Anda di halaman 1dari 9

EFEKTIFITAS ALAT MONITORING GLUKOSA KONTINU

(Continuous Glucose Monitor/CGM)


UNTUK MENCEGAH HIPOGLIKEMI PADA PASIEN DIABETES
MELITUS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

Oleh :
Nama : Sadar Prihandana
NPM : 1006748873

PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN (KMB)


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2011

EFEKTIFITAS ALAT MONITORING GLUKOSA KONTINU (Continuous


Glucose Monitor/CGM) UNTUK MENCEGAH HIPOGLIKEMI PADA
PASIEN DIABETES MELITUS
Oleh :
Sadar Prihandana
(Mahasiswa Magister Kep. Medikal Bedah FIK Universitas Indonesia)
Abstrak
Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis dimana terjadi gangguan metabolik
seumur hidup yang ditandai oleh meningkatnya kadar glukosa darah karena
jumlah insulin yang tidak adekuat. Penderita DM semakin tinggi prevalensi dan
banyak yang merupakan usia produktif. Manajemen terapi DM yang tepat akan
dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta meningkatkan kualitas
hidup penderita DM. Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah pasien dapat
mengontrol kadar glukosa darah mereka dalam kondisi yang stabil.
Seiring dengan perkembangan tekhnologi, maka dikembangkan pula alat
monitoring glukosa darah secara kontinu (Continuous Glucose Monitor/CGM),
Dengan adanya CGM tersebut, secara signifikan menurunkan risiko hipoglikemia
pada pasien terutama pada episode hipoglikemi di malam hari, sehingga akan
meningkatkan glukosa level dan menurunkan HbA1C secara konstan. Dengan
demikian kualitas hidup pasien pun akan meningkat.
Perawat, berperan dalam mengidentifikasi pasien DM yang memerlukan alat
tersebut, mengajarkan serta memberikan dukungan supaya motivasi pasien dalam
mengontrol kadar glukosa darah meningkat.
Kata kunci : Kontrol gula darah, Kontrol Hipoglikemia, CGM, Diabetes Mellitus,
Kadar Glukosa Darah

I.

Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan keadaan dimana berkurangnya sekresi
insulin oleh sel-sel beta Langerhans, sehingga kadar glukosa darah meningkat
(Guyton & Hall, 2001). Di Indonesia, penderita DM semakin tahun semakin
meningkat. Secara epidemiologi diperkirakan bahwa prevalensi penderita DM
tahun 2030 di Indonesia mencapai 21,3 juta orang, dan hasil dari Riskesdas
tahun 2007 menunjukkan bahwa penyebab kematian akibat DM di daerah
perkotaan menduduki peringkat ke-2 (14,7%) dan di pedesaan menduduki
peringkat ke-6 (5,8%) (Depkes RI, 2009).
Penderita DM banyak yang berada di usia produktif, hal tersebut berarti
membutuhkan manajemen pengendalian diabetes seumur hidup, dan salah
satunya adalah mengontrol kadar glukosa darah. Tidak mungkin bila pasien
setiap minggu datang ke layanan kesehatan untuk mengecek kadar glukosa
darah, sehingga tanggung jawab penderita terhadap dirinya pun semakin berat
untuk dapat mengecek kadar glukosa darah secara mandiri (Meetoo, 2011)
Alat yang sekarang tersedia untuk melakukan monitor kadar glukosa darah pun
sederhana dan dapat dilakukan oleh orang biasa, dengan menusukkan jarum ke
jari dan kemudian diperiksa, paling sedikit satu hari 2 kali. Sekarang ini
terdapat alat yang mampu mengukur kadar glukosa pasien secara terus menerus
dan hanya satu kali ditusukkan di bawah kulit, lebih sedikit nyeri dibandingkan
alat sebelumnya.
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang alat monitor kadar
glukosa darah secara kontinu, keuntungan penggunaan serta mendiskusikan
peran perawat dalam melakukan edukasi kepada pasien terkait penggunaan dan
hasil dari alat tersebut.

