BAB. I
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang ......
Tujuan Instruksional Umum ...
Tujuan Instruksional Kusus ...
01
01
01
01
BAB II
02
02
03
04
04
04
05
06
06
07
07
08
10
11
11
BAB III
13
13
18
20
22
BAB IV.
DETEKTOR SEMIKONDUKTOR ..
A. Sistem Kerja ...
B. Jenis Detektor Semikonduktor ...
C. Kelebihan Detektor Semikonduktor .
31
31
33
36
BAB V.
DETEKTOR SINTILASI ..
A. Sistem Kerja ...
B. Bahan Sintilasi ...
C. Jenis Detektor Sintilasi ..
D. Tabung Photomultiplier .
36
37
38
38
39
BAB VI.
DETEKTOR NEUTRON .
A. Sistem Kerja ..
B. Jenis Detektor Neutron ..
1. Boron Trifluoride Proportional Counter
42
42
43
43
2.
3.
4.
5.
44
44
44
45
BAB VII
46
46
47
47
49
53
56
BAB VIII
PEMANTAUAN LINGKUNGAN ..
A. Monitor Radiasi .
B. Monitor Kontaminasi .
58
58
60
BAB IX
SPEKTROSKOPI .
A. Sistem Kerja ...
B. Resolusi ..
C. Analisis Kualitatif ..
D. Analisis Kuantitatif
61
61
64
64
64
BAB X.
65
65
66
68
Daftar Pustaka
70
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Alat ukur radiasi dibutuhkan bukan hanya karena radiasi tidak dapat
dirasakan oleh panca indera manusia, tetapi juga karena kita membutuhkan
nilai-nilai tertentu dari sumber radiasi seperti aktivitas dan dosis. Modul ini
berisi penjelasan mengenai berbagai tipe dan karakteristik alat ukur radiasi
untuk berbagai keperluan proteksi radiasi. Karena fokus pembahasan
terhadap peralatan, maka modul ini tidak membahas mengenai dosimeter
biologis.
Tujuan Instruksional Umum
Setelah perkuliahan ini diharapkan para siswa mampu memahami prinsipprinsip dasar deteksi dan pengukuran radiasi, serta menguasai pemilihan
jenis-jenis alat alat ukur radiasi dalam kaitannya dengan proteksi radiasi.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah perkuliahan ini diharapkan para siswa mampu:
1. Menjelaskan perbedaan kuantitas, energi, dan dosis radiasi;
2. Menguraikan mekanisme pemantauan radiasi;
3. Menjelaskan prinsip kerja, keunggulan, dan kelemahan detektor isian
gas, sintilasi, semikonduktor, dan emulsi fotografi;
4. Menguraikan penggunaan dosimeter perorangan, surveimeter, dan
monitor radiasi;
5. Menjelaskan prinsip kerja, keunggulan dan kelemahan detektor saku,
film badge, dan TLD;
6. Menjelaskan tata cara penggunaan surveimeter;
7. Menguraikan prinsip kalibrasi alat ukur radiasi untuk proteksi;
8. Menjelaskan sistem pencacahan differensial dan integral serta sistem
spektroskopi.
BAB II
MEKANISME DETEKSI DAN PENCACAHAN
A. Prinsip Dasar Kerja Alat Ukur Radiasi
Hal yang paling mendasar untuk mengendalikan bahaya radiasi adalah
mengetahui besarnya radiasi yang dipancarkan oleh suatu sumber radiasi
(zat radioaktif atau mesin pemancar radiasi), baik melalui pengukuran
maupun perhitungan. Keberadaan radiasi tidak dapat dirasakan secara
langsung oleh sistem panca indera manusia. Radiasi tidak bisa dilihat,
dicium, didengar, maupun dirasakan. Oleh sebab itu, untuk keperluan
mengetahui adanya dan mengukur besarnya radiasi, manusia harus
mengandalkan pada kemampuan suatu peralatan khusus.
Pada
prinsipnya,
pendeteksian
dan
pengukuran
radiasi
dengan
dapat
dijadikan sebagai bahan acuan oleh seorang pekerja radiasi untuk dapat
langsung mengambil tindakan tertentu. Sedangkan alat ukur radiasi yang
digunakan untuk kegiatan aplikasi radiasi dan penelitian biasanya
ditekankan memiliki kemampuan untuk dapat menampilkan nilai kuantitas
/spektrum energi dari radiasi yang mengenainya.
Dari segi cara pembacaannya, alat ukur radiasi juga dapat dibedakan pula
menjadi dua kelompok, yaitu: (1). Alat ukur pasif, yaitu alat ukur radiasi
yang hasil pengukurannya tidak dapat dibaca secara langsung, melainkan
harus melalui proses khusus terlebih dahulu. Contoh alat ukur radiasi pasif,
antara lain: Film badge dan TLD badge. (2). Alat ukur aktif, yaitu alat ukur
radiasi yang hasil pengukurannya dapat dibaca secara langsung. Contoh
alat ukur radiasi aktif, antara lain: surveimeter dan dosimeter saku.
Selain itu, berdasarkan fungsinya terhadap manusia atau lingkungan, alat
ukur radiasi dapat dibedakan pula menjadi dua kelompok, yaitu: (1). alat
ukur radiasi untuk pemonitoran dosis perseorangan, yaitu alat yang
digunakan untuk mengukur besarnya radiasi yang diterima oleh tubuh
manusia. Alat ini dapat berupa alat ukur aktif atau alat ukur pasif, dan (2).
alat ukur radiasi yang digunakan untuk pemonitoran lingkungan.
detektor
tersebut
dipanaskan,
elektron-elektron
masih
Semakin banyak radiasi yang diterima, maka akan semakin banyak pula
elektron yang terperangkap di orbit elektron yang lebih luar dari atom
medium detektor. Ketika medium detektor tersebut dipanaskan sampai
dengan temperatur tertentu, elektron-elektron tersebut kembali ke orbit
semula dengan memancarkan sinar tampak. Sinar tampak yang timbul
akan dikonversikan menjadi sinyal elektrik.
4. Efek pemanasan
Peristiwa lain yang diakibatkan oleh adanya perpindahan/penyerapan
energi radiasi oleh medium detektor adalah timbulnya kenaikan
temperatur pada medium. Semakin besar energi radiasi yang
dipindahkan/diserap, maka kenaikan temperaturnya akan semakin tinggi.
Jadi dalam mekanisme ini, energi radiasi diubah menjadi energi panas.
Mekanisme ini jarang/tidak cocok digunakan untuk melakukan
pengukuran radiasi secara rutin. Mekanisme pengukuran radiasi dengan
memanfaatkan mekanisme ini memiliki tingkat sensitivitas yang sangat
rendah (diperlukan dosis energi radiasi yang sangat tinggi untuk
menaikan temperatur medium, dan kenaikan temperatur medium pada
umumnya tidak tinggi). Mekanisme ini, pada umumnya hanya digunakan
sebagai standar primer untuk peralatan kalibrasi.
5. Reaksi kimia
Energi radiasi dapat mengakibatkan perubahan kimia. Perubahan atau
reaksi kimia ini juga merupakan suatu mekanisme yang sering digunakan
dalam pengukuran radiasi. Bahan yang diradiasi dengan dosis tertentu
akan mengalami perubahan kimia, misalnya perubahan warna.
