Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah Kependudukan di Indonesia merupakan masalah yang sangat menarik untuk
dibahhas karena Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan dan
keragaman alam serta budaya yang luar biasa. Indonesia merupakan negara mega
biodiversity kedua setelah Brazil. Indonesia memiliki 42 ekosistem darat dan 5
ekosistem yang khas. Indonesia juga memiliki 81.000 km garis pantai yang indah dan
kaya. Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 22 % dari seluruh luas
mangrove di dunia. Sebagaimana kita ketahui bersama, Indonesia merupakan negara
dengan nomor urut keempat dalam besarnya jumlah penduduk setelah China, India,
dan Amerika Serikat.
Menurut data statistik dari BPS, jumlah penduduk Indonesia saat ini adalah 225 juta
jiwa, dengan angka pertumbuhan bayi sebesar 1,39 % per tahun. Angka pertumbuhan
ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan angka pertumbuhan bayi pada tahun 1970,
yaitu sebesar 2,34%. Dengan jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, maka
pertambahan penduduk setiap tahunnya adalah 3,5 juta jiwa. Jumlah itu sama dengan
jumlah seluruh penduduk di Singapura.Lonjakan penduduk yang sangat tinggi atau
baby booming di Indonesia akan berdampak sangat luas, termasuk juga dampak bagi
ekologi atau lingkungan hidup. Hal itu dapat mengganggu keseimbangan, bahkan
merusak ekosistem yang ada. Menurut Poo Tjian Sie, coordinator Komunitas Tionghoa
Peduli Lingkungan Hidup, lingkungan hidup adalah kesatuan ekosistem atau system
kehidupan yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
(tatanan alam),dan makhluk hidup, termasuk manusia dengan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain.
Dengan jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, membuat tekanan terhadap lingkungan
hidup menjadi sangat besar. Paling tidak, 40 juta penduduk hidupnya tergantung pada
keanekaragaman hayati di pantai dan perairan. Pada saat yang sama, bahwa sekitar
20% penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Sekitar 43% pendudu
Indonesia masih tergantung pada kayu bakar. Dan pada tahun 2003, hanya 33%
penduduk Indonesia mempunyai akses pada air bersih melalui ledeng dan pompa.
Tahun 2000, Jawa dan Bali telah mengalami defisit air mencapai 53.000 meter kubik
dan 7.500 meter kubik, sementara di Sulawesi 42.500 meter kubik. Saat yang sama
banjir telah melanda di berbagai tempat di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa
penduduk Indonesia telah salah mengelola air di Bumi ini.
Dampak lonjakan penduduk di Indonesia terhadap lingkungan hayati, sudah dapat kita
lihat sejak tahun 2001, laporan Bank Dunia menyebutkan, bahwa luas hutan mangrove
di Indonesia mengalami penurunan yang sangat signifikan, dari 4,25 juta hektar pada
tahun 1982, menjadi 3,24 juta hektar pada tahun 1987 dan menjadi hanya 2,06 juta
1

hektar pada tahun 1995. Di sektor kehutanan telah terjadi deforestasi yang meningkat
dalam decade ini. Bank Dunia (2003) dan Departemen Kehutanan melaporkan tingkat
deforestasi di Indonesia telah mencapai lebih dari dua juta hektar per tahun. Apabila
tingkat kehilangan hutan ini tetap 2 juta hektar per tahun, maka 48 tahun ke depan,
seluruh wilayah Indonesia akan menjadi gurun pasir yang gundul dan panas. Lautan di
Indonesia juga mengalami kerusakan terumbu karang.
Data dari Bank Dunia bahwa saat ini sekitar 41% terumbu karang dalam keadaan rusak
parah, 29% rusak, 25% lumayan baik, dan hanya 5% yang masih dalamkeadaan alami.
Sekitar 50% hutan bakau di Sulawesi telah hilang (sebagian besar menjadi tambak
udang). Beberapa kawasan juga mengalami pencemaran. Ini terjadi di kawasankawasan yang sibuk dengan kegiatan pelayaran, atau perairan yang bersinggungan
dengan kota-kota besar, seperti perairan teluk Jakarta dan Surabaya.
Menurut Malthus, pertumbuhan jumlah penduduk, bila tidak dikendalikan, akan naik
menurut deret ukur (1,2,4,8,dst). Produksi pangan meningkat hanya menurut deret
hitung (1,2,3,4,dst). Di Indonesia dengan ledakan penduduk saat ini, mengakibatkan
dampak sosial yaitu mengalami krisis pangan. Bahkan di dunia pun terjadi krisis pangan
global.Selain itu, semakin banyak terjadi urbanisasi karena orang-orang desa yang
dulunya kecukupan pangan namun tidak menikmati pembangunan mulai berbondongbondong pindah ke kota. Generasi muda tidak ada yang mau menjadi petani.Tahun
2008 dicanangkan sebagai tahun sanitasi sedunia. Jumlah penduduk yang melonjak
dipastikan menambah persoalan sanitasi. Sekitar 1 juta jamban di kawasan Jabotabek
dibangun dengan jarak kurang dari 10 meter dari sumur. Jika penduduk kota terus
melonjak, entah karena urbanisasi atau kelahiran alami, sementara jumlah WC nya
tetap bisa dibayangkan sendiri akan menjadi apa jamban tersebut. Kualitas hidup di
kota menjadi merosot. Beragam penyakit seperti diare akan menyebar.Ujung dari
semua ledakan penduduk itu adalah kerusakan lingkungan dengan segala dampka
ikutannya seperti menurunnya kualitas pemukiman dan lahan yang ditelantarkan, serta
hilangnya fungsi ruang terbuka. Dampak lonjakan populasi bagi lingkungan sebenarnya
tidak sederhana. Persoalannya rumit mengingat persoalan terkait dengan manusia dan
lingkungan hidup. Butuh kesadaran besar bagi tiap warga negara, khusunya pasangan
yang baru menikah, untuk merencanakan jumlah anak.
B. Deskripsi Singkat
Selamat! Anda sedang mempelajari modul pembelajaran tentang implikasi masalah
kependudukan dan pembangunan mari kita cermati dan rasakan setiap pokok dan sub
pokok bahasan nya karena jumlah penduduk dapat berpengaruh terhadap
pembangunan yang ada di setiap provinsi dan Kabupaten Kota di seluruh Indonesia.
Setelah mempelajari modul ini diharapkan Anda mampu untuk memprediksi dinamika
perubahan atmosfer dan dampaknya terhadap kehidupan di muka bumi. Modul ini
dibagi menjadi empat kegiatan belajar, dengan rincian sebagai berikut:
Kegiatan belajar 1 : Permasalahan penduduk Indonesia.
Kegiatan belajar 2 : Dampak Dari Permasalahan Penduduk.
Kegiatan belajar 3 : Upaya Mengatasi Permasalahan Penduduk Indonesia.

