REFERAT
Oleh
Gilang Vigorous Akbar Eka Candy
122011101058
Pembimbing
dr. Suparimbo, Sp.OT
1
GIANT CELL TUMOR
REFERAT
disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya
SMF/Lab. Ilmu Bedah RSD dr. Soebandi Jember
Oleh
Gilang Vigorous Akbar Eka Candy
122011101058
Pembimbing
dr. Suparimbo, SP.OT
2
I .PENDAHULUAN
3
Mixed Kondromyxoid fibroma
Giant cell tumor Benign osteoklastoma Malignan osteoklastoma
Tumor sumsum tulang Ewing’s tumor
Myeloma
Jaringan vaskular Hemangioma Angiosarkoma
Haemangioperisitoma Malignan
Haemangioendotelioma hemangioperisitoma
Liposarkoma
Tumor jaringan ikat Fibroma Fibrosarkoma
lainnya Fibrous histiositoma Malignan fibrous
Lipoma histiositoma
Liposarkoma
Tumor lainnya Neurofibroma Adamantinoma
Neurilemmoma Kondroma
Tabel 1.1 Klasifikasi tumor pada tulang
Giant Cell Tumor (GCT) atau oesteoclastoma merupakan lesi yang muncul
pada tulang matur. Sebesar 5% tumor primer pada tulang merupakan Giant Cell
Tumor (1) dan 20% dari tumor tulang benign(2). Giant Cell Tumor merupakan tumor
yang bersifat benign dan kaya akan sel-sel menyerupai osteoklas. Giant Cell
Tumor banyak terjadi pada epifisis tulang panjang. Giant Cell Tumor banyak
ditemukan pada tulang panjang pasien berusia 20 sampai 40 tahun. GCT pada
umumnya ditemukan sebagai tumor benign, namun GCT merupakan tumor
benign yang paling agresif karena adanya kemungkinan metastase pulmonar.
Meskipun metastase pulmonar terjadi, bukan berarti GCT yang muncul
merupakan tumor malignan(2). GCT memiliki gambaran histologis serupa dengan
tumor primer dan sebagian besar merupakan tumor yang dapat disembuhkan.
GCT juga dapat berkembang menjadi sarkoma dengan angka kejadian yang
kecil(3).
Angka bertahan hidup pasien GCT mencapai 80% dengan terapi agresif.
Rekurensi lokal terjadi pada 40% namun dapat dikurangi hingga setengahnya
dengan dilakukannya terapi bedah agresif dan terapi adjuvan lokal seperti high-
speed turbine burring, polymethyl-methacrylate, bone cement, liquid nitrogen,
phenol, dan argon beam laser(2).
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
5
Diafisis terbentuk oleh tulang padat [I]. Tulang spongiosa [J] merupakan
struktur yang membentuk epifisis dengan struktur yang terdiri atas trabekula [J 1]
dan rongga antar jaringan yang berbentuk irreguler dan berperan sebagai penguat
tulang(4).
Kavitas medula [K] merupakan rongga tengah dari tulang panjang.
Endosteum [L] merupakan membran yang melapisi kavitas medula. Endosteum
memiliki sel-sel yang berperan dalam pertumbuhan dan perombakan tulang. Bone
marrow [M] merupakan struktur yang mengisi kavitas medula. Bone marrow
terdiri atas sel-sel darah dan jaringan adiposa(4).
6
2.2 Histologi Sel Tulang
Tiga sel dominan dalam pengaturan mineralisasi tulang dewasa antara lain
osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas berperan dalam sintesis, deposisi, dan
mineralisasi dari matriks ekstraselular. Osteosit merupakan osteoblas yang sudah
berada dalam kavitas lakuna yang berada dalam matriks ekstraseluler. Osteosit
saling berhubungan dan juga dengan osteoblas melalui sitoplasma yang
memanjang melewati matriks tulang yang disebut kanalikuli. Osteoklas
merupakan sel-sel besar multinuklear yang berada di permukaan tulang dan
berfungsi untuk meresorbsi tulang melalui reaksi kimia dan enzimatik. Terdapat
stem cell mesenkimal yang merupakan sel-sel takterdiferensiasi pada bone
marrow. Stem cell mesenkim merupakan induk dari osteoblas dan progenitor
osteosit sementar osteoklas merupakan turunan dari stem cell hematopoietik yang
berasal dari bone marrow dan limpa (5).