II. Cara kerja alat


Alat monitor glukosa kontinu (Continuous Glucose Monitor/CGM) merupakan
alat yang telah direkomendaskan oleh FDA, dimana alat tersebut mencatat
kadar glukosa darah sepanjang hari, baik siang maupun malam hari.
Terdapat dua tipe CGM, yaitu tipe pertama adalah Continuous blood glucose
monitor dan tipe kedua adalah Continuous subcutaneous glucose monitor. Tipe
pertama digunakan untuk monitoring glukosa darah pada pasien penyakit kritis.

Beberapa alat tipe kedua yang direkomendasikan antara lain MiniMed


Medtronic, DexCom, dan Navigator. Alat tersebut dapat mengukur hingga nilai
288 mg/dL dan mengukur rata-rata glukosa darah selama 3 hari, dimana pasien
yang menggunakan alat tersebut masih bisa bekerja dan melakukan aktivitas
harian di rumah.

Gambar I
CGM dengan sensor di subkutan perut

Gambar 2
CGM dengan sensor dan monitor

Cara kerja CGM adalah pertama CGM mempunyai sadapan kecil yang disebut
sensor dan sensor tersebut dimasukkan tepat di bawah kulit perut.
Pemasangan sensor tersebut cepat dan tidak menimbulkan nyeri. Kemudian
dipasang plester untuk menahan sensor tersebut. Sensor akan mengukur kadar
glukosa jaringan setiap 10 detik dan akan mengirimkan data tersebut melalui
wirelles ke alat penerima mirip telepon seluler yang disebut monitor.

Monitor tersebut melekat pada ikat pinggang pasien dan mudah dibawa
kemanapun. Alat tersebut akan mencatat nilai glukosa harian rata-rata selama 5
menit hingga 72 jam.
Kalibrasi sensor biasanya digunakan stik glukosa diambil pada waktu yang
berbeda. Pada saat sensor dipakai, biasanya pasien akan mencatat dalam buku
harian jam berapa insulin dimasukkan, kapan berolahraga, jam berapa pasien
makan. Setelah itu dimasukan ke monitor untuk menandai aktivitas tersebut.
Setelah 3 hari, sensor diambil, kemudian hasilnya diupload ke komputer yang
akan dijadikan data dasar oleh tim kesehatan untuk mengambil keputusan
terkait rencana manajemen diabetes. Informasi tersebut disajikan dalam bentuk
grafik/diagram yang dapat menggambarkan pola fluktuasi glukosa.
Penggunaan CGM tidak dimaksudkan untuk penggunaan pemantauan jangka
panjang dan bukan sebagai pengganti monitor glukosa darah standar (vena
pungsi). Penggunaan CGM dimaksudkan untuk menilai trend kadar glukosa
darah dan dapat membantu tim kesehatan untuk membuat perencanaan yang
tepat untuk pasien. Tren tersebut tidak dapat dilihat oleh test HbA1c dan
dengan pengukuran stik glukosa. Keunggulan lain CGM adalah dapat
mendeteksi episode hipoglikemia yang terjadi pada malam hari, dapat
mengevaluasi diet serta aktivitas pasien yang dapat mempengaruhi kadar
glukosa darah dalam kurun waktu 72 jam.
III. Keefektifan CGM
Di beberapa negara, telah banyak dilakukan penelitian terkait dengan
efektivitas penggunaan CGM. Penelitian yang dilakukan oleh Cemeroglu dkk
(2010) tentang manfaat yang diperoleh dari penggunaan CGM pada pasien
pediatrik dengan DM tipe I, didapatkan hasil bahwa manfaat yang paling
dirasakan adalah dapat mencegah hipoglikemia (88%), diikuti dengan
penurunan hipoglikemia terkait kecemasan (83%), kemudahan dalam
pengelolaan diabetes (85%), peningkatan kemampuan mengontrol DM (80%),
peningkatan kualitas hidup (78%), serta kemudahan dalam perawatan diabetes
(78%).
Pasien anak dengan DM tipe I, kadar glukosa darah masih belum dapat
diprediksikan, dan hipoglikemia belum terlacak. Dengan adanya CGM

