DAFTAR ISI............................................................................................................1
BAB I.......................................................................................................................2
PENDAHULUAN...................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1.
Cerebral Palsy............................................................................................3
2.1.1.
Definisi...............................................................................................3
2.1.2.
Epidemiologi......................................................................................4
2.1.3.
Etiologi...............................................................................................5
2.1.4.
Patofisiologi.....................................................................................10
2.1.5.
Klasifkasi klinis................................................................................13
2.1.6.
Manifestasi Klinik............................................................................16
2.1.7.
Diagnosis..........................................................................................19
2.1.8.
Diagnosis banding............................................................................29
2.1.9.
Penatalaksanaan...............................................................................30
2.1.10.
Komplikasi...................................................................................38
2.1.11.
Prognosis......................................................................................40
KESIMPULAN......................................................................................................42
Daftar Pustaka........................................................................................................43
BAB I
PENDAHULUAN
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada
suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, di dalam susunan saraf pusat,
bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak
yang belum selesai pertumbuhannya.Walaupun lesi serebral bersifat statis dan
tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah
akibat maturasi serebral. [1] [2] [3]
Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John
Little(1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat
prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali
memperkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya
dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis. [3] [4]
Walaupun sulit, etiologi cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan
pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan
perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan.
Winthrop Phelps menekankan pentingnya pendekatan multidisiplin dalam
penanganan penderita cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT,
bedah tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru
sekolah Iuar biasa. Disamping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan
masyarakat. [4]
BAB II
1
PEMBAHASAN
2.1.Cerebral Palsy
2.1.1. Definisi
Istilah cerebral palsy (CP) pada awalnya diciptakan lebih dari satu abad
lalu dan diterjemahkan sebagai "kelumpuhan otak." Namun, definisi yang
tepat tetap sulit dipahami karena cerebral palsy bukanlah suatu diagnosis
tunggal tetapi "payung"
30-50%
pasien
dengan
cerebral
palsy
memiliki
2.1.3. Etiologi
Cerebral palsy dapat terjadi akibat kelainan struktural yang mendasari
otak; pada awal kehamilan, cedera perinatal, atau setelah melahirkan
karena insufisiensi vaskuler, toxin atau infeksi, atau risiko prematuritas. Ini
mungkin termasuk kelahiran prematur, kehamilan ganda, pembatasan
pertumbuhan intrauterin, jenis kelamin laki-laki, skor Apgar rendah,
infeksi intrauterin, kelainan tiroid ibu, stroke prenatal,asfiksia lahir,
paparan metil merkuri ibu, dan defisiensi yodium ibu. [2] [7]
Bukti menunjukkan bahwa faktor prenatal mempengaruhi 70-80%
kasus cerebral palsy. Dalam kebanyakan kasus, penyebab pastinya tidak
diketahui tetapi kemungkinan besar multifaktorial. [2]
Sebuah studi Norwegia yang melibatkan anak-anak dengan cerebral
palsy didiagnosis sebelum usia 5 tahun menunjukkan bahwa skor Apgar
rendah pada 5 menit dikaitkan dengan kejadian ini di semua berat lahir.
Prevalensi tertinggi cerebral palsy pada anak-anak dengan berat lahir
rendah, namun odd ratio kejadian ini dikaitkan dengan skor Apgar rendah
(<4) tertinggi pada anak-anak berat badan normal. Meskipun demikian,
kebanyakan anak dengan cerebral palsy memiliki skor Apgar lebih tinggi
dari 4 pada 5 menit. [7]
Meskipun kelahiran prematur adalah faktor risiko cerebral palsy yang
ditegakkan, studi terbaru menunjukkan bahwa kehamilan postterm pada 42
minggu atau lambat telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kondisi ini.
[2]
melahirkan
anak
dengan
defisit
motorik,
Polihidramnion
Pengobatan ibu dengan hormon tiroid, estrogen atau progesteron
Ibu gangguan kejang
Proteinuria berat maternal atau tekanan darah tinggi
Ibu terpapar metil merkuri
Cacat kongenital pada janin
Jenis kelamin janin laki-laki
5
faktor
kehamilan
tidak
normal
(misalnya,retardasi
metode
untuk
sebagai
indikator
asfiksia
lahir.