C. Hasil Belajar
1. Menjelaskan permasalahan kualitas penduduk (kauntitas dan kualitas).
2. Mengidentifikasi dampak permasalahan penduduk terhadap pembangunan.
D. Indikator Hasil Belajar
1. Memahami permasalahan sosial berkaitan dengan pertumbuhan jumlah penduduk.
2. Mendeskripsikan permasalahan kependudukan dan dampaknya terhadap
pembangunan.
E. Materi Pokok
1. Permasalahan penduduk Indonesia.
2. Dampak Dari Permasalahan Penduduk.
3. Upaya Mengatasi Permasalahan Penduduk Indonesia.

BAB II
PERMASALAHAN PENDUDUK INDONESIA

Berdasarkan hasil sensus tahun 2005,jumlah penduduk Indoensia melebihi 218 juta jiwa.
Penduduk sebanyak ini tentu akan menjadi masalah apabila tidak dikelola pemerintah
dengan baik. Apabila melihat kondisi fisik indonesia yang berbentuk kepulauan
mengakibatkan penduduk menyebar tidak merata hingga sulit dalam koordinasi. Diperlukan
kerja keras untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas manusia indonesia. Penduduk
yang berjumlah besar ini diharapkan menjadi modal pembangunan,yaitu sebagai subjek
pembangunan utama. Dengan berperan sebagai subjek pembangunan, penduduk tidak
menjadi beban negara tetapi menjadi pelaku pembangunan,yang turut berperan
meningkatkan kesejahteraan penduduk. Masalah kependudukan yang dihadapi bagsa
Indonesia ditinjau dari kewilayahan antara alin persebaran penduduk tida merata,
khususnya antara desa dan kota,wilayah jawa dengan luar jawa, dan Indonesia bagian
Barat dan Timur.
Bukan suatu rahasia lagi,indonesia terkenal di seluruh dunia karena kaya akan sumber
daya alam yang melimpah. Mengapa bangsa Eropa pada abab XVI jauh-jauh dari
negaranya datang ke Indonesia ? Jawabannya yang pasti karena bangsa Eropa inin
medaptkan rempah-rempah yang banyak di hasilkan Indonesia. Bahkan, di antara mereka
saling berebut ingin menguasai daerah penghasil rempah-rempah di Indonesia.
Rempah-rempah hanyalah salah satu jenis kekayaan alam yang dimiliki Indonesia. Masih
banyak lagi kekayaan sumber daya alam lainnya,misalnya tambang minyak bumi dan
mineral,hutan dengan berbagai jenis kayu, dan lautan dengan berbagai macam ikan serta
hewan laut lainnya. Seluruh kekayaan sumber daya lam itu hampir tersebar di seluruh
bagian wilayah Indonesia. Hanya saja,kekayaan sumber daya alam Indonesia belum dapat
digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyatnya. Sebagai contoh,kita dapat melihat
berita-berita di televisi, radio, dan surat kabar, masih banyak terdapat pengangguran di
daerah-daerah, daerah kumuh banyak muncul di kota-kota besar,dan anak-anak sekolah
tidak dapat melanjutkan (drop out) karena ketiadaan biaya pendidikan.
Mengapa hal ini bisa terjadi? mengapa negara lain yang tidak mempunyai modal sumber
daya alam melimpah,seperti jepang, singapura dan korea, malah lebih maju dan sejahtera
dari negara kita? coba kita semua pikirkan dan cari jawabnya. Jawabannya
adalah,kemajuan suatu negara dan kesejahteraan rakyatnya sangat dipengaruhi oleh
kaulitas sumber daya manusia. Sebagai contoh negara jepang. Meskipun jepang porak
poranda akibat Perang Dunia II serta mengalami kekalahan perang,tetapi jepang kemudian
dapt bangkit dan membangun negaranya. Bangsa jepang juga tidak diuntungkan dengan
kondisi alamnya. Gempa bumi pun sering terjadi dan letak geografisnya berada di daerah
subtropik. Keterbatasan kondisi fisik lingkungan alam dan pengalaman pahit Perang Dunia
II itulah yang menjadikan salah satu pendorong bagi bangsa jepang untuk memajukan
negaranya.

Pada tahun 1997, Indonesia mengalami krisis ekonomi hebat yang berdampak disegala
bidang. Salah satu di antaranya adalah masalah sumber daya manusia atau yang berkaitan
dengan kependudukan,yaitu angka pengangguran semakin meningkat,pendapatan per
kapita yang rendah, dan menurunnya kualitas penduduk. Apakah faktor yang
mempengaruhi kualitas penduduk? bagaimana usaha untuk meningkatkan kualitas
penduduk? Dimanakah pusat-pusat kegiatan ekonomi penduduk di wilayah Indonesia?
Bagaimana hubungan antara kondisi fisik dan sosial ekonomi Indonesia? Mari kita simak
penjelasan pada uraian berikut ini.
Kerumunan penduduk dan pemukiman kumuh.

