Anda di halaman 1dari 45

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Tumbuh Kembang


2.1.1

Definisi
Istilah tumbuh kembang mencakup dua hal yang berbeda namun
saling berkaitan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.
Yang masing-masing mempunyai definisi sebagai berikut:
a. Pertumbuhan (growth) adalah: berkaitan dengan masalah perubahan
dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ, maupun
individu.
b. Perkembangan (development) adalah: bertambahnya kemampuan
(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang kompleks dalam pola
yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses
pematangan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai
dampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan
dengan pematangan fungsi organ/individu.

2.1.2

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang, yaitu:
a. Genetik
Dipengaruhi oleh respon dan organ seseorang karena adanya
stimulasi dari hormon nutrisi, lingkungan eksternal. Faktor yang

dibawa oleh anak sejak lahir, melalui kromosom dimana di dalamnya


mempunyai sifat uang diturunkan dari orang tuanya.
b. Nutrisi
Konsumsi dipengaruhi oleh ketahanan makanan yang mencakup
ketersediaan makanan, pembagian yang adil. Keamanan makanan
yang terbatas dari berbagai racun kimia yang mengancam kesehatan
manusia.
c. Lingkungan eksternal
Pertumbuhan fungsi normal organ dan metabolisme secara
normal.
d. Hormon
Kelenjar endokrin mengeluarkan hormon yang mengkatalisator
pertumbuhan.
e. Lingkungan
Beberapa penyakit yang dipengaruhi oleh perubahan musim dan
geografi, sosial, dan ekonomi berhubungan dengan ketersediaan
makanan, perumahan, pakaian, dan lain-lain. Posisi anak dalam
keluarga, posisi janin dalam kandungan, penyakit selama kandungan.
2.1.3

Tahap-Tahap Tumbuh Kembang Anak Dan Remaja


a. Berat badan/tinggi badan
Pada bayi yang lahir cukup bulan, berat badan waktu lahir akan
kembali pada hari ke 10. Berat badan menjadi 2 kali berat badan
waktu lahir pada bayi umur 5 bulan, menjadi 3 kali berat badan lahir

pada umur 1 tahun, dan menjadi 4 kali berat badan lahir pada umur 2
tahun. Pada masa pra sekolah kenaikan berat badan badan rata-rata 2
kg/tahun dengan rata-rata kenaikan berat badan adalah 3-3,5
kg/tahun.
Perkiraan berat badan dalam kilogram.
Lahir 3, 25 kg

3 12 bulan

Umur(bulan ) 9
2

1 6 tahun umur (tahun) x 2+8

6 12 tahun

Umur(tahun) x 7 5
2

(Soetjiningsih, 1995).
b. Tinggi badan rata-rata waktu lahir 50 cm
Perkiraan tinggi badan dalam sentimeter:
Lahir

: 50 cm

Umur

: 75 cm

2 12 tahun

: umur (tahun) x 6 + 77

c. Kepala
Tingkat kepala pada waktu lahir rata-rata 34 cm dan besar
lingkar kepala ini lebih besar dari lingkar dada. Pada anak umur 6
bulan lingkar kepala rata-rata adalah 44 cm. Umur 1 tahun 47 cm, 2
tahun 49 cm dan dewasa 54 cm. Jadi pertambahan lingkar kepala
pada 6 bulan pertama ini adalah 10 cm, atau sekitar 50% dari

pertumbuhan lingkaran kepala dari lahir sampai dewasa terjadi pada


6 bulan pertama kehidupan.
d. Gigi
Gigi pertama tumbuh pada umur 5-9 bulan, pada umur 1 tahun
sebagian besar anak mempunyai 6-8 gigi susu. Selama tahun kedua
gigi tumbuh lagi 8 biji,sehingga jumlah gigi seluruhnya sekitar 14-16
gigi,dan pada umur 21/2 tahun terdapat 20 gigi susu.
e. Jaringan lemak
Selain otot-otot, jaringan lemak juga menentukan ukuran dan
bentuk tubuh, pertengahan masa bayi. Setelah itu jumlah sel lemak
tidak banyak bertambah. Banyak dan besarnya sel lemak
menentukan gemuk atau kurusnya seseorang. Pertumbuhan jaringan
lemak melambat sampai anak berumur 6 tahun. Anak kelihatan
kurus/langsing. Jaringan lemak akan bertambah lagi pada anak
perempuan umur 8 tahun dan pada anak laki-laki umur 10 tahun
sampai menjelang awal pubertas. Setelah itu pertambahan jaringan
pada laki-laki mengurang, sedangkan pada wanita terus bertambah
dan mengalami reorganisasi hingga dicapai bentuk tubuh wanita
dewasa. Untuk mengukur tebalnya jaringan lemak yaitu dengan
mengukur tebalnya lipatan kulit.
f. Organ-organ tubuh
Pertumbuhan organ-organ tubuh mengikuti polanya sendiri.
Secara umum terdapat 4 pola pertumbuhan organ, yaitu:

1) Pola umum (general pattern), yaitu pola umum yang meliputi


tulang panjang, otot skelet (pada neonatus 2025% berat badan,
setelah dewasa 40% berat badan), sistem pencernaan.
2) Pola neural (Brain & head pattern), yaitu perkembangan otak
bersamaan dengan tulang tengkorak yang melindungi mata dan
telinga berlangsung lebh dini.
3) Pola limfoid (Lympoid pattern), agak berbeda dari jaringan tubuh
lainnya, pertumbuhan mencapai maksimum.
4) Pola genetal (Reproductive pattern), yaitu pada anak perempuan
tanda pubertas pertama pada umumnya adalah pertumbuhan
payudara stadium, yaitu terdiri dari penonjolan puting susu
disertai pembesaran areola mamae.
2.1.4

