Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan penyakit dengan kelainan pada
struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi
akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase
awal perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak
biru) dan sianotik (biru) yang masing-masing memberikan gejala dan memerlukan
penatalaksanaan yang berbeda.
Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar 810 bayi dari 1000 kelahiran hidup dan
30 % diantaranya telah memberikan gejala pada minggu-minggu pertama
kehidupan. Bila tidak terdeteksi secara dini dan tidak ditangani dengan baik, 50%
kematiannya akan terjadi pada bulan pertama kehidupan. Menurut American
Heart Association, sekitar 35.000 bayi lahir tiap tahunnya dengan beberapa jenis
defek jantung bawaan. PJB bertanggung jawab terhadap lebih banyak kematian
pada kehidupan tahun pertama bayi dari pada defek congenital lain. Sedangkan di
Amerika Utara dan Eropa, PJB terjadi pada 0,8% populasi, membuat PJB menjadi
kateri yang paling banyak dalam malformasi struktur kongenital.
Di negara maju hampir semua jenis PJB telah dideteksi dalam masa bayi bahkan
pada usia kurang dari 1 bulan, sedangkan di negara berkembang banyak yang
baru terdeteksi setelah anak lebih besar, sehingga pada beberapa jenis PJB yang
berat mungkin telah meninggal sebelum terdeteksi. Pada beberapa jenis PJB
tertentu sangat diperlukan pengenalan dan diagnosis dini agar segera dapat
diberikan pengobatan serta tindakan bedah yang diperlukan. Untuk memperbaiki
pelayanan di Indonesia, selain pengadaan dana dan pusat pelayanan kardiologi
anak yang adekuat, diperlukan juga kemampuan deteksi dini PJB dan
pengetahuan saat rujukan yang optimal oleh para dokter umum yang pertama kali
berhadapan dengan pasien.
Mengurangi insiden terjadinya PJB dapat dilakukan oleh semua pihak, keluarga,
terutama ibu dan tenaga kesehatan. Peran perawat akan sangat dinantikan dalam

upaya pencegahan, health education tentang pentingnya kesehatan pada ibu hamil
menjadi faktor utama untuk menghindari terjadinya penyakit ini.
Makalah ini akan mengulas tentang asuhan keperawatan pada anak dengan
penyakit jantung bawaan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang asuhan keperawatan
pada anak dengan penyakit jantung bawaan.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan tentang konsep medis penyakit jantung bawaan
b. Menjelaskan tentang konsep keperawatan pada penyakit jantung
bawaan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Medis Penyakit Jantung Bawaan
1. Definisi
Menurut Prof. Dr. Ganesja M Harimurti, Sp.JP (K), FASCC,
dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di Rumah
Sakit Jantung Harapan Kita, mengatakan bahwa PJB
adalah penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan
akibat

proses

pembentukan

jantung

yang

kurang

sempurna. Proses pembentukan jantung ini terjadi pada


awal

pembuahan

(konsepsi).

Pada

waktu

jantung

mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan, ada


kemungkinan

mengalami

gangguan.

Gangguan

pertumbuhan jantung pada janin ini terjadi pada usia tiga


bulan pertama kehamilan, karena jantung terbentuk
sempurna pada saat janin berusia empat bulan (Dhania,
2009).
2. Jenis PJB
a. PJB Non Sianotik
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) non sianotik adalah
kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir
yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di
sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan,
kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur
keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa
adanya

lubang

di

sekat

jantung.

Masing-masing

mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi


dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan
beratnya

kelainan

serta

(Roebiono, 2003).
1). Ventricular Septal Defect (VSD)

tahanan

vaskuler

paru

Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain


tergantung

pada

besarnya

lubang,

juga

sangat

tergantung pada tingginya tahanan vaskuler paru.


