Anda di halaman 1dari 19

PENGARUH TERAPI BERMAIN PADA ANAK DENGAN

HOSPITALISASI
I.

BERMAIN
A.

PENGERTIAN
Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional,
dan sosial dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena
dengan bermain, anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar
menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat
dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta suara (Wong, 2000)
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa
mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan
informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak
(Anggani Sudono, 2000)
Bermain

adalah

kegiatan

yang

dilakukan

berulang-ulang

demi

kesenangan, tanpa ada tujuan atau sasaran yang hendak dicapai (Suhendi
et al, 2001)
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk
memperoleh kesenangan/kepuasan.(Supartini, 2004)
Terapi bermain adalah pemanfaatan permaianan sebagai media yang
efektif oleh terapis, untuk membantu klien mencegah atau menyelesaikan
kesulitan-kesulitan psikososial dan mencapai pertumbuhan dan perkembangan
yang optimal, melalui kebebasan eksplorasi dan ekspresi diri.
B. FUNGSI BERMAIN
Perkembangan Sensoris Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik
merupakan komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif
sangat penting untuk perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat permainan
yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan kemampuan sensoris-

motorik dan alat permainan untuk anak usia toddler dan prasekolah yang
banyak membantu perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun
halus.
Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi
terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama
mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada
saat bermain pula anak akan melatih diri untuk memecahkan masalah.
Pada saat anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya terlepas dan
anak dapat memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan
masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai
kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya
semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi seperti
ini akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
Perkembangan Social
Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi
dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar
memberi dan menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak
untuk mengembangkan hubungan social dan belajar memecahkan masalah
dari hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak
belajar berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan
belajar tentang nilai social yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi
terutama pada anak usia sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak
usia toddler dan prasekolah adalah tahapan awal bagi anak untuk
meluaskan aktivitas sosialnya dilingkungan keluarga.
4. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan
mewujudkannya

kedalam

bentuk

objek

dan/atau

kegiatan

yang

dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba


untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar dan

memasang satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk


semakin berkembang.
5. Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam
mengatur mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal
kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan menguji
kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui
dampak tingkah lakunya terhadap orang lain. Misalnya, jika anak
mengambil mainan temannya sehingga temannya menangis, anak akan
belajar mengembangkan diri bahwa perilakunya menyakiti teman. Dalam
hal ini penting peran orang tua untuk menanamkan nilai moral dan etika,
terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk memahami dampak
positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang lain
6. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya,
terutama dari orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain,
anak akan mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut
sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri
dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya. Melalui
kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar
membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta belajar
bertanggung-jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya.
Misalnya, merebut mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik
dan membereskan alat permainan sesudah bermain adalah membelajarkan
anak untuk bertanggung-jawab terhadap tindakan serta barang yang
dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan kognitifnya, bagi anak usia
toddler dan prasekolah, permainan adalah media yang efektif untuk
mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan memberikan nasihat.
Oleh karena itu, penting peran orang tua untuk mengawasi anak saat anak
melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan nilai moral, seperti
baik/buruk atau benar/salah.

7. Bermain Sebagai Terapi


Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai
perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas,
sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi
yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada
dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak
akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan
melakukan permainan anak akan depat mengalihkan rasa sakitnya pada
permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan
permainan.
C. KLASIFIKASI BERMAIN
Berdasarkan kelompok usia, ada lima jenis permainan, yaitu :
a. Anak usia bayi
Permainan untuk anak usia bayi dibagi menjadi bayi usia 0 3 bulan, usia
4 6 bulan, dan usia 7 9 bulan.
Bayi usia 0 3 bulan
Seperti yang telah disinggung diatas bahwa karakteristik khas
permainan bagi usia bayi adalah adanya interaksi social yang
menyenangkan antara bayi dan orang tua dan/atau orang dewasa
sekitarnya. Selain itu, perasaan senang juga menjadi cirri khas dari
permainan untuk bayi di usia ini.
Alat permainan yang biasa digunakan, misalnya mainan
gantungan yang berwarna terang dengan bunyi musik yang
menarik. Dari permainan tersebut, secara visual bayi diberi objek
yang berwarna terang dengan tujuan menstimuli penglihatannya.
Oleh karena itu bayi harus ditidurkan atau diletakkan pada posisi
yang

memungkinkan

agar

dapat

memandang

bebas

ke

sekelilingnya. Secara auditori ajak bayi berbicara, beri kesempatan


untuk mendengar pembicaraan, musik dan nyanyian yang
menyenangkan.