Peran utama dari osteoblas adalah membentuk tulang baru melalui sintesis
protein dan polisakarida menjadi matriks tulang yang termineralisasi. Fungsi
lainnya antara lain remodelling tulang dan metabolisme mineral. Osteosit
merupakan osteoblas yang sudah terdiferensiasi dan merupakan penyusun terbesar
tulang matur. Diferensiasi osteoklas merupakan proses kompleks yang
membutuhkan waktu 4 hari in vivo. Osteoklas mensekresi proton dalam
demineralisasi tulang dan protease untuk mendegradasi matriks ekstraselular (5).
7
2.3 Giant Cell Tumor
2.3.1 Definisi
Giant Cell Tumor (GCT) pada tulang didefinisikan sebagai tumor tulang
intramedula. GCT memiliki persebaran usia dan lokasi tumor yang spesifik. GCT
terdiri atas sel-sel mononuklear dan sel-sel besar multinuklear menyerupai
osteoklas. GCT pada umumya bersifat jinak, namun memiliki tendensi spesifik
untuk terjadi rekurensi lokal hingga metastase pulmonar meskipun jarang terjadi.
GCT memiliki ciri histologi serupa dengan tumor tulang primer dan dapat
disembuhkan. Sebesar 5% dari seluruh kejadian GCT dapat berkembang menjadi
sarkoma (3).
2.3.2 Epidemiologi
Giant Cell Tumor memiliki insidensi sebesar 1/1juta penduduk per tahun.
GCT banyak ditemukan pada usia 20-50 tahun dan jarang ditemukan pada
individu dengan tulang imatur dan di atas 50 tahun. GCT memiliki insidensi
sedikit lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki (3).
Gambar 2.3 Epidemiologi Giant Cell Tumor berdasarkan gender dan usia.
8
2.3.3 Persebaran
Giant Cell Tumor memiliki kecenderungan untuk terjadi pada ujung
tulang-tulang panjang. Lokasi terjadinya GCT terbanyak adalah distal kemudian
proksimal tibia. Lokasi kemungkinan terjadinya GCT dengan insidensi yang lebih
rendah antara lain distal radius, proksimal femur, proksimal humerus, distal tibia,
dan proksimal fibula(3).
GCT juga dapat terjadi pada tulang pipih dan tulang pendek seperti pada
spine (terutama lumbar dan sakrum), pelvis, dan tulang tarsal. GCT jarang
ditemukan pada tulang pedis dan manus, lebih jarang pada scapula, costa,
sternum, klavikula, dan cranium (3).
Gambar 2.4 Persebaran Giant Cell Tumor dari 876 kejadian Giant Cell
Tumor
9
2.3.4 Patologi
Batas terluar dari GCT berupa korteks tulang yang menipis atau kapsul
yang terdiri atas korteks tulang baru dan/atau jaringan fibrous reaktif. Kapsul
tersebut dilapisi oleh periosteum dan membran sinovial. Pada GCT yang agresif
tidak semua bagian tumor terkapsulasi dan dapat meluas hingga jaringan lunak
sekitarnya(3).
10
2.3.5 Histopatologi
Pemeriksaan mikroskopik harus diambil dari jaringan tumor itu sendiri
dan mengeksklusikan jaringan nekrosis, hemoragik, atau jaringan fibrotik.
Pewarnaan dan mikroskop elektron tertentu tidak diharuskan dalam
pemeriksaan klinis ini(3).
Sel-sel yang menyusun jaringan sel GCT antara lain; (1) sel-sel
mononuklear berbentuk gelendong menyerupai fibroblas yang bersifat proliferatif
dan tampak sedang berada dalam fase diferensiasi osteoklas, (2) sel-sel
mononuklear yang mengekspresikan marker makrofag monosit, dan (3) sel-sel
besar multinuklear menyerupai osteoklas(3).
11
dilatasi vena subkutan juga dapat muncul. Apabila muncul pada spine dan sakrum,
penekanan pada nervus spinalis dapat menyebabkan nyeri menjalar dan gangguan
neurologis(3).
2.3.7 Pencitraan
Pada gambaran radiografi, jaringan tumor tampak sebagai area
intramedular osteolitik. Batas jaringan tumor dengan tulang sehat tampak tegas
menyerupai “puddle on the sand’. Batas yang tegas merupakan pembeda dengan
tumor-tumor yang bersifat maligna. Gambaran osteolitik dapat meluas hingga
subkondral dan berbatas langsung dengan kartilago artikula(3).