TahapTahap Perkembangan
a. Tahap Perkembangan Psikoseksual
1) Fase oral (lahir1 tahun)
a) Kepuasan mulut.
b) Menghisap, menelan, makan kenyang.
c) Mengeluarkan air liur, menangis, menggigit.
2) Fase anak (13 tahun)
a) Kepuasan sekitar anus.
b) Senang dapat melakukan sendiri BAB/BAK.
c) Belajar mengontrol sendiri.
d) Konsep kebersihan.

e) Belajar mandiri.
f) Ketepatan diri, kontrol diri.
3) Fase falic/oedipal (35 tahun)
a) Senang mempermainkan alat kelamin.
b) Dekat dengan orang tua lawan jenis.
c) Bersaing dengan orang tua sejenis.
d) Mempertahankan keinginan, egosentris.
e) Sosial interaksi.
4) Fase laten (612 tahun)
a) Orientasi sosial.
b) Pertumbuhan interaksi intelektual dan sosial.
c) Banyak teman sebaya.
d) Agresitifitas lebih terkontrol.
e) Privasi sudah diperhatikan, sudah memperhatikan tampilan
diri.
5) Fase genital (>12 tahun)
a) Pemusatan pada genital.
b) Penentuan identitas, bertanggung jawab pada diri sendiri.
c) Mencari identitas diri, kehilangan kepercayaan diri.
b. Tahap Perkembangan Intelektual
1) Sensorimotorik (lahir2 tahun)
a) Belajar melalui pergerakan, penginderaan, dan sensori.

b) Menerima rangsangan, memberi jawaban berupa refleks,


memungkinkan bayi untuk berkomunikasi dengan lingkungan.
2) Pre Operasional (2 7 tahun)
a) Belajar

bahasa

untuk

menggunakan

simbol-simbol

mengungkapkan.
b) Menunjukkan ketakutan.
c) Ekspresi tingkah laku mengungkapkan perasaan sakit.
d) Meningkatkan komunikasi verbal.
3) Konkrit operasional (711 tahun)
a) Mengatur pola fikir.
b) Berfikir logis dan terarah.
c) Mengelompokkan fakta-fakta.
d) Berfikir abstrak mengatasi masalah secara sistematis.
4) Format operasional (11dewasa)
a) Berfikir abstrak dan hipotesis.
b) Berfikir apa yang akan terjadi.
c) Sistematis dalam pemecahan masalah.
d) Tertarik pada lawan jenis.
e) Konflik diri.
f) Ambivalen.
c. Tahap Perkembangan Psikososial
1) Percaya versus tidak percaya (01 tahun)

a) Percaya bahwa lingkungan akan memberikan apa yang


dibutuhkan.
b) Alat untuk berhubungan dengan dunia luar.
c) Hubungan antara ibu dan anak melalui pemenuhan kebutuhan
kepercayaan anak.
d) Hubungan yang tidak harmonis menyebabkan anak kurang
percaya.
2) Otonomi Versus Ragu (13 tahun)
a) Percaya pada lingkungan.
b) Meningkatkan kemampuan mengontrol tubuh.
c) Hubungan egosentris.
d) Menggunakan kemampuan untuk bergerak dan melakukan
sesuatu sesuai kemauannya.
e) Mandiri, kontrol eliminasi, motorik bebas.
3) Inisiatif versus rasa bersalah (36 tahun)
a) Belajar mengendalikan diri dan manipulasi lingkungan.
b) Inisiatif dalam permainan.
c) Cenderung menang sendiri.
d) Hubungan segitiga ayah-ibuanak merupakan identitas.
e) Banyak bertanya dan kritis.
4) Industis inferior (6-12 tahun)
a) Dapat menyesuaikan tugas.
b) Menghasilkan sesuatu dari aktifitas.

c) Belajar bersaing dan kooperatif dengan orangtua.


d) Hubungan dengan guru dan teman sebaya.
5) Identitas versus difusi peran
a) Perubahan fisik dan jiwa, dimana biologis menyerupai dewasa.
b) Merupakan masa standarisasi diri, mencari identitas seksual.
c) Orangtua sebagai pelindung dan nilai utama menurun, diikuti
dengan peran kelompok yang meningkat.
d) Identitas positif ditandai dengan: harapan yang optimis tentang
masa depan, memperoleh kepastian diri, pengembangan,
pematangan harapan untuk berprestasi memperoleh identitas
seksual.
e) Identitas negatif: tidak mampu mengatasi konflik, bingung.
2.2 Konsep Dasar Penyakit
2.2.1

Definisi
Kata Thypus berasal dari bahasa Latin tifus, yaitu istilah yang
mencakup berbagai penyakit menular yang umumnya disertai dengan
gangguan kesadaran (Hendra T. Laksman, 2003).
Typhoid dan para Thypus Abdominalis merupakan suatu penyakit
infeksi yang terjadi secara akut pada usus halus (Sjaifoellah Noer,
2004).
Thyfus Abdominalis merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada
usus halus yang disebabkan oleh salmonella thypi, yang ditularkan

melalui mulut, makanan, atau minuman yang terkontaminasi oleh


kuman salmonella thypii (Hidayat, 2006)
Menurut Nursalam et al.(2008), Demam Typhoid (enteric fever)
adalah penyakit infeksi Akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.
2.2.2

Anatomi Sistem Pencernaan

Gambar. 2.2.2. Anatomi sistem Pencernaan

a. Anatomi Sistem Pencernaan


Organ-organ yang termasuk dalam saluran pencernaan antara
lain:
1)

Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas
dua bagian, yaitu bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu
ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi dan bagian dalam, yaitu
rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maxilaris, palatum
dan mandibularis disebelah belakang bersambung dengan faring.
Atap mulut dibentuk oleh palatum terdiri dari dua bagian yaitu
palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk
palatum dari sebelah depan tulang maxilaris dan lebih kebelakang
terdiri dari dua tulang palatum. Palatum mole (palatum lunak)
terletak di belakang yang merupakan lipatan menggantung yang
dapat bergerak, terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lendir.
Sedangkan lidah terletak dilantainya dan terikat pada tulang hioid,
digaris tengah sebuah lipatan membran mukosa (prenulum
linguas) menyambung lidah dengan lantai mulut.