Bayi usia 4 6 bulan


Untuk menstimuli penglihatan, dapat dilakukan permainan seperti
mengajak bayi menonton TV, memberi mainan yang mudah
dipegangnya dan berwarna terang, serta dapat pula dengan cara
memberi

cermin

dan

meletakkan

bayi

didepannya

sehingga

memungkinkan bayi dapat melihat bayangan di cermin.


Untuk stimulasi pendengaran, dapat dilakukan dengan cara selalu
membiasakan

memanggil

namanya,

mengulangi

suara

yang

dikeluarkannya, dan sering berbicara dengan bayi, serta meletakkan


mainan yang berbunyi di dekat telinganya.
Untuk stimulasi taktil, berikan mainan yang dapat digenggamnya,
lembut dan lentur atau pada saat memandikan, biarkan bayi bermain
air di dalam bak mandi.
Bayi usia 7 9 bulan
Untuk stimulasi penglihatan, dapat dilakukan dengan memberikan
mainan yang berwarna terang, atau berikan kepadanya kertas dan alat
tulis, biarkan ia mencoret-coret sesuai keinginannya.
Stimulasi pendengaran, dapat dilakukan dengan memberi bayi boneka
yang berbunyi, mainan yang bias dipegang dan berbunyi jika
digerakkan. Untuk itu alat permainan yang dapat diberikan pada bayi,
misalnya buku dengan warna yang terang an mencolok, gelas dan
sendok yang tidak pecah, bola yang besar, berbagai boneka, dan/atau
mainan yang dapat didorong.
b. Anak usia toddler (>1 tahun sampai 3 tahun)
Anak usia toddler menunjukkan karakteristikyang khas, yaitu
banyak bergerak, tidak bias diam dan mulai mengembangkan otonomi dan
kemampuannya untuk mandiri. Oleh karena itu, dalam melakukan
permainan, anak lebih bebas, spontan, dan menunjukkan otonomi baik
dalam memilih mainan maupun dalam aktivitas bermainnya. Anak
mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Oleh karena itu seringkali
5

mainannya dibongkar-pasang, bahkan dirusaknya. Untuk itu harus


diperhatikan keamanan dan keselamatan anak dengan cara tidak
memberikan alat permainan yang tajam dan menimbulkan perlukaan.
Jenis alat permainan yang tepat diberikan adalah boneka, pasir,
tanah liat dan lilin warna-warni yang dapat dibentuk benda macammacam
c. Anak usia prasekolah (>3 tahun sampai 6 tahun)
Sejalan dengan pertumbuhan dan oerkembangannya, anak usia
prasekolah mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih
matang dari pada anak usia toddler. Anak sudah lebih aktif, kreatif dan
imajinatif. Demikian juga kemampuan berbicara dan berhubungan social
dengan temannya semakin meningkat.
Untuk itu, jenis alat permainan yang tepat diberikan pada anak
misalnya, sepeda, mobil-mobilan, alat olah raga, berenang dan
permainan balok-balok besar
d. Anak usia sekolah (> 6 tahun sampai 12 tahun)
Kemampuan sosial anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka
lebih mampu bekerja sama dengan teman sepermainannya. Seringkali
pergaulan dengan teman menjadi tempat belajar mengenal norma baik atau
buruk. Dengan demikian, permainan pada anak usia sekolah tidak hanya
bermanfaat untuk meningkatkan ketrampilan fisik atau intelektualnya,
tetapi juga dapat mengembangkan sensitivitasnya untuk terlibat dalam
kelompok dan bekerja sama dengan sesamanya. Mereka belajar norma
kelompok sehingga dapat diterima dalam kelompoknya. Sisi lain manfaat
bermain bagi anak usia sekolah adalah mengembangkan kemampuannya
untuk bersaing secara sehat. Bagaimana anak dapat menerima kelebihan
orang lain melalui permainan yang ditunjukkannya.
Karakteristik permainan untuk anak usia sekolah dibedakan
menurut jenis kelaminnya. Anak laki-laki lebih tepat jika diberikan
mainan