Selain itu radiasi juga dapat berfungsi sebagai katalisator pada reaksi
kimia, sehingga apabila diberikan dosis radiasi dengan besar tertentu,
maka reaksi kimia dalam medium dapat berlangsung lebih cepat. Jadi
6
dalam mekanisme ini, energi radiasi diubah menjadi perubahanperubahan/reaksi kimia. Pada umumnya digunakan untuk menganalisa
film fotografi untuk dosimetri perseorangan, Sinar-X medis, dan
radiografi industri.
D. Cara Pengukuran Radiasi
Terdapat dua cara pengukuran radiasi, yang menampilkan hasil
pengukurannya secara langsung, yaitu cara pulsa (pulse mode), dan cara
arus (current mode).
1. Cara Pulsa
Setiap radiasi yang mengenai alat ukur akan dikonversikan menjadi
sebuah pulsa listrik. Apabila kuantitas/jumlah radiasi yang mengenai
suatu alat ukur semakin tinggi maka jumlah pulsa listrik yang
dihasilkannya akan semakin banyak pula.
Sedangkan energi dari setiap radiasi yang mengenai alat ukur akan
sebanding dengan tingginya pulsa listrik yang dihasilkan. Jadi semakin
besar energi radiasinya, maka akan semakin tinggi pula pulsa listrik
yang ditimbulkannya. Tingginya pulsa yang dihasilkan dapat dihitung
dengan persamaan:
V =
Q
C
(Persamaan II.1)
V adalah tinggi pulsa listrik yang dihasilkan, Q adalah jumlah
muatan listrik, dan C adalah kapasitas detektor.
Contoh soal:
Bila ada 100 buah radiasi dalam 10 detik, dengan energi radiasi
sebesar 35 keV memasuki detektor gas yang mempunyai daya ionisasi
35 eV, maka setiap radiasi tersebut akan mengionisasi detektor dan
akan menghasilkan 1000 pasangan ion (elektron). Muatan listrik setiap
elektron adalah 1,6 x 10-19 Coloumb, sehingga jumlah muatan yang
dihasilkan oleh radiasi tersebut adalah 1,6 x 10-16 coloumb. Tinggi
pulsa yang dihasilkan oleh muatan tersebut adalah 0,1 mVolt
(misalkan kapasitas detektor tersebut adalah 1,6 x 10-12 farad). Jadi
dalam contoh ini akan menghasilkan 100 buah pulsa listrik dalam 10
detik dengan tinggi pulsa masing-masing adalah 0,1 mVolt.
Informasi yang dihasilkan oleh alat ukur radiasi yang menggunakan
cara pulsa ini adalah jumlah pulsa listrik (cacahan) dalam selang waktu
pengukuran tertentu dan tinggi pulsa listriknya. Jumlah pulsa listrik
yang ditimbulkannya akan sebanding dengan jumlah radiasi yang
masuk detektor, sedangkan tinggi pulsa akan sebanding dengan energi
radiasinya.
Kelemahan alat ukur radiasi yang menerapkan cara pulsa ini adalah
adanya kemungkinan tidak tercacahnya radiasi karena terlalu cepatnya
proses konversi radiasi yang masuk menjadi pulsa listrik.
Untuk dapat mengubah sebuah radiasi menjadi sebuah pulsa listrik
dibutuhkan waktu konversi tertentu. Apabila jumlah radiasi yang akan
diukur sedemikian banyaknya sehingga selang waktu antara dua buah
radiasi yang berurutan lebih cepat dari konversi alat, maka radiasi yang
terakhir tidak akan tercacah.
2. Cara Arus
Pada cara arus ini, radiasi yang masuk detektor tidak dikonversikan
menjadi pulsa listrik melainkan rata-rata akumulasi energi radiasi per
satuan waktunya akan dikonversikan menjadi arus listrik. Semakin
8
banyak jumlah radiasi per satuan waktu yang memasuki detektor, maka
akan semakin besar arusnya. Demikian pula bila energi radiasi semakin
besar, arus yang dihasilkannya semakin besar.
Alat ukur radiasi yang menerapkan cara arus ini dapat menghilangkan
kerugian penerapan cara pulsa, karena yang akan ditampilkan dalam cara
ini bukanlah informasi dari setiap radiasi yang memasuki detektor,
melainkan integrasi dari jumlah muatan yang dihasilkan oleh radiasi
tersebut dalam satu satuan waktu
I =
Q
t
(Persamaan II.2)
I adalah arus listrik yang dihasilkan oleh detektor, Q adalah jumlah
muatan listrik, sedangkan t adalah tetapan waktu (time constant)
detektor. Bila menggunakan contoh soal di atas, maka araus listrik yang
dihasilkan adalah 1,6 x 10-15 Ampere.
Terlihat di sini, bahwa proses konversi pada cara arus ini tidak dilakukan
secara individual untuk setiap radiasi, melainkan dilakukan secara
akumulasi untuk seluruh radiasi. Informasi yang ditampilkannya adalah
intensitas radiasi yang memasuki detektor. Kelemahan cara arus ini
adalah ketidakmampuannya untu memberikan/menampilkan informasi
energi dari setiap radiasi. Keuntungan cara arus ini adalah proses
pengukurannya jauh lebih cepat dibandingkan dengan cara pulsa.
Sistem pengukur radiasi dengan menerapkan mode arus ini pada
umumnya
digunakan
dalam
kegiatan
proteksi
radiasi,
seperti
E. Sistem Pencacahan
Seperti halnya dengan alat ukur yang digunakan untuk keperluan proteksi
radiasi, sistem pencacah radiasi juga terdiri atas detektor dan peralatanperalatan lain sebagai penunjang. Perbedaannya, peralatan penunjang pada
alat ukur proteksi radiasi biasanya sudah merupakan satu kesatuan yang
sifatnya portabel (mudah untuk dibawa-bawa), sedangkan pada sistem
pencacah radiasi, peralatan-peralatan penunjang tersebut terpisah dan
terdiri atas beberapa modul yang mengikuti standar tertentu, seperti: NIM
(Nuclear Instrument Module), misalnya modul penguat (amplifier), modul
sumber beda potensial, modul pencacah (counter), dan modul-modul
lainnya.
Modul-modul tersebut bersifat bongkar-pasang, sehingga suatu modul
dapat digunakan untuk berbagai macam konfigurasi sistem pencacah.
Sistem pencacah radiasi yang digunakan dalam aplikasi dan penelitian
nuklir, bertujuan untuk mengukur kuantitas dan energi radiasi. Kuantitas
radiasi merupakan jumlah radiasi yang memasuki detektor. Besarnya
kuantitas radiasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: aktivitas
sumber radiasi, jenis dan energi radiasi, serta jarak dan jenis penahan
radiasi yang disimpan di antara sumber radiasi dan detektor. Sedangkan
energi radiasi merupakan kekuatan dari setiap radiasi yang dipancarkan
oleh suatu sumber radiasi. Besarnya energi radiasi ini bergantung pada
jenis radionuklidanya. Jenis radionuklida yang berbeda akan memancarkan
radiasi dengan energi yang berbeda.