Pernahkah kamu menyaksikan pemandangan lingkungan sosial yang kontras dan ironis di
kota besar ? Di balik gedung-gedung yang menjulang tinggi dan megah ternyata terdapat
pemukiman kumuh (slum area) yang letaknya berdekatan denga gedung-gedung itu.
Meskipun berdekatan,kedua lingkungan mempunyai kehidupan yang bertolak belakang. Di
permukaan kumuh itu mungkin kamu dapat melihat sekelompok anak bermain di tanah
becek dekat dengan tempat sampah. Ibu-ibu sedang mencuci di pinggir kali yang kotor.
Rumah-rumah yang sederhana yang terbuat dari papan saling berimpit-impitan. Terlihat
banyak pakaian dijemur di depan masing-masing rumah.semua bercampur dan tidak
teratur. Sedangkan di gedung-gedung bertingkat, terlihat orang-orang sibuk bekerja dengan
pakaian rapi dan bagus. Di tempat ini tampak bersih,teratur, dan nyaman. Sungguh
fenomena kehidupan sosial yang kontras dan ironis. Daerah kumuh yang bermunculan di
perkotaan hanyalah salah satu dampak dari masalah kependudukan yang terjadi di
Indonesia. Adapuan masalah kependudukan di Indonesia antara lain :
A. Jumlah Penduduk Yang Besar
Pada tahun 2000 penduduk Indonesia mencapai 205,1 juta jiwa. Dua tahun kemudian
yaitu tahun 2002, penduduk indonesia bertambah menjadi 207,5 juta jiwa dan pada
tahun 2005, penduduk Indonesia sudah mencapai 218,8 juta jiwa. Di lihat dari kuatitas
atau jumlah penduduk, Indonesia menduduki urutan ke empat terbesar di dunia setelah
Cina, India,dan Amerika Serikat.
Pada 2050,jumlah penduduk Indonesia diperkirakan menjadi 300 juta jiwa. Berarti
jumlah ini dua kali lipat dibandingkan jumlah penduduk tahun 2000. Betap besar dan
cepat peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang besar dapat
menimbulkan maslah dalam pembangunan negara jika tidak dikelola dengan
5

baik,terutama menyangkut bidang sosial,ekonomi,dan kesejahteraan penduduk.


Dengan jumlah penduduk yang besar, pemerintah harus mempersiapkan berbagai
sarana dan prasarana untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup penduduk
Indonesia. Sampai saat ini pemerintah masih terbatas kemampuannya sehingga masih
banyak penduduk yang miskin, kekurangan gizi, dan tidak mempunyai tempat
tinggal.selain itu pemerintah juga harus menyediakan lapangan kerja,fasilitas
kesehatan,pendidikan, dan fasilitas sosial lainnya. Untuk mengatasi permasalahan ini,
pemerintah juga menggerakan peran sektor swasta. Peran serta swasta yang telah
dilakukan antara lain adalah pembangunan kawasan industri, sekolah swasta, rumah
sakit swasta, dan lain sebagainya.
B. Pertumbuhan Penduduk Yang Sangat Tinggi
Secara nasional pertumbuhan penduduk Indonesia masih tergolong tinggi, walaupun
ada kecenderungan menurun. Antara tahun 1961-1971 pertumbuhan penduduk
sebesar 2,1% per tahun, tahun 1971-1980 sebesar 2,32% per tahun,1980-1990
sebesar 1,98% per tahun dan pada tahun 1990-2000 sebesar 1,49% per tahun.
Pertumbuhan penduduk Indonesia pada periode tahun 2000-2005 sebesar 1,3%.
Berdasarkan tingkat pertumbuhan data Badan Pusat Statistik (BPS),tingkat
pertumbuhan penduduk tertinggi sebesar 4,99% terjadi di provinsi Kepulauan Riau.
Sedangkan tingkat pertumbuhan penduduk terendah sebesar 0,18% terjadi di provinsi
Kalimantan Barat. Pertumbuhan penduduk Indonesia tergolong tinggi da berpengaruh
terhadap :
1. Peningkatan kemiskinan.
2. Peningkatan pengangguran.
3. Pertumbuhan angkatan kerja.
4. Peningkatan urbanisasi.
5. Tuntutan penyediaan pangan meningkat.
6. Tuntutan penyediaan tempat tinggal meningkat.
7. Tuntutan penyediaan sarana kesehatan dan pendidikan meningkat.
Bayi-bayi yang lahir menandai bertambahnya penduduk

C. Penyebaran Penduduk Tidak Merata


Pada saat ini jumlah penduduk Indonesia melebihi 200 juta jiwa. Penduduk sebanyak
ini tersebar tidak merata ke seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Sebagian besar atau
60% jumlah penduduknya berpusat di pulau Jawa yang luasnya hanya 6,9% dari luas
daratan keseluruhan. Survei penduduk tahun 2005 menunjukan bahwa provinsi
terpadat penduduknya adalah DKI Jakarta dengan kepadatan 13.344 jiwa/km.
sedangkan provinsi terjarang penduduknya adalah Papua dengan 7 jiwa/km. Bisa kita
bayangkan betapa timpangnya tingkat kepadatan penduduk di Jakarta dan Papua atau
Jawa dan luar Jawa.
Selain itu,secara nasional penduduk yang tinggal di perkotaan pada tahun 2005
mencapai 42,5% dari jumlah penduduk keseluruhan. Padahal pada tahun 1930
penduduk kota yang berjumlah lebih dari 100.000 jiwa baru terdapat di tujuh kota
dengan proporsi 30%.
Penduduk perkotaan yang makin padat dapat menimbulakn banyak masalah, antara
lain, pemukiman liar dan kumuh makin berkembang, sistem angkutan masih jauh da
rimit, prasarana pembuangan limbah dan kotoran tidak mencukupi, persediaan air
bersih berkurang, jumlah penduduk miskin bertambah, serta peningkatan
pencemararan.

D. Kualitas Penduduk Rendah


Bagaimanakah kualitas penduduk Indonesia? secara spontan kamu pasti akan
mengatakan bahwa kualitas penduduk Indonesia masih tergolong rendah. Kualitas
penduduk dicerminkan dari tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan tingkat
kesehatan.
1. Tingkat Pendapatan
Pendapatan penduduk Indonesia walaupun mengalami peningkatan tetapi masih
tergolong rendah di bandingkan bangsa-bangsa lain. Dengan pendapatan per kapita
yang masih rendah berakibat penduduk yang mampu memenuhi kebutuhan

hidupnya, sehingga sulit mencapai kesejahteraan. Rendahnya pendapatan per


kapita penduduk Indonesia terutama disebabkan oleh :
a. Pendapatan nasional yang masih rendah. Hal ini disebabkan sumber daya alam
yang dimiliki belum sepenuhnya dikelola dan di manfaatkan untuk kesejahteraan
rakyat.
b. Jumlah penduduk yang besar dan pertumbuhan yang tinggi tiap tahunnya.
3)Masih rendahnya penguasaaan teknologi oleh penduduk sehingga
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam kurang optimal.

