DAFTAR HALAMAN............................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
Perdarahan Paska Persalinan....................................................................................3
2.1.
Definisi......................................................................................................3
2.2.
Epidemiologi.............................................................................................4
2.3.
Etiologi......................................................................................................5
2.4.
Klasifikasi..................................................................................................6
1)
Atonia Uteri...........................................................................................6
2)
3)
Ruptur Uterus.......................................................................................11
4)
Retensio Plasenta.................................................................................13
5)
Inversi Uterus......................................................................................17
6)
2.5.
Diagnosis.................................................................................................20
2.6.
Tatalaksana..............................................................................................24
2.7.
Pencegahan..............................................................................................36
BAB I
PENDAHULUAN
Bidang obstetri banyak berhubungan dengan masalah perdarahan.
Meskipun pelayanan rumah sakit dalam hal ketersediaan darah untuk transfusi
telah dapat menurunkan angka kematian maternal, kematian akibat perdarahan
masih merupakan penyebab utama dari kematian maternal
Jika kita berbicara tentang persalinan sudah pasti berhubungan dengan
perdarahan, karena semua persalinan baik pervaginam ataupun perabdominal
(section cesarea ) selalu disertai perdarahan. Pada persalinan pervaginam
perdarahan dapat terjadi sebelum, selama ataupun sesudah persalinan.
Kematian maternal adalah kematian seorang wanita waktu hamil atau
dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari
tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan.
Sebab-sebab kematian ini dapat dibagi dalam 2 golongan, yakni yang langsung
disebabkan oleh komplikasi-komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, dan
sebab-sebab lain seperti penyakit jantung, kanker, dan lain sebagainya.
Suatu perdarahan dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah tidak
melebihi 500 cc pada persalinan pervaginam dan tidak lebih dari 1000 cc pada
sectio cesarea. Perlu diingat bahwa perdarahan yang terlihat pada waktu
persalinan sebenarnya hanyalah setengah dari perdarahan yang sebenarnya.
Seringkali sectio cesarean menyebabkan perdarahan yang lebih banyak, harus
diingat kalau narkotik akan mengurangi efek vasokonstriksi dari pembuluh darah.
BAB II
PEMBAHASAN
Perdarahan Paska Persalinan
2.1. Definisi
Perdarahan pascapersalinan menggambarkan suatu peristiwa, bukan
diagnosis, dan bila dijumpai, etiologi nya harus ditentukan [1] [2]. Perdarahan
pascapersalinan (PPP) adalah perdarahan yang masif yang berasal dari tempat
implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya dan
merupakan salah satu penyebab kematian ibu disamping perdarahan ektopik dan
abortus. [2]
Perdarahan pascapersalinan adalah perdarahan yang terjadi setelah janin
lahir yaitu melebihi 500 cc pada persalinan pervaginam atau lebih dari 1000 cc
pada persalinan per abdominam. [3]Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah
perdarahan sampai sebanyak itu, sebab menghentikan perdarahan lebih dini akan
memberikan prognosis lebih baik. Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang
lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti
kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, serta tensi <90 mmHg
dan nadi >100xmenit), maka penanganan harus segera dilakukan. [2]
Perlu diingat bahwa perdarahan yang terlihat pada waktu persalinan
sebenarnya hanyalah setengah dari perdarahan yang sebenarnya. Seringkali sectio
cesarea menyebabkan perdarahan yang lebih banyak, harus diingat kalau narkotik
akan mengurangi efek vasokonstriksi dari pembuluh darah. Sebagai patokan,
setelah persalinan selesai, maka keadaan disebut aman bila kesadaran dan tanda
vital ibu baik, kontraksi uterus baik dan tidak ada perdarahan aktif/merembes dari
vagina.
Berdasarkan saat terjadinya PPP dapat dibagi menjadi :
1) PPP primer yang terjadi dalam 24 jam pertama dan biasanya disebabkan
oleh atonia uteri, robekan jalan lahir, dan sisa sebagian plasenta. Dalam
kasus yang jarang, bisa karena inversio uteri.