Berdasarkan pada kegunaannya, untuk mengukur kuantitas dan atau energi
radiasi, sistem pencacah radiasi dapat dibedakan menjadi dua konfigurasi:
10
Inverter
Counter
Detektor Geiger
Muller
HV
Pencatat Waktu
Detektor
Counter
Amplifier
Diskriminator
HV
Pencatat Waktu
12
BAB III
DETEKTOR ISIAN GAS
A. Sistim Kerja
Salah satu jenis alat ukur radiasi yang pertama kali dikenalkan dan sampai
saat ini masih terus dan sering digunakan untuk mengukur radiasi adalah
detektor isian gas. Detektor ini terdiri dari dua elektroda, yaitu positif dan
negatif, serta berisi gas di antara kedua elektrodanya. Elektroda positif
disebut sebagai anoda yang dihubungkan ke kutub listrik positif, dan
elektroda negatif disebut sebagai katoda yang dihubungkan ke kutub listrik
negatif. Kebanyakan detektor ini berbentuk silinder yang terbuat dari bahan
gelas, dengan sumbu tengahnya sebagai konduktor yang berfungsi sebagai
anoda, dan dinding (selimut) silinder berfungsi sebagai katoda. Gas yang
digunakan sebagai bahan isian untuk detektor ini ( detektor-detektor isian
gas yang sederhana) dapat berupa udara kering pada tekanan atmosfir.
Katoda
Kapasitansi C
d
Anoda
Resistansi R
Apabila konstanta waktu R.C jauh lebih besar daripada waktu yang
diperlukan untuk mengumpulkan semua ion yang terbentuk karena proses
ionisasi, maka tinggi pulsa dapat dihitung dengan menggunakan rumus
tinggi pulsa seperti yang telah dijelaskan di atas (persamaan II.1).
13
Arus listrik yang mengalir di Resistansi R sangat kecil, alat ukur pada
daerah arus listrik sekecil itu adalah alat ukur beda potensial. Agar
besarnya beda potensial dapat diukur, pada arus listrik yang mengalir
sangat kecil, harus dipasang nilai resistansi R yang besar (biasanya
mencapi ratusan megaohm). Melakukan pekerjaan dengan menggunakan
nilai resistor yang besar seperti ini, besarnya kelembaban udara harus
diusahakan serendah mungkin.
Radiasi yang memasuki detektor akan memberikan sebagian atau seluruh
energinya untuk mengionisasi gas, sehingga timbul ion-ion positif (dari
atom atau molekul residu) dan ion-ion negatif (elektron bebas). Radiasi
partikel dan dapat melakukan proses ionisasi langsung pada bahan isian
gas, sedangkan gelombang elektromagnetik/foton (Sinar-X atau sinar )
dan neutron dapat melakukan proses ionisasi secara tidak langsung. Karena
bahan penyerap/bahan isian detektor yang akan mengalami proses ionisasi
adalah gas, maka disebut sebagai detektor isian gas. Sehingga pada
umumnya, semua alat ukur radiasi jenis ini harus kedap udara dari luar
untuk menghindari tercampurnya gas isian detektor dengan gas-gas yang
berasal dari udara di luar detektor.
Karena prinsip kerjanya adalah pengumpulan muatan listrik yang terjadi
karena adanya radiasi, maka bentuk medan elektrostatik dalam tabung juga
memiliki pengaruh. Oleh karena itu untuk mencapai efisiensi dan
sensitivitas yang tinggi, geometri bentuk ruangan, letak dan bentuk
elektroda, dan campuran gas isiannya berbeda-beda.
Karena adanya medan listrik antara katoda dan anoda, muatan-muatan
listrik (ion positif dan ion negatif) tersebut dapat dikumpulkan. Besarnya
medan listrik ini dapat diatur melalui pengaturan tegangan kerja (High
Voltage) detektor. Elektron-elektron akan terkumpul di anoda, sedangkan
ion-ion positif akan terkumpul di katoda. Karena elektroda-elektroda
detektor menarik ion-ion yang muatannya berlawanan, maka akan terjadi
pengurangan muatan listrik pada masing-masing elektroda. Beberapa
14
muatan listrik dalam elektroda akan mengalami proses netralisasi oleh ionion yang ditariknya. Penurunan jumlah muatan pada masing-masing
elektroda akan mengakibatkan pula penurunan tegangan listrik antara
kedua elektroda tersebut. Jumlah penurunan tegangan listrik antara
elektroda tersebut akan selalu sebanding dengan jumlah pasangan ion yang
terbentuk. Sedangkan jumlah pasangan ion itu sendiri tergantung pada jenis
dan energi radiasi yang masuk/ditangkap oleh detektor. Perubahan
tegangan listrik ini akan mengakibatkan terjadinya aliran listrik
(pulsa/denyut out-put) yang kemudian dapat diubah menjadi angka-angka
hasil cacahan radiasi.
Seperti telah disebutkan di atas, bahwa jumlah ion yang dihasilkan akan
sebanding dengan energi radiasi dan berbanding terbalik dengan daya
ionisasi gas. Daya ionisasi gas pada umumnya berkisar antara 25 eV s.d. 40
eV. Ion-ion yang dihasilkan di dalam detektor tersebut akan memberikan
kontribusi terbentuknya pulsa listrik ataupun arus listrik.
Ion-ion yang dihasilkan oleh radiasi yang memasuki detektor dinamakan
sebagai ion primer. Apabila medan listrik di antara dua elektroda detektor
semakin tinggi maka energi kinetik ion-ion primer akan semakin tinggi.
Tingginya energi kinetik ion-ion primer akan mampu untuk mengadakan
proses ionisasi lainnya.
Ion-ion baru yang terbentuk karena proses ionisasi yang dilakukan oleh
ion-ion primer disebut sebagai ion sekunder. Bila medan listrik antara
kedua elektroda terlalu kecil, maka akan terjadi rekombinasi/penggabungan
kembali antara ion-ion positif dan ion-ion negatif dari gas isian. Bila medan
listrik di antara kedua elektroda semakin tinggi, maka jumlah ion-ion yang
dihasilkan oleh radiasi akan sangat banyak, yang terdiri dari dari ion-ion
primer dan ion-ion sekunder.
Jenis radiasi yang akan dideteksi mengharuskan juga pemakaian dinding
khusus pada detektor. Untuk mendeteksi sinar gamma, dapat dipakai semua
logam sebagai bahan dinding tabung, karena daya tembus sinar gamma
15
yang sangat besar. Tekanan gas isian dapat diperbesar melebihi tekanan
atmosfir. Untuk mendeteksi partikel jenis elektron, dinding detektor harus
dibuat setipis mungkin untuk memungkinkan partikel tersebut dapat
mencapai dan berinteraksi dengan gas isian. Dinding biasanya terbuat dari
plastik yang sangat tipis. Sedangkan untuk mendeteksi jenis proton,
dinding tersebut harus dibuat lebih tipis lagi.
Pada gambar III.2 di bawah ini akan dijelaskan hubungan antara beda
potensial dengan jumlah ion yang dapat terkumpul pada masing-masing
elektroda detektor isian gas.
Daerah 5
Daerah 4
Daerah 3
Daerah 2
Daerah 1
V1
V2
V3
V4
Beda Potensial
Gambar III.2. Hubungan antara beda potensial elektroda detektor isian gas dengan
jumlah ion yang terkumpul pada masing-masing elektroda.
16
Daerah 1.
Pada awal daerah ini, tegangan antara anoda dan katoda sangat rendah.
Medan listrik pada detektor tidak cukup kuat sehingga elektron dan ion
positif bergerak sangat lambat (energi kinetiknya kecil), sehingga elektron
dan ion positif bergabung kembali/rekombinasi ion, sebelum masingmasing ion tersebut mencapai anoda/katoda. Karena terjadinya proses ini,
maka tidak ada ion yang terkumpul di masing-masing elektroda, sehingga
tidak ada pulsa yang tercatat. Daerah ini disebut sebagai daerah
rekombinasi.