Nilai
tersebut
dapat
2) Spastik diplegia
Pada bayi prematur, kejang diplegia mungkin hasil dari perdarahan
parenkim-intraventricular atau leukomalacia periventricular. Pada
bayi panjang, tidak ada factor risiko mungkin dapat diidentifikasi,
atau etiologi mungkin multifaktorial.
3) Spastik quadriplegia
Sekitar 50% dari kejang kasus cerebral palsy adalah quadriplegia
prenatal,perinatal adalah 30%, dan 20% adalah post natal. Tipe ini
dikaitkan dengan cavitas yang berkomunikasi dengan ventrikel
lateral, lesi kistik beberapa di white matter, atrofi kortikal difus, dan
hidrosefalus. Pasien sering memiliki riwayat kelahiran yang sulit
dengan bukti asfiksia perinatal. Bayi prematur mungkin memiliki
leukomalacia periventricular. Bayi matur penuh mungkin memiliki
kelainan otak struktural atau hipoperfusi serebral dalam distribusi
(yaitu, utama daerah akhir arteri serebral).
4) Dyskinetic (ekstrapiramidal)
Dyskinetic (ekstrapiramidal) serebral berhubungan dengan etiologi
yang unik.Secara historis, kernikterus, atau ensefalopati bilirubin akut
neonatal, adalahpenyebab utama. Dengan peningkatan manajemen
awal hiperbilirubinemia, sebagian besar kasus cerebral palsy
dyskinetic yang saat ini terkait dengan cedera iskemik diduga
hipoksia bukan dengan hiperbilirubinemia. Dengan tidak adanya
hipoksia, hiperbilirubinemia, atau prematur, kemungkinan metabolik
atau neurodegenerative. gangguan sebagai dasar untuk presentasi ini
harus dipertimbangkan.2
Dengan demikian, cerebral palsy dyskinetic mungkin berhubungan
denganhiperbilirubinemia pada bayi prematur atau dengan istilah
tanpa hiperbilirubinemiamenonjol. Hipoksia mempengaruhi ganglia
basal dan talamus dapat mempengaruhibayi matur lebih dari bayi
prematur.
Gambar 2. Cerebral palsy tipe Spastic
2.1.4. Patofisiologi
Perkembangan otak manusia dan waktu puncak terjadinya meliputi
berikut: [12]
a)
b)
c)
d)
e)
pascakelahiran
f) Mielinasi - Lahir sampai bertahun-tahun pasca kelahiran
g) Penelitian kohort telah menunjukkan peningkatan risiko pada anak
yang lahir sedikit prematur (37-38 minggu) atau postterm (42 minggu)
dibandingkan dengan anak yang lahir pada 40 minggu.
A. Cedera otak atau perkembangan otak yang abnormal
Mengingat kompleksitas perkembangan otak prenatal dan bayi, cedera
atau perkembangan abnormal dapat terjadi setiap saat, sehingga presentasi
klinis cerebral palsy bervariasi (apakah karena kelainan genetik, etiologi
toxin atau infeksi, atauinsufisiensi vaskular). Misalnya, cedera otak
sebelum 20 minggu kehamilan dapat mengakibatkan defisit migrasi
neuronal; cedera antara minggu 26 dan 34 dapat mengakibatkan
leukomalacia periventricular (foci nekrosis coagulative pada whitematter
berdekatan dengan ventrikel lateral); cedera antara minggu ke-34 dan ke40 dapat mengakibatkan cedera otak fokal atau multifokal. [2]
Cedera otak akibat insufisiensi vaskular tergantung pada berbagai faktor
padasaat cedera, termasuk distribusi pembuluh darah ke otak, efisiensi
aliran darah otak dan regulasi aliran darah, dan respon biokimia jaringan
otak untuk oksigenasi menurun. [2]
B. Prematuritas dan pembuluh darah serebral
Stres fisik pada bayi prematur dan ketidakmatangan pembuluh darah otak
dan otak mungkin menjelaskan mengapa prematuritas merupakan faktor
risiko yang signifikan untuk cerebral palsy. Sebelum matur, distribusi
sirkulasi janin dengan hasil otak pada kecenderungan hipoperfusi ke white
matter
diplegia
asimetris.