jenis

mekanik

yang

akan

menstimulasi

kemampuan

kreativitasnya dalam berkreasi sebagai seorang laki-laki, misalnya

mobil-mobilan. Anak perempuan lebih tepat diberikan permainan yang


dapat menstimulasinya untuk mengembangkan perasaan, pemikiran
dan sikapnya dalam menjalankan peran sebagai seorang perempuan,
misalnya alat untuk memasak dan boneka.
e. Anak usia remaja (13 tahun sampai 18 tahun)
Merujuk pada proses tumbuh-kembang anak remaja, dimana anak
remaja berada dalam suatu fase peralihan, yaitu disatu sisi akan
meninggalkan masa kanak-kanak dan disisi lain masuk pada usia dewasa
dan bertindak sebagai individu. Oleh karena itu, dikatakan bahwa anak
remaja akan mengalami krisis identitas dan apabila tidak sukses
melewatinya, anak akan mencari kompensasinya pada hal yang berbahaya,
seperti obat-obatan terlarang dsb. Melihat karakteristik anak remaja perlu
mengisi kegiatan yang konstruktif, misalnya dengan melakukan permainan
berbagai macam olah raga, mendengarkan dan/atau bermain musik serta
melakukan kegiatan organisasi remaja yang positif, seperti kelompok
basket, sepak bola, karang taruna dll. Prinsip kegiatan bermainbagi anak
remaja tidak hanya sekedar mencari kesenangan dan meningkatkan
perkembangan fisio-emosional, tetapi juga lebih juga ke arah menyalurkan
minat, bakat dan aspirasi serta membantu remaja untuk menemukan
identitas pribadinya. Untuk itu alat permainan yang tepat bisa berupa
berbagai macam alat olah raga, alat musik dan alat gambar atau lukis.
II.

HOSPITALISASI
A. PENGERTIAN
Suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana mengharuskan
anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai
pemulangan kembali kerumah.
Selama proses tersebut bukan saja anak tetapi orang tua juga mengalami
kebiasaan yang asing,lingkunganya yang asing,orang tua yang kurang mendapat
dukungan emosi akan menunjukkan rasa cemas. Rasa cemas pada orang tua

akan membuat stress anak meningkat. Dengan demikian asuhan keperawatan


tidak hanya terfokus pada anak tetapi juga pada orang tuanya.
B. REAKSI ANAK TERHADAP HOSPITALISASI
1. Masa bayi(0-1 tahun)
Dampak perpisahan.
Pembentukan rasa P.D dan kasih sayang
Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas
Menangis keras
Pergerakan tubuh yang banyak
Ekspresi wajah yang tak menyenangkan
2. Masa todler (2-3 tahun)
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan .Disini respon perilaku anak
dengan tahapnya.
a. Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain.
b. Putus asa menangis berkurang, anak tak aktif, kurang menunjukkan
minat bermain, sedih, apatis
c. Pengingkaran / denial.
3

Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun )


a. Menolak makan
b. Sering bertanya
c. Menangis perlahan
d. Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
e. Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman. Sehingga ada
perasaan malu, takut sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah,
berontak,tidak mau bekerja sama dengan perawat.

4. Masa sekolah 6 sampai 12 tahun


Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang
dicintai, keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan.
Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dalam keluarga,

kehilangan

kelompok

sosial,perasaan

takut

mati,kelemahan

fisik

Reaksi nyeri bisa digambarkan dgn verbal dan non verbal


5. Masa remaja (12 sampai 18 tahun ).
a

Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya.

Saat masuk rumah sakit cemas karena perpisahan tersebut.

Pembatasan aktifitas kehilangan kontrol.