Daerah 2.
Pada daerah ini, muatan yang terkumpul bersifat tetap/konstan, karena
tidak terjadi rekombinasi ion atau pembentukan ion sekunder. Seluruh ion
yang terbentuk dapat dikumpulkan, sehingga tingginya pulsa tidak
ditentukan oleh beda potensial antara kedua elektrodanya. Besarnya arus
listrik yang mengalir dalam sirkuit akan bersifat tetap, atau disebut
saturation current, dan hanya tergantung pada besarnya radiasi yang
diterima oleh detektor, apabila energi radiasi yang diterima besar, maka
saturation current akan besar juga. Daerah ini disebut daerah ionisasi.
Daerah 3
Dengan naiknya tegangan antara kedua elektroda detektor, maka elektron
dan ion positif memiliki energi kinetik yang cukup tinggi untuk bergerak
menuju
elektrodanya
masing-masing.
Elektron-elektron
dapat
mengionisasi atom lain pada gas isian, proses ini disebut sebagai ionisasi
sekunder. Karena proses ionisasi sekunder ini, muatan listrik yang
terkumpul pada masing-masing elekroda menjadi lebih besar, sehingga
akan terjadi multiplikasi/pelipatan besarnya muatan. Proses multiplikasi ini
pada tegangan tertentu tidak tergantung pada banyaknya ionisasi primer.
17
Daerah 4.
Medan listrik dalam detektor sangat kuat sehingga satu pasangan ion
positif dan elektron cukup kuat untuk menginisiasi terjadinya guguran
elektron (electon avalenche). Guguran elektron ini akan menimbulkan
pulsa yang kuat, yang bentuk dan tingginya tidak tergantung pada ionisasi
primer dan tipe partikel radiasi. Pulsa hanya akan tergantung pada
elektronik pencacah. Pada daerah ini detektor tidak bisa lagi digunakan
untuk mengidentifikasi energi radiasi. Daerah ini disebut daerah Geiger
Muller.
Daerah 5
Jika tegangan detektor ditinggikan dan lebih besar lagi, ionisasi tunggal
akan menimbulkan lucutan kontinu (continous discharge) dalam gas, dan
alat tidak bisa untuk menghitung lagi. Jika detektor dioperasikan pada
tegangan yang lebih besar dari daerah kerja 4, maka detektor akan rusak.
Daerah ini disebut daerah discharge.
B. Detektor Kamar Pengionan
Kamar pengionan ialah bilik/ruangan tertutup yang berisi gas. Ionisasi yang
terjadi pada gas isian karena radiasi akan dikumpulkan pada elektroda dan
diukur. Medan listrik dalam bilik tersebut sangat sensitif untuk menarik
elektron-elektron bebas dan ion-ion positif ke elektrodanya masing-masing.
18
Detektor ini bekerja pada daerah ionisasi. Pada daerah ini tidak terjadi
proses
multiplikasi
muatan
dalam
detektor.
Output
pulsa
19
mode
arus
(current
mode).
Namun,
apabila
ingin
Ionization Chamber.
Keuntungan detektor jenis ini adalah, dapat membedakan energi radiasi
yang memasukinya, serta tegangan kerja yang dibutuhkan dalam
pengoperasiannya tidak terlalu tinggi.
C. Detektor Proporsional
Dibandingkan dengan daerah ionisasi, jumlah pasangan ion yang dihasilkan
di daerah proporsional ini lebih banyak. Karena jumlah pasangan ion lebih
banyak maka tinggi pulsa keluarannya akan lebih tinggi. Detektor yang
bekerja pada daerah ini, pada umumnya memiliki beda potensial kerja
antara 800 s.d. 2000 volt. Karena pulsa keluarannya lebih tinggi, maka
pengukuran radiasi dengan menggunakan detektor ini lebih sering
menerapkan metode pulsa.
Dalam kurva karakteristik di atas dapat dilihat bahwa jumlah pasangan ion
yang dihasilkan sebanding dengan energi radiasi yang memasuki detektor,
20
21
microsekon.
Singkatnya,
waktu-mati
detektor
proporsional
memungkinkan bagi detektor ini untuk dapat menghitung laju pulsa yang
tinggi. Amplitudo untuk masing-masing pulsa pada umumnya sangat kecil,
lebih kurang berorde milivolt. Agar amplitudo pulsa ini dapat dibaca dan
dihitung, maka diperlukan proses preamplification. Sedangkan untuk
meningkatkan kemampuan resolusi detektor, dapat digunakan pulse height
discrimination circuit.
Secara teoritis, detektor yang sama dapat digunakan sebagai kamar ionisasi,
detektor proporsional, atau penghitung Geiger Muller. Perbedaan mendasar
dari ketiga jenis detektor ini adalah terletak hanya pada perbedaan tegangan
kerjanya. Namun, pada kenyataannya dan juga karena pertimbangan
ekonomis-praktis, maka ketiga jenis detektor ini dibuat secara terpisah.
Gas flow proportional counters, adalah salah satu jenis detektor
proporsional yang sering digunakan untuk perhitungan sampel dalam fisika
kesehatan. Detektor ini memiliki end-window yang sangat tipis agar
memungkinkan partikel alfa dan beta dapat memasuki detektor. Gas flow
artinya adalah harus ada aliran gas yang masuk pada bilik penghitung,
untuk menggantikan gas isian yang telah didifusikan keluar detektor
melalui end-window yang sangat tipis tersebut.
Campuran gas yang pada umumnya digunakan pada detektor jenis ini salah
satunya adalah campuran inert gas dan hidrokarbon, antara lain: gas P-10,
yang terdiri dari 90% gas argon dan 10% metana.
D. Detektor Geiger Muller
22
Detektor ini merupakan salah satu jenis detektor yang tertua dan sampai
dengan sekarang masih sering digunakan, khususnya dalam bidang proteksi
radiasi. Penggunaan detektor ini untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh
Geiger dan Muller pada tahun 1928. Detektor G-M merupakan alat
pencacah radiasi yang sederhana dan tidak dapat digunakan untuk
keperluan spektroskopi.
Beberapa peralatan ukur radiasi portabel, menggunakan detektor jenis
Geiger Muller. Dari sudut pandang elektronika, detektor G-M sangat
sederhana dan juga ekonomis serta pengoperasiannya yang mudah.
Detektor ini bekerja pada daerah Geiger Muller. Pada umumnya, sebagai
bahan gas isiannya dipilih menggunakan gas P-10, seperti halnya gas isian
pada detektor proporsional. Namun sering juga digunakan gas Helium dan
Argon sebagai gas isiannya.
Jumlah pasangan ion dalam gas isian yang terjadi karena radiasi, pada
detektor yang bekerja di daerah ini sangat banyak, bahkan dapat mencapai
nilai saturasinya. Tinggi rendahnya pulsa keluaran tidak tergantung pada
energi radiasi yang memasukinya. Berapa pun besarnya energi radiasi yang
memasuki jendela detektor, banyaknya pasangan ion yang dihasilkan sama
dengan nilai saturasinya. Jadi pulsa keluaran tabung G-M hanya
menunjukan tinggi rendahnya muatan listrik yang terkumpul. Karena
jumlah muatan listrik yang terkumpul sangat besar (sekitar 109 s.d. 1010
pasangan ion), sehingga amplitudo pulsa keluarannya relatif tinggi (dalam
orde volt). Tingginya amplitudo pulsa keluaran merupakan salah satu
keunggulan detektor G-M, karena tidak memerlukan rangkaian sirkuit
elektronika penguat pulsa (pre-amplifier).