2. Tingkat Pendidikan
Pemerintah Indonesia telah berusaha keras untuk meningkatkan mutu pendidikan
melalui berbagai program beasiswa, adanya bantuan
operasional sekolah
(BOS),program wajib belajar, dan lain sebagainya. Walaupun demikian, karena
banyaknya hambatan yang di alami, maka hingga saaat ini tingkat pendidikan
bangsa Indonesia masih tergolong rendah.Ada beberapa faktor yang menyebabkan
rendahnya tingkat pendidikan penduduk Indonesia sebagai berikut:
a. Rendahnya pendapatan per kapita penduduk, menyebabkan orang tua tidak
mampu membiayai anaknya sekolah, sehingga banyak anak yang putus sekolah
atau berhenti sekolah sebelum tamat.
b. Ketidakseimbangan antara jumlah murid dengan sarana pendidikan yang ada
seperti jumlah kelas, guru, dan buku-buku pelajaran. Hal ini menyebabkan tidak

semua anak usia sekolah tertampung belajar di sekolah, terutama di daerah


pelosok dan terpencil yang sulit dijangkau program pemerintah.
c. Masih kurangnya kesadaran penduduk terhadap pentingnya pendidikan,
sehingga anak tidak disekolahkan tetapi justru diarahkan untuk bekerja
membantu memenuhi ekonomi keluarga.

Peningkatan fasilitas pendidikan di sekolah


3. Tingkat Kesehatan
Tingkat kesehatan penduduk merupakan salah satu faktor yang menunjang
keberhasilan pembangunan. Tingkat kesehatan suatu negara dapat di lihat dari
besarnya anga kematian bayi dan usia harapan hidup penduduknya. Untuk
mengetahui tingkat kesehatan penduduk dibandingkan dengan negara-negara lain.
Dari data tersebut terlihat bahwa tingkat kesehatan penduduk indonesia dan
beberapa negara berkembang masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari tingginya
angka kematian bayi dan dan angka harapan hidup yang lebih rendah di
bandingkan dengan negara-negara maju. Rendahnya kualitas kesehatan penduduk
umumnya disebabkan oleh :
a.
b.
c.
d.

lingkungan yang tidak sehat.


Gejala kekurangan gizi yang seringdialami penduduk
Penyakit menular yang sering terjangkit
Masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan

E. Urbanisasi
Urbanisasi merupakan masalah kependudukan di Indonesia. Urbanisasi terjadi karena
adanya ketimpangan daerah pedesaan dan perkotaan. Ketersediaan lapangankerja,
kemegahan, kegermelapan, dan kelengkapan fasilitas hidup yang ditawarkan perkotaan
adalah faktor yang menarik penduduk pedesaaan untuk berpindah ke kota. Sebagai
contoh perpindahan penduduk dari desa-desa di Jawa Tengah dan Jawa Timur ke
jakarta untuk mencari pekerjaan. Urbanisasi menyebabkan penduduk kota bertambah
banyak dan menimbulkan permasalahan di kota. Selain urbanisasi, perpindahan
penduduk sesaat dan musiman juga menambah masalah di perkotaan.
Banyak penduduk bertempat tinggal di pinggiran kota tetapi bekerja untuk mencari
nafkah di kota. Sebagai contoh perpindahan penduduk yang terjadi di jakarta. Pada
pagi hari, penduduk dari daerah wilayah Bogor,Tenggerang, dan Bekasi berbondongbondong pergi bekerja menuju pusat-pusat bisnis, ekonomi, perdagangan, serta industri
di kota Jakarta. Tetapi, setelah petang hari mereka pulang ke rumah tempat tinggalnya
didaerah pinggiran kota yang bisa mencapai 60 Km dari pusat kota. Mereka ini disebut
penglaju atau boro yang meramaikan dan menghidupkan perekonomian kota di satu
pihak, tetapi di lain pihak menambah beban masalah kota.

Kota sebagai tempat tujuan dari urbanisasi


Komposisi penduduk sebagian besar berusia muda. Penduduk yang tergolong berusia
muda adalah penduduk yang berusia 0-14 tahun. Pada usia tersebut penduduk
tergolong usia yang tidak produktif sehingga masih menjadi tanggungan bagi penduduk
usia produktif. Kebutuhan penduduk usia muda yang harus disediakan oleh pemerintah
adalah sarana pendidikan dan kesehatan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut
pemerintah juga menggalakan partisipasi pihak swasta.

Penduduk usia muda

10

BAB III
IMPLIKASI PERMASALAHAN PENDUDUK

Jumlah penduduk besar, pertumbuhan penduduk tinggi, penyebaran penduduk tidak


merata, tingkat urbanisasi tinggi, dan jumlah pengangguran yang meningkat adalah
permasalahan penduduk yang berdampak pada kehidupan masyarakat serta
pembangunan nasional. Dampak permasalahan tersebut menyentuh segala bidang. Mulai
bidang sosial, ekonomi, keamanan, kesehatan, hingga ketenaga kerjaan.
Beberapa kasus akibat dampak permasalahan tersebut muncul di Indonesia. Seperti kasus
kelaparan dan busung lapar serta kasus-kasus kerusakan lingkungan. Berbagai macam
kasus akibat permasalahan penduduk tidak hanya terjadi di wilayah perkotaan tetapi juga
meramabah di wilayah pedesaan. Sebut saja angka pengangguran yang semakin tinggi,
kondisi ekonomi yang semakin terpuruk hingga mendorong tingkat kemiskinan yang tinggi.
Belum lagi tekanan-tekanan lain yang di alami penduduk dalam kehidupan sosial ekonomi.
Apa saja dampaknya ?
Dampak yang di timbulkan oleh permasalahan penduduk sebagai berikut :
1. Peningkatan Angkatan Kerja
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statisik (BPS),jumlah angkatan kerja mengalami
peningkatan yang cukup besar sejak krisis ekonomi pada tahun 1997. Jumlah angkatan
kerja meningkat tajam menjadi 98,8 juta orang pada tahun 2001. Jadi selama emapt
tahun jumlah angkatan kerja telah bertambah 9,2 juta orang. Di tahun 2006, angkatan
kerja mencapai 11 juta orang.Selain jumlahnya yang besar, angkatan kerja lebih
didominasi oleh tingkat pendidikan yang rendah, yaitu SD dan di bawahnya sebesar
59,1%, SMP sebesar 17,05%, SMA sebesar 2,27% dan Perguruan Tinggi sebesar
2,7%.
Tingkat pendidikan tenaga kerja berkaitan erat dengan kulaitas sumber daya manusia.
Sumber daya manusia yang berkualitas menjadi faktor penting dalam mencapai
keberhasilan pembangunan.