2.2. Epidemiologi
Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan (28%),
eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Perdarahan postpartum merupakan penyebab
tersering dari keseluruhan kematian akibat perdarahan obstetrik.. [5]
PPP bila tidak mendapat penanganan yang semestinya akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas ibu serta proses penyembuhan yang kembali. Dengan
berbagai kemajuan pelayanan obestetri di berbagai tempat di Indonesia, maka
telah terjadi pergeseran kausal kematian ibu bersalin dengan perdarahan dan
infeksi yang semakin berkurang tetapi penyebab eklamsia dan penyakit medik
non-kehamilan semakin menonjol. [2]
Efek perdarahan terhadap ibu hamil bergantung pada volume darah saat ibu
hamil, efek seberapa tingkat hipervolemia yang sudah dicapai dan kadar
hemoglobin sebelumnya. Anemia dalam kehamilan yang masih tinggi di
Indonesia (46%) serta fasilitas tranfusi darah yang masih terbatas menyebabkan
PPP akan mengganggu penyembuhan pada masa nifas, proses involusi, dan
laktasi. PPP bukanlah suatu diagnosis akan tetapi suatu kejadian yang harus dicari
kausalnya. Misalnya PPP karena atonia uteri, PPP oleh karena robekan jalan lahir,
PPP oleh karena sisa plasenta, atau oleh karena gangguan pembekuan darah. Sifat
perdarahan pada PPP bisa banyak, bergumpal gumpal sampai menyebabkan
syok atau terus merembes sedikit demi sedikit tanpa henti.
Pada awalnya wanita hamil yang normotensi akan menunjukkan kenaikan
tekanan darah sebagai respon terhadap kehilangan darah yang terjadi dan pada
wanita hamil dengan hipertensi bisa ditemukan normotensi setelah perdarahan.
Pada wanita hamil dengan eklamsia akan sangat peka terhadap PPP, karena
sebelumnya telah terjadi defisit cairan intravaskular dan ada penumpukan cairan
ekstravaskular, sehingga perdarahan yang sedikit saja akan cepat mempengaruhi
hemodinamika ibu dan perlu penanganan segera sebelum terjadinya tanda tanda
syok.
PPP yang dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi pada 24 jam
pertama setelah bayi lahir, 68 73% dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82
88% dalam dua minggu setelah bayi lahir.
2.3. Etiologi
Kausal perdarahan pascapersalinan dibedakan atas : [2]
1) Perdarahan dari tempat implantasi plasenta
a) Hipotoni sampai atonia uteri
a.Akibat anastesi
b.
Distensi berlebihan (gemeli, anak besar,
hidramnion)
c.Partus lama, partus kasep
d.
Partus presipitatus / partus terlalu cepat
e.Persalinan karena induksi oksitosin
f. Multiparitas
g.
Korioamnionitis
h.
Pernah atonia sebelumnya
b) Sisa plasenta
a.Terjadinya Kotiledon atau selaput ketuban tersisa
b.
Plasenta susenturiata
c.Plasenta akreta, inkreta, perkreta
2) Perdarahan karena robekan
a) Episiotomi yang melebar
b) Robekan pada peritoneum, vagina dan serviks
c) Ruptur uteri
3) Gangguan koagulasi
Jarang terjadi tapi bisa memperburuk keadaan di atas, misalnya pada
kasus trombofilia, sindroma HELLP, preeklamsia, solusio plasenta,
kematian janin dalam kandungan,dan emboli air ketuban. [2]
Jumlah perdarahan yang diperkirakan terjadi sering hanya 50% dari jumlah
darah yang hilang. Perdarahan yang aktif dan merembers terus dalam waktu
lama saat melakukan prosedur tindakan juga bisa menyebabkan PPP. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan Hb dan hematokrit untuk
memperkirakan jumlah darah yang terjadi saat persalinan dibandingkan
dengan keadaan prapersalinan.
4
2.4. Klasifikasi
Ba
nyak faktor potensial yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum,
faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan postpartum adalah atonia uteri,
perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah.