Detektor G-M pada umumnya dapat menghitung radiasi dengan
menerapkan metode pulsa sama halnya dengan detektor proporsional, dan
juga dapat menghitung radiasi dengan menerapkan metode arus sama
seperti halnya detektor kamar pengionan.
23
gas
isian
yang
tereksitasi
akan
kembali
pada
tingkat
25
27
N2
N1
V2
Gambar Hubungan antara Beda Potensial dengan Laju Cacah Detektor Geiger Muller
Rumus plateau slope untuk daerah kerja detektor Geiger Muller adalah:
N / N
V
(Persamaan III.1.)
PS =
100 xN / N
V
(Persamaan III.2.)
PS (%) =
28
PS =
100N / N
x100
V
(Persamaan III.3.)
10 4 ( N 2 N1) / N1
V 2 V1
(Persamaan III.4.)
PS =
N1 dan N2 adalah laju cacah pada V1 dan V2, jika harganya 10 %/100
volt maka detektor itu baik. Hal ini berarti tegangan berubah 100 volt ada
kenaikan laju cacah 5 %. Di atas V2 tegangan terlalu tinggi untuk detektor
ini sehingga terjadi pulsa yang terus menerus. Jika detektor dioperasikan di
atas tegangan V2, maka akan rusak. Tegangan kerja detektor diambil pada
daerah plateau.
Karena satu pasangan ion yang terbentuk dalam gas dapat memicu Geiger
discharge penuh, maka efisiensi pencacahan untuk sembarang partikel
bermuatan yang masuk daerah aktif adalah 100%. Dalam situasi praktis,
efisiensi pencacah efektif ditentukan oleh probabilitas radiasi masuk
jendela detektor tanpa absorpsi atau hamburan.
Ada beberapa alasan mengapa detektor jenis GM jarang digunakan untuk
mendeteksi neutron. Untuk neutron termal gas GM memiliki tampang
lintang tangkapan yang kecil. Gas yang mempunyai tampang lintang
tangkapan yang tinggi (BF6) lebih cocok dioperasikan pada daerah
proporsional.
Neutron cepat dapat mereproduksi inti rekoil dalam gas isian yang dapat
menghasilkan pasangan ion. Karena itu tabung Geiger terutama yang berisi
gas Helium dapat mendeteksi netron cepat. Tetapi detektor isian gas untuk
netron dioperasikan sebagai detektor proporsional.
Sinar gamma dapat dideteksi dengan jalan sinar gamma tersebut
berinteraksi dengan dinding detektor. Interaksi tersebut menghasilkan
elektron. Jika interaksi tersebut terletak di bagian dalam dinding elektron
29
30
31
BAB IV
DETEKTOR SEMIKONDUKTOR
A. Sistim Kerja
Konduktivitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu bahan untuk
mengalirkan arus listrik. Detektor semikonduktor, pada prinsipnya bekerja
melalui konsep pengukuran perubahan konduktivitas suatu bahan yang
disebabkan oleh adanya radiasi ionisasi. Detektor semikonduktor memiliki
kesamaan dengan jenis detektor isian gas dalam beberapa prinsip sistem
kerjanya.
Semikonduktor adalah bahan-bahan yang dapat mengalirkan arus listrik,
namun kemampuan daya hantarnya tidak sebaik bahan konduktor, juga
dapat menghambat aliran arus listrik, namun daya hambatnya tidak sebaik
bahan insulator. Pada dasarnya, terdapat juga bahan-bahan isolator yang
terbuat dari bahan semikonduktor tidak dapat mengalirkan arus listrik. Hal
ini disebabkan semua elektronnya berada di pita valensi, sedangkan di pita
konduksinya tidak ditempati oleh elektron.
Detektor bahan semikonduktor, merupakan jenis detektor yang masih baru.
Detektor
ini
memiliki
beberapa
keunggulan
yaitu
lebih
efisien
dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta
memiliki resolusi yang lebih baik daripada detektor sintilasi.
Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh
bahan, dan memberikan energi yang cukup, sehingga beberapa elektron
dalam kristal berpindah dari pita valensi ke pita konduksi, sehingga
menyisakan hole. Pasangan elektron dan hole ini seperti juga pasangan ion
dalam zat cair atau gas, akan bergerak apabila ada beda tegangan, seperti
ion positif dan ion negatif. Ingat bahwa muatan positif dalam bahan
semikonduktor pada kenyataannya tidak bergerak. Yang sebenarnya terjadi
adalah bahwa hole-hole dalam kristal akan diisi oleh elektron-elektron
tetangganya,
elektron-elektron
yang
bergerak
ini
pun
akan
32
resolusi yang lebih baik pada energi yang rendah dan menengah.
Detektor LEGe memiliki daerah aktif 50 mm2 s.d. 38 mm2 dan dengan
ketebalan berkisar antara 5 mm s.d. 20 mm.. Untuk meningkatkan
respon pada tingkat eneergi yang rendah, biasanya dilengkapi dengan
jendela tipis yang terbuat dari bahan Be. Untuk aplikasi yang
melibatkan energi di atas 30 keV, detektor LEGe dapat dilengkapi
dengan jendela yang terbuat dari bahan alumunium setebal 0,5 mm.
5. SiLi: untuk mengukur radiasi Sinar-X.
Detektor jenis ini sama dengan detektor semikonduktor Ge(Li), namun
memiliki kelebihan yaitu detektor ini dapat disimpan pada temperatur
kamar tanpa menimbulkan kerusakan pada kristal, dan dapat
dioperasikan
pada
temperatur
kamar.
Untuk
meningkatkan
bahan
semikonduktor,
yang
ke
dalam
kristal
germanium-nya
37
BAB V
DETEKTOR SINTILASI
A. Sistim Kerja
Detektor sintilasi selalu terdiri dari dua bagian, yaitu: bahan sintilator dan
photomultiplier.
Detektor
sintilasi
bekerja
memanfaatkan
radiasi
38
B. Bahan sintilator
Dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang
dinamakan sebagai pita valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan
tingkat energi tertentu. Pada keadaan dasar (ground state), seluruh elektron
berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Ketika terdapat
radiasi yang memasuki kristal, terdapat kemungkinan bahwa energinya
akan terserap oleh beberapa elektron di pita valensi, sehingga elektron
tersebut dapat melompat ke pita konduksi. Beberapa saat kemudian
elektron-elektron tersebut akan kembali ke pita valensi melalui pita energi
bahan aktivator sambil memancarkan percikan cahaya.
Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap dan
dipengaruhi oleh jenis bahan sintilatornya. Semakin besar energinya
semakin banyak percikan cahayanya. Percikan-percikan cahaya ini
kemudian ditangkap oleh photomultiplier.