Sekelompok angkatan kerja sedang melihat lowongan pekerjaan

11

2. Pengangguran
Pengangguran merupakan masalah yang di hadapi semua negara, baik negara maju
maupun berkembang. Di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, jumlah
pengagguran dan presentasenya lebih besar di bandingkan dengan negara maju
seperti singapura atau jepang.
Sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 sampai dengan 2005, jumlah
pengangguran di Indonesia terus mengalami peningkatan. Jumlah pengangguran
terbuka di Indonesia meningkat dari 4,8 juta jiwa menjadi 7,71 juta jiwa atau rata-rata
bertambah sekitar 1 juta jiwa per tahun. Dari jumlah tersebut, sebagian nesar
merupakan kelompok usia muda. Hal ini berarti bahwa sebagian besar angkatan muda
tidak memiliki pekerjaan sam sekali. Mereka kemudian menjadi beban kelompok lain
yang bekerja atau produktif. Selain pengangguran terbuka, krisis ekonomi yang di alami
Indonesia juga mengakibatkan banyak penduduk menjadi setengah pengangguran.
Menurut data statistik ,pada tahun 2005 total jumlah pengangguran terbuka maupun
setengah pengangguran mencapai 42 juta jiwa lebih.
3. Kemiskinan
Permasalahan penduduk yang juga sedang di hadapi bangsa Indonesia adalah
kemiskinan. Perumbuhan ekonomi yang di harapkan dapat menguranngi kemiskinan
ternyata belum tercapai . harus di akui bahwa penurunan pertumbuhan ekonomi
menyebabkan bertambahnya kelompok orang miskin. Pertumbuhan ekonomi
berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Penurunan pertumbuhan
ekonomi semakin terasa ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi. Sebelm krisis
pada tahun 1997, pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 7% per tahun. Tetapi,pada
saat Indonesia mengalami krisis, perumbuhan ekonomi selama beberapa tahun kurang
dari 2%. Kemudian, lambat laun pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi 3,4% pada
tahun 2000, meningkat menjadi 5,6% pada tahun 2005. Dan pula pada tahun 2006
menjadi 5,5%. Dengan terjadinya peningkatan pertumbuhan ekonomi, maka penduduk
yang masuk dalam angkatan kerja dapat terserap bekerja lebih banyak lagi sehingga
menghasilkan pendapatan keluarga. Dengan demikian, jumlah kelompok orang miskin
dapat di kurangi.Indikator lain yang dapat di gunakan untuk mengetahui tingkat
kemiskinan adalah pendapatan per kapita atau rata-rata pendapatan penduduk.
Sebelum krisis ekonomi, pada tahun 1996 pendapatan per kapita Indonesia sebesar
US$ 1.023. kemudian pada saat krisis tahun 1998, pendapatan per kapita melorot tajam
menjadi US$ 436. Baru pada tahun 1999 pendapatan perkapita mengalami kenaikan
menjadi US$ 607 dan pada tahun 2005 menjadi US$ 1,280. Sampai pada tahun 2006,
jumlah penduduk yang tergolong miskin di Indonesia sebanyak 39,05 juta orang.
Mereka yang berada di pedesaan sebanyak 63,41% juta orang dan sisanya ada di
perkotaan.

12

Banyak anak-anak yang mengalami kelaparan,karena besarnya


tingkat kemiskinan di Indonesia
4. Daerah Kumuh (Slum)
Daerah kumuh merupakan dampak dari permasalahan penduduk. Daerah kumuh
muncul di perkotaan sebagia damapak dari kemiskinan. Mereka terpinggirkan akibat
pembangunan kota.Banyak penduduk desa berbondong-bondong berpindah ke kota
untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Lapangan kerja, fasilitas kehidupan yang
lengkap, serta perumahan dan gedung-gedung megah menjadi daya tarik penduduk
desa untuk berpindah ke kota. Tetapi kenyataannya, setelah berada di kota mereka
menghadapi kehidupan kota yang sulit dan keras. Mereka harus bersaing dengan
banyak orang untuk mendapatkan fasilitas hidup yang nyaman. Pertumbuhan ekonomi
dan pendapatan per kapita yang rendah berpengaruh terhadap kehidupan sosial
ekonomi masyarakat. Tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang
rendah berdampak peningkatan kemiskinan yang di tandai dengan munculnya daerah
kumuh (slum). Contoh yang nyata dapat di saksikan di kota Jakarta dan beberapa kota
besar lainnya di Indonensia.

Daerah kumuh (slum) di kota


5. Tekanan Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi
Pertumbuhan penduduk yang cepat dan jumlah yang besar berdampak terhadap
kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Kejahatan seperti pencurian, pencopetan,
perampokan, dan pembunuhan serta tindakan kriminal lainnya, sering terjadi di kota13

kota yang berpenduduk padat. Kejahatan yang timbul di pengaruhi oleh keadaan sosial
ekonomi penduduk kota yang miskin.Peningkatan tindakan menyebabkan kehidupan di
kota tidak aman dan nyaman. Meskipun telah di lakukan usaha pemberantasan
kejahatan oleh pemerintah, tetapi kejahatan di kota tetap saja terjadi. Pembangunan
kota perlu memperhatikan dampak sosial ekonomi penduduk kota. Jadi,selain memacu
pertumbuhan ekonomi maka pemerintah perlu menyelesaikan masalah sosila ekonomi
penduduk kota. Tentunya kita juga dapat berperan meskipun kecil.

14

BAB IV
UPAYA MENGATASI PERMASALAHAN PENDUDUK

Permasalahan penduduk Indonesia, baik yang bersifat kuatitas maupun kualitas, perlu
dilakukan upaya untuk mengatasinya. Upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan
penduduk di Indonesia yang telah di lakukan pemerintah antara lain sebagai berikut :
1. Keluarga Berencana (KB)
Sampai saat ini,keluarga berencana (KB) merupakan bentuk upaya untuk
mengendalikan jumlah dan pertumbuhan penduduk. Seadainya Indonesia tidak
melaksanakan KB, maka penduduk Indonesia pada tahun 2000 akan berjumlah dua kali
lipat penduduk tahun 1970 atau berlipat dua selama 30 tahun. Hasil proyeksi jumlah
penduduk menyebutkan apabila tidak di laksanakan KB, maka penduduk Indonesia
akan mencapai 237,2 juta jiwa. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Keberhasilan
program KB dapat di buktikan dari menurunnya angka kelahiran pada tahun 1960
sampai dengan 2000. Berturut-turut pada tahun1960-1970,1990 dan 2000 angka
kelahiran berkisar 42-47, 33, 27, dan 23 bayi per 1000 penduduk.