Reaksi yang muncul :


Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
Tidak kooperatif dengan petugas
Perasaan

sakit

akibat

perlukaan

menimbulkan

respon

- bertanya-tanya
- menarik diri
- menolak kehadiran orang lain
III. PRINSIP PERMAINAN PADA ANAK DI RUMAH SAKIT
1. Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang dijalankan
pada anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan yang dapat
dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak bermain dengan
kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruangan rawat.
2. Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana
3. Permainan harus mempertimbangkan keamanan anak
4. Permainan harus melibatkan kelompok umur yang sama
5. Melibatkan orang tua
IV. KEUNTUNGAN BERMAIN ANAK DI RUMAH SAKIT
1. Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat
2. Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri.
Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada
anak

3. Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang pada
anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran
cemas, takut, sedih tegang dan nyeri
4. Permainan yang terapeutuk akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk
mempunyai tingkah laku yang positif.
V.

TUJUAN TERAPI BERMAIN


Kebutuhan bermain mengacu pada tahapan tumbuh kembang anak,
sedangkan tujuan yang ditetapkan harus memperhatikan prinsip bermain bagi anak
di rumah sakit yaitu menekankan pada upaya ekspresi sekaligus relaksasi dan
distraksi dari perasaan takut, cemas, sedih, tegang dan nyeri.

VI. KEPADA SIAPA TERAPI BERMAIN DIBERIKAN


1. Mempunyai pengalaman diperlakukan dengan kejam dan diabaikan.
2. Gangguan emosi dan skizofren.
3. Takut dan cemas.
4. Mengalami masalah penyesuaian sosial.
5. Kesulitan bicara.
6. Mengalami gangguan visual spatial.

10

Berdasarkan hasil penelitian dari Erna, 1999 tentang mewarnai gambar sebagai
metode penyuluhan untuk anak : studi pendahuluan pada program pemulihan anak sakit
di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya. Hasil penelitiannya adalah sebagai berikut :
A.

LATAR BELAKANG
Reaksi anak dan keluarganya terhadap sakit dan ke rumah sakit baik untuk
rawat inap maupun rawat jalan adalah dalam bentuk kecemasan, stress dan
perubahan perilaku. Bentuk dari kecemasan, dapat berupa kecemasan berpisah,
kehilangan control, cedera tubuh dan nyeri. Tiga fase dari kecemasan berpisah
adalah fase protes, despair dan detachment/denial, yang masing-masing
memberikan perubahan perilaku tertentu.
Untuk mengatasi hal tersebut diusahakan untuk memodifikasi lingkungan
rumah sakit sehingga menyerupai lingkungan di rumah, memberikan kesempatan
anak sakit mendapatkan kontrol yang dapat diterima, membantu untuk rencana dan
schedule pelayanan dan perawatan, dan dapat berinteraksi dengan keluarga dan
dengan anak sakit yang lain.
Permainan adalah satu dari aspek yang paling penting dalam kehidupan
seorang anak, dan merupakan salah satu dari aspek yang paling penting dalam
kehidupan seorang anak, dan merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk
menghadapi dan mengatasi stress. Permainan adalah pekerjaan anak, dan dalam
lingkup rumah sakit, permainan akan memberikan peluang untuk meningkatkan
ekspresi emosional anak, termasuk pelepasan yang aman dari rasa marah dan
benci. Menggambar

atau mewarnai bila sebagai suatu permainan yang

nondirective memberikan kesempatan anak untuk bebas berekspresi dan sangat


therapeutic (sebagai permainan penyembuh /therapeutic play). Mengekpresi
feelingnya dengan menggambar/mewarnai gambar, berarti memberikan pada anak
suatu cara untuk berkomunikasi, tanpa menggunakan kata.
Penyuluhan kesehatan dalam kondisi dan situasi rumah sakit untuk anak
sakit, tentunya berbeda dengan orang dewasa. Pada keadaan kecemasan dan stress
serta penyuluhan kesehatan lebih ditujukan sebagai terapi kognitif, dimana pada
kondisi

ini,

kognitifnya

tidak

akurat

dan

negatif.

Penyuluhan

untuk

11

mengidentifikasi dan meningkatkan kognitifnya dapat memberikan perbaikan gejala


secara bermakna.
B.

TUJUAN
Untuk mengevaluasi perubahan perilaku makan, penerimaan tindakan
medis, dan komunikasi, pada Program Pemulihan Anak Sakit RSU Dr. Soetomo
Surabaya setelah mendapatkan intervensi terapi permainan yang ekspresif dan
kreatif, menggunakan media Buku Gambar untuk mewarnai.