Makin rendah tahanan vaskuler paru makin besar
aliran pirau dari kiri ke kanan. Pada bayi baru lahir
dimana maturasi paru belum sempurna, tahanan
vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya
aliran pirau dari kiri ke kanan terhambat walaupun
lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat usia 23
bulan dimana proses maturasi paru berjalan dan
mulai terjadi penurunan tahanan vaskuler paru
dengan cepat maka aliran pirau dari kiri ke kanan
akan bertambah. Ini menimbulkan beban volume
langsung pada ventrikel kiri yang selanjutnya dapat
terjadi gagal jantung (Roebiono, 2003).
2). Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan
jantung tidak membesar. Sering ditemukan secara
kebetulan saat pemeriksaan rutin dengan adanya
bising kontinyu yang khas seperti suara mesin
(machinery

murmur)

di

area

pulmonal,

yaitu

di

parasternal sela iga 23 kiri dan di bawah klavikula


kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke paru yang
berlebihan pada PDA yang besar akan terlihat saat
usia

14

bulan

dimana

tahanan

vaskuler

paru

menurun dengan cepat. Nadi akan teraba jelas dan


keras karena tekanan diastolik yang rendah dan
tekanan nadi yang lebar akibat aliran dari aorta ke
arteri pulmonalis yang besar saat fase diastolik. Bila
sudah timbul hipertensi paru, bunyi jantung dua
komponen pulmonal akan mengeras dan bising
jantung yang terdengar hanya fase sistolik dan tidak
kontinyu lagi karena tekanan diastolik aorta dan

arteri pulmonalis sama tinggi sehingga saat fase


diastolik tidak ada pirau dari kiri ke kanan. Penutupan
PDA secara spontan segera setelah lahir sering tidak
terjadi pada bayi prematur karena otot polos duktus
belum terbentuk sempurna sehingga tidak responsif
vasokonstriksi

terhadap

oksigen

dan

kadar

prostaglandin E2 masih tinggi. Pada bayi prematur ini


otot polos vaskuler paru belum terbentuk dengan
sempurna

sehingga

proses

penurunan

tahanan

vaskuler paru lebih cepat dibandingkan bayi cukup


bulan dan akibatnya gagal jantung timbul lebih awal
saat usia neonatus (Roebiono, 2003).
3). Atrial Septal Defect (ASD)
Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena
defek berada di septum atrium dan aliran dari kiri ke
kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke
paru yang berlebihan juga menyebabkan beban
volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak
memberikan keluhan pada anak walaupun pirau
cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia
dewasa. Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan
ASD besar yang simptomatik dan gejalanya sama
seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke
paru yang berlebihan yang telah diuraikan di atas.
Auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung
dua

yang

terpisah

lebar

dan

menetap

tidak

mengikuti variasi pernafasan serta bising sistolik


ejeksi halus di area pulmonal. Bila aliran piraunya
besar mungkin akan terdengar bising diastolik di
parasternal sela iga 4 kiri akibat aliran deras melalui
katup

trikuspid.

Simptom

dan

hipertensi

paru

umumnya baru timbul saat usia dekade 30 40

sehingga pada keadaan ini mungkin sudah terjadi


penyakit obstruktif vaskuler paru (Roebiono, 2003).
4). Aorta Stenosis (AS)
Aorta Stenosis derajat ringan atau sedang umumnya
asimptomatik sehingga sering terdiagnosis secara
kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar
bising sistolik ejeksi dengan atau tanpa klik ejeksi di
area aorta; parasternal sela iga 2 kiri sampai ke
apeks dan leher. Bayi dengan AS derajat berat akan
timbul gagal jantung kongestif pada usia minggu
minggu

pertama

atau

bulan-bulan

pertama

kehidupannya. Pada AS yang ringan dengan gradien


tekanan sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu
dilakukan intervensi. Intervensi bedah valvotomi atau
non bedah Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera
dilakukan pada neonatus dan bayi dengan AS valvular
yang kritis serta pada anak dengan AS valvular yang
berat atau gradien tekanan sistolik 90 100 mmHg
(Roebiono, 2003).
5). Coarctatio Aorta (CoA)
Coartatio Aorta pada anak yang lebih besar umumnya
juga asimptomatik walaupun derajat obstruksinya
sedang

atau

berat.

Kadang-kadang

ada

yang

mengeluh sakit kepala atau epistaksis berulang,


tungkai lemah atau nyeri saat melakukan aktivitas.
Tanda yang klasik pada kelainan ini adalah tidak
teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi arteri
femoralis

dibandingkan dengan arteri brakhialis,

kecuali bila ada PDA besar dengan aliran pirau dari


arteri pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga
tekanan darah lengan lebih tinggi dari pada tungkai.
Obstruksi

pada

AS atau

CoA yang

berat

akan

menyebabkan gagal jantung pada usia dini dan akan

mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani.


