pada kerja otot
ekstremitas bagian atas dari klien dan mengakibatkan nyeri yang sangat hebat pada bagian
punggung dan tangan. Setelah nyeri terjadi maka menimbulkan kelemahan otot yang
mengakibatkan terjadinya gangguan dalam melakukan aktifitasnnya sehingga pasien itu
11

Pada saat HNP ini menyerang bagian C7, maka yang terjadian adalah terputusnya saraf yang
menghubungkan saraf pada vertebra yang menggerakkan tangan. Setelah trejadi penyempitan
atau pun pemutusan, maka yang akan muncul pertama yaitu nyeri yang sangat hebat. Dan
lama-kelamaan bagian tangan itu akan mengalami paralisis atau pun paraplegia. Pada pasien
yang telah terkena sampai pada paralisis atau pun paraplegia, mengakibatkan penurunan
fungsi sensori dan motoric pada tangan. Maka masalah keperawatan yang bisa ditarik ialah

Deficit perawatandiri
Kelemahan motoric
Intake nutrisitidakadekuat
Gangguancitratubuh
Perubahanperandalamkeluarga, social dan komunitas
Kasus HNP pada bagian Thorakal, kasusnya sangat kurang dan bahkan hamper sulit untuk
ditemui. Kasus HNP pada bagian thorakal initer jadi pada kejadian-kejadian atau factor-faktor
tertentu. Contohnya kecelakaan dan jatuh. Kasus ini sangat jarang terjadi pula karena
kebanyakan pasien yang mengalami trauma ini biasanya langsung membuat spinal cord itu
rusak atau terjadi spinal cord injury.
Penjepitan yang terjadi pada lumbar dan sakral, umumnya menyerang beberapa lokasi antara
L4 dan L5 serta antara L5 dan S1, S4-S5. Ketika Nukleus Pulposus mengalami herniasi
melalui cincin konsentrik annulus fibrosus yang robek, dan menyebabkan cincin lain di
bagian luar yang masih intak menonjol setempat ( fokal), keadaan seperti ini di sebut
Protrusio Diskus. sebagian materi nukleus kemudian akan menyusup keluar dari diskus
(diskus ekstrusi) ke anterior ligamen longitudinalis posterior ( herniasi diskus
subligamentus) , atau terus masuk ke dalam kanalis spinalis ( herniasi diskus fragmen bebas)
biasanya protusio akan menekan ( menjepit) akar saraf ipslateral pada tempat keluarnya
saraf dari kantong dura dan terjadilah herniasi L4-L5, serta akan menjepit akar saraf L5 dan
S1). Bantalan antara ruas tulang belakang akan keluar dari tempatnya dan menjepit akar saraf
(penekanan radix Nervous spinalis). Menyebabkan Nyeri punggung bawah disertai dengan
spasme otot. Dan menimbulkan derajat gangguan sensorik (pada L4 L5), dan
motorik( pada S1, S4-S5). Yang diikuti juga dengan penyebaran nyeri ke dalam satu pinggul
dan turun ke arah kaki (sciatica) dan menyebabkan defisit neurologis. Dari defisit neurologis
ini dapat menyebabkan parestesia dan baal. Di sisi lain juga dapat menyebabkan perubahan
persepsi sensori ( jika menyerang pada L4-L5). Dari ganguan sensorik dan motorik juga dapat
menyebabkan penurunan fungsi motorik (pada S1, S4-S5) Yang jika tidak di tangani secara
cepat dapat menyebabkan paralisis( kelemahan) dan paraplegia (kelumpuhan) pada
ekstremitas bawah. Dari paralisis dan paraplegia ini juga bisa menyebabkan hilangnya refleks
patella dan archiles, selain itu karena menyerang pada S1,S4-S5 yang berkaitan dengan leg
muscle, bladder, fungsi sexual dapat menimbulkan masalah keperawatan imobilitas fisik, dari
imobilitas fisik ini dapat menyebabkan defisit perawatan diri (ADL) sehingga klien akan
membutuhkan bantuan penuh dalam melakukan aktivitasnya dan dapat menyebab resiko
kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Dari imobilitas fisik klien juga akan
mengalami gangguan citra tubuh serta gangguan harga diri. Jika hernia nukleus pulposus
terjadi pada S4-S5 maka dapat menyebabkan masalah pada fungsi sexual dan sfringter klien
serta menimbulkan masalah keperawatan ,yaitu penurunan fungsi sexual dan gangguan
eliminasi urin yang menyebabkan klien mengalami retensi urin.

Untuk pathflow patof ada di folder terpisah


12

Patof HNP(1).docx
G. Manifestasi klinis (Tanda dan Gejala)
Tanda dan gejala pada HNP dapat dilihat dari lokasi saraf medula spinalis yang mengalami
herniasi.
Jika herniasi terjadi pada servikal, maka penderita umumnya merasakan :
1. Nyeri dan kram bagian leher sampai bagian bahu, bagian depan atas tangan, , ibu jari
2. Parestesia pada lengan bawah, ibu jari, jari telunjuk,
3. bicep, tricep dari normal menjadi hiperaktif, daerah radial lengan bawah, jari jari tangan,
deltoid
4. Perlu diketahui bahwa 70%-75% herniasi pada servikal adalah hasil daripada degenarasi,
yang lainnya biasanya disebabkan oleh trauma.
Jika herniasi terjadi pada thorakal (T1 T12), maka penderita umumnya merasakan :
1.
2.
3.
4.
5.

Nyeri dada dan sesak napas


Pola napas tidak teratur
Bradipnea atau Takipnea
Terdengar bunyi tambahan saat bernapas
Bradikardi atau takikardi

Jika herniasi terjadi pada lumbal, biasanya akan disertai beberapa manifestasi klinis yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kelemahan dan kesemutan di bagian paha,bokong,


Sensasi di tusuk jarum pada bagian kaki dan paha bagian distal
Nyeri diseluruh bagian kaki
Retensi urin (ketidakmampuan mengontrol kemampuan berkemih)
Spasme otot pada daerah yang terkena
Mengurangi atau menghilangkan refleks ankle
Paralisis pada ektremitas bagian bawah
Sakit pada aktifitas tertentu seperti pada saat bersin, batuk, duduk, menaiki tangga, berjalan

Jika dari mengenai L5-S1 maka akan mempengaruhi saraf pertama yang ada pada sakral
dengan tanda sebagai berikut:
1. Nyeri pada bagian midgluteal, paha posterior, betis ke tumit, permukaan kaki bagian
bawah
2. Parestesia pada betis posterior dan tumit bagian lateral, dan kaki
3. Kesulitan berjalan dengan menggunakan kaki
4. Jika terjadi bagian sakral yang lainnya maka dapat mengakibatkan masalah pada eleminasi
karena adanya gangguan pada otot pencernaan dan sistem kandung kemih, selain itu dapat
mengakibatkan gangguan pada fungsi seksual
H. Pemeriksaan penunjang
1. Uji Neurofisiologis
13

a. Electroencephalography (EEG) mencatat aktivitas listrik spontan pada otak dengan


menggunakan elektrode pada kulit kepala. Hal ini digunakan sebagai bagian
pemeriksaan epilepsi, ensefalitis atau demensia. Modifikasi terhadap EEG standar telah
meningkatkan sensitivitas, termasuk uji kekurangan tidur (sleep-deprived studies),
video telemetri berkepanjangan dan pemantauan EEG invasif.
b. Electroencephalogram (ECG) untuk indikasi epilepsi, ensefalopati/ensefalitis dan
gangguan tidur
c. EMG serat tunggal untuk indikasi miastenia gravis
d. Uji konduksi saraf untuk indikasi neuropati entrapment dan neuropati perifer
e. Visual evoked potentials untuk indikasi multiple sklerosis
f. EKG 12 sadapan untuk indikasi epilepsi/sinkop, strok, distrofi muskular
2. Radiologi
a. Sinar Xdada untuk indikasi sumber metastasis serebri, tuberkulosis, dan sarkoidosis
b. CT scan kepala untuk indikasi trauma yang mencangkup fraktur, hematoma, intrakranial
,Strok dan pendarahan subarakhnoid, tumor, dan tuberkuloma
c. CT angiografi/venografi untuk indikasi pendarahan subarakhnoid/intrakranial,
trombosis sinus venous intrakranial
d. MR scan kepala untuk indikasi multipel sklerosis,infeksi, metatastasis,dan keganasaan
infiltrasi.
e. MRI tulang belakang untuk indikasi tumor, prolaps diskus intervertebra, siringomielia,
dan malformasi vaskular