A. TONUS
1) Atonia Uteri
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang tidak
adekuat menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka
dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Atonia uteri
merupakan penyebab tersering perdarahan obstetris. Pada banyak
perempuan, atonia uterus paling tidak dapat diantisipasi dengan baik jauh
sebelum pelahiran. [1] [2]
Meskipun faktor risiko diketahui dengan baik, kemampuan untuk
mengidentifikasi perempuan mana yang yang akan mengalami atonia masih
terbatas. Rouse dkk (2006) meneliti 23.900 perempuan yang menjalani
pelahiran caesar untuk pertama kalinya dan melaporkan bahwa separuh di
antara mereka mengalami atonia tidak memiliki faktor risiko. [1] Faktor
predisposisinya adalah sebagai berikut :
a. Regangan atau distensi rahim berlebihan karena kehamilan gemeli
polihidramnion, atau anak terlalu besar.
b. Kelelahan karena persalinan terlalu lama atau persalinan kasep
c. Kehamilan grande multipara
Babinszki dkk (1999) melaporkan bahwa insiden perdarahan
pascapartum adalah 0,3 persen pada perempuan dengan paritas
rendah, tetai 1,9 persen pada mereka dengan para 4 atau lebih.
d. Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita
penyakit menahun
e. Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim
f. Infeksi intrauterin (korioamnionitis)
g. Ada riwayat pernah mengalami perdarahan pascapartum, atonia
uteri sebelumnya [2]
yang merah segar dan pulsatif seperti denyut nadi. Perdarahan karena
rupturnya uteri dapat diduga pada persalinan macet atau kasep, atau
uterus dengan lokus minoris retensia dan adanya atonia uteri dan tanda
cairan bebas intraabdominal.
(1) Laserasi perineum
Semua laserasi perineum, kecuali yang paling superficial, disertai
oleh cedera pada bagian bawah vagina dalam derajat yang
bervariasi. Robekan semacam ini mencapai kedalaman yang cukup
untuk mengenai m. Sfingter ani dan dapat meluas hingga kedalaman
yang bervariasi menembus dinding vagina. Laserasi bilateral dalam
vagina biasanya memiliki panjang yang berbeda, dan dipisahkan
oleh bagian tunika mukosa vaginae berbentuk lidah.
Klasifikasi trauma perineum menurut RCOG :
a. Derajat 1 : Laserasi hanya mengenai mukosa vagina dan/atau
kulit perineum
b. Derajat 2 : Robekan mencapai otot otot perineum tetapi
tidak mengenai otot sfingter ani
c. Derajat 3 : Robekan mengenai otot sfingter ani, dibagi
menjadi:
a) Derajat 3a : Robekan mengenai <50% otot sfingter
ani eksterna
b) Derajat 3b : Robekan mengenai >50% otot sfingter
ani eksterna
c) Derajat 3c : Robekan mengenai otot sfingter ani
interna
d. Derajat 4 : Derajat 3 disertai dengan robekan mukosa anus
kasus kasus seperti ini, dapat timbul relaksasi pelvis. Jika cedera
melibatkan
muskulus
pubokoksigeus,
dapat
pula
terjadi
inkontinensia urin.
(4) Cedera pada serviks
Serviks mengalami robekan pada lebih dari separuh pelahiran
pervagina. Sebagian besar robekan ini kurang dari 0,5 cm,
meskipun robekan serviks dalam dapat meluas sehingga sepertiga
atas vagina. Pada kasus yang jarang, serviks dapat teravulsi
sebagian atau sepenuhnya dari vagina. Kondisi yang dinamakan
koporeksis tersebut dapat terjadi di pars anterior, posterior, atau
lateralis forniks vaginae. Cedera semacam ini kadang terjadi setelah
rotasi forceps yang sulit atau pelahiran yang dilakukan melewati
serviks yang belum membuka lengkap dengan bilah forceps
menjepit serviks. Kadang kadang, robekan serviks dapat mencapai
segmen bawah uterus dan arteri uterina serta cabang cangan
utamanya, dan bahkan dapat meluas hingga peritoneum. Robekan
seperti demikian dapat sama sekali tidak terdeteksi, tetapi lebih
sering, mereka bermanifestasi sebagai perdarahan eksternal masif
atau hematoma.
Robekan luas atap vagina harus dieksplorasi secara cermat. Jika
ada
kemungkinan
terdapatnya
perforasi
peritoneum
atau
Histerektomi
mungkin
diperlukan
untuk
menghasilkan
perdarahan.