Pada kelompok ini, sirkulasi sistemik pada bayi baru
lahir sangat tergantung pada pirau dari kanan ke kiri
melalui PDA sehingga dengan menutupnya PDA akan
terjadi perburukan sirkulasi sistemik dan hipoperfusi
perifer (Roebiono, 2003).
6). Pulmonal Stenosis (PS)
Status gizi penderita dengan PS umumnya baik
dengan pertambahan berat badan yang memuaskan.
Bayi

dan

anak

dengan

PS

ringan

umumnya

asimptomatik dan tidak sianosis sedangkan neonatus


dengan PS berat atau kritis akan terlihat takipnu dan
sianosis. Penemuan pada auskultasi jantung dapat
menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS
valvular terdengar bunyi jantung satu normal yang
diikuti dengan klik ejeksi saat katup pulmonal yang
abnormal membuka. Klik akan terdengar lebih awal
bila derajat obstruksinya berat atau mungkin tidak
terdengar bila katup kaku dan stenosis sangat berat.
Bising sistolik ejeksi yang kasar dan keras terdengar
di area pulmonal. Bunyi jantung dua yang tunggal
dan bising sistolik ejeksi yang halus akan ditemukan
pada stenosis yang berat (Roebiono, 2003).
b. PJB Sianotik
Sesuai dengan namanya manifestasi klinis yang selalu
terdapat

pada

pasien

dengan

PJB

sianotik

adalah

sianosis. Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa


yang disebabkan oleh terdapatnya >5mg/dl hemoglobin
tereduksi dalam sirkulasi. Deteksi terdapatnya sianosis
antara

lain

tergantung

(Prasodo, 1994).
1). Tetralogy of Fallot (ToF)

kepada

kadar

hemoglobin

Tetralogy of Fallot merupakan salah satu lesi jantung


yang defek primer adalah deviasi anterior septum
infundibular. Konsekuensi deviasi ini adalah obstruksi
aliran darah ke ventrikel kanan (stenosis pulmoner),
defek septum ventrikel, dekstroposisi aorta, hipertrof
ventrikuler kanan. Anak dengan derajat yang rendah
dari obstruksi aliran ventrikel kanan menimbulkan
gejala awal berupa gagal jantung yang disebabkan
oleh pirau kiri ke kanan di ventrikel. Sianosis jarang
muncul

saat

lahir,

tetapi

dengan

peningkatan

hipertrof dari infundibulum ventrikel kanan dan


pertumbuhan pasien, sianosis didapatkan pada tahun
pertama

kehidupan.sianosis

terjadi

terutama

di

membran mukosa bibir dan mulut, di ujung ujung jari


tangan dan kaki. Pada keadaan yang berat, sianosis
langsung ditemukan (Bernstein, 2007).
2). Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum
Saat

duktus

arteriosus

menutup

pada

hari-hari

pertama kehidupan, anak dengan Pulmonary Atresia with


Intact Ventricular Septum mengalami sianosis. Jika tidak
ditangani,

kebanyakan

kasus

berakhir

dengan

kematian pada minggu awal kehidupan. Pemeriksaan


fsik

menunjukkan

sianosis

berat

dan

distress

pernafasan. Suara jantung kedua terdengar kuat dan


tunggal, seringnya tidak terdengar suara murmur,
tetapi

terkadang

murmur

sistolik

atau

yang

berkelanjutan dapat terdengar setelah aliran darah


duktus. (Bernstein, 2007)
3). Tricuspid Atresia
Sianosis terjadi segera setelah lahir dengan dengan
penyebaran

yang

bergantung

dengan

derajat

keterbatasan aliran darah pulmonal. Kebanyakan


pasien mengalami murmur sistolik holosistolik di

sepanjang tepi sternum kiri. Suara jantung kedua


terdengar tunggal. Diagnosis dicurigai pada 85%
pasien sebelum usia kehamilan 2 bulan. Pada pasien
yang lebih tua didapati sianosis, polisitemia, cepat
lelah,