Gambar adanya HNP pada L4

Gambar hasil X-ray , ditemukan adanya HNP

14

Gambar hasil MRI, ditemukan adanya HNP lateral kiri

3. Uji lab
a. Tes urin
1) Glukosa, menentukan indikasi neuropati perifer diabetik, koma,strok
2) Keton, menentukan indikasi koma diabetik (ketoasidosis)
3) Protein Bence Jones, menentukan indikasi mieloma
4) Porfobilinogen, menentukan indikasi porfiria
b. Tes darah
1) Hemoglobin, untuk indikasi daripada sinkop, kejang, strok
2) Mean corpusular volume, untuk indikasi defisiensi vitamin B12, kelebihan, alkohol,
defisiensi zat besi
3) Sel darah putih, untuk indikasi adanya infeksi misalnya meningitis
4) Kultur darah, untuk indikasi meningitis, endokarditis, strok
5) Laju endap darah/ C-reactive protein, untuk indikasi arteritis kranial
6) Vitamin B12 dan asam folat untuk indikasi neuropati perifer dan demensia
7) Uji tapis faktor pembekuan/trombofilia dan antibodi antifosfolipid untuk indikasi
strok awitan dini
8) Venereal Disease Research Laboratory-Treponema pallidumhaemagglutination assay
(VDRL-TPHA) untuk indikasi neurosifilis
9) Human immunodefeciency virus, untuk indikasi berbagai sindrom saraf
sentral/perifer
10) Antinuclear factor dan dsDNA untuk indikasi demielinasi
11) Faktor reumatiod untuk indikasi neuropati perifer
12) Reseptor asetilkolin dan antibodi muscle-spesific kinase (MuSK) untuk indikasi
miastenia gravis
13) Antibodi Voltage-gated calcium channel antibodies/antibodi reseptor anti-NMDA,
untuk indikasi ensefalitis limbik, psikosis, kejang, gerakan abnormal
14) Antibodi paraneoplastik untuk indikasi sindrom neurologis paraneoplastik (ataksia
serebelar, neuropati sensorik, ensefalitis limbik)
15) Immunoglobulin serum dan elektroforesis protein untuk indikasi neuropati
16) Uji fungsi tiroid untuk indikasi tremor dan sindrom carpal tunnel
17) Uji fungsi hati untuk indikasi ataksia/kejang/neuropati akibat alkohol
18) Urea/kreatinin untuk indikasi ensefalopati dan neuropati perifer
15

19) Elektrolit untuk indikasi kejang, ensefalopati, diabetes insipidus/syndrome of


inappopriate antidiuretic hormone secretion (SIADH)
20) Serum lipid dan kolesterol untuk indikasi strok
21) Kalsium untuk indikasi epilepsi dan tetani
I. Penatalaksanaan Medis
a. Invasif (pembedahan)
Indikasi secara umum : umumnya eksisi bedah terhadap herniasi diskus dilakukan bila ada
bukti berlanjutnya defisit neurologik (kelemahan dan atrofi otot, kehilangan fungsi motorik
dan sensorik, kehilangan kontrol sfingter), dan nyeri yang terus menerus dan skiatika yang
tidak berespon terhadap penatalaksanaan konserfatif.
Berikut adalah beberapa tindakan invasif yang bisa dilakukan :
1. Disektomi : umumnya "discectomy" atau "discectomy parsial," di mana bagian dari
herniated disc dihapus. Discectomy dapat dilakukan di bawah anestesi lokal baik, spinal
atau umum. Pasien telungkup di meja operasi, umumnya dalam posisi berlutut. Sebuah
sayatan kecil dibuat di kulit di atas disc hernia dan otot-otot tulang belakang ditarik
kembali dari tulang. Sejumlah kecil tulang bisa dihapus sehingga ahli bedah dapat
melihat saraf terkompresi. Disk hernia dan beberapa bagiannya di lepas sehingga tidak
lagi menekan saraf. Setiap (osteofit) juga dibawa keluar untuk memastikan bahwa saraf
bebas dari tekanan. Tujuan dari operasi adalah untuk menghilangkan nyeri, kelemahan,
mati rasa, disebabkan oleh tekanan pada disk saraf.
2. Disektomi dengan peleburan graft tulang (dari krista iliaka atau bank tulang) yang
digunakan untuk menyatukan dengan prosesus spinosus vertebra; tujuan peleburan
spinal adalah untuk menjembatani diskus defektif untuk menyetabilkan tulang belakang
dan mengurangi angka kekambuhan.
3. Laminektomi : mengangkat lamina untuk menjalankan elemen neural pada kanalis
spinalis; memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis,
mengidentifikasi dan mengangkat patologi, dan menghilangkan kompresi medula dan
radiks
4. Laminotomi: tindakan yang dilakukan yaitu dilakukannya pembagian lamina vertebra
5. Microdiscectomy adalah prosedur yang digunakan untuk menghapus fragmen herniated
disc , biasanya menggunakan mikroskop operasi .
6. Fusi tulang belakang - di mana dua atau lebih vertebra bergabung bersama dengan
bagian dari tulang untuk menstabilkan dan memperkuat tulang belakang

16

Gambar laminektomi

Gambar Microdiscectomy

Gambar discectomy dengan fusi tulang belakang pada servikal anterior

17

Gambar fusi tulang belakang

Persiapan awal pada pembedahan secara umum


1. Pengkajian : cedera leher yang lalu, nyeri dan nyeri tekan serta gejala artritis bila terjadi
cedera servikal
2. Pengkajian masalah pasien: menentukan waktu, lokasi dan penyebaran nyeri, parestesia,
keterbatasan gerak, dan keterbatasan fungsi leher, bahu dan ekstremitas bagian atas.
3. Pengkajian pada daerah sekitar spinal servikal meliputi palpasi yang bertujuan untuk
mengkaji tonus otot dan kekakuannya
4. Rentang gerak sendi pada leher dan bahu dievaluasi
5. Pasien juga ditanyakan tentang beberapa masalah yang dapat mempengaruhi keadaan
pascaoperasi.
6. Perawat menentukan kebutuhan klien untuk mendapat informasi tentang prosedur
pembedahan dan menguatkan apa yang telah dijelaskan oleh dokter
7. Strategi penanganan nyeri didiskusikan dengan pasien.
Pengkajian pasca operasi secara umum
1. Pemantauan tekanan darah dan frekuensi nadi untuk mengevaluasi status
kardiovaskuler.
2. Evaluasi terhadap adanya perdarahan yang dimanifestasikan melalui keluhan tekanan
yang berlebihan pada leher atau nyeri berat pada area insisi.
3. Periksa balutan terhadap adanya cairan yang keluar serupa serosanguinosa, yang
memberikn kesan kerusakan dural. Keadaan ini mengancam terjadinya meningitis.
4. Keluhan sakit kepala memerlukan evalusai yang cermat, periksa keadaan neurologi
yang dilakukan pada ekstremitas atas dan bawah terhadap adanya kelemahan karena
tekanan medulla, yang dapat terjadi segera atau awitan paralisi yang lambat.
5. Selama program pasca operasi, pasien dipantau dengan sering untuk mendeteksi adanya
tanda kesulitan pernafasan (saraf laringeus mungkin cedera berulang akibat retraktor,
yang menyebabkan suara menjadi parau, dan ketidakmampuan batuk efektif).
6. Pengeluaran sekresi paru-paru menjadi masalah yang membutuhkan fisioterapi.
7. Satu tanda untuk observasi setelah disektomi servical anterior adalah kembalinya nyeri
radikular tiba-tiba (radiks saraf spinal), yang dapat menunjukkan bahwa spinal tidak
stabil.