tersebut, dapat memperlihatkan trend glukosa darah sehingga dosis insulin


dapat ditentukan. Pasien juga mengungkapkan dengan adanya alat tersebut,
dapat mengenal episode hipoglikemik, posprandial hiperglikemik dan
menyatakan bahwa motivasi mereka meningkat dalam mengontrol glukosa
darah.
Selain itu ditemukan manfaat lain dari CGM, adalah dengan penggunaan
CGM, menunjukkan penurunan HbA1C, dari rata-rata sebelum adalah 8.8
0,2% menjadi 8,3 0,2%.
HbA1C merupakan indikator dari terkontrolnya kadaar glukosa darah. Bila
kadar HbA1C naik, maka kadar glukosa darah tidak terkontrol/tinggi. Kadar
HbA1C mencerminkan rata-rata kadar glukosa darah dalam waktu 2-3 bulan
sebelum pemeriksaan. Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan
United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) mengungkapkan bahwa
setiap penurunan sebesar 1% akan mengurangi risiko kematian akibat diabetes
sebesar 21%, jantung 14%, komplikasi mikrovaskuler 37% dan penyakit
vaskuler perifer 43% (UKPDS 35. BMJ, 2000)
Ibarra, dkk (2005), dalam jurnalnya menjelaskan bahwa penggunaan CGM
dapat menurunkan rata-rata glukosa kapiler dan bila bertahan dalam waktu
lama maka akan didapatkan penurunan HbA1C dari 7,2%-6,9%. Fakta tersebut
memperlihatkan bahwa pasien mempunyai kemampuan untuk memodifikasi
aktivitas rutin mereka dalam rangka meningkatkan level glikemik.
Setiap pasien memiliki keunikan tersendiri (jadwal aktivitas, kebiasaan,
pengobatan dan makan), karena itu pengelolaan diabetes tidak akan sama.
Dengan adanya CGM maka akan ditemukan keunikan pada individu tersebut
sehingga didapatkan pengelolaan yang tepat.
Selain digunakan mandiri oleh pasien di rumah, CGM juga dapat sebagai alat
monitoring di ruang rawat inap. Hiperglikemia sering terjadi pada pasien kritis,
berkaitan erat dengan peningkatan risiko infeksi serta penyembuhan luka yang
lambat. Kontrol glukosa darah dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas
pasien kritis. Glukosa darah dapat meningkat sampai 180 mg/dl pada 45%
pasien di ICU. Protokol pemberian infus dengan insulin digunakan untuk
memonitoring perkembangan ke arah normoglikemia. CGM akan menjadi

bermanfaat untuk pemantauan kadar glukosa darah pasien di ICU (Yamashita


dkk, 2009).
Yamashita, dkk (2009), menjelaskan bahwa CGM dengan tipe STG-22 ternyata
dapat digunakan pada pasien-pasien post-operasi di ICU selama 16 hari untuk
mengontrol kadar glukosa darah pasien sehingga komplikasi hipoglikemia
dapat dihindarkan.
Dalam catatan Dr. Ritholz, dalam studinya menunjukkan bahwa pasien dengan
diabetes tipe I, dengan menggunakan CGM mempunyai ketakutan yang lebih
sedikit untuk terkena hipoglikemia dan menghasilkan penurunan insidensi
hipoglikemi serta peningkatan kepekaan dan kemampuan pasien untuk kualitas
hidup pasien yang lebih baik.
Harga dari CGM sendiri termasuk mahal, alat utamanya berkisar 900-100$,
dan sensornya berkisa 35$ untuk 3-5 hari. Meskipun mahal, Huang, dkk (2010)
dalam studi kohortnya, membuktikan bahwa penggunaan CGM efektif untuk
pasien dengan diabetes tipe I.
IV. Implikasi keperawatan
1. Penggunaan CGM merupakan alat yang berguna dan efektif untuk
memandirikan pasien dalam pengelolaan DM. Setelah periode monitoring,
akan menurunkan glukosa rata-rata sebesar 12 mg/dL, yang berarti
menurunkan level HbA1c sebesar 0,3% dan penurunan sebelum sarapan
sebesar 20 mg/dL
2. Penggunaan CGM kepada pasien akan meningkatkan motivasi pasien
dalam pengelolaan DM, pasien semakin terbuka dalam mendiskusikan
fluktuasi kadar glukosa dalam beberapa situasi
3. Perawat mempunyai peran utama dalam edukasi kepada pasien DM tentang
tujuan pemeriksaan glukosa darah dan tekhnik yang efektif dalam
penggunaan glukometer. Perawat mengkaji kemauan