2)

Faring
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut
dengan kerongkongan didalam lengkung faring terdapat tonsil
yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit
dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Faring terletak
dibelakang hidung, mulut dan laring, faring merupakan saluran

berbentuk kerucut dan bahan membran berotot (muskulo


membranosa) dengan bagian terlebar disebelah atas dan berjalan
dari dasar tengkorak sampai vertebrata servikalis ke IV, yaitu
ketinggian tulang rawan krekoid, tempat faring bersambung,
sedangkan

bagian

anterior

disebut

laringofaring

yang

menghubungkan orofaring dengan laring.


3)

Esophagus
Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan
lambung, panjangnya 25 cm, mulai dari faring sampai pintu
masuk kardiak dibawah lambung. Lapisan dinding dari dalam
keluar adalah lapisan selaput lendir, lapisan submukosa, lapisan
otot melingkar sirkular dan lapisan otot memanjang longitudinal.
dengan esofagus. Panjang faring kira-kira 7 cm dan dibagi atas
tiga bagian yaitu nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang
menghubungkan tekak dengan gendang telinga. Pada bagian
media disebut orofaring, bagian ini terbatas depan sampai diakar
lidahEsophagus terletak dibelakang trachea dan didepan tulang
punggung setelah melalui thorax menembus diafragma masuk
kedalam abdomen menyambung dengan lambung.

4)

Gaster
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang
paling banyak terutama didaerah epigaster. Lambung terletak

terutama didaerah epigastrik dan sebagian sebelah kiri daerah


hipokondria dan umbilical.
Lambung terdiri dari bagian atas, yaitu fundus ventrikuli,
bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri osteum
kardium, suatu lekukan pada bagian bawah kurpatura minor.
Susunan lapisan lambung dari dalam keluar terdiri dari, lapisan
selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot miring, lapisan
otot panjang, lapisan jaringan ikat atau serosa.
5)

Usus halus
Usus adalah tabung yang panjangnya kira-kira sekitar 2,5
meter. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup
ileokolika tempat bersambung dengan usus besar. Usus halus
terletak didaerah umbiculus dan dikelilingi oleh usus dalam
beberapa bagian, yaitu: Duodenum, merupakan bagian pertama
usus halus yang panjangnya 25 cm, berbentuk sepatu kuda dan
kepalanya mengelilingi kepala pankreas, salauran empedu dan
saluran pankreas masuk kedalam duodenum pada suatu lubang
yang disebut ampula hepatopankreatika atau ampula fateri.
Yeyenum, menempati dua perlima sebelah atas dari usus halus
dengan panjang kurang lebih 2,3 meter dari ileum. Ilium dan
Yeyenum melekat pada dinding abdomen posterior dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas, dikenal
sebagai mesentrium. Dinding usus halus terdiri atas empat lapisan

yang sama dengan lambung, dinding luar adalah membran serosa


yaitu peritoneum yang membalut usus dengan erat. Dinding
lapisan berotot terdiri atas dua lapisan serabut longitudinal dan
dibawah ini ada lapisan tebal terdiri atas serabut sirkular. Fungsi
usus halus adalah menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna
untuk dsierap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran
limpe.
6)

Usus besar
Panjangnya 1,5 meter, sambungan dari usus halus, mulai
dari katup ileokolik atau ileosekal yaitu tempat sisa makanan
lewat. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan,
tempat tinggal bakteri coli dan tempat faeses. Lapisan usus besar
tediri dari 4 lapis dari dalam keluar adalah selaput lendir, lapisan
otot melingkar, lapisan otot memanjang dan jaringan ikat.

7)

Rektum
Rektum adalah terletak di bawah kolon sigmoid yang
menghubungkan intestinum mayor dengan anus terletak dalam
rongga pelvis di depan os sakrum dan os koksigis.

8)

Anus
Anus adalah

bagian

dari

saluran

pencernaan

yang

menghubungkan rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak


di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh tiga spinter:
(a) Spinter Ani Internus, bekerja tidak menurut kehendak.
(b) Spinter Lepator Ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.

(c) Spinter Ani Externus, bekerja menurut kehendak.


b.

Fisiologi
Proses pencernaan merupakan suatu proses biokimiawi didalam
tubuh bertujuan mengolah makanan yang dimakan menjadi zat-zat
yang mudah diserap oleh selaput lendir membran mukosa usus halus.
Agar proses biokimiawi dapat berjalan dengan lancar serta optimal
maka diperlukan enzim-enzim pencernaan yang dapat mengadakan
kontak dengan makanan yang dimakan. Selama dalam proses
pencernaan, makanan dihancurkan menjadi zat-zat sederhana yang
dapat diserap dan digunakan oleh sel jaringan tubuh. Berbagai
perubahan sifat makanan terjadi karena kerja berbagai enzim yang
terkandung didalam berbagai cairan pencernaan.

2.2.3

Etiologi
Penyebab dari penyakit ini adalah Salmonella typhosa yang
mempunyai ciri- ciri sabagai berikut (Ngastiah, 2005)
a. Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak
berspora.
b. Mempunyai sekurang- kurangnya tiga macam antigen, yaitu antigen
O (somatik yang terdiri zat kompleks lipopolisakarida), antigen H
(flagella), dan antigen Vi.
c. Dalam serum pasien terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga
macam antigen tersebut.