C. Jenis Detektor Sintilasi
Beberapa kristal sintilator yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
1. Kristal NaI(Tl): digunakan untuk mengukur radiasi gamma dan SinarX.
Detektor sintilasi NaI(Tl) dibuat dari kristal tunggal natrium iodida
(NaI) yang sudah sedikit diberi pengotor Talium (Tl). Karena kristal
NaI bersifat higroskopis, maka kristal tersebut ditutup rapat-rapat dalam
wadah alumunium (Al) yang dilapisi cromium (Cr). Di antara kristal
NaI(Tl) dan dnding wadah Al dimasukan reflektor berupa serbuk
mangan oksida (MnO) atau Alumunium trioksida (Al2O3). Kristal
NaI(Tl) direkatkan pada sebuah tabung pelipat ganda elektron
menggunakan perekat bening yang terbuat dari silikon. Pada ujung
tabung pelipat ganda elektron terdapat elektroda peka cahaya yang
disebut fotokatoda.
2. Kristal ZnS(Ag): digunakan untuk mengukur radiasi alpha dan beta;
39
40
pelipat
ganda
elektron
yang
mempunyai
10
tingkat
pada layar penganalisis itu dapat ditampilkan spektrum radiasi gamma yang
ditangkap oleh detektor. Data tampilan spektrum gamma pada layar
penganalisis dapat dipakai untuk analisis spektrometri gamma baik secara
kuantitatif maupun kualitatif.
Detektor sintilasi NaI(Tl) memiliki efisiensi yang cukup baik untuk radiasi
gamma. Kerlipan cahaya yang dipancarkan dari bahan pemendar memiliki
panjang gelombang sekitar 4200 angstrom pada temperatur kamar dengan
waktu peluruhannya 0,25 detik. Waktu peluruhan ini merupakan waktu
yang diperlukan untuk memancarkan sekitar 63 % dari cahaya foton yang
disimpan oleh bahan detektor. Kadar Talium sebanyak 0,1 % akan
menghasilkan efisiensi detektor yang lebih besar dengan menurunnya
temperatur.
Karakteristik dari detektor NaI(Tl) ini, adalah:
a. Memiliki pancaran kerlipan cahaya yang tinggi dari energi radiasi yang
tersimpan dalam bahan detektor;
b. Memiliki nomor atom (Z) yang tinggi karena adanya atom Iodine (I):
c. Bahan pemendar padat dengan rapat jenis sebesar 3,57 gr/cm3 memiliki
kemungkinan interaksi per cm yang cukup tinggi,
Untuk pencacahan beta, dapat dengan cara melarutkan sampel pada bahan
sintilator toluenen,, hal ini dapat meningkatkan efisiensi pencacahan
sebesar 100 %.
42
BAB VI
DETEKTOR NEUTRON
A. Sistim Kerja
Neutron merupakan partikel yang tidak bermuatan listrik seperti elektron
dan proton. Karena tidak bermuatan, neutron tidak dapat menyebabkan
ionisasi secara langsung terhadap materi yang dikenai atau dilewatinya.
Namun demikian, apabila neutron berinteraksi dengan materi, neutron akan
menyebabkan ionisasi sekunder. Dengan melakukan deteksi/pengukuran
terhadap partikel/ion hasil dari proses ionisasi sekunder, inilah pengukuran
terhadap radiasi neutron dapat dilakukan.
Neutron cepat (fast neutron) dapat dideteksi melalui hasil interaksinya
dengan bahan-bahan yang banyak mengandung atom hidrogen. Jenis
interaksi antara neutron dengan inti atom hidrogen adalah tumbukan elastis.
Tumbukan elastis antara neutron dengan inti atom hidrogen akan
mengeluarkan partikel proton dari inti atom. Deteksi terhadap neutron
dilakukan dengan ionisasi yang dilakukan oleh proton yang keluar dari inti
atom hidrogen akibat tumbukan ini. Untuk deteksi neutron cepat sering
digunakan alat ukur proporsional dengan bahan isian yang memiliki kadar
atom hidrogen yang tinggi, seperti polietilin. Peralatan ini memiliki
kepekaan yang sangat rendah dan sulit untuk melakukan pengukuran di
bawah laju dosis radiasi 50 Sv/jam.
Interaksi nuklir yang sering terjadi, yang digunakan dalam deteksi neutron
adalah reaksi antara neutron dengan bahan boron-10 dan lithium-6. Boron10 memiliki penampang lintang tangkapan yang tinggi (4010 barn)
terhadap neutron termik. Interaksi antara neutron dengan kedua bahan ini
menghasilkan radiasi partikel alfa. Partikel alfa ini yang akan melakukan
ionisasi terhadap bahan detektor.
43
dari
bahan
cadmium
dapat
ditambahkan
untuk
lebih
44
dapat
diperoleh
dengan
menggunakan
bahan
seperti
45
butiran-butiran/gelembung.
Terdapat
audible
pop
yang
46
BAB VII
ALAT UKUR RADIASI PERORANGAN
A. Sifat alat ukur radiasi perorangan
Alat ukur atau lebih tepatnya dikatakan alat monitor radiasi perseorangan,
ada pula yang menyebutnya sebagai dosimeter perorangan harus bersifat
ringan dan mudah untuk dibawa kemana-mana. Selain itu pula, harus
terbuat dari bahan yang cukup kuat agar dapat menahan penggunaan seharihari, harus dapat mendeteksi dan mencatat dosis radiasi yang kecil maupun
yang
besar,
secara
konsisten
dan
tepat.
Pengaruh-pengaruh
sebelum
digunakan,
dosimeter
ini
diberi
muatan
Keuntungan dosimeter saku ini adalah dapat dibaca secara langsung dan
tidak membutuhkan peralatan tambahan untuk pembacaannya. Peralatan
lain yang dibutuhkan adalah charger untuk me-reset skala jarum quartz.
Kelemahannya, dosimeter ini tidak menyimpan informasi dosis yang
telah mengenainya dalam waktu yang lama (sifat akumulasi kurang
baik). Hal ini disebabkab oleh adanya kebocoran elektrostatik pada
detektor. Jadi, meskipun tidak sedang dikenai radiasi, nilai yang
ditunjukan jarum akan berubah. Untuk menghindari kebocoran yang
seperti ini, diperlukan adanya sistem isolasi yang bagus pada
elektrodanya. Laju kebocoran dosimeter yang normal untuk dosimeter
saku yang baik harus kurang dari 3 % dalam periode 48 jam. Dosimeter
yang kebocorannya lebih dari 5 % pembacaan skala penuh per hari tidak
boleh digunakan. Selain itu, dosimeter ini kurang teliti dan memiliki
rentang
energi
pengukuran
tertentu
yang
relatif
lebih
sempit
dengan
komponen
elektronika
sehingga
skala
tersedia
dengan
jangkauan
kepekaan
skala
penuh
51
Keterangan:
1:Tanpa filter;2:Plastik 0,5
mm3:Plastik 1,5 mm4:
Plastik 3,0 mm5:Alumunium 0,6
mm6:Tembaga 0,3 mm7:
Sn 0,8 mm + Pb 0,4 mm8:Cd 0,8
mm + Pb 0,4 mm
52
yang energi maksimumnya 400 keV, dengan dosis radiasi antara 50 mrad
sampai dengan 1000 rad, radiasi neutron thermal dari 5 mrad sampai
dengan 500 rad dan neutron cepat dengan dosis radiasi 4 mrad sampai
dengan 10 rad.
Netron cepat yang energinya di atas 0,5 MeV dapat dimonitor dengan
film penjejak nuklir seperti Eastman Kodak NTA yang ditambahkan
pada film badge. Radiasi neutron pada film badge menyebabkan adanya
proton rekoil (proton yang terpental) yang disebabkan oleh tumbukan
elastis inti atom hidrogen dalam pembungkus kertas, emulsi, dan film.