Model keluarga berencana: dua anak lebih baik


Kelestarian swasembada pangan akan terancam, manakala laju pertumbuhan
penduduk tetap masih tinggi. Dengan demikian, terdapat kaitan yang cukup erat antara
swasembada pangan dengan laju pertumbuhan penduduk.
Program keluarga berencana (KB) menjadi alternatif terpenting untuk mempertahankan
posisi
persedian pangan
yang mencukupi kebutuhan penduduk.
Jika
laju
pertumbuhan penduduk masih tetap tinggi, maka dituntut berbagai upaya untuk terus
menerus meningkatkan produksi pangan. Orientasi ke arah kuantitas ini sebenarnya
merupakan inhibitor dalam upaya meningkatkan kualitas hidup penduduk.
Sebagaimana diketahui bahwa kebutuhan pangan penduduk tidak terbatas pada
jumlah yang harus di penuhi,tetapi juga mencakup mutu, dengan kata lain selain
jumlahnya memadai, kandungan gizi nyapun harus memenuhi.Dalam sepuluh tahun
terakhir laju pertumbuhan penduduk di indonesia masih sekitar 1,49 persen, atau terjadi
15

penambahan penduduk sekitar 4,5 juta orang per tahun. Sedangkan berdasarkan hasil
sensus penduduk 2010, jumlah penduduk menjapai 237 juta jiwa. Tersebar di Pulau
Jawa 58 persen, Sumatra 21 persen, Sulawesi 7 persen, Kalimantan 6 persen, Bali
dan Nusa Tenggara 6 persen, serta Papua dan Maluku 3 persen. Sementara itu
tingkat konsumsi beras mencapai 139 kg per kapita per tahun (anjuran pakar gizi,
cukup 90 kg per kapita pertahun).
2. Penyerasian kebijakan kependudukan dan Keluarga Berencana (KB)
Untuk mengatasi berbagai masalah kependudukan yang terjadi sekarang dan akan
datang, salah satu masalah yang dihadapi adalah jumlah penduduk yang banyak.
Dengan jumlah penduduk yang saat ini lebih dari 240 juta jiwa, Indonesia menempati
posisi negara berpenduduk terbanyak keempat setelah China, India, dan Amerika
Serikat. Sementara itu, setiap perempuan usia suburnya rata-rata melahirkan 2,3
sampai 2,5 anak. Kondisi itu mengingatkan agar Indonesia harus bekerja lebih keras
dalam mengendalikan penduduk. Selain jumlah, masalah kependudukan yang dihadapi
juga terkait dengan kualitas, mobilitan, dan administrasinya. Sebab, dari sisi kualitas,
penduduk Indonesia kurang memadai. Itu terlihat dari indeks pembangunan manusia
(IPM) yang berada di posisi 108 dari 188 negara. ''Dari sisi pesebaran, juga timpang
dan tidak merata, karena terkonsentarsi di Pulau Jawa dan Madura. Kondisi itu
membuat kemampuan daya tampung dan daya dukung lingkungan menjadi
masalah,dalam era otonomi daerah program kependudukan dan keluarga berencana
(KB) tidak dijadikan prioritas pembangunan di daerah, terutama di daerah yang
penduduknya masih jarang atau pendapatan asli daerah (PAD)-nya rendah.
Sebaliknyaada sebagian kalangan yang merasa mampu secara finansial dapat
menbiayai anak, sehingga beranggapan boleh memiliki banyak anak. ''Padahal
membesarkan anak bukan hanya tanggung jawab individu orang tuanya, namun terkait
tanggung jawab kolektif ,asyarakat dan negara,"
3. Keseimbangan antara pertumbuhan penduduk dengan daya dukung lingkungan
Salah satu tujuan pengelolaan kependudukan adalah agar masyarakat merasa nyaman
untuk hidup dan bertempat tinggal di suatu kawasan. Semakin padat dan "tidak teratur"
suatu kawasan tempat tinggal, seperti semakin padatnya jumlah penduduk atau terlalu
tingginya pertumbuhan penduduk maka akan berpengaruh terhadap standar hidup
masyarakat, baik dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Premis ini muncul karena
diakui atau tidak pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia, baik yang disebabkan
angka kelahiran maupun angka migrasi ternyata cukup tinggi, sementara akses
masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan dasar mereka semakin hari semakin
menipis.
Ketidakselarasan pertumbuhan jumlah penduduk dengan akses pemenuhan kebutuhan
dasar inilah yang menjadi penyebab paling serius terha-dap penurunan kualitas hidup
manusia. Lalu, dimanakah letak penting pemikul tanggung jawab dari persoalan ini?
Sebelum menjawab pertanyaan ini, ada baiknya mulai kita telaah satu persatu ruang
lingkup permasalahan dari problem kependudukan di Indonesia secara umum. Secara
sepintas sudah disebutkan bahwa pengkajian pada persoalan kependudukan selama ini
16