Korteks meta-epifisis pada umumnya meluas dan dilapisi lapisan tulang
reaktif tipis. Korteks tulang tidak terganggu oleh GCT namun pada GCT yang
agresif, korteks tulang menghilang dan jaringan tumor menembus hingga jaringan
lunak(3).
12
Gambar 2.8 Gambaran CT scan Giant Cell Tumor
2.3.8 Diagnosis
Tumor yang ditemukan pada lokasi dengan insidensi tinggi (tulang
panjang) dengan gejala, manifestasi klinis, pencitraan, dan patologi sesuai dengan
GCT cukup untuk menegakkan diagnosis GCT. Pemeriksaan biopsi tetap
diperlukan karena tumor malignan memiliki gambaran seurpa dengan GCT.
Biopsi menggunakan trocar atau biopsi dengan metode frozen section biopsy
merupakan metode yang tepat. Biopsi tidak boleh dilakukan melalui arthrotomy
dan arhthroscopy(3).
Conventional central chondrosarcoma atau clear cell chondrosarcoma
dapat dibedakan melalui radiografi dengan adanya kalsifikasi intratumor.
Histiositoma fibrosa maligna atau osteolitik osteosarkoma memiliki batasan tidak
tegas pada tepi osteolisis dan menganggu periosteum. Pada pasien dengan usia
>50 tahun, metastase kanker dan multipel myeloma dapat dipertimbangkan di
samping GCT. Pada pasien dengan tulang imatur, lesi yang berasal dari epifisis
13
umumnya merupakan chondroblastoma dan lesi yang berasal dari metafisis pada
umumnya merupakan kista tulang aneurisma atau fibroma histiositik(3).
Secara histologis, GCT dengan hemoragik dan perubahan kistik sulit
dibedakan dari kista tulang aneurisma. Dalam menegakkan diagnosis hasil
pemeriksaan klinis dan temuan pencitraan, pemeriksaan mikroskopis dari tulang
padat yang memiliki gambaran GCT juga dibutuhkan. Saat eksisi, jaringan
membran kista tulang aneurisma lebih keras, memiliki lebih banyak kolagen, dan
lebih mudah dilepaskan dari dinding tulang, meninggalkan permukaan tulang
padat yang bersih. Hal tersebut tidak ditemukan pada GCT di mana jaringan
membrannya lunak dan menempel pada dinding tulang padat(3).
Histiositoma fibrosa benign memiliki gambaran radiologis serupa dengan
GCT namun dengan gambaran histologis yang berbeda(3).
“Brown tumors” tulang yang ditemukan pada hiperparatiroidism primer
memiliki gambaran histologis serupa dengan GCT. Temuan klinis, radiologis, dan
pemeriksaan darah digunakan untuk membedakan keduanya. Pembeda penting
antara hiperparatiroidism primer dan GCT terletak pada gambaran penyerta
hiperparatiroidism seperti osteoporosis dan resorpsi subperiosteum(3).
14
juga dapat tampak seperti trabekula, menyerap cukup isotop hanya pada lesi
tumor, dan angiografi menunjukkan sedikit vaskuler(3).
15
2.3.10 Terapi
Terapi Giant Cell Tumor pada dasarnya adalah pembedahan. Kemoterapi
tidak terbukti efektif. Terapi radiasi hanya berhasil pada dosis >40G, yang juga
memberikan risiko munculnya sarkoma. Maka dari itu, terapi radiasi bukan
merupakan terapi primer pada Giant Cell Tumor(3).
2.3.11 Prognosis
Apabila dilakukan dengan indikasi, teknik, dan terapi ajuvan lokal yang
tepat, eksisi tumor memiliki insidensi rekurensi sebesar 5-10%. Apabila terapi
adjuvan lokal tidak diberikan, insidensi rekurensi dapat meningkat hingga 10-
20%(3).
Reseksi en bloc memiliki insidensi rekurensi <5% dan dapat mencapai 0%
apabila batasan pembedahan diperluas(3).
Pada sebagian besar kasus, rekurensi lokal muncul pada 3 tahun pertama
post pembedahan namun juga dapat muncul beberapa tahun setelahnya(3).