dan

sesak

nafas

saat

aktivitas

berat

kemungkinan sebagai hasil dari penekanan pada


aliran darah pulmonal. Pasien dengan Tricuspid Atresia
berisiko mengalami penutupan spontan VSD yang
dapat terjadi secara cepat yang ditandai dengan
sianosis. (Bernstein, 2007)
3. Etiologi
Penyakit jantung bawaan diduga terjadi dimasa embrional. Disebabkan :
a. Factor genetic.
1. Adanya gen gen mutan tunggal ( dominan autosomal, resesif
autosomal, atau terkait X ) yang biasanya menyebabkan penyakit
jantung bawaan sebagai bagian dari suatu kompleks kelainan.
2. Kelainan kromosom juga menyebabkan penyakit jantung kongenital
sebagai bagian suatu kompleks lesi.
3. Factor gen multifaktorial, dipercaya merupakan dasar terjadinya duktus
anterious paten dan dasar penyakit congenital lainnya.
b. Factor lingkungan.
1. Lingkungan janin, ibu yang diabetic atau ibu yang meminum
progesterone saat hamil mungkin akan mengalami peningkatan resiko
untuk mempunyai anak dengan penyakit jantung congenital.
2. Lesi viral. Emriopati rubella sering menyebabkan stenosis pulmonal
perifer, duktus arteosus paten dan kadang kadang stenosis katup
pulmonal
4. Manifestasi Klinis
a. Bayi lahir dalam keadaan sianosis, pucat kebiru biruan yang
disebut Picasso Blue. Sianosis merata keseluruh tubuh kecuali jika
resistensi vascular paru sangat tinggi, dibagian tubuh sebelah atas
akan lebih sianotik dibanding bagian bawah.
b. Pada foto merah terlihat jelas gambaran pembuluh darah abnormal.
c. Pada umur tiga bulan, terjadi kelambatan penambahan berat badan dan
panjang badan serta perkembangan otak terganggu.

d. Disertai pulmonal stenosis sering timbul serangan anoksia, yang


menandakan bahaya kematian.
e. Bila terdapat gejala takipnea, maka tanda adanya gejala gagal jantung.
f. Pada aliran darah paru yang meningkat menunjukkan penampangan
anterior posterior dada bertambah.
g. Pada anak besar, tampak jelas voussure cardiac ke kiri.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
a). Identitas
(1). Usia
Perlu dikaji pada usia berapa gejala mulai muncul.
(2). Jenis kelamin
Laki laki dan perempuan mempunyai peluang yang sama
dalam hal terjadinya penyakit jantung bawaan.
(3). Pekerjaan
Pada umumnya anak akan merasa sesak pada saat beraktivitas.
b). Keluhan Utama
Keluhan orang tua pada waktu membawa anaknya ke dokter
tergantung dari jenis dan derajat defek yang terjadi baik pada
ventrikel

maupun

atrium,

tapi

biasanya

terjadi

sesak,

pembengkakan pada tungkai dan berkeringat banyak.


Menanyakan adanya keluhan-keluhan utama yang dirasakan

nadi kecil dan tidak teratur , berdebar-debar, sesak nafas, nyeri


dada, kelelahan, kejang-kejang, keringat berlebihan.
c). Riwayat kesehatan masa lalu
Menanyakan tentang penyakit-penyakit yang berhubungan lansung
dengan system kardio vascular. Tanyakan kepada pasien adanya
riwayat nyeri dada , nafas pendek, alkoholik, anemia, demam
rematik, sakit tenggorokan yang di sebabkan streptococcus,
penyakit

jantung

bawaan,

stroke,

pingsan

hipertensi,

thromboplebitis, nyeri yang hilang timbul, varises dan oedema.


d). Riwayat kehamilan
Menanyakan tentang penyakit yang pernah diderita selama
periode antenatal. Infeksi rubella dapat menyebabkan cacat pada
jantung bayi, terkenal sebagai sindrom rubella yaitu PDA, tuli dan

katarak. SLE (Sistemic Lupus Eritematosus) dapat menimbulkan


blokade jantung total pada bayi. Diabetes Mellitus juga dapat
menyebabkan terjadinya kardiomiopati pada bayi yang dikandung.
e). Riwayat Kesehatan Keluarga
Menanyakan

adanya

PJB

pada

keluarga,

baik

dengan

abnormalitas kromosom, misalnya Down Syndrom.


f). Riwayat Pengobatan
Tanyakan kepada pasien tentang pengobatan yang pernah pasien
jalani seperti pemakaian aspirin. Pengkajian pengobatan harus di
tuliskan nama dari obatnya dan pasien mengerti tentang kegunaan
dan

efek

sampingnya.