Matriks
germinal
kapiler
di
daerah
perdarahan
intraventricular
menggunakan
sistem
10
klasifikasi awalnya dijelaskan oleh Papile dkk pada 1978 sebagai berikut:
[2]
a) Grade I - Perdarahan subependymal dan/atau matriks germinal
b) Grade II - perdarahan Subependymal dengan ekstensi ke dalam
ventrikel lateraltanpa pembesaran ventrikel
c) Grade III - perdarahan Subependymal dengan ekstensi ke dalam
ventrikellateral dengan pembesaran ventrikel
d) Grade IV - Sebuah perdarahan matriks germinal yang membedah dan
meluas keparenkim otak yang berdekatan, terlepas dari ada atau tidak
adanya perdarahanintraventricular, juga disebut sebagai perdarahan
intraparenchymal saat ditemui di tempat lain di parenkim tersebut.
Perdarahan meluas ke white matter periventricular berkaitan dengan
perdarahan germinal ipsilateral perdarahan/intraventricular matriks
yang disebut infark vena periventricularhemoragik.
1) CP Spastik
Merupakan bentukan CP yang terbanyak (70-80%), otot mengalami
kekakuan dan secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua
tungkai mengalami spastisitas, pada saat seseorang berjalan, kedua
tungkai tampak bergerak kaku dan lurus. Gambaran klinis ini
membentuk karakterisitik berupa ritme berjalan yang dikenal dengan
gait gunting (scissor gait)
Anak dengan spastic hemiplegia dapat disetai tremor hemiparesis,
dimana seseorang tidak dapat mengendalikan gerakan pada tungkai
pada satu sisi tubuh. Jika tremor memberat, akan terjadi gangguan
gerakan berat.
a. Monoplegi bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya
lengan
b. Diplegia keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih
berat daripada kedua lengan
c. Triplegia bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak
adalah mengenai kedua lengan dan kaki
d. Quadriplegia keempat ekstremitas terkena dengan derajat
yang sama
e. Hemiplegia Mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan
terkena lebih berat.
2) CP Atetoid / diskinetik
Bentuk CP ini mempunyai karakteristik gerakan menulis yang tidak
terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki,
lengan atau tungkai dan pada sebagian besar kasus, otot muka dan
lidah, menyebabkan anak tampak selalu menyeringai dan selalu
mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama periode
peningkatan stress dan hilang pada saat tidur. Penderita juga
mengalami masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria). CP
atetoid terjadi pada 10-20% penderita CP.
3) CP Ataksid
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam.
Penderita yang terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk,
berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar,
meletakkan kedua kaki dengan posisi yang saling berjauhan, kesulitan
12
Ringan
Sedang
Berat
Penyakit penyerta
Gangguan
komunikasi
Gangguan belajar
spesifik
Retardasi mental
Gangguan belajar
dan komunikasi
Kejang
14
15
Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot,
karena itu tampak sifat yang khas dengan kecenderungan terjadi
kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan
pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga
posisi ibu jari melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap
aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi plantar dan
telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal
menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus
kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak
dan besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan
keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari
yang lainnya; hemiplegia/ hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan
tungkai dipihak yang sama; diplegia/ diparesis adalah kelumpuhan
keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan;
tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak,
lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
2) Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak flaksid
(lemas) dan berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti
kelainan pada lower motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah
terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan
berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi
bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi
spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi
yang khas ialah refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap.
Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia
perinatal atau ikterus.
3) Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan
yang terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan
pertama tampak flaksid, tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan
tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan
16
tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan
terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern
pada masa neonatus.
4) Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini
biasanya flaksid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat.
Kehilangan keseimbangan tamapak bila mulai belajar duduk. Mulai
berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku.