C.

METODE PENELITIAN
Studi eksperimental (pre dan post), sample 10 pasien yang sedang dirawat di
bangsal anak RSU Dr. Soetomo Surabaya selama bulan Januari sampai Februari
1999.
Media Buku Gambar yang akan diwarnai menggambarkan situasi dan
kondisi selama dalam perawatan dirumah sakit, termasuk mengenai prosedur
diagnostik dan terapi merupakan modifikasi Buku Standar dari Assosiasi Rumah
Sakit di Australia. Observasi perilaku yang nampak mengenai Agresivitas, Depresi,
Hiperaktif, emosi, sosialisasi, menggunakan lembar data observasi anak yang
dikeluarkan oleh Bagian Psikologi Perkembangan Fakultas Psikologi Universitas
Gajah Mada. Analisa statistik menggunakan Chi Square Test dan Fischer Exact
Test.

D.

HASIL
Tabel 1. Distribusi pasien menurut Jenis Kelamin, umur dan Lama Perawatan.

No

Jenis Kelamin (L/P)

Umur (TH)

Lama Perawatan (Hari)

1.
2
3.
4.
5.
6
7.

P
P
L
P
L
L
P

5
7
9
10
3
7
5

7
12
4
8
21
45
4

12

8.
9.
10

P
P
P

12
5
4

14
10
1

Pada tabel I, 70% pasien (n = 10) adalah perempuan, 2 pasien umur < 5 tahun, 8
pasien > 5 tahun, dimana 3 pasien dirawat untuk waktu < 7 hari, sedangkan 7 pasien
> 7 hari. Disini tampak bahwa tidak ada pemisahan mengenai jenis sex, umur dan
lama perawatan bervariasi.
Tabel 2. Distribusi pasien menurut diagnostik penyakit utama, dan perilaku
yang nampak
No

Diagnosa

Perilaku yang nampak

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Demam Tifus
PDA
Gastroenteritis
Hepatoma
Leukemia
Tumor Abdomen
Demam Tifus
Leukemia
Demam Tifus
Demam Tifus & ISK

Agresif
Agresif
Agresif
Agresif
Agresif
Agresif
Depresif
-

Pada tabel 2 : 70% pasien (n=10) perilaku awalnya menunjukkan perilaku yang
negative (agresif maupun depresif), dengan tidak melihat jenis diagnosanya. Ada 2
pasien yang secara diagnostik tergolong berat (Hepatoma dan Leukemia), tapi pada
penampilan perilakunya tampak normal.
Tabel 3. Perilaku awal, perilaku makan, perilaku penerimaan tindakan medis,
perilaku komunikasi selama masuk rumah sakit (MRS) dan pada waktu
keluar rumah sakit (KRS)
No
1.
2.
3.
4.

Perilaku Awal
Agresif
Agresif
Agresif
-

Selama MRS
M
TM
-

K
-

Waktu KRS
M
TM
+
+
+
+
+
+
+
+

K
+
+
+
13

5.
6.
7.
8.
9.
10.

Agresif
Agresif
Agresif
Depresif
M
TM
K

= Perilaku Makan
= Perilaku penerimaan tindakan medis
= Perilaku Komunikasi

+
+
+

+
+
+
+

+
+
+
+
+

-- perilaku negatif
+ - perlaku positif

Pada tabel 3, 8 dari 10 pasien mengalami perubahan perilaku yang positif secara
bermakna waktu KRS, yaitu dalam hal perilaku makan, penerimaan tindakan medis
dan komunikasi ( X2 = 3,6 df. 1 p < 0,05)
Tabel 4. Hubungan diagnosa utama dan perubahan perilaku yang positif
waktu KRS
No

Diagnosa Utama

Perilaku Awal

Perubahan perilaku waktu KRS


M
TM
K

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Demam Tifus
PDA
Gastroenteritis
Hepatoma
Leukemia
Tumor Abdomen
Demam Tifus
Leukemia
Demam Tifus

Agresif
Agresif
Agresif
Agresif
Agresif
Agresif
Depresif

+
+
+
+
+
+
-

M
TM
K

= Perilaku Makan
= Perilaku penerimaan tindakan medis
= Perilaku Komunikasi

+
+
+
+
+
+
+
-

+
+
+
+
+
+
+
-

-- perilaku negatif
+ - perlaku positif

Tidak ada hubungan yang bernakna antara berat ringannya penyakit dengan
perubahan perilaku yang positif waktu KRS ( Fisher Exact Test p = 0,555)
E.