2.2.4

Pathofisologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari
tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses
dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan
melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan
dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan
yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang
sehat melalui mulut.
Salmonella thyposa masuk melalui saluran pencernaan kemudian
kuman masuk ke dalam lambung, basil akan masuk ke dalam lambung,
sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian
lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke
aliran

darah

dan

mencapai

sel-sel

retikuloendotelial.

Sel-sel

retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi


darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa,
usus halus dan kandung empedu ke organ terutama hati dan limpa serta
berkembang biak sehingga organ-organ tersebut membesar (Ngastiah,
2005).

Semula klien merasa demam akibat endotoksin, sedangkan gejala


pada saluran pencernaan di sebabkan oleh kelainan pada usus halus.
Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks payer. Ini terjadi
pada kelenjar limpoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan
pada minggu ketiga terjadi ulserasi plak peyeri (Suriadi, 2006).

Clinical Pathways
Salmonela Typhi
Gastrointestinal
Diserap usus
Ke pembuluh darah
Masuk ke sistem retikulo endotelial

Hepatomegali dan spenomegali

Bakterimia

Endotoksin

Usus Halus

Infeksi
Suhu tubuh
meningkat, demam
remiten, leukosit
meningkat, bibir
pecah

Hipertermi

Inflamasi usus halus

Tidak nafsu
makan, mual
muntah

Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh

Nyeri perut,
nadi meningkat,
respirasi
meningkat,
pusing
Pengeluaran
keringat
berlebihan

Resiko gangguan
keseimbangan cairan

Penurunan
peristaltik

Resiko
konstipasi

2.2.5

Tanda Dan Gejala


Masa inkubasi rata-rata 2 minggu gejalanya cepat lelah, malaise,
anoreksia, sakit kepala, rasa tidak enak diperut, nyeri seluruh badan dan
mual muntah. Demam berangsur-angsur naik pada minggu pertama.
Demam terjadi terutama pada sore dan malam hari (febris remitten).
Menyusul gejala klinis yang lain:
a.

Demam
Demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu
tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsurangsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua,
penderita terus dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu
badan berangsur-angsur turun dan normal kembali pada minggu
ketiga.

b.

Gangguan Pada Saluran Pencernaan


Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan
pecah-pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih (coated tongue),
ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen
mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan
limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan
konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi
diare.

c.

Gangguan Kesadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa


dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma
atau gelisah.
2.2.6

Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendiagnosis penyakit Thypus Abdominalis, kita dapat
melakukan beberapa pemeriksaan penunjang, seperti:
a.

Pemeriksaan leukosit
Pada kebanyakan kasus Thypus Abdominalis, jumlah leukosit
pada sediaan darah tepi berada dalam batas-batas normal, malahan
kadang-kadang terdapat leukositosis, walaupun tidak ada komplikasi
atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit
tidak berguna untuk diagnosis Thypus Abdominalis.

b.

Pemeriksaan Serum Glutamik Oksalo Asetat Transaminasi


(SGOT) dan SGPT
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi kembali ke
normal setelah sembuhnya Thypus Abdominalis. Kenaikan SGOT
dan SGPT ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan.

c.

Biakan darah
Biakan darah positif memastikan Thypus Abdominalis, tetapi
biakan darah negatif tidak menyingkirkan Thypus Abdominalis. Hal
ini disebabkan karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa
faktor, antara lain:
1) Teknik pemeriksaan laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium dengan laboratorium


yang lain berbeda, malahan hasil satu laboratorium bisa berbeda
dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan karena perbedaan teknik
dan media biakan yang digunakan.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
Hasil biakan positif pada minggu pertama dan berkurang
pada minggu kedua.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi menimbulkan antibodi dalam darah pasien.
Antibodi bisa menekan bakterimia, hingga biakan darah mungkin
negatif.
4) Pengobatan dengan obat antimikroba
Bila pasien sebelum biakan darah sudah diberikan obat
antimikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat
d.

dan hasil biakan mungkin negatif.


Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella
terdapat dalam serum pasien Thypus Abdominalis, juga pada orang
yang pernah ketularan Salmonella dan pada orang yang pernah
divaksinasi terhadap Thypus Abdominalis. Maksud uji widal adalah
untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum pasien yang
disangka menderita typoid fever.
Antigen infeksi oleh Salmonella typhi, pasien membuat antibodi
(aglutinin), yaitu:
a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal
dari tubuh kuman).
b) Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela
kuman).

c) Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai


kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosis.
2.2.7

Komplikasi
Komplikasi Thypus Abdominalis dapat dibagi dalam beberapa
bagian, antara lain:
a.

Komplikasi Intestinal
1)

Perdarahan usus: Dapat terjadi pada saat demam


masih tinggi, di tandai dengan suhu mendadak turun, nadi
meningkat/cepat dan kecil, tekanan darah menurun.

2)

Perforasi usus: komplikasi ini dapat terjadi pada


minggu ketiga dimana suhu sudah menurun. Gejala perforasi usus
adalah pasien mengeluh sakit perut hebat dan akan lebih nyeri
lagi jika ditekan.

3)

Peritonitis: Biasanya menyertai perfosi tetapi dapat


terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu
nyeri

perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense

musculair) dan nyeri pada tekanan.


b.

Komplikasi Ekstraintestinal
1) Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan,
sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.

2) Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau


koagulasi

intravaskular

diseminata

dan

sindrom

uremia

hemolitik.
3) Komplikasi paru: pneumonia, empiema dan pleuritis
4) Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
5) Komplikasi ginjal: glomerulonefritis pielonefritis dan perinefritis.
6) Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan
artritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis,
polineuritis perifer, sindrom guillain-barre, psikosis dan sindrom
katatonia.
2.2.8

Pemeriksaan Penunjang
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid,
yaitu:
a. Pemberian antibiotik; untuk menghentikan dan memusnahkan
penyebaran kuman.
Antibiotik yang dapat digunakan:
1)

Kloramfenikol; dosis hari pertama 4 X 250 mg, hari kedua

4 X 500 mg, diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari


bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 X 250 mg
selama 5 hari kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. di
RSUP

persahabatan),

penggunaan

kloramfenikol

masih

memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti obatobat terbaru jenis kuinolon.
2)

Ampisilin/amoksilin; dosis 50-150 mg/kg BB, diberikan

selama 2 minggu.
3)

Kotrimoksazol; 2 X 2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg

sulfametoksazol-80 mgtrimetoprim, diberikan selama dua minggu


pula.
4)

Sefalosporin generasi II dan III. Di subagian penyakit

tropik dan infeksi FKUI-RSCM, pemberian sefalosporin berhasil


mengatasi Thypus Abdominalis dengan baik. Demam pada
umumnya mengalami mereda pada hari ke-3 atau menjelang hari
ke-4. Regimen yang dipakai adalah:
a) Seftriakson 4 g/hari selama 3 hari
b) Norfloksasin 2 X 400 mg/hari selama 14 hari
c) Sifrofloksasin 2 X 500 mg/hari selama 6 hari
d) Ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari
e) Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
f) Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
b. Istirahat

dan

perawatan

professional;

bertujuan

mencegah

komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah


baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang
lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga

hygiene perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian dan


peralatan yang dipakai oleh pasien.
c. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif).
Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar
dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun
beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat
dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran
dengan serat kasar) dapat diberikan dan aman.
2.3.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Diagnosa


Medis Thyfus Abdominalis
Proses keperawatan adalah metode asuahan keperawatan yang ilmiah
yang di gunakan perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien dalam mencapai
atau mempertahankan bio, psiko, sosial dan spiritual yang optimal melalui
tahap pengkajian, identifikasi diagnosa kepeawatan, penentuan rencana
keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan serta mengevaluasi
tindakan keperawatan (Suarli, 2009).
Menurut Ali Zaidin (2002) proses keperawatan terdiri dari lima tahapan,
yaitu: pengakajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan
evaluasi.
Menurut Nursalam (2001) Proses keperawatan merupakan suatu proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.

2.2.1

Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari


berbagai sumber data untuk mengevaluasi dann mengidentifikasi status
kesehatan klien (Isti Handayaningsih, 2009).
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan
sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan yang
dan keperawatan yang dihadapi klien baik fisik, mental, sosial, maupun
spiritual dapat ditentukan (Zaidin Ali, 2002).
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu.
Pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran
data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan
dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu
(Nursalam, 2001).
Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu, oleh karena itu
pengkajian yang akurat, lengkap akurat, sesuai dengan kenyataan,
kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa
keperawatan dan membberikan pelayanan keperawatan sesuai respon

individu, sebagaimana yang telah di tentukan dalam standar praktik


keperawatan. Komponen tahap pengkajian adalah pengumpulan data,
validasi datadan identifikasi pola atau divisi (Nursalam, 2001).
Pengkajian merupaka langkah utama dan dasar utama dari proses
keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu:
a.

Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu
dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat
di proleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1) Identitas Klien
a) Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor
register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnose medis.
b) Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
2)

pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa.


Keluhan utama
Adanya rasa mual, muntah, sakit atau nyeri epigastrium

3)

sampai kejang perut, demam sampai kesadaran menurun.


Riwayat penyakit sekarang
Berisi tentang kapan mulai terjadinya sakit serta upaya yang

4)

telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.


Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat medis yang pernah didapat maupun obat-

5)

obatan yang bias digunakan oleh penderita.


Riwayat penyakit keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat apakah ada salah


6)

satu anggota keluarga yang juga menderita typhoid fever


Pola kebiasan sehari-hari
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi
yang dialami oleh penderita sehubungan dengan penyakitnya

serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita


7) Pemeriksaan fisik
a)
Keadaan umum
(1) Baik, sadar (tanpa dehidrasi)
(2) Gelisah, rewel (dehidrasi ringan dan sedang)
(3) Lesu, lunglai tau tidak sadar (dehidrasi berat)
b)
Kesadaran biasanya menurun pada dehidrasi sedang,
berat
c)

Tanda-tanda vital: suhu biasanya meningkat/hipertermi

(39-40c)
d)
Berat badan menurun
e)
Pemeriksaan Fisik (Review Of Sistem)
Pemeriksaan Persistem pada pasien Typus Abdominalis
adalah sebagai berikut:
(1) B1 (Breathing)
Adakah sesak nafas, batuk, seputum, nyeri dada. Pada
Typus Abdominalis frekuensi pernapasan meningkat
(2) B2 (Blood)
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang,

takikardia/bradikardia,

hipotensi, aritmia,

kardiomegali.
(3) B3 (Brain)
Terjadi penurunan sesnsoris, parasthesia, anesthesia,
letargi, mengantuk, kacau mental, disorientasi. Meliputi

keadaan penderita, kesadran, suara bicara, tinggi badan,


berat badan dan tanda-tanda vital.
(4) B4 (Bladder)
Oliguria, anuria, retensi urine, inkontinensia urine,
rasa sakit atau panas saat berkemih.
(5) B5 (Bowel)
Perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas,

nyeri

epigastrium.