Penatalaksanaan pembedahan pada region Lumbal


18

Pada region lumbal, tindakan pembedahan meliputi eksisi diskus lumbal melalui
laminotomi posterolateral dan teknik mikrodisektomi baru dan disektomi perkutaneus.
Mikrodisektomi adalah tindakan menggabungkan dengan menggunakan operasi mikroskop
untuk melihat potongan nag mengganggu dan menekan akar saraf; ini dilakukan dengan
sayatan kecil (2,5 cm) dan kehilangan darah sedikit dan dilakukan sekitar 30 menit.
Disektomi perkutaneus merupakan pengobatan alternatif pada herniasi potongan
intervetebral pada spinal lumbal tingkat L4-L5.
Tujuan tindakan ini adalah mengurangi nyeri, memperlambat perkembangan penyakit dan
meningkatkan kemampuan fungsi bagi pasien. Tirah baring dengan kasur yang keras
(untuk membatasi fleksi spinal) dianjurkan untuk mengurangi beban berat dan kekuatan
gravitasi, sehingga membebaskan disfus dari stress. Pasien diisinkan untuk menentukan
posisi yang nyaman: biasanya posisi yang paling memuaskan adalah semifowler dengan
fleksi sedang panggul dan lutut untuk merilekskan otot punggung. Untuk turun dari tempat
tidur pasien dibaringkan pada satu posisi sambil mendorong pasien bangun untuk posisi
duduk.
Karena spasme otot menonjol selama fase akut, digunakan relaksan otot. Agen anti
inflamasi dan kortikosteroid sistemik dapat diberikan untuk mengatasi radang yang
biasanya terjadi di dalam jaringan penyokong dan akar saraf yang terkena. Kompres
lembab hangat dana massage untuk
Penatalaksanaan pembedahan pada region Servikal
Eksisisi bedah terhadap diskus mungkin perlu bila ada defisit neurologik, bukti kompresi
medula, atau nyeri yang gagal membaik atau memburuk disektomi dengan dan tanpa
peleburan, dapat dilakukan untuk menghilangkan gejala. Pada area servikal, pendekatan
anterior dapat digunakan melalui transisi transversal di leher utuk mengangkat membantu
otot-otot yang kaku dan menjadi releks dan menghasilkan pengaruh sedatif pada pasien.
Persiapan Awal pembedahan region servikal
1. Pengkajian riwayat kesehatan, beberapa keluhan nyeri, parstesia dan spasme otot, perlu
dicatat untuk memberikan dasar untuk dibandingkan setelah pembedahan.
2. Pengkajian praoperasi harus juga meliputi evaluasi pada gerakan ekstremitas, demikian
pula fungsi kandung kemih dan usus besar.
3. Untuk memfasilitasi prosedur membalik pasca operasi, pasien diajarkan berbalik dengan
gerakan serentak satu kesatuan (digelinding) sebagai bagian persiapan praoperasi.
4. Bentuk-bentuk lain cara yang dilakukan sebelum operasi yang harus dilatih sebelum
dilakukan pmbedahan adalah nafas dalam, batuk dan latihan otot-otot, yang akan
membantu mempertahankan tonus otot.
Pengkajian pasca operasi region servikal
1. Melakukan pengecekkan tanda vital dengan sering dan luka diperhatikan terhadap
adanya perdarahan
2. Evaluasi sensasi dan kekuatan motorik pada ekstremitas bawah secara teratur dan
spesifik, demikian pula dengan warna dan temperatur kaki dan sensasi jari-jari kaki.
3. Mengkaji kemungkinan retensi urine, tanda-tanda yang lain yang mungkin terjadi
kerusakan neurologik
4. Menjelaskan bagaimana membalikkan tubuh di atas tempat tidur dan dijelaskan
melakukan latihan secara rutin. Duduk dihindari kecuali untuk defekasi.
19

5. Untuk memposisikan pasien, bantal diletakkan di bawah kepala, dan lutut diistirahatkan
dengan meninggikannya sedikit, karena lutut dengan fleksi yang sedikit memberikan
relaksasi otot bagian belakang tubuh. Bila pasien dibaringkan pada satu sisi, kadangkadang perlu dihindari fleksi lutut yang berlebihan. Pasien dibantu untuk bergerak dari
satu sisi ke sisi yang lain yang bertujuan untuk mengurangi tekanan, tetapi lebih dahilu
diyakinkan bahwa tidak ada cedera yang diakibatkan oleh perpindahan posisi. Jika
pasien siap untu dibalikan posisinya, maka tempat tidur ditempatkan dalam posisi datar
dan bantal diletakkan di antara kaki. Membalikkan pasien dilakukkan dengan tubuh
sebagai satu kesatuan unit (digelinding) tanpa adanya lekukan pada bagian punggung.
6. Untuk turun dari tempat tidur, pasien dibaringkan miring sambil di dorong ke posisi
duduk. Pada waktu yang sama, perawat menurunkan kaki pasien sampai ke tepi tempat
tidur. Pasien duduk atau postur berdiri dilakukan oleh satu orang dengan gerakkan yang
lembut.
b. Non invasif ( tanpa pembedahan)
Non invasif atau tindakan pembedahan biasanya berupa terapi untuk mengurangi nyeri dan
beberapa obat analgesik. Waktu yang diperlukan untuk menilai apakah pengobatan nonbedah berhasil atau tidak adalah 3-6 minggu. Berikut adalah beberapa tindakan non invasif
yang bisa dilakukan.
1. Immobilisasi
Spinal servikal dapat diistirahatkan dan diimobilisasi dengan menggunakan kolar
servikal, traksi servikal atau brace. Kolar memungkinkan pembukaan foramina
intervertebra maksimal dan menahan kepala dalam posisi agak fleksi atau netral. Pasien
dapat menggunakan kolar selama 24 jam sehari selam fase akut. Periksa kulit di bawah
kalor terhadap adanya iritasi. Bila pasien tidak nyeri, latihan servikal isometrik dimulai
untuk menguatkan otot-otot leher.
2. Traksi
Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan pada katrol dan
beban. Tindakan ini meningkatkan pemisahan vertebral dan juga mengurangi tekanan
pada radiks saraf. Kepala pada tempat tidur ditinggikan untuk memberikan keadaan
netral. Jika kulit menjadi iritasi, penyanggah kepala dapat diberikan bantalan.
Pengalaman yang terlihat pada pasien pria dapat lebih mengalami iritasi kulit jia ia
dicukur; janggut memberikan bentuk bantalan secara alamiah.
3. Meredakan nyeri
Kompres lembap panas (untuk 10-20 menit) diberikan pada daerah belakang leher
beberapa kali sehari untuk meningkatkan aliran darah ke otak dan menolong relaksasi
otot dengan baik bagi pasien yang mengalami spasme otot. Analgetik diberikan selama
fase akut untuk mengurangi nyeri dan sedatif dapat diberikan untuk mengontrol
kecemasan yang sering ditimbulkan oleh penyakit diskus vertebra servikal. Relaksan
otot diberikan untuk menghentikan siklus spasme otot dan meningkatkan kenyamanan
pasien. Obat anti inflamasi (aspirin, fenilbutazon, [Butazolidin]) atau kortikosteroid
diberikan untuk mengatasi proses inflamasi yang biasanya terjadi pada jaringan
penyokong dan radiks saraf yang terkena. Kadang-kadang injeksi kortikostreroid ke
dalam ruang epidural dapat dicoba sebagai cara untuk meredakan nyeri radikular (radiks
saraf spinal). Agens anti-inflamasi diberikan dengan makanan dan antasida untuk
mencegah iritasi gastroinstentinal. Hitung darah lengkap periodik diindikasikan untuk
20

mendeteksi terjadinya diskrasia darah karena toksisitas hematologik pada fenilbutazon


dapat terjadi.
4. Memakai korset lumbal (lembut, brace kembali fleksibel) pada awal pengobatan untuk
meringankan sakit punggung Anda, meskipun itu tidak membantu menyembuhkan herniated
disc.
5. Fisioterapi dapat bermanfaat, khususnya pada keadaan nyeri akut. Fisioterapi dapat
berupa diatermi untuk membuat otot punggung rileks dan TENS (Transcutaneous
Electrical Nerve Stimulation) untuk mengurangi nyeri
6. Suntikan tulang belakang .Suntikan dari cortisone seperti obat ke punggung bawah
dapat membantu mengurangi pembengkakan dan peradangan pada akar saraf , yang
memungkinkan untuk meningkatkan mobilitas . Suntikan ini disebut sebagai epidural
atau blok saraf .