PEMBAHASAN
Pada tabel 1 dengan tidak adanya pemisahan mengenai jenis kelamin, umur,
maka dengan adanya heterogenitas ini, resiko untuk timbulnya kecemasan dan
stress lebih besar. Perbedaan dalam lama perawatan, dapat menunjukkan bahwa
fase dari kecemasannya pun berbeda (fase protes, despair dan detachment/denial).
14

Paling baik kalau pada waktu awal masuk rumah sakit, pasien-pasien mempunyai
fase yang sama yaitu fase ke 3 dari kecemasan, sehingga intervensi yang diberikan
pada saat ini akan memberikan hasil yang lebih mudah atau lebih baik yaitu dalam
perubahan perilaku, tapi biasanya hal itu tidak demikian karena dalam situasi dan
lingkungan yang baru yang berbeda dengan situasi dan lingkungan rumah akan
menimbulkan kecemasan dan stress yang biasanya fase kecemasannya dimulai
dengan fase 1 (protes).
Adanya perbedaan dalam umur pasien, tentunya juga menentukan dalam
memilih intervensi yang tepat, karena berhubungan dengan tingkat kepandaiannya
dan disini dipakai intervensi dengan mewarnai buku gambar yang berisi tentang
situasi dan kondisi lingkungan rumah sakit. Disini dipakai buku bergambar yang
merupakan modifikasi dari buku standard dari asosiasi rumah sakit di Australia,
yang menggunakan ini sebagai persiapan bagi seorang anak yang akan dirawat dan
sedang dirawat di rumah sakit, sebagai upaya untuk mengurangi efek negatif yang
timbul akibat hospitalisasi.
Dalam penggunaannya buku tersebut, untuk yang berumur kurang dari 6
tahun sebaiknya sambil mewarnai buku bergambar tersebut juga diterangkan arti
dari gambar yang tertera didalamnya, baik oleh keluarga perawat, dokter atau
pasien yang umurnya lebih tua yang sudah mengerti arti dari gambar yang tertera
didalamnya.
Dari Tabel 2 tampak bahwa, pada pasien yang dirawat dirumah sakit,
perilaku awalnya menunjukkan sifat agresif dengan tanpa memandang jenis
penyakit utamanya. Rupanya kondisi pasien sendiri (berat/ringannya yang hal ini
dapat terlihat dari diagnosa) tidak menentukan dalam penampilan perilaku awalnya,
yaitu agresivitas. Mengapa ada 2 pasien yang kalau menurut diagnosanya termasuk
penyakit berat (hepatoma dan leukemia) memberikan penampilan perilaku normal,
hal ini rupanya setelah dilakukan anamnesa yang lebih dalam terungkap bahwa
kedua pasien ini telah beberapa kali sebelumnya masuk rumah sakit.
Dari Tabel 3, 8 dari 10 pasien setelah mendapatkan intervensi mempunyai
perilaku yang positif pada waktu KRS ini menunjukkan bahwa intervensi yang
dilakukan untuk mengatasi kecemasan dan stres dengan memakai media buku

15

bergambar telah tepat. Tentunya hal ini harus dikaji lebih jauh dengan studi yang
lebih dalam bahwa buku bergambar ini sudah menjadi standar untuk rumah sakit di
Australia, untuk modifikasinya tentunya harus sesuai dengan situasi dan kondisi di
Indonesia dan harus di tes validitas, reliabilitas serta aksesabilitasnya terlebih
dahulu (kesahihan dan keandalannya). Dan dalam rangka penyluhan kesehatan yang
ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, tentunya dengan memakai pre dan post
tes, harus dihitung mengenai ILG (Index Learning Gain)
Dari Tabel 4, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara berat ringannya penyakit utama dengan perubahan perilaku yang positif ini
menunjukkan bahwa dalam perubahan perilaku yang positif ini lebih dipengaruhi
oleh variable adanya kecemasan dan stres pada anak dari pada kondisi klinis akibat
penyakit utama yang dideritanya..
F.