3. Dosimeter Termoluminensi (TLD)
Dosimeter ini sangat menyerupai dosimeter film badge, hanya detektor
yang digunakan adalah kristal anorganik thermoluminensi, misalnya
bahan LiF. Proses yang terjadi pada detektor ini apabila dikenai radiasi
sama halnya dengan proses detektor sintilasi. Perbedaannya adalah
bahwa cahaya tampak baru akan dipancarkan, setelah kristal dipanaskan.
Proses ini disebut proses termoluminensi. Senyawa lain yang sering
digunakan untuk TLD adalah CaSO4, CaF2 yang mengandung bahan
pengotor Mn.
Sebagaimana diketahui bahwa beberapa bahan memiliki kemampuan
untuk menyimpan energi radiasi pengion yang diterimanya. Jika bahan
tersebut mendapat rangsangan berupa energi panas yang cukup maka
akan dipancarkan cahaya tampak dengan intensitas sebanding dengan
energi total yang diserap oleh bahan tersebut. Materi-materi yang
memiliki sifat tersebut disebut fosfor. Selain bahan-bahan yang telah
disebutkan di atas, bahan-bahan lain yang termasuk bahan fosfor, antara
lain: NaCl, LiB4O7.
Zat padat dengan struktur kristal memiliki berbagai macam kerusakan
kisi-kisi kristal di dalamnya. Beberapa kerusakan kisi-kisi itu disebabkan
antara lain oleh hilangnya atom-atom atau ion-ion dari bahan, struktur
54
tabung
pengganda
elektron.
Elektron-elektron
itu
dapat
menghasilkan pulsa listrik yang akan diproses lebih lanjut oleh sistem
rangkaian alat pencacah sehingga diperoleh data hasil cacahan radiasi
dari TLD.
Panas yang diberikan sama dengan energi yang diperlukan untuk
menjebak elektron-elektron dalam pita konduksi. Pada umumnya,
banyaknya puncak cahaya dalam hasil pembacaan menunjukan tempattempat yang berbeda , sesuai dengan tingkat energinya dalam pita
konduksi yang menangkap elektron. Jumlah total cahaya itu merupakan
total energi yang dilepaskan oleh seluruh elektron untuk kembali pada
pita valensinya, yang sebanding energi radiasi yang masuk ke dalam
detektor. Sedangkan intensitas cahaya sebanding dengan dosis
radiasinya.
Dosis radiasi dapat ditentukan dengan menghitung jumlah foton cahaya
yang dipancarkan. Secara praktek, perhitungan dosis dapat dilakukan
oleh penentuan daerah spektrum foton cahaya yang dipancarkan oleh
bahan TLD.
Perubahan kelembaban, tekanan udara, dan temperatur normal tidak
mempengaruhi TLD. Berbeda dengan film pada film badge yang akan
berkabut bila dipakai lebih dari satu bulan.
Sebagaimana film badge, dosimeter ini digunakan selama jangka waktu
tertentu, misalnya satu bulan, baru kemudian diproses untuk mengetahui
jumlah dosis radiasi yang telah diterimanya. Pemrosesan dilakukan
dengan memanaskan kristal TLD sampai dengan temperatur tertentu,
56
58
BAB VIII
PEMANTAUAN LINGKUNGAN
A. Monitor Radiasi
Yang dimaksud dengan pemantauan radiasi pada dasarnya merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk mengukur besarnya radiasi di suatu daerah.
Pada kegiatan ini, biasanya digunakan peralatan surveimeter.
Terdapat dua alasan untuk melakukan pemantauan radiasi, yaitu:
1. Perubahan radiasi dapat menjadi sebuah indikasi terjadinya perubahan
pada plant system ;
2. Perubahan radiasi dapat menjadi sebuah indikasi untuk mengubah
prosedur kerja yang diperlukan.
Jenis detektor yang digunakan pada surveimeter tergantung kepada tujuan
penggunaannya. Untuk mengukur laju dosis yang rendah, diperlukan alat
ukur radiasi yang sangat sensitif, seperti detektor Geiger-Muller atau
detektor sintilasi NaI(Tl). Untuk mengukur laju dosis yang tinggi, pada
umumnya digunakan detektor isian gas.
Beberapa detektor memiliki jendela detektor yang dapat ditutup dan
dibuka. Jika jendela detektor ditutup, maka hanya radiasi gamma saja yang
dapat diukur, sementara jika jendela detektor dibuka, maka radiasi beta
yang dapat diukur. Dengan cara ini, detektor dapat digunakan di daerah
yang radiasinya campuran.
Surveimeter berbeda dengan detektor-detektor atau alat ukur radiasi yang
digunakan untuk mengukur radiasi perorangan. Surveimeter harus mampu
menampilkan/menunjukan hasil pengukurannya secara langsung. Metode
peengukuran pada surveimeter dengan menerapkan mode arus.
59
60
B. Monitor kontaminasi
Masalah kontaminasi merupakan satu masalah yang sangat penting,
terlebih lagi apabila kontaminasi tersebut terjadi pada tubuh manusia.
Kontaminasi dapat dengan mudah terjadi, apabila seorang pekerja radiasi
bekerja dengan sumber radiasi yang terbuka, sebagai contoh: sumber
radiasi yang berbentuk cair atau gas.
Pada umumnya, radiasi yang dipancarkan oleh kontaminan kecil, sehingga
diperlukan monitor kontaminasi yang sangat sensitif dan memiliki efisiensi
pengukuran yang tinggi. Selain itu detektor yang digunakan harus memiliki
jendela yang luas, karena kontaminasi dapat terjadi tidak hanya pada
tempat dengan luas yang kecil, tapi dapat terjadi pada daerah yang lebih
luas lagi.
Display pada monitor kontaminasi, pada umumnya berupa jumlah cacahan
(cpm/count per minute). Nilai ini harus dikonversikan menjadi besaran
radioaktivitas, dengan menggunakan efisiensi sistem detektor.
Terdapat beberapa jenis monitor kontaminasi, yaitu:
1. Surface monitor. Alat ini digunakan untuk mengukur kontaminasi di
seluruh permukaan daerah kerja, seperti: lantai, dinding, permukaan
meja atau kursi;
2. Hand and shoe monitor. Alat ini digunakan untuk mengukur radiasi
pada kaki dan tangan;
3. Whole Body Monitor. Alat ini digunakan untuk mengukur kontaminasi
di seluruh tubuh. Alat ini pada umumnya diletakan di pintu keluar
daerah yang memiliki tingkat radiasi yang tinggi.
61
BAB IX
SPEKTROSKOPI
A. Sistim Kerja
Sistem spektroskopi digunakan untuk perhitungan jumlah radiasi untuk
masing-masing tingkat atau rentang energi tertentu. Sistem spektrokopi
berbeda dengan sistem pencacahan integral maupun differensial. Hasil
pengukuran dengan menggunakan sistem spektrokopi berupa suatu
spektrum distribusi radiasi terhadap energinya.
Merupakan satu fenomena alam bahwa spektrum distribusi energi radiasi
untuk setiap nuklida bersifat spesifik, sehingga spektrum suatu nuklida
akan berbeda dengan spektrum nulida yang lain.
Apabila spektrum energi radiasi, dapat diketahui, maka unsur radioaktif
tersebut dapat dengan mudah ditentukan. Sistem spektroskopi ini
merupakan sistem pencacah radiasi yang paling banyak digunakan dalam
berbagai pengukuran, baik dalam bidang industri maupun penelitian,
karena sistem ini dapat melakukan pencacahan secara integral maupun
differensial, sekaligus menghasilkan spektrum distribusi energi radiasi.