Kerusakan terletak diserebelum.
5) Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan
neurogen terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap
kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis
6) Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental.
Gerakan yang terjadi dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan
sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk
kata-kata dan sering tampak anak berliur
7) Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan
refraksi pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.
2.1.7. Diagnosis
Anamnesis
Anak dengan cerebral palsy dapat hadir setelah gagal memenuhi tahap
perkembangan yang diharapkan atau gagal untuk menekan refleks primitif
wajib.
Tahun
2003,
American
Academy
of
Neurology
(AAN)
Mental retardasi
Ophthalmologic dan gangguan pendengaran
Gangguan Bicara dan bahasa
Disfungsi Oromotor
17
penyakit
neurologis
(misalnya,
penyakit
pada
usia
dengan
cerebral
palsy
dapat
menunjukkan
refleks
19
21
mungkin
ditandai
dengancircumduction
dari
hemianopsie
22
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis cerebral palsy umumnya dibuat berdasarkan gambaran
klinis, namun,beberapa penulis mengemukakan bahwa diagnosis harus
ditunda sampai anak usia 2 tahun atau lebih. Karena otak terus
berkembang setelah lahir, kelainan tonus motor atau gerakan di beberapa
minggu pertama atau bulan setelah kelahiran secarabertahap dapat
membaik selama tahun pertama kehidupan (atau bahkan nanti).
Collaborative Perinatal Project menemukan bahwa hampir 50% orang
yang didiagnosis dengan cerebral palsy dan 66% anak didiagnosis dengan
diplegia spastik, ditemukan secara sugestif cerebral palsy pada usia 7
tahun. Yang lain tidak mensugestikan tanda-tanda nyata motorik dari
gangguan ini hingga usia 1-2 tahun. [2]
Kondisi lain yang harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi pasien
dengancerebral palsy yang dicurigai termasuk penyakit metabolik dan
genetik, paraplegiaskejang herediter, sindrom Rett, dan kelainan sumsum
tulang belakang. [2]
23
praktek
AAN
tidak
merekomendasikan
sebuah
transportasi
untuk neuroimaging
yang
lebih
rinci.
25
hasilperkembangan
saraf
pada
bayi
prematur.
klinis
6)
7)
8)
2.1.9. Penatalaksanaan
Pengelolaan pasien dengan cerebral palsy harus individual berdasarkan
presentasi klinis anak dan memerlukan pendekatan multidisiplin.
27
CP
memerlukan
tatalaksana
terpadu/multi
disipliner
Gangguan motoric
Retardasi mental
Kejang
Gangguan pendengaran
Gangguan rasa raba
Gangguan bahasa dan bicara
Makan/gizi
Gangguan mengontrol miksi (ngompol)
Gangguan konsentrasi
Gangguan emosi
Gangguan belajar
PO
dibagi 6-8
palsy
dengan
kelenturan
pada
ekstremitas
bawah
rentang
gerak,
deformitas
dikurangi,
respon
agen
antidepresan
Meskipun obat antiparkinson (misalnya, obat-obatan antikolinergik
dan dopaminergik) dan agen antispasticity (misalnya, baclofen) telah
terutama digunakan dalam pengelolaan distonia, antikonvulsan, obat
antidopaminergic, dan antidepresan juga telah dicoba. [2]
Antikonvulsan (termasuk benzodiazepin seperti diazepam, asam
valproat, danbarbiturat) telah berguna dalam pengelolaan mioklonus.
30
neuroleptik,
dan
obatantiparkinson
(misalnya
dalam
membantu
untuk
mengurangi
kelenturan
kelenturan.
Prosedur
ini
mencakupLaminektomi
dan
kemudian ablasi bedah dari 70-90% dari akar saraf dorsal atau
sensorik. Dengan memotong serat sensorik Ia, rhizotomy
punggung selektif mengurangi kelenturan dengan mengurangi
aktivasi refleksif motoneuron, yangdiperkirakan sebagai akibat dari
kurangnya turun masukan serat.