Gambar TENS

Gambar korset

Gambar
pemberian epidural

Gambar obat analgesik Ibuprofen

Komplikasi
Komplikasi secara umum sebelum operasi yang dapat terjadi adalah nyeri punggung
jangka panjang atau sakit kaki, hilangnya gerakan atau perasa di kaki, hilangnya fungsi usus
dan kandung kemih Cedera tulang belakang tetap ( sangat jarang ). Setelah operasi dapat
terjadi perdarahan pasca operasi. Komplikasi khusus pada bagian servikal adalah
kelemahan dan atropi otot untuk pendekatan anterior meliputi cedera arteri karotid atau arteri
vertebral, disfungsi saraf laringeus berulang, perforasi esofagus, dan obstruksi jalan nafas.
21

Komplikasi pendekatan posterior meliputi kerusakan radiks saraf atau medulla spinalis karena
retraksi atau kontusio salah satu struktur ini, yang mengakibatkan kelemahan otot-otot yang
dipersarafi radiks saraf atau medulla. Komplikasi pada discectomy dapat terjadi. Beberapa
di antaranya adalah pendarahan, infeksi, saraf kerusakan, kandung kemih atau usus,
kebocoran
Faktor, yang dapat meningkatkan risiko komplikasi:
1.
2.
3.
4.

Penyakit kronis (misalnya, diabetes);


Operasi tulang belakang sebelumnya;
Usia lanjut;
Merokok.cairan serebrospinal dan herniated disk yang (Ini mungkin terjadi selama tiga
bulan pertama setelah operasi)

Progonosis
1. Sekitar 15 % kasus HNP lumbal dapat mengalami herniasi pada lokasi yang sama maupun
lokasi yang berbeda.
2. Kebanyakan orang dapat berjalan tanpa dibantu kurang lebih sehari setelah dioperasi
3. Kebanyakan pasien penderita HNP 80-90% akan membaik keadaan nya pada aktivitas
normal tanpa terapi yang agresif dan dapat sembuh kira- kira 1 2 bulan. Tetapi sebagian
kecil akan berlanjut menjadi kronik nyeri punggung bawah walaupun telah menjalani
terapi.
II. Tinjauan Teoritis Keperawatan
A. Data Demografi : meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, BB/TB
B. Riwayat keluhan : nyeri (kaji PQRST)
P : Adanya riwayat trauma (mengangkat atau mendorong benda berat)
Q: Sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat, mendenyut, seperti kena api, nyeri
tumpul yang terus menerus. Kaji penyebaran nyeri, apakah bersifat nyeri radikular atau
nyeri acuan (referred pain). Nyeri bersifat menetap atau hilang timbul, semakin lama
semakin nyeri. Nyeri bertambah hebat karena adanya faktor pencetus seperti gerakangerakan pinggang, batau atau mengedan, berdiri atau duduk untuk jangka waktu yang lama
dan nyeri berkurang bila dibuat istirahat berbaring. Sifat nyeri khas dari posisi berbaring ke
duduk, nyeri mulai dari pantat dan terus menjalar ke bagian belakang lutut kemudian ke
tungkai bawah. Nyeri bertambah bila ditekan daerah L5-S1 (garis dua krista iliaka).
R: Letak atau lokasi nyeri. Minta klien menunjukkan nyeri dengan setepat-tepatnya sehingga
letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.
S :Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan aktivitas tubuh, posisi yang
bagaimana yang dapat meredakan rasa nyeri seperti berjalan, menuruni tangga, menyapu,
dan gerakan yang mendesak. Obat-obatan yang sedang diminum seperti analgesik, berapa
lama klien menggunakan obat tersebut.
T: Sifatnya akut, sub-akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat menetap, hilang timbul,
semakin lama semakin nyeri. Nyeri pinggang bawah yang intermiten ( dalam beberapa
minggu sampai berapa tahun)
C. Riwayat penyakit sekarang : trauma akibat mengangkat atau mendorong benda yang berat,
parestesia, keluhan nyeri pada punggung bawah, belakang tumit dan telapak kaki. keluhan
22

paraparesis flasid, parestesia, retensi urin, menstruasi, adneksitis dupleks kronik, keluhan
nyeri pada punggung bawah, ditengah tengah area pantat dan betis, , klien sering mengeluh
kesemutan(parastis)atau baal bahkan kekuatan otot menurun sesui dengan ditribusi persarafan
terlibat
D. Riwayat penyakit dahulu : TB tulang, osteomalitis, keganasan
metabolik/osteoporosis, DM, dan jantung.

(mieloma multipleks),

E. Riwayat sosial.
1. Latar belakang
Kelainan persalinan atau komplikasi,orang tua pada masa asuh dini dan penyapihannya.
Sekolah, pencapaian akademis atau kesulitan,eedukasi dan pelatihan lebih lanjut, dan masa
perilaku
2. Kehidupan rumah
Kekerasan emosional, fisik atau seksual, riwayat kematian dan penyakit, ketertarikan dan
perilaku orang tua
3. Pekerjaan
Riwayat pekerjaan saat ini dan sebelumnya (klarifikasi dengan tepat deskripsi pekerjaan,
paparan terhadap bahan berbahaya,misalnya zat kimia, asbestos, berpergian ke tempat
asing, kecelakaan dan klaim kompensasinya. Tidak bekerja : alasan dan sudah berapa
lamaKesannya terhadap pekerjaan tersebut
4. Finansial
Keadaan keuangan, termasuk hutang. Manfaat dan jaminan sosial
5. Keadaan hubungan pribadi dan rumah tangga
Menikah atau dengan pasangan dalam waktu yang lama dan kualitas hubungan. Masalahmasalah yang ada. Kesehatan pasangan, pekerjaan dan perilaku terhadap penyakit pasien.
Siapa lagi yang ada di rumah? Apakah ada masalah, misalnya kesehatan, kekerasan,
kesusahan? Apakah ada masalah dengan hukum dan polisi?
6. Rumah
Jenis dan ukuran rumah, apakah dimiliki sendiri atau disewa. Detail rumah,termasuk
beberapa lantai, toilet, fasilitas pemanas dan dapur, lingkungan sekitarnya
7. Dukungan komunitas
Keterlibatan pelayanan sosial, misalnya bantuan perumahan, makan di jalan. Sikapnya
terhadap yang membutuhkan bantuan
8. Riwayat seksual (hanya ditanyakan bila relevan dengan anamnenis)
9. Aktivitas relaksasi
Hobi dan waktu luang. Binatang peliharaan
10. Olahraga
Apa, dimana, dan kapan?

F. Riwayat penyakit keluarga. Lihat riwayat melaui genogram

23

Gambar dan keterangan bentuk pada genogram

G. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Head to Toe
a. Kepala : Bentuk, kesimetrisan,ada lesi atau tidak, pernah Terjadi benturan atau
tidak,ada nyeri tekan atau tidak, ada pembengkakan atau tidak,warna rambut,
kebersihan kepala, kulit kepala, kelembaban kulit kepala,borok pada kulit
kepala,Rambut (struktur rambut,kerontokan).
b. Kulit : Warna kulit, tugor kulit, kelembaban kulit,lesi pada kulit, bersisik atau
berminyak,abnormal pada kulit,bintik-bintik pada kulit, luka pada kulit,rubor kulit,
nyeri pada permukaan kulit.
c. Leher : Benjolan/massa,kekakuan otot leher, nyeri menelan,pergerakan leher(ROM):
(fleksi,rotasi,lateral fleksi,hiperekstension),tenggorokan(ovula,kedudukan
trachea),gangguan bicara, kelenjar tiroid, vena jugularis ,kaku kuduk.
d. Pernafasan (Hidung: ada sinus atau tidak, ada polip atau tidak, sekresi mukosa,
sumbatan sputum, kesulitan bernafas ketika petukaran pola nafas, nyeri . kardiovaskuler
biasanya kualitas dan prekuensi nadi normal, tekanan darah normal,pada auskultasi
tidak ditemukan bunyi jantung tambahan).
e. Diafragma : Bentuk Dada, bentuk dan pergerakan dinding dada ,ada bunyi atau irama
pernapasan (pola nafas , cheynes stokes,ada irama kussmaul
,stridor,wheezing,ronchi,pleural friction-Rub,ada nyeri tekan pada daerah dada, bunyi
jantung,mengi,ronki).
f. Abdomen : bentuk permukaan abdomen,ada nyeri tekan pada epigastrik,ada
peningkatan peristaltic usus, nyeri tekan pada daerah suprapubik, bising usus, batas
kuadran abdomen, kontur , jaringan parut, linea nigra,Bledder (kaji keadaan urin
meliputi warna, jumlah, karakteristik urin, termasuk berat jenis urin. penurunan jumlah
24