Maka dari itu, pasien harus berada dalam pengawasan selama 3 tahun
pertama setelah pembedahan. apabila akrilik digunakan untuk mengisi kavitas
bekas tumor, rekurensi lokal akan berjalan ke luar dari permukaan akrilik dan
mencapai jaringan lunak dan tidak menyebabkan lisis tulang sekitar kavitas. Maka
dari itu, CT scan atau MRI merupakan pemeriksaan yang tepat dalam follow-up
pasien terutama pada lokasi yang dalam seperti fosa poplitea(3).
Rekurensi lokal juga harus diklasifikasikan dalam grade dan mendapat
terapi yang sama seperti tumor primer. Tumor rekuren yang terisolasi dalam nodul
dapat diterapi dengan eksisi marginal(3).
Metastase pulmonar terjadi pada 2% kasus. Secara histologis, tumor
primer yang dapat bermetastases tidak dapat dibedakan dari tumor primer dan
tidak menunjukkan gambaran sarkoma(3).
Sebagian besar kasus metastase paru terjadi pada GCT grade 3, baik
primer maupun rekuren. Jangka waktu antara onset tumor dan metastase pulmonar
beragam dari 1 hingga 10 tahun dengan rata-rata 3 tahun(3).
16
Metastase dapat diterapi dengan wedge pulmonary resection. Sebanyak
20% kasus metastase pulmonar berakhir pada kematian. Metastase
ekstrapulmonar merupakan temuan yang lebih jarang ditemukan(3).
17
Giant cell tumor pada tulang terjadi secara spontan. Mereka tidak
diketahui apakah terkait dengan trauma, faktor lingkungan, atau diet. Pada kasus-
kasus yang jarang, mereka mungkin berhubungan dengan hiperparatiroidisme.(9)
Dalam Beberapa penelitian pembentukan GCT ada beberapa faktor yang
menetukan, pertama yaitu adanya perubahan siklin, dimana siklin memainkan
peran penting dalam mengatur perjalanan membagi sel melalui pos pemeriksaan
penting dalam siklus sel. Karena perubahan dari beberapa siklin, terutama siklin
D1, telah terlibat dalam perkembangan neoplasma, para peneliti memeriksa 32
kasus GCT pada tulang panjang untuk amplifikasi gen siklin D1 dan overekspresi
protein menggunakan diferensial polymerase chain reaction dan imunohistokimia,
masing-masing.(11)
Kedua, adanya evaluasi Immunohistokimia yang terkait dengan ekspresi
microphtalmia yang merupakan faktor transkripsi dalam lesi giant cell.
Microphtalmia terkait dengan faktor transkripsi (Mitf), anggota subfamili heliks-
loop-helix faktor transkripsi, biasanya dinyatakan dalam oesteoklas mononuklear
dan multinuklear, terlibat dalam differensiasi terminal oesteoklas. Disfungsi
aktivitas oesteoklas yang menghasilkan ekspresi Mitf yang abnormal serta telah
terlibat oesteoporosis. Sejumlah sel giant lainnya dari berbagai jenis termasuk
oesteoklas seperti sel-sel giant terlihat dalam berbagai tumor, secara tradisional
dianggap berasal monosit, terlihat dalam berbagai tulang dan lesi extraosseus (11)
Ketiga adalah sel stroma. Sel stroma Fibroblastlike, yang selalu hadir
sebagai komponen dari tumor sel raksasa pada tulang (GCT), dapat diamati
dikedua sampel in vivo dan kultur. Meskipun mereka diasumsikan untuk memicu
proses kanker di GCT, histogenesis sel stroma GCT adalah kurang diketahui. Hal
ini diketahui bahwa sel batang mesenchymal (MSC) dapat berkembang ke
oesteoblas. Bukti telah disajikan bahwa sel-sel stroma GCT juga dapat
18
mengembangkan untuk oesteoblas. Sebuah koneksi antara MSC dan sel stroma
GCT dicari dengan menggunakan 2 pendekatan laboratorium yang berbeda (11)
V DIAGNOSIS
Va. Anamnesis
Anamnesis penting artinya untuk mengetahui riwayat kelainan atau trauma
sebelumnya. Perlu pula ditanyakan riwayat keluarga apakah ada yang menderita
penyakit yang sejenis misalnya diafisial yang bersifat herediter.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalan anamnesis adalah :
1. Umur : Umur pendertita sangat penting untuk diketahui karena banyak tumor
tulang yang mempunyai kekhasan dalam umur terjadinya, misalnya giant cell
tumor jarang ditemukan dibawah umur 20 tahun.