KESIMPULAN
Mewarnai buku bergambar dengan materi mengenai situasi dan kondisi
rumah sakit sebagai terapi permainan yang ekspresif dan kreatif dapat dipakai
sebagai media penyuluhan untuk anak, karena dapat memberikan perubahan
perilaku yang positif, tanpa melihat diagnostik serta berat

ringannya penyakit

utama yang dideritanya.


G.

IMPLIKASI KEPERAWATAN
Diharapkan sebuah rumah sakit mampu menyedediakan ruangan khusus
untuk terapi bermain anak. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta
merupakan rumah sakit umum yang mempunyai ruangan khusus untuk perawatan
bangsal anak sehingga diharapkan untuk kedepannya mampu menyediakan sarana
dan prasarana tersebut untuk mencegah adanya hospitalisasi pada anak.
1. Analisis Situasi
Menyediakan ruangan khusus (ruang untuk terapi bermain) yang
disendirikan dengan ruangan pasien karena dapat mengganggu istirahat pasien
yang lain. Bagi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta diharapkan
mampu menyediakan sarana dan fasilitas yang dapat digunakan untuk terapi

16

bermain anak yang sedang dirawat di rumah sakit untuk mengurangi efek
hospitalisasi anak sehingga anak tidak cemas dan stress selama dirawat dan
dilakukan tindakan di rumah sakit. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa terapi
bermain dengan mewarnai buku bergambar dengan materi mengenai situasi dan
kondisi rumah sakit sebagai terapi permainan yang ekspresif dan kreatif dapat
dipakai sebagai media penyuluhan untuk anak, karena dapat memberikan
perubahan perilaku yang positif.
2. Ketersediaan Sarana
Diharapkan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta dapat
menyediakan suatu ruangan khusus untuk terapi bermain guna mengurangi efek
hospitalisasi anak yang sedang dirawat di rumah sakit.
3. Potensi Penerapan
Terapi bermain dilakukan pada anak yang :
a

Mempunyai pengalaman diperlakukan dengan kejam dan diabaikan.

Gangguan emosi dan skizofren.

Takut dan cemas.

Mengalami masalah penyesuaian sosial.

Kesulitan bicara.

Mengalami gangguan visual spatial.

4. Hambatan
a. Biaya
Biaya untuk tempat pembuatan ruangan khusus untuk terapi bermain
memerlukan biaya yang sangat mahal. Selain itu tenaga perawat yang tidak
memungkinkan untuk selalu melakukan terapi bermain pada anak sehingga
anak bermain sendiri tanpa melihat masalah hospitalisasi yang dihadapinya.
b. Alat
Alat-alat pemainan yang digunakan juga membutuhkan biaya yang
sangat mahal. Oleh karena itu rumah sakit harus secara bertahap untuk
memiliki alat-alat permainan untuk terapi bermain.
c. Sumber Daya Manusia (SDM)

17

Sumber daya manusia untuk melakukan kegiatan terapi bermain ini


memang tidak harus memiliki ketrampilan khusus tapi perawat/terapis harus
mengetahui permasalahan hospitalisasi yang dihadapi anak selama di rawat
di rumah sakit. Selain itu perawat/terapis tidak mungkin melakukan terapi
bermain ini setiap saat keterbatasan tenaga di ruangan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

18

1. Whaley L.F, Wong D.L. 1991. Nursing Care of infants and children in-ed. St Louis :
Mosby year book
2. Kaplan H.I, Sadock. B.J Grebb J.A. 1996. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan
Perilaku, Psikiatri. Klinis, Alih Bahasa : Kusuma W,edisi Wiguna
3. Veltman M,W Browne K.D. 2000. An Evaluation of Favorite Kind of Day Drawing
from Psychially Maltreated Children. Child Abuse and Neglect
4. Scully. J.H Psychiatry in ed Hongkong., Williams & Wilkins, Hongkong, & Wilkins,
1996 : 293.

19

Anda mungkin juga menyukai