urin dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada
ginjal.)
g. Eksremitas bawah : Ada pembatasan gerak, odem,varises ,tromboplebitis,nyeri pada
eksremitas bawah,tanda-tanda infeksi, ada kelemahan tungkai, warna kemerahan pada
betis,Edema pada eksremitas bawah, panas pada tungkai, kesemutan pada tungkai,
Bentuk atropi atau tidak, kesemutan (jika ya, berapa sering terjadi dan berapa
lama),pergerakan mobilitas, tekanan pada daerah kaki, tremor, Kurvatura yang
berlebihan,
pendataran
arkus
lumbal,
adanya
aungulus.velvis
yang
miring/asimetris,muskulatur varatebral/atau pantat yang asimetris.Postur tungkai yang
abnormal,hambatan pada penggerakan punggung,velvis,dan tungkai selama bergerak.
2. Pemeriksaan per-sistem dengan pengkajian 11 Fungsi Gordon
a. Health Perception-Health Management Pattern
1)
Mengkaji Riwayat
a) Bagaimana kesehatan anda akhir-akhir ini?
b) Ada demam satu tahun terakhir ini?
c) Apa yang kamu lakukan untuk menjaga dirimu untuk tetap sehat? Apakah hal
yang kau lakukan membuat sebuah perbedaan? Riwayat minum alkohol, merokok,
narkoba? Apakah melakukan self breast examination, testis examination?
d) Kecelakaan (kerja, rumah, berkendara)?
e) Apakah tau penyebab sakit?Aksi yang dilakukan saat sakit? Hasil dari aksi yang
dilakukan?
2) Pemeriksaan tampak fisik umum
b. Pola Nutrisi Metabolik
1) Mengkaji Riwayat
a) Mendeskripsikan mengenati intake makanan, vitamin, suplemen, jenis snack yang
dimakan
b) Mendeskripsikan intake cairan
c) Riwayat turun naik berat badan? Dan tinggi badan
d) Deskripsi nafsu makan
e) Kenyamanan saat makan
f) Luka cepat sembuh atau tidak
g) Masalah kulit: Lesi? Kekeringan?
h) Masalah gigi?
2) Pemeriksaan
a) Kulit : penonjolan tulang, lessi, perubahan warna, kelembaban
b) Membran mukosa mulut : Warna, kelembaban, lesi
c) Gigi : tanpak umum dan susunan gigi, menggunakan gigi tiruan atau tidak, lubang
gigi, ompong atau tidak
d) Temperature
e) Adanya pemberian IV atau tidak
c. Pola Elimasi
1)
Mengkaji Riwayat
a) Pola BAB, frekuensi, karakteristik, kenyamanan, pernah menggunakan pencahar
atau tidak, masalah buang BAB
b) Pola eliminasi urin, frekuensi, masalah buang air kecil
c) Keringat berlebih, bau badan
d) Apakah pernah menggunakan jenis drainase tubuh apapun
25

2)

Pemeriksaan - Melakukan pemeriksaan sekresi, warnanya, dan konsistensinya

d. Pola Aktifitas dan Exercise


1) Mengkaji Riwayat
a)
b)
c)
d)

Deskripsi pasien mengenai kemampuannya dalam melakukan aktifitas


Pola olahraga, tipenya, teratur atau tidak
Kegiatan saat waktu luang
Kemampuan untuk makan, menggunakan pakaian, memasak, mandi, berdandan,
berbelanja, BAB atau BAK, pergerakan secara umum, pergerakan diatas tempat
tidur, membersihkan rumah (berdasarkan kode tingkatan)

Kode tingkatan :
Level 0: mandiri
Level I: menggunakan alat bantu
Level II: membutuhkan bantuan dari orang lain
Level III: membutuhkan alat bantu, dan bantuan dari orang lain
Level IV: bergantung secara penuh
2) Pemeriksaan
a) Meminta pasien untuk mendemostrasikan kemampuan untuk makan,
menggunakan pakaian, memasak, mandi, berdandan, berbelanja, BAB atau BAK,
pergerakan secara umum, pergerakan diatas tempat tidur, membersihkan rumah
b) Gaya berjalan, postur tubuh
c) Range of Motion (ROM)
d) Kemampuan menggenggam
e) Nadi (HR), ritmenya, bunyi jantung
f) Pernafasan (RR), ritmenya, bunyi nafas
g) Tekanan darah
h) Penampilan umum
e. Pola Tidur dan Istirahat
1) Mengkaji Riwayat
a) Kesiapan beraktifitas setelah tidur dan beristirahat
b) Gangguan tidur, menggunakan obat tidur, ada tidaknya mimpi buruk, bangun
ditengah malam
c) Periode rileksasi
2) Pemeriksaan : jika memungkinkan observasi tidur pasien
f. Pola Kognitif-Perceptual
1) Mengkaji Riwayat
a) Adanya kesulitan mendengar, melakukan pengobatan atau tidak
b) Riwayat gangguan [englihatan, menggunakan kacamata atau tidak, terakhir kali
check up, perubahan terakhir seperti apa
c) Ada tidaknya perubahan ingatan
d) Cara terbaik yang dilakukan untuk mempelajari sesuatu, kesusahan yang dialami
saat belajar
e) Adanya ketidaknyamanan, rasa nyeri, dan cara mengatasi nyeri
2) Pemeriksaan
a) Orientasi
26

b)
c)
d)
e)
f)

Pendengaran (bisikan)
Membaca/penglihatan
Bahasa yang digunakan
Level kata-kata yang digunakan
Ide-ide dari pasien (konkrit, atau abstrak)

g. Self Perception-Self Concept Pattern


a)
b)
c)
d)
e)

1) Riwayat
Deskripsi pribadi, perasaan tentang diri sendiri (merasa baik atau tidak)
Hal-hal yang pasien rasakan tidak dapat dilakukannya
Perubahan terhadap perasaan pasien mengenai dirinya
Hal-hal yang sering membuat pasien marah, terganggu, takut, gelisah
Pernah merasakan kehilangan harapan atau tidak
2) Pemeriksaan
a) Eye contact, (perhatian atau tidak)
b) Pola suara, dan bicara
c) Gugup (5) relaks (1) dinilai dari 1-5
d) Asertif (5) pasif (1) dinilai dari 1-5
h. Pola Peran dan Relasi

1) Riwayat
a)
Tinggal sendiri, atau dengan keluarga, struktur (diagram) keluarga)
b)
Masalah keluarga yang tidak dapat ditangani pasien
c)
Ada tidaknya keluarga yang bergantung pada pasien
d)
Adanya masalah dengan anak
e)
Mengikuti sebuah organisasi sosial, bersama teman-teman, sering tidaknya merasa sendiri
(frekuensi)
f)
Keadaan saat kerja atau sekolah
g)
Jika memungkinkan : gaji pasien
h)
Merasa terisolasi dan masyrakat atau tidak
2) Pemeriksaan - Interaksi dengan anggota keluarga
i. Pola Sexual-Reproduksi
1) Riwayat
a)
Kepuasan sexual, perubahannya, ada tidaknya masalah
b)
Menggunakan kontrasepsi, masalah saat menggunakan kontrasepsi
c)
Bagi wanita : tanyakan riwayat mestruasi, menstruasi terakhir, masalah menstruasi, para,
atau gravida
2) Pemeriksaan - Tidak ada pemeriksaan jika tak ada masalah,atau pelvic examination

j. Pola Koping Stress


1) Riwayat
a) Kesempatan terbesar yang didapatkan saat hidup ini satu atau dua tahun lalu, dan
krisis yang didapatkan dua tahun terakhir
b) Siapa yang sangat membantu pasien jika ada masalah
c) Sering tegang atau tidak, dan jika tegang apa yang sering dilakukan pasien untuk
menangani rasa tegang
d) Menggunakan obat-obatan, narkoba, atau alkohol
e) Jika ada masalah besar dalam hidup bagaimana cara mengatasinya
27

2) Pemeriksaan - Tidak ada pemeriksaan


k. Pola Value-Beliefs
1) Riwayat
a)
b)
c)

Umumnya mendapatkan hal yang diinginkan, rencana penting untuk masa depan
Apakah agama penting, dan apakah agama membantu pasien
Apakah sakit ada hubungannya dengan agama yang dianut pasien
2) Pemeriksaan - Tidak ada
3) Concern lainnya
- Ada tidaknya hal lain yang ingin diceritakan pasien
- Adakah pertanyaan dari pasien

Bab II
Analisa Data
No.