kerap berkutat pada masalah pokok yang berdimensi demografis, yaitu fertilitas
(kelahiran), morbiditas (kesakitan), mortalitas (kematian), dan mobilitas (migrasi).
Sementara dimensi lain yang berdimensi kebijakan dan juga pengaruh lain berupa
tuntutan ke arah pemberdayaan perempuan (terkait dengan hak reproduksi dan
pertumbuhan generasi) dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) masih kurang
mendapat perhatian yang serius. Ini mengakibatkan adanya suatu kecenderungan
berpikir dan berperilaku di masyarakat yang tidak peka bahwa pertumbuhan penduduk
sangat terkait erat dengan peningkatan kesejahteraan hidup mereka.
4. Kebijakan yang komprehensif
Dengan menelaah persoalan mendasar mengenai kependudukan itu, maka mau tidak
mau tuntutan terhadap perubahan atau optimalisasi kebijakan menjadi penting. Ini
disebabkan oleh keberadaan pemerintah sebagai pemegang otoritas tertinggi dari
pengelolaan kependudukan di Indonesia sekaligus menjadi penentu perubahan
kehidupan kualitas hidup masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Kebijakan
kependudukan yang diusung memang sebaiknya merupakan kebijakan yang lebih
visioner, dalam arti melihat bentuk, implementasi, dan implikasi kebijakan yang selaras
dengan kondisi kehidupan masyarakat kekinian.
Di samping itu, dengan pembagian wewenang pengelolaan kepemerintahan antara
pusat dan daerah, maka juga diperhatikan sejauhmana keterlibatan pemerintah pusat
dan daerah dalam menangani persoalan kependudukan itu. Ini juga berarti bahwa
kebijakan kependudukan yang seragam berlaku di seluruh wilayah Indonesia perlu
dikaji-ulang karena kondisi dan konteks kehidupan masyarakat sangat tergantung pada
dimensi lokalitasnya masing-masing. Paling tidak, terdapat lima hal penting yang harus
diperhatikan dalam memformulasikan arah kebijakan kependudukan yang visioner.
a. Pertama, misi kebijakan yang dituangkan dalam program-program kependudukan
tidak lagi ditujukan pada target-target yang berdimensi kuantitatif semata-mata,
seperti keharusan pencapaian penurunan angka fertilitas tanpa memerhatikan sisi
kualitatif, yaitu suara-suara dari masyarakat yang bersangkutan. Jika tujuannya
adalah target penurunan angka fertilitas secara kuantitatif, maka implementasi
program di lapangan dikuatirkan akan dilakukan dengan cara-cara yang tidak
simpatik. Karena dalam hal ini yang dipentingkan adalah target, bukan pada
prosesnya.
b. Kedua, perlunya keterlibatan masyarakat dalam mencapai sasaran program
kependudukan. Selama ini, sangat sedikit di antara warga masyarakat yang
mengerti informasi kebijakan dan program kependudukan. Informasi dalam bentuk
data, produk kebijakan seperti peraturan hukum masih terbatas dikuasai dan
dimengerti oleh kalangan terbatas seperti sebagian aparat pemerintah, sebagian
akademisi, dan sebagian LSM. Misalnya, adanya undang-undang tentang
administrasi penduduk, atau peraturan menteri tentang pengelolaan kependudukan
yang profesional hampir tidak dimengerti oleh khalayak luas, apalagi pada tingkat
implemetasinya di lapangan. Untuk hal yang sederhana saja seperti mengurus
surat-surat administrasi penduduk, masih banyak masyarakat yang sulit untuk
17

mendapatkan aksesnya. Di sisi lain, ketersediaan informasi yang terbuka juga


sebenarnya bisa dipakai oleh berbagai perusahaan yang ingin melakukan investasi.
Tetapi keterbatasan informasi itu terkadang mempersulit investor untuk mengambil
keputusan secara tepat.
c. Ketiga, perlunya memperjelas dan mempertegas fungsi kelembagaan dalam
pengelolaan kependudukan. Misalnya, bagaimana sinergitas antara Departemen
Dalam Negeri dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam pengelolaan
kependudukan juga tampaknya belum memadai. Sinergitas secara kelembagaan
akan sangat memengaruhi kebijakan dan pembentukan program-program di
masyarakat.
d. Keempat, pemisahan wewenang pengaturan pemerintahan di tingkat pusat dan
daerah tidak semestinya membuat perumusan program-program di bidang
pengelolaan kependudukan menjadi tumpang tindah, atau sebaliknya malah tidak
sinergis sama sekali. Pemisahan wewenang itu seharusnya bisa memunculkan
suatu keserasian kebijakan antara keduanya. Artinya, mana yang perlu dilakukan
oleh pemerintah pusat dan mana yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah
seharusnya juga menjadi sasaran dari perubahan kebijakan kependudukan di
Indonesia. Sampai saat ini, masih sangat jarang terdengar adanya pemerintah
daerah yang memiliki suatu blue-print atau perencanaan yang matang dalam
mengelola kehidupan penduduk di daerahnya masing-masing. Dinas-dinas yang
seharusnya bisa dimaksimalkan dalam membantu mengurangi fertilitas, morbiditas,
dan mortalitas misalnya, juga belum menampakkan kematangan perencanaan itu.
e. Kelima, seiring dengan semakin cepatnya perubahan kehidupan dalam iklim global
dan juga tuntutan terhadap perlindungan dan pemenuhan HAM, maka isu-isu
strategis seperti perempuan, penduduk usia lanjut, kemiskinan, dan penduduk
pedesaan perlu mendapat prioritas. Prioritas tersebut bisa menjadi tolok-ukur dari
keberhasilan kebijakan kependudukan di masa kini terutama dalam percepatan arus
globalisasi yang sulit terbendung.
f.

Akhirnya, meskipun kelima poin gagasan dasar kebijakan kependudukan tersebut


perlu dilakukan, terdapat syarat mendasar lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu
pemantapan kualitas sumberdaya manusia perumus, pelaksana, dan pengawas
kebijakan, termasuk juga menanamkan pengetahuan dan kesadaran bagi
masyarakat mengenai pentingnya mengelola kehidupan mereka sendiri. Jika tidak,
maka sebagus apapun kebijakan dibuat, maka ia tidak akan menghasilkan apapun
dan tidak akan mengubah kehidupan masyarakat menuju kehidupan yang lebih
baik.

5. Pencapaian target IPM ( MDGs)


Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 237,6 juta pada tahun 2010 tengah
menjadi isu yang hangat. Dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) saat ini 1,35
persen atau 3,2 juta jiwa per tahun, Indonesia dalam kondisi lampu merah. Jika tidak
terkendali, dikhawatirkan terjadi ledakan penduduk.Dengan LPP 1,35 persen dengan
18