2. Lama dan perkembangan (progresifitas) tumor : tumor jinak biasanya
berkembang secara perlahan dan apabila terjadi perkembangan yang cepat dalam
waktu singkat atau suatu tumor yang jinak tiba-tiba menjadi besar maka perlu
dicurigai adanya keganasan.
3. Nyeri : nyeri merupakan keluhan utama pada tumor ganas. adanya nyeri
menunjukkan tanda ekspansi tumor yang cepat dan penekanan ke jaringan
sekitarnya, perdarahan atau degenerasi.
4. Pembengkakan : kadang-kadang penderita mengeluhkan adanya suatu
pembengkakan dimana pembengkakan ini bisa timbul secara perlahan-lahan
dalam jangka waktu yang lama dan bisa juga secara tiba-tiba. (10)
19
juga terjadi pembesaran massa secara lambat. Lebih dari tiga per empat pasien
tercatat mengalami pembengkakan pada lokasi tumor. Keluhan lain yang jarang
terjadi adalah kelemahan, keterbatasan gerak sendi dan fraktur patologis. (9)
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan massa yang keras dan nyeri
ditemukan pada lebih dari 80% pasien. Disuse Atrophy , efusi pada persendian
atau hangat pada lokasi tumor.
Pada GCT dibagi menjadi beberapa grade atau staging :
Stage I :
- Benign latent dari giant cell tumor.
- Tidak ada aktivitas agrasif lokal.
Stage II :
- Benign active giant cell tumor.
- Pada pencitraan terlihat gambaran alterasi struktur tulang cortikal
Stage III :
- Tumor lokal agresif.
- Pada pencitraan terlihat gambaran lesi litik mengelilingi medula dan korteks
tulang.
- Tumor dapat melewati korteks dan penetrasi ke jaringan lunak.(18)
Vc . gambaran radiologi
-Foto Polos
20
Pemeriksaan radiologi merupakan salah satu pemeriksaan yang penting
dalam menegakkan diagnosis pada GCT. Gambaran Radiologi yang biasa
didapatkan pada GCT adalah :
- Tampak daerah radiolusen pada ujung tulang dengan batas yang tidak tegas.
- Ada zona transisi antara tulang normal dan patologik, biasanya kurang dari 1 cm.
- Lesi biasanya ekstentrik, bersifat ekspansif sehingga korteks menjadi tipis.(10)
- Sebagian besar tumor sel raksasa terjadi pada tulang panjang (lihat gambar
bawah), dan hampir semua berada di akhir artikular tulang. Keterlibatan
metaphyseal dapat terjadi pada pasien skeletally belum menghasilkan. Situs
umum meliputi tibia proksimal, femur distal, radius distal, humerus proksimal
dan, meskipun tumor sel raksasa juga telah dilaporkan terjadi pada tulang
kemaluan, kalkaneus, dan kaki.(6)
Gambar
Gambar
6. AP7.
Proksimal
AP pergelangan
Femur (dikutip
tangan kiri.
dari (dikutip
kepustakaan
dari
6) kepustakaan 6 )
21
Gambar 8. kiri radiograf AP bahu kanan. Gambar 9. radiograf AP lulut (dikutip dari
kepustakaan 6)
Radiograf anteroposterior menunjukkan lesi litik Radiograf anteroposterior dari pergelangan tangan
septate di lokasi subarticular femur proksimal. Setelah kiri menunjukkan lesi litik lebih luas dalam posisi
kuretase dari tumor sel raksasa, infeksi subarticular dari ulna distal, yang khas untuk tumor
dikembangkan, dan penyisipan manik antibiotik sel raksasa.
diperlukan. Radiograf anteroposterior
Radiograf bahu
anteroposterior kanan
lutut menunjukkan
menunjukkan
fraktur patologis
fraktur melalui
patologis tumor
melalui sel sel
tumor raksasa di humerus
raksasa di
proksimal. Tumor
femur distal. melibatkan
Tumor meluaskedua epiphysis dan
ke permukaan
metaphysis.
subarticular femur.