DO

DS

Etiologi

28

Masalah
Keperawatan

- inspeksi: frekuensi
- Pasien mengeluh
pernafasan tidak
sesak napas.
Pasien
mengeluh
normal
kesulitan saat
(takipnea/bradipnea)
- palpasi: ditemukan
batuk dan
taktil fremitus tidak
mengelurakan
seimbang kanan kiri;
dahak
- perkusi: tidak semua
suara resonan pada
seluruh lapangan paru;
- auskultasi: adanya
bunyi pernafasan
tambahan) seperti
mengi, stridor, stertor
- data demografi pasien
menyangkut
abnormalitas pada
BB/TB, umur HR, RR,
Tekanan darah dan
SPO2, dan suhu (dalam
kondisi menurun)
riwayat penyakit masa
lalu (apakah ada
riwayat TB atau
perokok)
- kuku, bibir, kulit
terlihat sianosis
- hasil pemeriksaan
kadar hemoglobin,
sputum, dan AGD
(abnormalitas pada
warna sputum, jumlah,
dan bau)
- JVP ditemukan tinggi
- Hasil spirometri
abnormal

Kelumpuhan otot
pernapasan
Hipoksemia/iskemia

Gangguan Pola
Napas
Gangguan
pertukaran gas

2.
-

Pasien paralisis dan


paraplegi
Pasien mengalami
disfungsi presepsi
spasial dan kehilangan
sensori
Kulit pasien lembab,
khususnya pada bagian

Pasien mengeluh
tidak dapat
menggerakkan
tubuhnya, tidak
dapat merasakan
rasa sakit dan
sentuhan

Terputusnya jaringan saraf di medula spinalis


-

29

Kerusakan
mobilitas fisik.
Ketidakmampuan
perawatan diri
Resiko terhadap
kerusakan

3.

yang bersentuhan
dengan linen
Ditemukan adanya
bekas kemerahan pada
kulit
Pasien membutuhkan
bantuan penuh untuk
melakukan gerakangerakan
Ditemukan lesi pada
motorik atas dan
motorik bawah
Ditemukan hipotonus
dan hipertonus

Adanya gangguan pada


sistem kardiovaskuler
biasanya kualitas,
frekuensi nadi tekanan
darah,pada auskultasi
ditemukan bunyi jantung
tambahan.
-ditemukan abnormalitas
pada tekanan darah, tangan
dan kulit, pada denyut
(radialis, brakialis, dll),
JVP yg meningkat
-hasil EKG dan foto toraks

Pasien tidak bisa


meahan atau
merasakan ingin
berkemih atau
BAB

Pasien mengeluh
nyeri pada bagian
dada dan sesak
napas

Konstriksi pembuluh darah


(saraf simpatis)

30

integritas kulit
Perubahan
presepsi sensorik
Resiko jatuh
Intolenransi
aktivitas
Imobilitas fisik

Resiko infrak pada


miokard

Diagnosa
1.

resiko infark
miocard

INTERVENSI
Intervensi

Tujuan & Kriteria


Hasil
Tujuan : Dalam
waktu 3x24 jam,
nyeri berkurang atau
klien dapat
mengikuti instruksi
tehnik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri.

Kriteria Hasil : secara


subjektif melaporkan
nyeri berkurang dan
dapat
mengidentifikasi
aktivitas yang
meningkatkan atau
menurunkan nyeri,
klien tidak gelisah,
skala nyeri 0-1 atau
teradaptasi.

Kaji terhadap nyeri

Bantu klien dalam


indentifikasi faktor
pencetus.

Jelaskan dan bantu


klien dengan tindakan
pereda nyeri
nonfarmakologi dan
non invasif.

Ajarkan relaksasi:
Teknik-teknik untuk
menurunkan
ketegangan otot
rangka, yang dapat
menurunkan intensitas
nyeri dan juga
tingkatkan relaksasi
masase.

Rasional
Nyeri merupakan
respons subjektif yang
bisa dikaji dengan
menggunakan skala
nyeri. Klien melaporkan
skala nyeri biasanya di
atas tingkat cedera.
Nyeri dipengaruhi oleh
kecemasan, ketegangan,
suhu, distensi kandung
kemih, dan berbaring
lama.
Pendekatan dengan
menggunakan relaksasi
dan nonfarmakologi
lainnya telah
menunjukkan
keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
Akan melancarkan
peredaran darah,
sehingga kebutuhan
oksigen oleh jaringan
akan terpenuhi,
sehingga akan
mengurangi nyerinya.

Ajarkan metode
distraksi selama nyeri
akut.
Berikan kesempatan
waktu istirahat bila
terasa nyeri dan
berikan posisiyang
nyaman misalnya saat
klien tidur, sanggah
punggung klien
dengan bantal kecil.
Tingkatkan
pengetahuan tentang
31

Mengalihkan perhatian
nyerinya ke hal-hal yang
menyenangkan.
Istirahat akan
merelaksasi semua
jaringan sehingga akan
meningkatkan
kenyamanan.

penyebab nyeri dan


menghubungkan
berapa lama nyeri
akan berlangsung

Observasi tingkat
nyeri dan respons
motorik klien 30 menit
setelah pemberian
obat analgesik untuk
mengkaji
efektivitasnya. Setiap
1-2 jam setelah
tindakan perawatan
selama 1-2 hari.
Kolaborasi dengan
dokter, pemberian
analgesik.

32

Pengetahuan akan
dirasakan membantu
mengurangi nyerinya.
Dan dapat membantu
mengembangkan
kepatuhan klien
terhadap rencana
terapeutik.
Pengkajian yang optimal
akan memberikan
perawat data yang
objektif untuk mencegah
kemungkinan komplikasi
dan melakukan
intervensi yang tepat.

Analgesik memblok
lintasan nyeri sehingga
nyeri akan berkurang.

2.

intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
kelemahan
umum

Tujuan : Dalam
waktu 3x24 jam,
klien mampu
melaksanakan
aktivitas fisik sesuai
dengan
kemampuannya.
Kriteria Hasil : Klien
dapat ikut serta
dalam progam
latihan, tidak terjadi
kontraktur sendi,
bertambahnya
kekuatan otot, klien
menunjukkan
tindakan untuk
meningkatkan
mobilitas.

Kaji mobilitas yang


ada dan observasi
peningkatan
kerusakan. Kaji secara
teratur fungsi motorik.
Ubah posisI klien tiap
2 jam.

Ajarkan klien untuk


melakukan latihan
gerakan aktif pada
ekstremitas yang tidak
sakit.

Mengetahui tingkat
kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas.

Menurunkan resiko
terjadinya iskemia
jaringan akibat sirkulasi
darah yang jelek pada
daerah yang tertekan.
Gerakan aktif
memberikan massa,
tonus, dan kekuatan
otot, serta memperbaiki
fungsi jantung dan
pernapasan.

Lakukan gerakan pasif


pada ekstremitas yang
sakit.

Otot volunter akan


kehilangan tonus dan
kekuatannya bisa tidak
dilatih untuk digerakkan.

Inspeksi kulit bagian


distal setiap hari.
Pantau adanya iritasi,
kemerahan, atau luka
pada kulit dan mebran
mukosa.

Deteksi dini adanya


gangguan sirkulasi dan
hilangnya sensasi resiko
tinggi kerusakan
integritas kulit
kemungkinan komplikasi
imobilisasi.

Bantu klien melakukan


latihan ROM,
perawatan diri sesuai
toleransi.
Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk
latihan fisik klien.

33

Untuk memelihara
fleksisbilat sendi sesuai
kemampuan.

Peningkatan kemampuan
dalam mobilisasi
ekstremitas dapat
ditingkatkan dengan
latihan fisik dari tim
fisioterapis.

3.

Risiko
kerusakan
integritas
kulit yang
berhubungan
dengan
imobilisasi,
tidak
adekuatnya
sirkulasi
perifer, tirah
baring lama.

Tujuan : Dalam
waktu 3x24 jam,
klien mampu
mempertahankan
keutuhan kulit.
Kriteria hasil : Klien
mau berpartisipasi
terhadap
pencegahan luka,
mengetahui
penyebab dan cara
pencegahan luka,
tidak ada tandatanda kemerahan
atau luka, kulit
kering.