Diagnosis
a. Adanya faktor predisposisi
b. Nyeri perut mendadak dengan tanda tanda adanya perdarahan
intra abdominal
c. Perdarahan pervaginam bisa sedikit atau banyak
d. Syok demgan gambaran klinis yang biasanya tidak sesuai
denganjumlah darah yang keluar, karena adanya perdarahan
intraabdominal
e. Kadang kadang disertai sesak nafas / nafas cuping hidung atau
f.
g.
h.
i.
nyeri bahu
His tidak ada
Bagian janin teraba langsung di bawah kulit dinding perut
Bunyi jantung janin tidak terdengar
Urin bercampur darah
pascapartum
segera
jarang
disebabkan
oleh
12
13
trimester
pertama,
invasi
miometrium
abnormal
dapat
a. Akut
b. Subakut
c. Kronik
fundus
uteri
dari
atas
(manuver
Crede)
atau
tekanan
intreaabdominal yang keras dan tiba tiba (misalnya batuk keras atau
bersin). Inversio uteri ditandai dengan tanda tanda :
a) Syok karena kesakitan
b) Perdarahan banyak bergumpal
c) Di vulva tampak endometrum terbalik dengan atau tanpa
plasenta yang masih melekat.
d) Bila baru terjadi, maka prognosis cukup baik akan tetapi bila
kejadiannya cukup lama, maka jepitan serviks yang mengecil
akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis, dan
infeksi.
Diagnosis
a) Dicari faktor risiko seperti pengelolaan kala III yang tidak
benar, kelemahan miometrium kongenital atu didapat, mioma
uteri terlahir
b) Syok atau perdarahan pervaginam
c) Terdapat massa merah kebiruan yang berdarah pada vagina
atau diluar vulva
d) Pada pemeriksaan luar tidak teraba fundus uteri atau terdapat
lekukan
16
D. THROMBIN
6) Gangguan Pembekuan Darah
Kehamilan secara normal memicu peningkatan nyata kadar faktor
koagulasi I (fibrinogen), VII, VIII, IX, dan X. Faktor plasma lain dan
trombosit tidak meningkat sedemikian nyata. Kadar plasminogen
meningkat nyatam tetapi aktivitas plasma antepartum secara bormal
menurun dibandingkan dengan aktivitas plasmin pada perempuan tidak
hamil. Pada saat yang sama, pada kehamilan, tampaknya terjadi
peningkatan aktivasi trombosit, mekanisme pembekuan darah dan
fibrinolitik. Secara khusus, terdapat peningkatan nyata pada kadar
fibrinopeptida A, B tromboglobulin, faktor trombosit 4, dan produk
degradasi fibrinogen fibrin. Gerbasi dkk (1990) menyimpulkan bahwa
koagulasi intravaskular terakselerasi terkompensasi ini mungkin
berperan untuk mempertahankan batas uteroplasenta.
Pada kondisi patologis, siklus abnormal koagulasi dan fibrinolisis
dapat divetuskan koagulasi mungkin diaktifkan melalui jalur ekstrinsik
oleh tromboplastin yang dilepaskan akibat perusakan jaringan, dan
mungkin diaktifkan melalui jalur intrinsik oleh kolagen dan komponen
jaringan lain saat keutuhan endotel terganggu. Faktor jaringan
dilepaskan dalam membentuk kompleks dengan faktor VII. Faktor VII
selanjutnya
mengaktifkan
kompleks
tenase
(Faktor
IX)
dan
17
dan fibrinolisis ini, terjadi deplesi trombosit dan faktor koagulasi dalam
jumlah yang bervariasi. Akibatnya, timbul perdarahan.
Faktor faktor yang lazim mencetuskan koagulasi konsumtif pada
bidang obstetrik meliputi tromboplastin akibat solusio plasenta, serta
endotoksin dan eksotoksin, mekasnisme lain adalah aktivas langsung
faktor X oleh protease, misalnyam terdapat dalam musin atau dihasilkan
oleh neoplasma. Cairan amnion mengandung musin dalam jumlah
banyak dari skuama janin, dan hali ini dapat menyebabkan defibrinasi
cepat yang terjadi pada embolisme cairan amnion. Xhou dkk, (2009)
telah membuktikan bahwa selain faktor jaringan, fosfatifil sering yang
diekspresikan ileh membran sel amnion juga merupakan faktor
pencetus.
Koagulopati konsumtif nyaris merupakan komplikasi proses
patologis dasar lain yang dapat diidentifikasi, proses patologis dasar
inilah yang harus menjadi sasaran terapi untuk membalikkan
defibrinasi. Jadi, identifikasi dan eliminasi segera sumber koagulopati
adalah prioritas pertama.