Mual,

muntah,

diare,

konstipasi, dehidrasi
(6) B6 (Bone)
Turgor kulit menurun, suhu badan meningkat.
Perubahan berat badan, cepat lelah, lemah dan nyeri
epigastrium.
8)

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan, yaitu: (Nursalam,
2005).
a)

Pada

periksaan

darah

tepi

terhadap gambaran leucopenia, limpositosis relative, dan


b)

anepsinofilla pada permukaan sakit.


Darah untuk kultur (biakan,
empedu) dan widal

c)

Biakan

empedu

hasil

salmonella tyhposa dapat ditemukan dalam darah pasien pada


minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan
dalam urine dan feces.

d)

Periksaan

widal

untuk

membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan adalah titer


zat anti terhadap antigen O. titer yang bernilai 1/200 atau lebih
menunjukkan kenaikan progresif.
Penatalaksanaan
Dilakuan bila klinis menyokong ke arah difteria tanpa

9)

menunggu hasil pemeriksaan penunjang. Tata laksana umum


dengan tanda baring isolasi pasien, pengawasan keras atas
kemungkinan komplikasi, antara lain pemeriksaan EKG setiap
minggu. Pasien dirawat selama 3-4 minggu. Sedangkan secara
khusus.
a)

Antibiotic-penisilin

prokain

50.000 untuk/kg BB/hari sampai 10 hari bila alergi, berikan


eritromisin 40 mg/kg BB/hari. Bila dilakukan trakeosiomil,
b)

tambahkan kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 dosis.


Kortikosteroid-digunakan
untuk mengurangi edema laring dan mencegah komplikasi
miokaratis. Diberikan prednisone 2 mg/kg BB/hari selama 3
minggu yang dihentikan secara bertahap (tapering off).

c)

Bila ada komplikasi paresis


otot dapat diberikan strikain mg dan vitamin B, 100 mg
setiap hari, 10 hari berturut-turut (Arif Mansjor dkk, 2001).

2.2.2

Diagnosa Keperawatan
Menurut Pusdiklat Depkes RI diagnosa keperawatan adalah

pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentang masalah klien serta

pengembangannya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan


keperawatan (Zaidin Ali, 2002)
Menurut Nanda yang dikutip oleh Siti Handayaningsih (2009),
menyatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik
tentang

individu,

keluarga

dan

masyarakat

tentang

masalah

kesehatan,aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi


keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan
kewenangan perawat.
Menurut A. Aziz Alimul Hidayat (2007), tahap diagnosis
keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga
atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang aktual atau potensial.
Klasifikasi diagnosa keperawatan di bagi menjadi 5 kelompok
(Carpenito, 2000) yaitu:
a. Diagnosa aktual
Diagnosa aktual adalah masalah keperawatan yang sedang di
alami oleh klien dan memerlukan bantuan dari perawat.
b. Diagnosa resiko
Diagnosa resiko adalah masalah keperawatan yang belum terjadi
tetapi tanda untuk menjadi masalah keperawatan aktual dapat terjadi
dengan cepat apabila tidak segera mendapatkan batuan keperawatan.
c. Diagnosa Kemungkinan/Possible

Diagnosa kemungkinan adalah diagnosa keperawatan yang


menggambarkan masalah yanng mungkin terjadi tetapi masih
memerlukan data tambahan, biasanya tanda/gejala belum ada tetapi
faktor penyebab sudah ada
d. Diagnosa Potensial Wellness
Diagnosa

potensial

wellnes

adalah

keperawatan

yang

menjelaskan bahwa masalah kesehatan akan dapat terjadi jika tidak


di lakukan intervensi keperawatan. Saat ini masalah belum tetapi
etiologi sudah ada.
e. Diagnosa syndrome
Diagnosa syndrome adalah diagnosa yang terdiri dari kelompok.
Diagnosa keperawatan aktual dan resiko tinggi yang di perkirakan
akan muncul atau timbul karena suatu kejadian atau situasi tertentuang
lazim muncul pada klien dengan typoid (Nanda, 2007-2008) adalah:
a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thiposa
b. Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan pemasukka yang
kurang, mual, muntah/pengeluaran yang berlabihan, diare, panas
tubuh.
c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake kurang aibat mual, muntah, anoreksia,
atau ataupun yang berlebihan akibat diare.
d. Diare berhubungan dengan peradangan pada dinding usus halus.
e. Konstipasi berhubungan dengan proses peradangan pada dinding
usus halus.

2.2.3

Rencana Tindakan Keperawatan


Menurut mayer intervensi keperawatan yaitu pengkajian dan

menentukan masalah yang sistematis, penentuan tujuan, serta strategi


pelaksaan pemecahan masalah (Zaidin Ali, 2001).
Untuk mengevaluasi rencana tindakan keperawatan, maka ada
beberapa komponen yang perlu di perhatikan: (Nusalam, 2001)
a. Menentukan prioritas
Berbagai cara dalam memprioritaskan masalah di antaranya:
1) Berdasaran

Hierarki

Maslow

yaitu

fisiologis,

keamanan/

keselamatan, mencintai dan memiliki, harga diri, dan aktualisasi diri.


2) Berdasarkan Griffth-Kenney Christensen dengan urutan:
a) Ancaman kehidupan dan kesehatan
b) Sumber dana dan daya yang tersedia
c) Peran serta pasien
d) Prinsip ilmiah dan prakik keperawatan
b. Menentukan kriteria hasil
Hal yang perlu di perhatikan dalam menentukan kriteria hasil yaitu
SMART:
S (Spesific) bersifat spesifik dalam hal isi dan waktu misalnya
pasien dapat menghabiskan 1 porsi makanan selama 3 hari setelah
operasi.
M (measurable) dapat di ukur misalnya pasien dapat menyebutkan
tujuan bedres total.
A (Assement) artinya mempertimbangkan keadaan dan keinginaan
pasien.