Anjurkan untuk
melakukan latihan
ROM dan mobilisasi
jika mungkin.
Ubah posisi tiap 2 jam.

Gunakan bantal air


atau pengganjal yang
lunak di bawah
daerah-daerah yang
menonjol.
Lakukan masase pada
daerah yang menonjol
yang baru mengalami
tekanan pada waktu
berubah posisi.
Bersihkan dan
keringkan kulit.
Jagalah linen tetap
kering.
Observasi adanya
eritema dan
kepucatan dan palpasi
adanya kehangatan
dan pelunakan
jaringan tiap
mengubah posisi.
Anjurkan klien untuk
mengekspresikan
perasaan termasuk
perasaan bersalah
pada diri sendiri dan
kemarahan.
Catat ketika klien
menyatakan
terpengaruh seperti
sekarat atau
mengingkari dan
menyatakan inilah
kematian.

Meningkatkan aliran
darah ke semua daerah.

Menghindari tekanan dan


meningkatkan aliran
darah.
Menghindari tekanan
yang berlebih pada
daerah yang menonjol.

Menghindari kerusakankerusakan kapiler-kapiler.

Meningkatkan integritas
kulit dan mengurangi
risiko kelembapan kulit.
Hangat dan pelunakan
adalah tanda kerusakan
jaringan.

Menunjukkan
penerimaan, membantu
klien untuk mengenal
dan menyesuaikan
dengan perasaan
tersebut.

Mendukung penolakan
terhadap bagian tubuh
atau perasaan negatif
terhadap gambaran
tubuh dan kemampuan
yang menunjukkan
kebutuhan dan intervensi
serta dukungan
emosional.
Membantu klien untuk
melihat bahwa perawat

34

Pernyataan pengakuan
terhadap penolakan
tubuh mengingatkan
kembali fakta kejadian
tentang realitas bahwa
masih dapat
menggunakan sisi
yang sakit dan belajar
mengontrol sisi yang
sehat.
Bantu dan anjuran
perawatan yang baik
dan memperbaki
kebiasaan.

Anjurkan orang yang


terdekat untuk
mengizinkan klien
melakukan sebanyakbanyaknya hal-hal
untuk dirinya.
Dukung perilaku atau
usaha seperti
peningkatan minat
atau partisipasi dalam
aktivitas rehabilitasi.
Monitor gangguan
tidur, peningkatan
kesulitan, konsentrasi,
letargi, dan penolakan.

Kolaborasi : rujuk pada


ahli neuropsikologi dan
konseling bila ada
indikasi.

35

menerima kedua baian


sebagai bagian dari
seluruh tubuh.
Mengizinkan klien untuk
merasakan adanya
harapan dan mulai
menerima situasi baru.

Membantu meningkatkan
perasaan harga diri dan
mengontrol lebih dari
satu area kehidupan.
Menghidupkan kembali
perasaan kemandirian
dan membantu
meningkatkan hara diri
serta memengaruhi
proses rehabilitasi.
Klien dapat beradaptasi
terhadap perubahan dan
pengertian tentang
peran individu masa
mendatang.
Dapat mengindikasikan
terjadinya depresi
umumnya terjadi sebagai
pengaruh dari stroke
yang memerlukan
intervensi dan evaluasi
lebih lanjut.
Dapat memfasilitasi
perubahan peran yang
penting untuk
perkembangan
perasaan.

4.

resiko jatuh
berhubungan
dengan usia
lanjut,
parestesia,
hambatan
mobilitas fisik

Tujuan : Dalam
waktu 2x24 jam,
resiko jatuh akan
menurun, gerakan
terkoordinasi,

Mengingkatkan
mekanika tubuh

Mencegah keletihan dan


ketegangan atau cedera
muskuloskeletal.

Manajemen
lingkungan

Memantau dan
memanipulasi
lingkungan fisik untuk
memfasilitasi keamanan.

Terapi latihan fisik

Untuk meningkatkan
atau mengembalikan
gerakan tubuh terkendali

Mengidentifikasi faktor
resiko yang potensial

Dapat memprioritaskan
strategi penurunan
resiko

5.
Deficit
perawatan diri
berhubungan
dengan
gangguan
musculoskeleta
l, kerusakan
neuromuscular,
nyeri,
kelemahan

Tujuan : dalam waktu


2x24 jam, dapat
menunjukan
perawatan diri (ADL)
dengan dibuktikan
oleh indicator 1-5

Melakukan bed
bathing sesuai
kebijakan institusi
yang berlaku

Pemeliharaan
kesehatan mulut

Untuk relaksasi,
kebersihan dan
penyembuhan
Menghindari adanya lesi
mulut atau gigi

6.

Gangguan
pertukaran gas
berhubungan
dengan
ketidakseimba

Tujuan : Dalam
waktu 2x24 jam,
gangguan
pertukaran gas akan
berkurang, yang
dibuktikan oleh tidak
terganggunya
respons alergi

Memfasilitasi jalan napas


Manajemen jalan
napas
Pemantauan
pernapasan

ngan perfusi-

Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien
untuk memastikan
kepatenan jalan napas
dan adekuatnya
pertukaran gas

ventilasi,
perubahan
membran
7.

kapiler alveolar
Gangguan
pola napas
berhubungan

Tujuan : dalam waktu


2x24jam, klien dapat
menunjukan pola
pernapasan efektif :
kepatenan jalan

Monitor TTV klien


Dan Manajemen jalan
napas
36

Memfasilitasi kepatenan
jalan napas

dengan
penurunan

napas, mudah
bernapas,
Melakukan suctioning

energi dan
kelelahan ,
nyeri, disfungsi

Mengeluarkan secret
jalan napas dengan cara
memasukan kateter
pengisap ke dalam jalan
napas oral atau trakea
pasien

neuromuscular,
cedera medulla
spinalis,
8.

kelelahan otot
pernapasan.
Ganguan
eliminasi urin
berhubungan
dengan
ganguan
sensorik
motorik

9.

Tujuan
Dalam waktu 3x24
jam klien dapat
melakukan eliminasi
urin tanpa rasa nyeri
Kriteria hasil :
intake cairan dalam
rentan normal.
Tidak ada spasme
bladder .
saat ingin BAK klien
tidak
memperlihatkan
ekspresi wajah yang
gelisah dan tidak
memegang area
abdomen karena
kesulitan BAK.
Tidak terjadi residu
urin > 100-200cc

Disfungsi
seksual
berhubungan
dengan
keterbatasan
actual akibat

Tujuan : setelah sakit


klien dapat
menerima
perubahan fungsi
sexual yang terjadi
akibat penyakit

penyakit,
perubahan

Kriteria hasil :

Monitor pola eliminasi


klien
Dalam waktu 24 jam
Monitor intake dan
output klien
Kaji warna, bau,dan
frekuensi urin dan
nyeri saat BAK.
Edukasi keluarga klien
untuk mengukur
intake dan output klien
serta bantu mobilisasi
klien ke toilet.
Monitor tingkat
distensi kandung
kemih klien dengan
palpasi dan perkusi
Instruksikan klien
untuk tidak menahan
BAK
Kolaborasi dengan tim
medis lain untuk
pemberian kateter jika
di perlukan

Membangun hubungan
yang teraupetik
dengan klien
berdasarkan
37

untuk melihat
keseimbangan cairan
klien selama 24 jam.
Untuk melihat perubahan
warna padaa urin,
memasstikan tidak ada
darah pada urin.
Edukasi di lakukan agar
keluarga dapat
membantu mobilisasi
klien.
Monitor distensi urin
untuk melihat frekuensi
nyeri pada klien saat
BAK
Pemberian kateter di
lakukan jika klien tidak
mampu melakukan
mobilisasi ke toilet dan
inkontensia urin.

Membangun sebuah
hubungan yang
teraupetik dan
memberikan informasi
yang jelas dapat

dalam
mencapai
kepuasan
sexual

Klien menunjukkan
keinginan untuk
berdiskusi terkait
perubahan fungsi
seksual yang terjadi.

kepercayaan dan rasa


hormat dengan
menyediakan pivasi
bagi klien dan
menjamin kerahasian.

Klien dapat
mengungkapkan
secara verbal
pemahamannya
terkait dengan
pembatasan indikasi
medis, serta klien
dapat meminta
informasi yang di
butuhkan tentang
perubahan fungsi
seksual yang terjadi

Memberikan informasi
pada klien dan
keluarga terkait
mengenai perubahan
fungsi seksual karena
penyakit yang di
alami.