21
terjadi dan hitungan hanya 5% dari tumor sel raksasa. Sakrum adalah lokasi yang
paling umum. Pasien dengan tumor ini cenderung sedikit lebih muda
dibandingkan dengan tumor dalam kerangka apendikular. Lokasi di tulang
belakang dapat bervariasi, tapi tumor yang paling umum melibatkan tubuh
vertebral. Pada radiografi, tumor dapat dilihat di bidang penghancuran tubuh
vertebral dengan invasi elemen posterior. Tumor bisa menyebabkan kolaps
vertebra dan kompresi tulang belakang, terutama ketika melibatkan unsur-unsur
posterior. (6)
- CT-scan
Pemeriksaan CT-scan meningkatkan deteksi adanya fraktur kortikal yang
menipis, patologis, reaksi periosteal, menetukan lokasi secara akurat, massa soft
tissue. CT juga membantu mengkonfirmasi adanya mineralisasi di GCT, meskipun
pembentukan kalus yang berhubungan dengan penyembuhan fraktur patologis
dapat dilihat.(14)
Gambar 11. CT scan perut menunjukkan massa berkembang yang muncul dari
salah satu tulang rusuk kiri. Temuan histologis menunjukkan bahwa massa
adalah tumor sel raksasa. (dikutip dari kepustakaan 6)
22
Gambar 12 . CT scan tumor sel raksasa ulna distal
potongan koronal. Temuan radiografi
menunjukkan lesi subarticular diperluas. (dikutip dari
kepustakaan 6)
- MRI
23
Gambar 13. T2-potongan koronal MRI pergelangan tangan menunjukkan tumor sel
raksasa terletak di posisi subarticular dalam radius distal. Lesi adalah heterogen dan
hyperintense. (dikutip dari kepustkaan 6)
Daerah kistik yang umum dan dipandang sebagai daerah intensitas sinyal tinggi di
T2-tertimbang gambar. Cairan-cairan tingkat dapat dilihat, seperti pada gambar di
bawah. Edema Peritumoral jarang terjadi tanpa adanya fraktur. Tumor biasanya
heterogen meningkatkan dengan pemberian intravena bahan kontras. (6)
Vd. gambaran
histopatologi
24
Pada pemeriksaan mikroskopis, ada banyak sel-sel giant multinuklear. Sel-
sel stroma adalah sel-sel mononuklear homogen dengan bentuk sekitar atau bulat
telur, inti besar dan nukleolus tidak jelas. Inti dari sel stroma yang identik dengan
inti dalm sel-sel giant, sebuah fitur yang membedakan tumor sel raksasa dari lesi
lain yang juga mengandung sel-sel raksasa. Fitur lain dari tumor sel raksasa
adalah bahwa sel-sel giant mungkin berisi sel inti yang berukuran sangat besar.
Dalam beberapa tumor, sel-sel giant dapat dipandang melanda inti lebih besar dari
stroma.(15)
Gambar 15 . GCTB menampilkan tiga komponen penting, yaitu, sel-sel raksasa berinti, sel stroma dan
fokus besar perdarahan (H & E x 100). B. Banyak sel raksasa berinti banyak menghirup darah pada
sebuah teluk hemoragik dalam GCTB (H & E x 100). C. Kecil aneurysmally melebar kapal dengan bidang
perdarahan dan tersebar sel-sel raksasa berinti banyak sekitar dalam GCTB (H & E x 100). D. Merah sel
dicerna oleh sel-sel raksasa dalam GCTB (H & E x 400). E. Interaksi antara perdarahan dan sel raksasa (H
& E x 400). F. aspirasi jarum halus sitologi dari GCTB a. Berinti raksasa sel dengan menelan sel darah
merah. Juga mencatat beberapa sel raksasa berinti tunggal (monosit) (H & E x 400). (dikutip dari kepustakaan 5)
25
nuklir kuat dicatat, keganasan sarkomatous sekunder hampir selalu hadir.
Perubahan sekunder dapat hadir seperti deposito osteoid, fokus fibrosis, koleksi
sel berbusa atau degenerasi kistik. Sekunder tulang pembentukan kista aneurismal
hadir dalam 6,5% dari kasus. Kebanyakan ini dibatasi untuk pasien yang lebih
muda (rata-rata 14 tahun) dan rendah tumor raksasa kelas histologis sel. (8)
Gambar 16. Campuran dari tiga komposit komponen seluler tumor: spindle tumoral sel mononuklear
berbentuk, reaktif sel mononuklear dan sel-sel bulat jenis difus tersebar osteoklas raksasa. Perhatikan
bahwa mitosis secara ketat terbatas pada jenis sel yang pertama. (dikutip dari kepustkaan 15)
26
Gambar 17. sebuah kista tulang aneurismal pada seorang gadis 14-tahun.