R (Realistik) artinya dalam menentukan pilihan harys di


pertimbangkan faktor fisiologis/patologis penyakit yang di alami dan
sumber yang tersedia dan waktu pencapaian.
T (Time) Menunjukkan jangka waktu tertentu
c. Menentukan Rencana Tindakan
Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan
mencegah

masalah

keperawatan

pasien.

Tahapan

perencanaan

keperawatan adalah menentukan prioritas diagnosa keperawatan,


penetapan sasaran dan tujuan, penetapan kriteria evaluasi dan
merumuskan intervensi keperawatan.
Table 2.2 Rencana Tindakan
Diagnosa
No
keperawatan
1
1

Rencana Tindakan
Tujuan dan
Rencana

Rasional

2
Hipertermi

Kriteria hasil
3
Setelah

4
Monitor suhu

5
Peningkatan dan

berhubungan

dilakukan

minimal tiap 2 jam

penurusan suhu

dengan

tindakan

tubuh dapat

proses infeksi keperawatan

dihubungkan

salmonella

selama 3 x 24

dengan pathogen

tiphosa

jam

Kompres pasien
tertentu dan
pada lipatan paha
diharapkan

resolusi infeksi
dan aksila

klaen kondisi
pasien

Berikan cairan

Memfasilitasi

membaik

intravena

kehilangan panas

dengan

lewat konfeksi

criteria hasil:

Berikan anti piretik,

Suhu tubuh

jangan berikan

dalam

aspirin

rentang
normal.
Nadi dan RR

dan konduksi

Mengembalikan
cairan tubuh

Monitor tanda-tanda yang keluar


hipertemi dan

akibat evavorasi

dalam
hipoterm
rentang
Aspirin berisiko
normal.
Tidak ada

Selimuti pasien

menimbulkan

perubahan

untuk mencegah

perdarahan

warna kulit

hilangnya

gastrointestinal

dan tidak

kehangatan tubuh

yang menetap

pusing
merasa

Suhu tubuh yang

nyaman.

meningkat dapat
menyebabkan
febril dan
ensopaliti

Kehilangan
panas tubuh
lewat konfeksi

dan evavorasi
2

Risiko deficit

Setelah

volume

dilakukan

cairan

tindakan

berhubungan

keperawatan

makanan/cairan dan

dengan

selama 3x24

hitung intake kalori

Pasien tidak

pemasukan

jam

harian

mengkonsumsi

yang kurang,

diharapkan

cairan sama

mual,

kondisi

sekali

muntah,peng

pasien

mengakibatkan

eluaran yang

membaik

Kolaborasi dalam

berlebihan,

dengan

pemberian cairan

diare, panas

criteria hasil :

intravena

tubuh.

Monitor vital sign

Indicator ketidak
adekuat volume

Monitor masukan

- Mempertahan

sirkulasi

dehidrasi

Tindakan darurat
untuk

kan urine

memperbaiki

output

ketidak

sesuai

seimbangan
Dorong keluarga

dengan usia

cairan dan
untuk membantu

BB,BJ

elektrolit
pasien makan

urine
normal, HT
normal
- TD, nadi,

Mempertahankan
status nutrisi
pasien

suhu tubuh

dalam batas
normal
- Tidak ada
tanda
dehidrasi
elastitis
turgor kulit
baik,
membran
mukosa
lembab
tidak ada
haus yang
3

Risiko

berlebihan
Setelah

ketidak

dilakukan

Monitor jumlah
nutris dan kan

Mempertahankan
keseimbangan

dungan kalori
seimbangan

tindakan

cairan dan

nutrisi

keperawatan

Monitor pusat

kurang dari

selama 3x24

kemerahan dan

kebutuhan

jam

kekeringan jaringan

diharapkan

konjungtiva

elektrolit

kondisi
tubuh

pasien

Monitor mual dan

berhubungan

membaik

muntah

Konjungtiva

dengan

merupakan salah

intake

satu lokasi
dengan

penentuan pusat

kriteria hasil :

dehidrasi

Adanya
peningkatan

Meyakinkan

berat badan

keseimbangan

sesuai

antara intake dan

dengan

output

tujuan
Berat badan
ideal sesuai
dengan tinggi
badan
Mampu
mengidentifi
kasi
kkebutuhan
nutrisi
Tidak ada
tanda-tanda
malnutrisi
Tidak terjadi
penurunan
berat badan

yang bearti
4.