dan kemampuan

pasien dalam melakukan pemeriksaan glukosa darah, edukasi tentang


frekwensi monitoring dan pentingnya dalam monitoring efek akifitas dan
intake

makanan,

manajemen

penyakit,

indentifikasi

hipoglikemia,

penentuan dosis insulin yang tepat dan apa yang harus dilakukan bila tidak
memenuhi target.
V. Kesimpulan dan rekomendasi
Perkembangan tekhnologi bidang kesehatan semakin memudahkan pasienpasien kronis dalam pengelolaan penyakitnya. Dengan adanya CGM tersbut,
pasien sangat terbantu dalam pengelolaan DM dan bahkan semakin
meningkatkan motivasi dan memperbaiki kualitas hidup pasien. Selain itu
CGM juga menurunkan risiko hipoglikemia pada pasien dengan terapi insulin.
Perawat, harus mampu mengikuti perkembangan tekhnologi tersebut, sehingga
mampu memberikan pelayanan keperawatan yang paling baik kepada pasien,
mampu memberikan penggunaan tekhnologi yang efektif dan efisien bagi
pasien.

Guyton, Arthur. C., & Hall. John., E. (2001). Human Physiology and Deseases
Mechanism, (3th Ed). Terjemahan oleh Petrus Adrianto, 2001). Jakarta. Penerbit
EGC.
Lemon, P, & Burke, K (2002). Medical Surgical Nursing : Critical thinking in client
care. (2th Ed). Prenince Hall. New Jersey
Price, S., & Wilson, L., M. (2002). Pathophysiology. Clinical Concepts of Disease
Processes. St Louis: Mosby Year Book. Inc.
Seibel, J. (2010). Continous blood glucose monitoring. Diunduh tanggal 1 November
2011 dari http://diabetes.webmd.com/continuous-glucose-monitoring
Huang, E.S, O'Grady, M, Basu, A, Winn, A, John, P, Lee, J, Meltzer,D, Kollman, C
Laffel, L, Tamborlane W, Weinzimer, S, Wysocki, T, (2010). The CostEffectiveness of Continuous Glucose Monitoring in Type 1 Diabetes. Diunduh
tanggal 1 November 2011
dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2875436/?tool=pubmed
Lehwalt, D. (2011). Effective blood glucose management patient with diabetes recovering
from TB. Diunduh tanggal 1 November 2011.

Dari http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/
Hassal, S, Williams, C.B, (2010). Blood glucose monitoring in critically ill patient..
Diunduh tanggal 1 November 2011.
Dari http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/

Ostereil, N. (2010). Patient succes with continuous glucose monitor requires


knowledge and support. Diunduh tanggal 1 November 2011
http://www.medscape.com/viewarticle/724553
Yamashita, K, Okabayasi T, Yokoyama, T, Yatabe, T, Maeda H, Manabe M,
Hanazaki, K (2009). Accuracy and reliability of continuous blood
glucose monitoring in post surgical patients . Diunduh tanggal 1
November 2011. Dari http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/
Ibarra, L.Z, Gaspar, R. Obesso, A. Herranz, L. (2005). Continuous glucose
monitoring system: an attractive support tool in diabetes education.
Diunduh tanggal 1 November 2011
Dari http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/
Meetoo, D, McAllister, G, West, A. (2011). Assessing glycaemic control: self monitoring
of blood glucose. Diunduh tanggal 1 November 2011.
Dari http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/
Cemeroglu AP, Stone R, Kleis L, RacineMS, Postellon DC, Wood MA. (2010). Use of a
real-time continuous glucose monitoring system in children and young adults on
insulin pump therapy: patients and caregivers perception of benefit. Diunduh
tanggal 1 November 2011.
Dari http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/

Anda mungkin juga menyukai