Ini radiograf anteroposterior fibula proksimal menunjukkan lesi geografis
dengan> 1 cm perluasan dari shell kortikal (panah). (dikutip dari
kepustakaan 26)
2. Kondroblastoma
Kondroblastoma adalah tumor jinak di epifisis kartilago dan umumnya
muncul di tulang panjang tubular, terjadi pada pasien 10 sampai25 tahun. Lebih
sering terjadi pada laki-laki. Biasanya terjadi pada epifisis dari distal dan
proksimal femur, proksimal tibia dan proksimal humerus, tempat yang biasa juga
terkena adalah talus, calcaneus dan patella. Biasanya pasien datang dengan
dengan sakit didaerah yang lokasinya jelas, ada pembengkakan, sendi kaku dan
gerakan terbatas (19,20)
Gambaran radiologisnya : tampak sebagai bayangan radiolusent, biasanya
berbentuk bundar dengan batas yang tegas. Kadang tampak pinggiran yang
skerotik. Kalsifikasi terdapat pada kira-kira 50%. (10)
27
Gambar 18. Chrondroblastoma pada seorang gadis 16-tahun. Sebuah radiograf
anteroposterior femur distal menunjukkan lesi litik kelas IA yang kemungkinan
mengandung matriks chondroid (dikutip dari kepustakaan 26)
Gambar 19. CT aksial dari lesi yang sama mudah menunjukkan dot-seperti kasar, popcorn
seperti mineralisasi matriks chondroid.(dikutip dari kepustakaan 26
3. Non- ossifying
Fibroma
( Fibroxanthoma)
28
Non- ossifying Fibroma atau Fibroxanthoma adalah tumor jinak yang
asimtomatik umumnya terjadi pada anak-anak. Gambaran mikroskopik, suatu
fibroma nonossifying terdiri dari sel spindle (fibrous). Sekitar 20% dari semua
anak memiliki lesi ini, paling sering di tulang paha posterior distal. Jika seorang
anak beranjak dewasa, lesi cenderung menghilang (20,22)
Radiografi menunjukkan lesi distal tibia metafisis dengan scalloping
endosteal minimal, yang tidak jarang pada tumor jinak laten. Namun, itu
mencerminkan pertumbuhan episode sebelumnya. Margin antara lesi dan tulang di
sekitarnya berbeda. Tepi sklerotik yang di definisikan dengan baik menunjukkan
bahwa tumor sekarang minimal aktif. Kurangnya mineralisasi internal yang
menunjukkan bahwa lesi baik di jaringan cairan atau fibrosa (22)
Gambar 20. Nonossifying fibroma dari tibia distal pada seorang gadis 9
tahun. Tepi dibatasi klasik dari lesi geografis terlihat pada radiograf
anteroposterior tibia distal. Lesi memiliki margin sklerotik dengan
ekspansi kortikal minim, membuat lesi IA kelas (dikutip dari kepustakaan 26)
VII . PENATALAKSANAAN
- Terapi Bedah
29
Terapi yang disarankan untuk GCT jaringan lunak adalah dengan
melakukan eksisi luas sampai tepi sayatan bebas tumor. Rekurensi lokal pada
GCT jaringan lunak sekitar 12% dan kemungkinan metastasis sangat kecil.
Rekurensi pada umumnya ditemukan pada kasus tepi sayatan tidak bebas tumor.
Oleh karena pada pasien ini telah dilakukan eksisi dengan tepi sayatan bebas
tumor maka diharapkan rekurensi ataupun kemungkinan metastasis pada pasien
(2).