Operasi ini telah datang yang akan dilakukan lebih jarang sejak
munculnya pompa baclofen. Karena laminectomies, beberapa
31
Konsultasi
Seperti
disebutkan
sebelumnya,
pendekatan
tim
multidisiplin
32
dan
kelenturan
(misalnya,tenotomy,
prosedur
dengan
diagnosis
diferensial
dan
dengan
lainnya. Konsultasi
kejang.
Ahli
bedah
saraf
harus
dikonsultasikan
diferensial
dan
dengan
mengesampingkan
dan
dapat
makan
membantu
untuk
dalam
mengatur
mengkoordinasikan
berat
badan
atau
33
7) Pulmonologist.
pengelolaan
Pulmonologis
penyakit
harus
paru
dikonsultasikan
kronis
akibat
untuk
displasia
THT
dapat
membantu
untuk
menskrining
defisit
35
prematuritas
dengan
hypervascularization
dan
mungkin
ablasiretina.
Komplikasi kognitif/psikologis/perilaku meliputi berikut ini:
a) Keterbelakangan mental (30-50%), paling sering dikaitkan dengan
b)
c)
d)
e)
f)
g)
quadriplegiakejang
Defisit perhatian/gangguan hiperaktivitas
Disabilitas belajar
Dampak pada kinerja akademik dan harga diri
Peningkatan prevalensi depresi
Kesulitan integrasi sensorik
Peningkatan prevalensi gangguan perkembangan progresif atau
autisme yang berhubungan dengan diagnosis bersamaan cerebral palsy
2.1.11. Prognosis
Dengan layanan terapi yang tepat, pasien mungkin dapat sepenuhnya
berperan serta secara akademis dan sosial. Morbiditas dan mortalitas
cerebral palsy berhubungan dengan tingkat keparahan kondisi ini dan
seiring komplikasi medis, seperti kesulitan pernapasan dan pencernaan.
Pada pasien dengan quadriplegia, kemungkinan epilepsi, kelainan
ekstrapiramidal, dan gangguan kognitif parah lebih besar dari pada mereka
dengan diplegia atau hemiplegia.
Gangguan kognitif terjadi lebih sering pada orang dengan otak dari
pada populasi umum. Tingkat keseluruhan keterbelakangan mental pada
orang yang terkena dampak dianggap 30-50%. Beberapa bentuk
ketidakmampuan belajar
terutama
mengevaluasi
kemampuan
verbal
dan
dapat
Sekitar
setengah
yang
cukup
terganggu
sampai-sampai
37
KESIMPULAN
Cerebral palsy adalah sekelompok gangguan perkembangan gerakan dan
postur yang menyebabkan keterbatasan aktivitas yang terjadi nonprogresif, yang
terjadipada perkembangan otak janin atau bayi. Gangguan Motor cerebral palsy
seringdisertai dengan gangguan sensasi, komunikasi kognisi, persepsi, dan/atau
perilaku dan/atau gangguan kejang. Cerebral palsy diklasifikasikan menurut tonus
otot saat istirahat dan apa anggotatubuh yang terlibat (disebut dominasi topografi).
Cerebral palsy dapat terjadi akibat kelainan struktural yang mendasari otak;
padaawal kehamilan, cedera perinatal, atau setelah melahirkan karena insufisiensi
vaskuler, toxin atau infeksi, atau risiko prematuritas.
Riwayat prenatal, perinatal, post natal dan perkembangan bayi
berpengaruhterhadap terjadinya cerebral palsy. Indikator pemeriksaan fisik
meliputi kontraktur sendi sampai otot yang spastik, tonus yang hipotonik sampai
spastik, hambatan pertumbuhan, dan reflex primitif yang menetap. Diagnosis
cerebral palsy umumnya dibuat berdasarkan gambaran klinis.Pemeriksaan
penunjang dapat membantu menyingkirkan diagnosa banding.
38
yang
tepat,
pasien
mungkin
dapat
sepenuhnya
berperan
serta
secaraakademis dan sosial. Prognosis cerebral palsy tergantung pada tipe cerebral
palsy tersebut.
Daftar Pustaka
39
40
41