Kausal PPP karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila
penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat
pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan
ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan
perdarahan dan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan,
suntikan, perdaraham, dari gusi, rongga hidung, dan lain lain.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan awal
hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan
memanjang, tombositpenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdeteksi
adanya DP (fibrin degradation product) serta perpanjangan tes
protombin dan PTT (Partial tromboplastin time).
Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta,
kematian janin dalam kandungan, eklamsia, emboli cairan ketuban, dan
sepsis.
18
2.5. Diagnosis
Perdarahan
ditatalaksana
hanyalah
sesuai
gejala,
penyebabnya.
penyebabnya
haruslah
diketahui
dan
perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat
jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang merembes
perlahan-lahan tapi terjadi terus menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan
menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok.
Perhitungan volume darah total ibu
a. Volume darah saat tidak hamil
Berat badan ( pon ) x 25
berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi setelah plasenta lahir
perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan lahir.
Pada pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan lembek dan membesar jika ada
atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk mengetahui
adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir. Berikut langkah-langkah sistematik
untuk mendiagnosa perdarahan postpartum :
1) Berdasarkan gejala klinis
a) Perdarahan yang langsung terjadi setelah anak lahir tetapi plasenta
belum lahir. Biasanya disebabkan oleh robekan jalan lahir. Warna
darah merah segar.
b) Perdarahan setelah plasenta lahir, biasanya disebabkan oleh atonia
uteri.
2) Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
3) Memeriksa plasenta dan ketuban
Plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak kotiledon atau selaput
ketubannya.
4) Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :
a)Sisa plasenta dan ketuban
b)Robekan Rahim
c)Plasenta succenturiata
5) Inspekulo
Untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang pecah.
6) Pemeriksaan laboratorium :
a) Hematologi rutin
b) Profil hemostasis
a.
b.
c.
d.
e.
f.
7) Pemeriksaan USG
20
Perdarahan
Atonia
uteri
Laserasi
Jalan lahir
Ruptur
Uteri
Inversio
Uteri
Retensio
Plasenta
Sisa
Plasenta
Ganguan
Pembekuan
darah
Perdarahan
deras seperti
keran air
berasal dari
OUI
Perdarahan
berasal dari
luka robekan,
darah merah
terang/ darah
segar
Perdaerahan
sedikit atau
banyak,
berasal dari
OUI
Perdarahan
pervaginam
Kontraksi &
Konsistensi
rahim
Baik, Lunak
Perlukaan jalan
lahir
Syok
Keterangan
Tidak ada
Syok
Hipovolemik
berat
Baik
Robekan/ ruptur
pada perineum,
vagina atau
porsio
Dapat
ditemukan
tanda syok
Biasanya buruk,
Robekanya
dinding uterus
Syok berat
Sangat nyeri
perut bwah,
terdapat tanda
akut abdomen
Teraba tumor
dalam vagina
atau tampak
tumor merah di
luar vulva yaitu
inversio uteri
yang prolaps
Syok sedang
- berat
Uterus teroutar
balik
Perdarahan
sedikit sampai
banyak
Perdarahan
sedikit sampai
banyak dari
OUI
Perdarahan
dari tempat
tempat luka
Kontraksi rahim
baik
Kontraksi biasanya
baik, fundus uteru
biasanya masih
tinggu .
subinvoludi, uterus
lembek
Tidak ditemukan
perlukaan jalan
lahir maupun
plasenta
Jika terjadi
pada masa
nifas,
kadang
terdapat
febris dan
tanda syok
Syok sedang
- berat
Plasenta lahir
namun tidak
lengka, teraba
sisa plasenta,
nyeri perut bawah
Gangguan faktor
pembekuan darah
21
22
transfusi
darah,
setelah
informed
23
24
oksitosin
intravena
atau
intramuskular.
25
plasebo
diberikan
saat
pelahiran.
Perdarahan
26
27
(mempertahankan
uterus)
atau
melakukan
untuk
perdarahan
akibat
atonia
uteri
ada
gangguan
aliran
menstruasi
dan
kesuburan.
ii.
iii.