Detektor yang digunakan dalam sistem spektroskopi harus memiliki
kemampuan untuk membedakan energi radiasi. Untuk tujuan spektroskopi
diperlukan pula peralatan penunjang seperti analog to digital converter
(ADC) dan Multi Channel Analyzer (MCA).
62
Detektor
Amplifier
MCA
ADC
HV
memilih
detektor
dengan
bahan
yang
memiliki
MeV yang dipancarkan oleh sumber radiasi Cs-137, dengan gain pada
amplifier bernilai 100 akan menghasilkan pulsa 1 volt. Pulsanya akan
muncul di kanal no 819. Jika spektrum dikehendaki untuk muncul di
tengah-tengah MCA, maka tinggi pulsa pulsa harus sekitar 5 volt dan gaim
pada amplifier harus dinaikkan menjadi 500.
64
Gambar IX.3. Spektroskopi gamma dari sumber Al-28 dengan energi 1779 keV
Untuk dapat mengidentifikasi besarnya energi dari suatu unsur harus dibuat
kurva kalibrasi terlebih dahulu. Kurva kalibrasi ini dibuat dengan mencacah
sumber radiasi standar (yang sudah diketahui energi radiasi, dan aktivitas
serta jenis nuklidanya) minimal sebanyak 3. Contoh: Sumber radiasi
standar Co-60 dan Cs-137. Kedua sumber standar tersebut dicacah dan
nomor kanal tempat adanya foto peak (full energy peak) harus dicatat.
Misal nomor kanal tersebut adalah x1 (E = 0,662 MeV dari Cs-137), x2,
dan x3 (masing-masing untuk E1 = 1,173 MeV dan E2 = 1,332 MeV dari
Co-60). Dari data-data ini, dapat dibentuk satu persamaan linear
matematika, dibuat dengan regresi linear yang menghubungkan antara
energi dan nomor kanal puncak energi. Contoh: E = a + b. x , E = energi
radiasi, a, b = konstanta, dan x = nomor kanal.
B. Resolusi
Resolusi
adalah
kemampuan
detektor/sistem
pencacahan
untuk
kuantitatif
adalah
analisa
dengan
menggunakan
sistem
65
BAB X
PEMILIHAN, UJI FUNGSI DAN KALIBRASI
A. Pemilihan Alat ukur radiasi
Pemilihan peralatan ukur radiasi tergantung pada beberapa faktor.
Beberapa persyaratan umum termasuk: portable (kemudahan untuk
dibawa), kemampuan mekanis, kemudahan penggunaan dan pembacaan,
kemudahan perawatan, serta kehandalannya. Di samping persyaratanpersyartan umum ini, alat ukur radiasi harus dikalibrasi juga, serta harus
memiliki karakteristik-karakteristik lain seperti:
1. Kemampuan untuk memberikan tanggapan (response) pada radiasi
yang sedang diukur. Hal ini dapat dijelaskan dengan sebuah contoh
praktis:
Sebuah
alat
ukur
radiasi
yang
digunakan
untuk
yang
mencukupi
dapat
membantu
pengguna
untuk
67
menelusuri kesesuaian antara hasil yang ditunjukan oleh alat ukur radiasi
tersebut dengan spesifikasi alat yang diterbitkan oleh pabrik pembuatnya.
Pada umumnya, pengujian-pengujian alat ukur radiasi untuk pertama
kalinya dilakukan oleh pihak pabrik pembuat sendiri atau laboratorium
pengujian yang terakreditasi untuk menilai kesesuaian dengan spesifikasi
disainnya sebelum alat ukur radiasi tersebut dikirimkan kepada pemakai.
Selanjutnya pengujian alat ukur radiasi dilakukan oleh pihak yang
berkompeten sebelum digunakan. Dalam masa penggunaan, pengujian alat
ukur radiasi harus dilakukan secara reguler dalam rentang waktu tertentu.
Tujuan pelaksanaan pengujian ini adalah untuk mendapatkan keyakinan
yang cukup bahwa alat ukur radiasi tersebut berfungsi sesuai dengan
spesifikasi teknisnya. Pengujian dalam masa penggunaan alat ukur radiasi
pada umumnya meliputi: uji linearitas, uji kinerja overload, uji respon
energi, dan lain-lain.
Salah satu cara untuk mengetahui apakah tanggapan suatu alat ukur radiasi
terhadap intensitas radiasi tertentu dapat disimpulkan baik adalah dengan
melakukan pengujian statistika yang dikenal sebagai Chi-square test4) yang
rumusannya dinyatakan sebagai berikut:
k
=
2
atau,
i =1
n ni
n
)2
( n ) 2
i
n
k
2
= i =1
n
k
2
i
69
Besarnya faktor kalibrasi yang masih dapat ditoleransi berkisar antara 0,8
sampai dengan 1,2.
Faktor kalibrasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
Fk =
Ds
Du
(Persamaan X.1.)
Fk adalah faktor kalibrasi, Ds adalah nilai dosis radiasi yang sebenarnya, dan
Du adalah nilai dosis radiasi yang ditunjukan oleh alat ukur radiasi.
Terdapat dua metode untuk melakukan kalibrasi yaitu menggunakan sumber
radiasi standar dan menggunakan alat ukur standar. Cara pertama, alat ukur
diletakan pada jarak tertentu, misalnya 1 m, dari sumber radiasi standar yang
telah diketahui jenis nuklida dan aktivitasnya. Dosis radiasi yang mengenai
alat ukur radiasi ditentukan berdasarkan perhitungan, ini merupakan nilai
yang sebenarnya, sementara nilai yang ditunjukan oleh alat ukur radiasi
merupakan hasil pengolahan yang dilakukan oleh alat ukur radiasi yang
bersangkutan.
Cara yang kedua adalah, alat ukur yang akan dikalibrasi dan alat ukur
standar diletakan pada jarak yang sama dari suatu sumber radiasi standar.
Nilai yang ditunjukan oleh alat ukur standar dianggap mewakili nilai yang
sebenarnya, sedangkan nilai yang ditunjukan oleh alat ukur yang akan
dikalibrasi dibandingkan dengan hasil pembacaan alat ukur radiasi standar
untuk memperoleh faktor kalibrasinya.
70
DAFTAR PUSTAKA
1. Tsoulfanidis, Nicholas, Measurement and Detection of Radiation,
Hemisphere Publishing Corporation, London, 1983;
2. Knoll, Glen F., Radiation Detection and Measurement, 2nd edition, John
Wiley and sons, Singapore, 1989;
3. Burnham, J.U., Radiation Protection, New Brunswick Power Corporation,
1992;
4. Lilley, J.S., Nuclear Physics Principles and Applications, John Willey and
Sons, Singapore, 2001;
5. Cember, Herman, Introduction to Health Physics, edisi bahasa indonesia,
Pergamon Press, Sydney, 1983;
6. Ridwan, Mohammad, Prayoto dkk., Pengantar Ilmu Pengetahuan
Teknologi Nuklir, Badan Tenaga Atom Nasional, Jakarta, 1978;
7. Edwards, Cris, M.A. Statkiewicz S., E. Russel Ritenour, Radiation
Protection for Dental Radiographers, edisi bahasa indonesia, Widya
Medika, 1990.
71