ini dapat dihindari. Kuretase tumor juga umumnya dilakukan. Teknik ini
meyebabkan sebuah lubang di tulang yang dapat diisi dengan graft tulang. Tulang
dapat diambil dari bagian lain dari tubuh pasien sendiri (autograft) atau dari mayat
( allograft). Jika pengobatan terbatas pada kuretase, tumor bisa kembali (kambuh)
sampai dengan 45% dari waktu kuretase tersebut. Penggunaan dari semen tulang,
bukan dari bone graft tingkat kekambuhannya sedikit. (9)
Lebih kompleks penghapusan tumor dan rekonstruksi kadang-kadang
memerlukan situasi dimana tumor telah menyebabkan kerusakan yang berlebihan
atau terulang (9)
VIII. Prognosis
Baik, meskipun dapat kambuh dan metastasis ke paru. Secara umum
banyak yang tergantung pada teknik bedah dan keahlian dalam kombinasi dengan
kelas histologis tumor ini. Meskipun metastasis paru dapat terjadi dalam kasus
yang jarang, invasi angiovascular tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
prognosisnya. Angka kematian akibat tumor sel raksasa adalah sekitar 4%. ( 3,8).
Penting untuk melakukan follow up jangka panjang agar dapat menilai
hasil terapi, karena perubahan menjadi ganas diketahui terjadi Postoperatif,
30
kuretase menunjukkan rongga lesiterisi bone chips sekitar 40 tahun setelah terapi
primer. Beberapa penelitian lama menyatakan bahwa rekurensi terjadi 50%
setelah kuretase. Dengan modalitas terapi yang modern angka rekurensi sekitar
20%. Rekurensi dapat terjadi pada 2 sampai 7 tahun setelah terapi. (8)
DAFTAR PUSTAKA
31
Orthopaedics and Fractures. London: Hodder Arnold.
2. Townsend, C. M., Beauchamp, R. D., Evers, B. M., dan Mattox, K. L.. 2012.
Sabiston Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice
19th Edition. Canada: Elsevier Inc.
3. Enneking, W.F. 1999. Bone and Soft Tissue Tumors. New York: Springer-Verlag
Wien.
5. Thakker R. V., Whyte M.P., Eisman J. A., dan Igarashi T. 2017. Genetics of
Bone Biology and Skeletal Disease. Oxford: Elsevier Inc.
3. Silvers A R, Peter M S, Margaret B, dkk. The Role of Imaging in the Diagnosis
of Giant Cell Tumor of the Skull Base. in : Tumor of Skull Base, August 1996. h .
13921395.
4. American Academy of Orthopedic Surgeons. Giant Cell Tumor of Bone. June
2010. Available from URL://orthoinfo.aaos.org
5. Haque A U and Moatasim A. Giant Cell Tumor of Bone: A Neoplasm or a
Reactive Condition. Int J Clin Exp Pathol ;2008 .h. 489501
6. Lesley- Ann Goh. Giant Cell tumor imaging. May 25, 2011. Available from
URL : http://emedicine.medscape.com
8. Forsyth RG, Hogendoorn PCW. Bone: Giant cell tumor. June 2003. Available
from URL : http://atlasgeneticsoncology.org
32
10. Ekayuda I. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI;
2005. h. 7681.
11. The Doctor's doctor. Giant cell tumor of bone. April 16; 2008. Available from
URL: http:/thedoctorsdoctor.com
12. Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit Dalam edisi II.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2006. h. 10969
13. Gunderman R. Essential Radiology 2nd Edition. New York; 2006. h. 220221
15. Bone Tumor. Giant Cell Tumor. Newton, Massachusetss. June 2003.
Available from URL:http//.www.bonetumor.org
16. Canale S T. Campbell's Operative Othopaedics vol.1 10th edition; 2003. h.
813817.
17. Moore L K, Dalley F A. Clinical Oriented Anatomy 5th edition; 2006 h.18
21, h.813817.
18. Wheeless' Textbook of Orthopaedics. Giantcell tumor of bone. March 2011.
Available from URL : http ://www.wheelessonline.com
19. Rasjad C. Ilmu Bedah Ortopedi. Ujuang Pandang. Bintang Lamumpatue ;
1998. h. 357372.
20. Stoller , W David. Magnetic Resonance Imaging in Orthopedics and Sport
Medicine 3rd edition ; California 2007
21. Fletcher C, Unni K, Mertens F. Pathology and Genetics of Tumors. France :
IARC ; 2002. h. 2412
22. Joseph B. Musculoskeletal Medicine 1st edition. 2003
33
24. Plancher K D. Giant Cell Tumor of the tendon shetah benign. in : Steps Helath
Journal. November 2011.
25. Giant Cell Tumor. Available from : URL://http:bonetumor.org
26. Anderson. General Approach to Lytic Bone Lesions. 2004. h. 8-17
34