28
29
Gambar 8. Histerektomi
2) Laserasi jalan lahir
30
31
4) Inversio uteri
Inversi uterus paling sering dikaitkan dengan perdarahan segera yang
mengancam jiwa. Di masa lalu, diajarkan bahwa syok yang terjadi tidak
sebanding dengan kehilangan darah, kemungkiunan diperantarai oleh
rangsangan parasimpatis akibat teregangnya jaringan. Namun, evaluasi
cermat mengenai keperluan transfusi darah dalam jumlah besar yang
dibutuhkan pada banyak kasus, menggambarkan bahwa kehilangan
darah biasanya masif dan sering ditaksir terlalu rendah. Penundaan
tatalaksana meningkatkan angka kematian secara nyata sejumlah
langkag garus dilakukan secara segera dan berurutan.
a. Reposisi manual setelah syok teratasi. Beberapa senter
memberikan tokolitik / MgSo4 untuk melemaskan uterus yang
terbalik sebelum dilakukan repposisi manual yaitu mendorong
endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan terus
melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada
posisi normalnya. Hal itu dapat dilakukan sewaktu plasenta
sudah terlepas atau tidak. Dapat juga diberikan Terbutaline 0,25
mg bolus IV. Jika plasenta belum lepas, sebaiknya jangan
dilepaskan dulu sebelum uterus di reposisi karena akan
mengakibatkan perdarahan banyak. obat tokolitik lain, seperti
terbutalin, ritodrine, dan nitrogliserin, telah berhasil dihunakan
untuk relaksasi dan reposisi uterus. [1] [3]
32
agen
anestetik
yang
digunakan
untuk
merelaksasikan
34
35
BAB III
KESIMPULAN
Perdarahan adalah salah satu penyebab utama langsung kematian maternal,
terutama di Negara yang kurang berkenbang perdarahan merupakan penyebab
terbesar kematian maternal. Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan 500
cc atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi secar massif
dan cepat, atau secara perlahan lahan tapi secara terus menerus. Perdarahan
hanyalah gejala, harus dicari tahu penyebabnya untuk memberikan pertolongan
sesuai penyebabnya.
Penyebab paling sering dalam terjadinya perdarahan postpartum adalah
atonia uteri. Dimana uterus yang mengalami overdistensi yang dikarenakan
kelahiran gemeli, makrosomi (janin besar), hidramnion sehingga uterus
mengalami hipotonia setelah persalinan. Selain atonia uteri, terdapat beberapa
faktor yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum dapat terjadi. Diantaranya
potongan plasenta yang tertinggal, laserasi saluran genital bawah, ruptur uteri,
inversi uteri, plasentasi abnormal dan koagulopati
Dalam mendiagnosis perdarahan postpartum, kita dapat mendiagnosis
dengan cara melihat berdasarkan gejala klinisnya, palpasi uterus, memeriksa
plasenta dan ketuban, eksplorasi kavum uteri, inspekulo dan dengan pemeriksaan
laboratorium.
Dalam menangani perdarahan postpartum, beberapa hal yang pokok untuk
dilakukan antara lain : hentikan perdarahan, cegah/atasi syok dan ganti darah yang
hilang.
36
DAFTAR PUSTAKA
[1] F. G. Cunningham, K. J. Leveno, S. L. Bloom, J. C. Hauth, D. J. Rouse dan C.
Y. Spng, Perdarah Obstetris, dalam Obstetri williams, Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2014, pp. 795-845.
[2] M. K. Karkata, Perdarahan Pascapersalinan, dalam Ilmu Kebidanan, S.
Prawirohardjo, A. B. Saiuddin, T. Rachimhadhi dan G. H. Wiknjosastro,
Penyunt., Jakarta, PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2014, pp. 522529.
[3] B. O. &. G. F. K. Padjajaran, Perdarahan Pascasalin, Bandung: Dep./SMF
Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Padjajaran RSUP DR. Hasan
Sadikin, 2015, pp. 106 - 109, 124-126.
[4] Edukia, Edukia, World Health Organization Country Office For Indonesia,
2013. [Online]. Available: http://www.edukia.org/web/kbibu/6-4-7perdarahan-pascasalin-hpp-hemorargia-postpartum/. [Diakses 03 Maret 2015].
[5] N. Eriza, Defrin dan Y. Lestari, HUBUNGAN PERDARAHAN
POSTPARTUM DENGAN PARITAS DI RSUP DR. M. DJAMIL PERIODE
1 JANUARI 2010 - 31 DESEMBER 2012, Jurnal Kesehatan Andalas, vol.
4, no. 3, 2015.
37