Adapun

obat-obat

yang

dapat

mempengaruhi system kardiovaskuler seperti : anticonvulsants,


antidepressant, antipsychotics, cerebral stimulants, cholinergics,
estrogens,

nonnarcotic

analgesics

dan

antipyretics,

oral

contraceptives, sedatives and hypnotics, spasmolytics. Kebiasaan


mengkonsumsi jamu tradisional, merokok dan alkohol juga perlu
dikaji.
g). Riwayat pembedahan
Pasien juga harus ditanyakan secara spesifik tentang pembedahan
yang pernah di jalani, perawatan rumah sakit yang berhubungan
dengan kardiovaskuler. Hasil-hasil data diagnostic yang pernah di
lakukan selama perwatan harus lebih di kaji. Harus di catat
dimana ECG dan foto rontgen dapat dijadikan data dasar.
b. Pemeriksaan Fisik
1). Keadaan umum.
a). Pasien tampak lemah / cukup baik / tampak sakit berat /
tampak sesak.
b). Kesadaran penderita komposmentis, apatis, somnalens,
sopor,soporokoma atau koma.
2). Tanda-tanda vital, meliputi:
a) Tekanan darah :
b) Denyut nadi : takikardia
c) Suhu tubuh : normal, apabila tidak ada infeksi
d) Respirasi rate : takipneu, dispneu
3). Pemeriksaan head to toe
a) Kepala

Tidak ada penambahan lingkar kepala (LILA) karena gangguan


tumbuh kembang. Oedem wajah, anemis, mukosa bibir kering
b) Leher
Terdapat pembesaran vena jugularis
c) Dada / thorax
Inspeksi:
Terdapat otot bantu nafas retraksi interkostae, deformitas
dada, ekskursi pernapasan (takipnea, dispnea, adanya
dengkur ekspirasi).
Palpasi:
Septal Defect/Defek Septum Atrium (ASD) aktivitas
ventrikel kanan jelas teraba di parasternal kanan dan thrill
di sela iga II atau III kiri
Auskultasi:
Septal Defect/Defek Septum Atrium (ASD). Pada tipe
ostium sekundum dan sinus venosus terdengar bising
ejeksi sistolik di daerah sela iga 2 atau 3 pinggir sternum
kiri disertai fixed splitting bunyi jantung II. Hal ini
menggambarkan penambahan aliran darah melalui katup
pulmonal. Kadang kadang terdapat juga bising awal
diastolik

pada

garis

sterna

bagian

bawah

yang

menggambarkan penambahan aliran di katup trikuspid.


Pada auskultasi jantung terdeteksi adanya murmur jantung.
Frekwensi dan irama jantung menunjukkan deviasi bunyi
dan intensitas jantung yang membantu melokalisasi defek
jantung.
auskultasi pada paru-paru menunjukkan ronki kering kasar.
pada auskultasi tekanan darah terjadi penyimpangan
dibeberapa kondisi jantung (mis; ketidaksesuaian antara
ekstremitas atas dan bawah)
d) Abdomen
Teraba adanya pembesaran hepar (hepatomegali) / splenomegali
e) Genetalia
Terjadi oliguri
f) Anus
g) Ekstremitas dan kulit
Terjadi sianosis perifer hingga sianosis central, diaphoresis,
oedem tungkai, kelemahan, ujung ujung jari hiperemik. Pada

pasien tertentu seperti pada Tetralogi Fallot anak sering jongkok


setelah lelah berjalan.
c. Pemeriksaan Diagnostik
1). Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht)
akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin
dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai
BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida
(PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan
PH.pasien dengan Hn dan Ht normal atau rendah mungkin
menderita defisiensi besi.
2). Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah
pulmonal, tidak ada pembesaran jantung . gambaran khas jantung
tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
3). Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan.
Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai
P pulmonal.
4). Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi
ventrikel kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan
aliran darah ke paru-paru
5). Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui
defek septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri
koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi
adanya

penurunan

saturasi

oksigen,

peningkatan

tekanan

ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah.