Diare

Setelah

Ajarkan pasien

Menurunkan

berhubungan

dilakukan

untuk menggunakan

motalitas atau

dengan

tindakan

obat anti diare

peristaltik gastri

peradangan

keperawatan

intestinal
Instruksikan pasien

pada dinding

selama 3x24
atau keluarga untuk

usus halus

jam

Membantu
mencatat warna,

diharapkan

mengkaji
jumlah prekuensi,

kondisi

beratnya
dan konsistensi dari

pasien

penyakit yang di
feses

membaik

derita pasien
Instruksikan pasien

denan
untuk makan
keriteria hasil
makaan rendah
Feses

Menghindarkan
serat, tinggi protein,

berbentuk

iritan dan
dan tinggi kalori

BAB sehari

peningkatan
jika memungkinkan

sekali tiga

istirahat usus
Ukur diare dan

kali
Menjaga

keluarab BAB

daerah
skitar rectal

Observasi turgor

dari iritasi
Tidak

kulit secara rutin

Menggantikan

Monitor tanda dan

cairan yang

gejala diare

hilang

mengalami
diare
Menjelaskan

penyebab

Mengetahui

diare dan

derajat dehidrasi

rasional
tindakan
Mempertahan

Menentukan
beberapa jauh

kan birgor
penanganan diare
kulit

Konstipasi

Setelah

Monitor Feses,

Mendekteksi ada

berhubungan

melakukan

frekuensi, konsisten

darah dalam

dengan

tindakan

dan volume

feses

proses

keperawatan

Monitor bising usus

peradangan

selama 3x24

pada dinding

jam

Jelaskan etiologi

medis

usus halus

diharapkan

dan rasionalisasi

selanjutnya

kondisi

tindakan terhadap

pasien

pasien

Untuk intervensi

membaik

Meningkatkan
pengetahuan

Identifikasi faktor
dengan

pasien tentang
penyebab dan

criteria hasil

penyakit yang di
konstribusi

Mempertahan

deritanya
konstipasi

kan bentuk
peses lunak

Untuk

setiap 1 3
hari
Bebas dari

menentukan
intervensi
selanjutnya

ketidaknyam
anan dari
konstipasi
Mengidentifi
kasi indicator
untuk
mencegah
konstipasi
Sumber : Nanda, 2007-2008

2.2.4

Tindakan Keperawatan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana


tindakan disusun dan ditujukan pada norsing orders untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2001).
Yang dimaksud dengan tindakan keperawatan adalah melaksanakan
dengan cermat dan efisien dalam situasi yang tepat, keamanan fisik dan
psikologis, melindungi dan dokumentasi perawat berupa pencatatan dan
pelaporan (Zaidin Ali, 2002).
2.2.5

Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses


keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai melalui
evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kealpaan yang
terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan
tindakan (Zaidin Ali, 2002)
Evaluasi keperawaan adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai. Dengan mengukur perkembangn klien dalam mencapai suatu
tujuan, maka perawat bisa menentukan efektifitas tindakan keperawatan
(Nursalam. 2001).
Tolak ukur yang digunakan untuk menilai pencapaian tujuan pada
tahap evaluasi ini adalah kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap
perencanaan. Dengan berpatokan pada kriteria hasil tersebut dinilai
apakah masalah telah teratasi seluruhnya atau sebagian atau belum
sama sekali atau justru timbul masalah baru. Selanjutnya perkembangan
respon klien dituangkan ke dalam catatan perkembangan klien dan
diuraikan berdasarkan catatan uruatan SOAPIER, yaitu :
S (Subyektif)

: Keluhan keluhan yang dirasakan klien (apa


yang dikatakan klien).

O (Obyektif)

: Apa yang dilihat, dicium, diraba dan diukur


perawat.

A (Analisa)

: Kesimpulan perawat tentang kondisi klien.

P (Plan of care) : Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi


diagnosa.

2.2.6

: Impelementasi.

: Evaluasi.

:Revisi tindakan.

Pendokumentasian
Menurut

Nasrul

Effendi

(1995)

dokumentasi

keperawatan

merupakan kumpulan informasi perawatan dan kesehatan klien yang


dilakukan oleh perawat sebagai pertanggung jawaban dan pertangung
gugatan terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
Dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan yang memuat
seluruh informasi yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosa
keperawatan, menyusun rencana keperawatan, melaksanakan dan
mengevaluasi tindakan keperawatan yang disusun secara sistematis,
valid dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral dan hukum
(Zaidin Ali, 1998).
a.

Tujuan dokumentasi keperawatan


Dokumentasi keperawatan bertujuan untuk:
1) Menghindari kesalahan, tumpang tindih, dan ketidaklengkapan
informasi dalam asuhan keperawatan
2) Terbinanya koordinasi yang baik dan dinamis antara sesama
perawat atau pihak lain melalui komunikasi tulisan

3) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas tenaga keperawatam


4) Terjaminnya kualitas asuhan keperawatan
5) Perawat mendapat perlindungan secara hukum
6) Memberikan data bagi penelitian, penulisan Karya Tulis Ilmiah
dan penyempurnaan standar asuhan keperawatan.
b.

Sistem dokumentasi
Berikut ini adalah beberapa sistem dokumentasi yang sering
dipakai:
1) Catatan berorientasi pada sumber (Source Oriented Record/SOR)
Pencatatan menurut sistem ini adalah khas untuk setiap
profesi (misalnya dokter dan perawat). Sistem ini memberikan
kemudahan dalam menempatkan catatan mengenai data yang
diperoleh karena biasanya masing-masing format telah dibuat
secara spesifik. Komponen Source Oriented Record (SOR)
meliputi hal berikut ini:
a)

Lembar penerimaan
Lembar ini berisi demografi klien seperti nama, alamat,
tempat dan tanggal lahir, status perkawinan serta diagnosis
pada saat masuk rumah sakit.

b)

Lembar instruksi dokter


Lembar ini digunakan untuk mencatat setiap instruksi
dokter yang dilengkapi dengan tanggal dan tanda tangan dokter
yang bersangkutan.

c)

Lembar riwayat medik


Lembar ini berisi catatan tentang hasil pemeriksaan fisik,
kondisi kesehatan klien, perkembangan dan tindak lanjut.

d)

Catatan perawat
Catatan ini mencakup catatan pengkajian, diagnosis,
intervensi dan evaluasi.

e)

Catatan dan laporan khusus


Catatan ini berisi tentang hasil konsultasi, pemeriksaan
laboratorium, laporan operasi, berbagai terapi fisik, tandatanda vital, masukan dan haluaran cairan serta pengobatan.

2) Catatan berorientasi pada masalah (Problem Oriented Record


/POR)
Berdasarkan

sistem

ini

maka

catatan

yang

disusun

berdasarkan masalah yang terjadi pada klien. Seluruh data yang


didapat baik dari dokter, perawat, maupun tenaga kesehatan lain
diintegrasikan menjadi satu bagian. Dari setiap masalah tersebut
kemudian disusun rencana intervenesi dan implementasinya
(Zaidin Ali, 2002).

Anda mungkin juga menyukai