3,2 juta jiwa per tahun atau setara dengan total penduduk Singapura, Indonesia tidak
mustahil akan menggantikan posisi Amerika Serikat menjadi negara berpenduduk
ketiga terbesar di dunia. Terlebih lagi apabila tingkat pertumbuhan penduduk berkisar 34 juta jiwa per tahun. Ini tentu saja berimplikasi pada permasalahan sosial, ekonomi,
pendidikan, kesehatan, dan berbagai keterbatasan mengakses pemenuhan kebutuhan
dasar,
Pesatnya pertumbuhan penduduk yang melesat dari perkiraan menjadi sangat
mengkhawatirkan bagi para pemerhati kebijakan kependudukan dan pembangunan.
Terlebih jika hal itu dikaitkan dengan upaya pencapaian sasaran pembangunan global
Millenium Development Goals (MDGs). Ini menjadi pertanyaan besar yang perlu
dijawab. Mampukah kebijakan pembangunan di Indonesia menuai hasil yang
menggembirakan di era milenium 2015? Oleh karena itu, meningkatkan kesejahteraan
rakyat, menciptakan kesempatan kerja, menghilangkan kemiskinan, meningkatkan
pendidikan dan kesehatan, meningkatkan infrastruktur, serta memberikan pelayanan
publik menjadi program yang harus dilakukan.
Prof. Dr. Sofian Effendi, M.P.I.A. memiliki kekhawatiran yang sama. Mengutip data
Human Development Report, dikatakan bahwa sebanyak 14,8 persen masyarakat
Indonesia masih hidup di garis kemiskinan. Demikian pula dengan tingginya
kesenjangan antardaerah. Kesenjangan Jakarta dengan Papua ini 22 kali. Jika diratarata di Indonesia, maka kesenjangan Papua ini berkisar tujuh kali dibanding daerah lain.
Ini menunjukkan cita-cita pemerataan setelah 65 tahun belum tercapai, katanya.
Berbagai perumusan kebijakan dinilai menjadi salah satu faktor kesenjangan. Beberapa
kebijakan terkotak-kotak dan tidak sinkron antara satu dengan yang lain. Dalam waktu
13 tahun terakhir, pemerintah terlihat sangat kacau. Fungsi-fungsi koordinasi tidak
berjalan dalam pemerintahan dan berbagai kebijakan, Di samping melakukan kajian
terhadap berbagai kebijakan penduduk di Indonesia .

19

BAB V
PENUTUP

Disimpulkan bahwa jumlah penduduk Indonesia tahun 2011 diperkirakan mencapai sekitar
340 juta orang jika menggunakan asumsi bahwa pertambahan penduduk sebesar 1,49%
per tahun. Jika hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia
sekitar 237,6 juta orangmaka ancaman ledakan penduduk akan terjadi di Indonesia
beberapa tahun mendatang.Untuk itu diperlukan upaya dan langkah konkret guna
menurunkan laju pertumbuhan penduduk dan meningkatkan kualitas penduduk melalui
berbagai program baik dalam aspek kualitas maupun kuantitas.Untuk mewujudkan hal
tersebut diperlukan desain induk (grand design) pembangunan kependudukan dan
revitalisasi program KB nasional untuk menjadi rancang bangunan tata kependudukan di
Indonesia yang akan datang.
Selain itu masalah kepadatan penduduk Indonesia antara pulau yang satu dan pulau yang
lain tidak seimbang, antara provinsi yang satu dengan provinsi yang lain juga tidak
seimbang. Hal ini disebabkan karena persebaran penduduk tidak merata. Sebagian besar
penduduk Indonesia terkonsentrasi di pulau Jawa dan Madura. Padahal, luas wilayah
pulau Jawa dan Madura hanya sebagian kecil dari luas wilayah negara Indonesia.
Akibatnya, pulau Jawa dan Madura memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi,
sedangkan di daerah-daerah lain tingkat penduduknya rendah. Provinsi yang paling padat
penduduknya adalah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
Kepadatan penduduk erat kaitannya dengan kemampuan wilayah dalam mendukung
kehidupan penduduknya. Daya dukung lingkungan dari berbagai daerah di Indonesia tidak
sama. Daya dukung lingkungan pulau Jawa lebih tinggi dibandingkan dengan pulau-pulau
lain, sehingga setiap satuan luas di Pulau Jawa dapat mendukung kehidupan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pulau lain seperti di Kalimantan, Papua, Sulawesi dan
Sumatera.
Keterbatasan kemampuan suatu wilayah dalam mendukung kehidupan penduduk dapat
berakibat pada terjadinya tekananpenduduk. Jadi, meskipun di Jawa daya dukung
lingkungannya tinggi, namun juga perlu diingat bahwa kemampuan wilayah tersebut
dalam mendukung kehidupan ada batasnya.

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Bapenas RI & United Nations. Report on The Achievement of the Millennium ,


Development Goals Indonesia 2007. Jakarta: United Nations, Bappenas RI, 2007.
2. BKKBN dan UNFPA. Keluarga Berencana, Kesehatan Reproduksi, Gender, dan
Pembangunan Kependudukan: Buku Sumber untuk Advokasi. 2003.
3. BPS, Bappenas, UNDP. Indonesia Lap pemb Manusia 2004,
4. Ekonomi dari Demokrasi: Membiayai Pemb ManInd 2004.
5. BPS dan Dep Kes Analisa Data Makro Penyadang Masalah Kesejahteraan Sosial.
6. HasilSusenas 2000. Jakarta: BPS dan DepKes
7. Bulman, Tim, et all. Indonesias Oil Subsidies Opportunity, Far Eastern Economic
Review, 2008.
8. Danim, Sudarwan. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003.
9. Darwin, Muhadjir. Aspek keman dlm penglian pertpenduduk, dalam Faturochman dan
Agus Dwiyanto (Editor).
10. Kebijakan Kependudukan. Aditya Media, 2000
11. ----------------------. Neg dan Per Pustaka Pel, 2005
12. -----------------------.How Participation Shapes Local Development, Jakarta: UNDP, 2009
13. Faturochman dan Agus Dwiyanto (Editor). Reorientasi Kebij Kepend. Aditya Media,
2000.
14. Granado, F Javier Aru, Investin Indo Ed: Allocation, Equity, and
15. Efficiency of Public Expenditure, The W B, 2007.
16. Germaine A. dan Kyte R. The Cairo Consensus: The Right Agenda for the Right Time.
New York: International Womens Health Coalition, 1975.
17. Gribble J.N dan S.H. Preston. The Epidemiological Transition: Policy and Planning
Implication for Developing Countries. National Academy Press.Washington D.C, 1993.
18. Haris, Abdul & Nyoman Andika (eitor). Dinamika Kependudukan dan Pembangunan di
Indonesia: Dari Perspektif Makro ke Realitas Mikro. Penerbit: Lesfi, 2003. Hull, Terence,
Pengantar: Penduduk dan Pembangunan

21

Anda mungkin juga menyukai