2. Diagnosa Keperawatan
a). Gangguan pertukaran gas b.d penurunan alian darah ke pulmonal
b). Penurunan kardiak output b.d sirkulasi yang tidak efektif sekunder
dengan adanya malformasi jantung

c). Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan sirkulasi


d).Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan
kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan
e). Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya
suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan
f). Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen
g). Koping keluarga tidak efektif b.d kurang pengetahuan klg tentang
diagnosis/prognosis penyakit anak
h). Risti gangguan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekanan
intrakranial sekunder abses otak, CVA trombosis.
3. Intervensi Keperawatan
a). Penurunan kardiac output b.d sirkulasi yang tidak efektif sekunder
dengan adanya malformasi jantung
Tujuan : Anak dapat mempertahankan kardiak output yang adekuat.
Kriteria hasil
Tanda-tanda vital normal sesuai umur
Tidak ada : dyspnea, napas cepat dan dalam, sianosis,
gelisah/letargi, takikardi, mur-mur.
Pasien komposmentis
Akral hangat
Pulsasi perifer kuat dan sama pada kedua ekstremitas
Capilary refill time < 3 detik
Urin output 1-2 ml/kgBB/jam
Intervensi :
1)

Monitor

tanda

vital,pulsasi

perifer,kapilari

refill

dengan

membandingkan pengukuran pada kedua ekstremitas dengan posisi


berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan
2)

Kaji dan catat denyut apikal selama 1 menit penuh

3)

Observasi adanya serangan sianotik

4)

Berikan posisi knee-chest pada anak

5)

Observasi adanya tanda-tanda penurunan sensori : letargi,bingung


dan disorientasi

6)

Monitor intake dan output secara adekuat

7)

Sediakan waktu istirahat yang cukup bagi anak dan dampingi anak
pada saat melakukan aktivitas

8)

Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi


kafeine.

9)

Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian


obat-obatan anti disritmia

10) Kolaborasi pemberian oksigen


11) Kolaborasi pemberian cairan tubuh melalui infuse
b). Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
Tujuan : Anak menunjukan peningkatan kemampuan dalam
melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam
batas normal) tidak adanya angina.
Kriteria hasil :
Tanda vital normal sesuai umur
Anak mau berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang dijadwalkan
Anak mencapai peningkatan toleransi aktivitas sesuai umur
Fatiq dan kelemahan berkurang
Anak dapat tidur dengan lelap
Intervensi :
1) Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan
sesudah melakukan aktivitas.
2) Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.
3) Anjurkan pada pasien agar tidak ngeden pada saat buang air besar.
4) Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh
dilakukan oleh pasien.
5) Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisik bahwa aktivitas
melebihi batas
6) Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan ADL dan dukung kearah
kemandirian anak sesui dengan indikasi
7) Jadwalkan aktivitas sesuai dengan usia, kondisi dan kemampuan
anak.

c). Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq selama makan
dan peningkatan kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan.
Tujuan : anak dapat makan secara adekuat dan cairan dapat
dipertahankan sesuai dengan berat badan normal dan
pertumbuhan normal.
Kriteria hasil :
Anak menunjukkan penambahan BB sesuai dengan umur
Peningkatan toleransi makan.
Anak dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan
Hasil lab tidak menunjukkan tanda malnutrisi. Albumin,Hb
Mual muntah tidak ada
Anemia tidak ada.
Intervensi :
1) Timbang berat badan anak setiap pagi tanpa diaper pada alat ukur
yang sama, pada waktu yang sama dan dokumentasikan.
2) Catat intake dan output secara akurat
3) Berikan makan sedikit tapi sering untuk mengurangi kelemahan
disesuaikan dengan aktivitas selama makan (menggunakan terapi
bermain)
4) Berikan perawatan mulut untuk meningktakan nafsu makan anak
5) Berikan posisi jongkok bila terjadi sianosis pada saat makan
6) Gunakan dot yang lembut bagi bayi dan berikan waktu istirahat di
sela makan dan sendawakan
7) Gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress pernafasan yang
dapat disebabkan karena tersedak
8) Berikan formula yang mangandung kalori tinggi yang sesuaikan
dengan kebutuhan
9) Batasi pemberian sodium jika memungkinkan
10) Bila ditemukan tanda anemia kolaborasi pemeriksaan laboratorium
4. Implementasi
5. Evaluasi
C. Web Of Caution (WOC)

Anda mungkin juga menyukai