10
.
Ketidakefektifa
jalan nafas
berhubungan
dengan
batuk
menurun,
perubahan
frekuensi nafas

Mendorong klien untuk


memverbalisasikan
perasaannya untuk
membuat coping stress
klien ke arah positif.
Melakukan kolaborasi
dengan tim kesehatan
lai untuk memberikan
konsultasi yang tepat
dan edukasi kelurga klien
untuk membuat keluarga
dapat mengerti tentang
keterbatasan seksual
yang terjadi pada klien.

Lakukan kolaborasi
dengan tim medis lain
untuk memeberikan
konsulttasi terkait
perubahan fungsi
seksual.

n bersihan

kemampuan

Dorong klien untuk


verbalisasikan
ketakutan dengan cara
mengekspresikan rasa
sedih dan dan
kemarahan serta
anjurkan klien untuk
mengajukan
pertayaan tentang
perubahan yang
terjadi, dan resiko.

mebantu klien
mengetahuai keadaan
yang sebenarnya terjadi
sehingga klien dapat
menyesuaikan diri
dengan resiko perubahan
yang akan terjadi.

Tujuan: dalam waktu


24 jam klien dapat
batuk efektif,
frekuensi nafas
dalam rentan normal
normal dan tidak
menggunakan otot
bantu nafas.
Kriteria hasil: klien
dapat
mendemonstrasikan
cara batuk
efektif,dengan suara
nafas yang bersih,
tidak terlihat sianosis
dan dypsnea (klien

Edukasi keluarga klien


untuk tetap
memberikan dukungan
secra moral dan
spiritual pada klien.
Berikan posisi nyaman
semi fowler/ fowler
Hitung HR dan
auskultasi suara nafas
kemudian catat suara
tambahan saat
bernafas.
Lakukan fisioterapi
dada dan ajarkan
batuk efektif.
38

Posisi yang nyaman


untuk memaksimalkan
ventilasi klien.
Untuk melihat Hrklien
dalam rentan normal
atau tidak serta
memastikan apakah ada
ronghi
Untuk mengeluarkan
sputum dan membuka
jalan nafas yang paten.

11
.

Gangguan citra
tubuh
berhubungan
dengan
perubahan

mampu
mengeluarkan
sputum dan mampu
bernafas dengan
baik.
Klien tidak mengeluh
nyeri dada saat
batuk atau bernafas,
dilihat dari ketika
klien batuk dan
bernafas tidak
memegang area
dadanya.

Informasikan tentang
tindakan suctioning
pada klien dan
keluarganya
Monitor respirasi klien
Dan saturasi oksigen
Lakukan kolaborasi
dengan dokter untuk
melakukan terapi
oksigen jika di
perlukan.

Memastikan frekuensi
nafas normal dan tidak
menggunakan otot bantu
nafas, dan melihat
apakah klien
membutuhkan terapi
oksigen.
Untuk membantu
mensuplai oksigen ke
dalam tubuh.

aktual pada
tubuh
(penampilan,
struktur , dan
fungsi)

Klien mampu
mengidentifikasi dan
mencegah faktor
yang dapat
menghambat jalan
nafas.

Tujuan : setelah sakit


klien mampu
mengidentifikasi
kekuatan personal
dan mengetahui
perubahan aktual
pada tubuhnya.
Kriteria hasil : Body
image positif
Klien dapat
mendeskripsikan
secara faktual dan
verbal perubahan
fungsi tubuh nya.
Klien dapat tetap
mempertahan
interaksi sosialnya
ditandai dengan
ketika di jenguk oleh
keluarga klien tidak
berusaha untuk
mengurung dirinya,
klien mampu
menunjukkan area
tubuh yang

Kaji secara verbal dan


non verbal respon
klien terhadap
tubuhnya .
Monitor frekuensi
megkritik dirinya.
Jelaskan pengobatan,
perawatan, kemajuan
dan prognosis
penyakit.
Dorong klien
mengungkapkan
perasaannya.
Edukasi keluarga klien
untuk memfasilitasi
interaksi klien.

39

Membantu klien untuk


mengekspresikan
perasaan kecemasan
dan penerimaan klien.
Membantu klien
mengetahui kondisi nya
saat ini dan membantu
memberikan informasi
yang tepat sesuai
kebutuhan klien.
Memfasilitasi keluarga
untuk berperan aktif
dalam proses
penyembuhan klien. Dan
memfasilitasi interaksi
klien dengan
lingkungannya.

mengalami
perubahan aktual.

Daftar Pustaka
40

A. M. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta Pusat,
Jakarta: Salemba Medika.
A. M. (2014). HNP (Saraf Terjepit) - Gejala, Penyebab, Pengobatan - Mediskus.com. Retrieved
January 14, 2016, from http://mediskus.com/penyakit/hnp-saraf-terjepit
As-Syafi'i, M. A. (2015, April 22). Mengenal Saraf Kejepit HNP ( Hernia Nucleus Pulposus ).
Retrieved January 14, 2016, from http://www.muslimdaily.net/berita/mengenal-saraf-kejepit-hnphernia-nucleus-pulposus.html
C. Benjamin Ma, MD. (2014, September 9). Herniated disk: MedlinePlus Medical Encyclopedia.
Retrieved January 17, 2016, from https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000442.htm
Diseases
&
Conditions.
(2016).
Retrieved
January
14,
https://my.clevelandclinic.org/health/diseases_conditions/hic_Herniated_Disc

2016,

from

Douglas, G., Nicol, F., & Robertson, C. (2013). Pemeriksaan Klinis Macleod (13 ed.). Singapore:
Elsevier.
E. S. (2014). Medkes: Hernia Nukleus Pulposus atau Saraf Terjepit. Retrieved January 15, 2016,
from http://www.medkes.com/2014/06/hernia-nukleus-pulposus-atau-saraf-terjepit.htm
Edelman, C. L., Kudzma, E. C., & Mandle, C. L. (2014). Health Promotion Throughout the Life
Span (8th ed.). St.Louis, Missouri: Elsevier.
Google. (n.d.). Retrieved February 07,
authuser=1#q=HNP data banyaknya pasien

2016,

from

https://www.google.co.id/webhp?

Herniated
disk.
(2014,
January
28).
Retrieved
January
15,
2016,
from
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/herniated-disk/basics/tests-diagnosis/con-20029957
Herniated
Lumbar
Disc.
(n.d.).
Retrieved
January
15,
2016,
from
http://www.knowyourback.org/Pages/SpinalConditions/DegenerativeConditions/HerniatedLumbar
Disc.aspx
Herniated Spinal Disc | Treatment for Back and Spine Pain | Beaumont. (2015). Retrieved January
15, 2016, from http://www.beaumont.edu/centers-services/spine-surgery/conditions/herniated-disc/
https://books.google.co.id/books?
id=8UIIJRjz95AC&pg=PA349&dq=intervensi+pada+hnp&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=onepage
&q=intervensi%20pada%20hnp&f=false
LeMone.,Burke., & Bauldoff. (2014). Medicl-urgical Nursing Critical Thinking in Patient Care (5th
Ed). Amerika: Pearson Eduation Limited.
Ramachandran, T. S., MBBS, FRCP, FRCPC. (2015, November 6). Disk Herniation Imaging.
Retrieved January 15, 2016, from http://emedicine.medscape.com/article/340014-overview
Ruang
Berita.
(2012,
June
21).
Retrieved
http://www.pdpersi.co.id/content/news.php?mid=5
41

January

14,

2016,

from

Smeltzer, S., & Bare, B. (1997). Keperawatan Medikal-Bedah (8 ed., Vol. 2). (M. Ester, E.
Panggabean, Eds., A. Waluyo, M. Karyasa, Julia, H. Kuncara, & Y. Asih, Trans.) Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Smeltzer, S., & Bare, B. (1997). Keperawatan Medikal-Bedah (8 ed., Vol. 3). (M. Ester, E.
Panggabean, Eds., A. Waluyo, J. Karyasa, H. Kuncara, Julia, & Y. Asih, Trans.) Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Smeltzer, S., & Bare, B. (1997). Keperawatan Medikal-Bedah (8 ed., Vol. 1). (M. Ester, E.
Panggabean, Eds., A. Waluyo, J. Karyasa, Y. Asih, & H. Kuncara, Trans.) Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.

42

Anda mungkin juga menyukai