Menurut klasifikasi JNC VII pasien dengan tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau
diastolik > 110 mmHg dimasukkan ke dalam kategori tersebut. Hampir seluruh episode krisis
hipertensi berhubungan dengan tekanan darah diastolik > 120 mmHg. (Flanigan JS, Vitberg
D. Hypertensive emergency and severe hypertension: what to treat, who to treat and
how to treat. Med Clin N Am 2006;90:439-51.) (chobanian AV, Bakris GL, Black HR,
et.al. Seventh report of Joint National Committe of High Blood Pressure. Hypertension
2003. Dec; 42(6): 1206-52). Hanya sebagian kecil pasien dengan hipertensi yang datang
dengan krisis hipertensi, sekitar 1-2%. (Hebert CJ. Vidt DG. Hypertensive crises. Prim
Care Clin Office Pract 2008:35:475-87.)
Krisis Hipertensi
Epidemiologi krisis hipertensi mirip dengan hipertensi (yaitu lebih tinggi di antara
Afrika- Amerika dan orang tua); Namun, penderita pada laki-laki lebih banyak dua kali lebih
sering daripada wanita. Diperkirakan 1% dari pasien hipertensi akan, pada suatu waktu,
berubah menjadi krisis hipertensi. (Varon J, et.al. Treatment of Acute Severe
Hypertension Current and Newer Agents. The University of Texas Health Science
Center at Houston, Houston, Texas, USA. Drugs 2008; 68 (3)).
Klasifikasi
Krisis hipertensi dimasukkan ke dalam hipertensi emergensi bila terdapat kerusakan
organ target, sebaliknya pada urgensi. (Marik PE, Varon J. Hypertensive crisis: challenges
and management. Chest 2007;131:1949-62.) Sumber lain membagi menjadi tiga kategori,
yaitu hipertensi berat, urgensi, dan emergensi. Seorang pasien dikatakan hipertensi berat bila
tekanan darah melebihi 180/110 tanpa gejala selain nyeri kepala ringan atau sedang, dan tidak
ditemukan tanda-tanda kerusakan target organ. Hipertensi urgensi ditemukan bila tekanan
darah melebihi 180/110 dengan gejala signifikan seperti nyeri kepala berat atau sesak, tanpa
atau dengan sedikit kerusakan target organ. Hipertensi emergensi ditemukan bila tekanan
darah sangat tinggi (dapat mencapai 220/140) dengan adanya tanda-tanda disfungsi organ
yang mengancam nyawa. (Hebert CJ. Vidt DG. Hypertensive crises. Prim Care Clin
Office Pract 2008:35:475-87.) Selain itu, ada istilah lama yaitu hipertensi maligna, dimana
tekanan darah tinggi disertai papilledema (retinopati grade IV).
Klasifikasi yang umum dipakai adalah klasifikasi pertama, yaitu hipertensi emergensi
dan urgensi saja. Membedakan kedua kondisi tersebut penting dalam hal tatalaksana. Pada
pasien dengan hipertensi urgensi, tekanan darah perlu diturunkan dalam waktu 24-48 jam,
sementara pada hipertensi emergensi tekanan darah diturunkan secepatnya, walaupun tidak
sampai kondisi normal.((Marik PE, Varon J. Hypertensive crisis: challenges and
management. Chest 2007;131:1949-62.). Pada pembahasan kali ini kami akan menggunkan
klasifikasi Krisis hipertensi yang akan dibagi menjadi dua kelompok: i. hipertensi emergensi,
ii. Hipertensi urgensi. Pembagian krisis hipertensi diatas berdasarkan ada atau tidaknya
keterlibatan target organ. (Varon J, et.al. Treatment of Acute Severe Hypertension
Current and Newer Agents. The University of Texas Health Science Center at Houston,
Houston, Texas, USA. Drugs 2008; 68 (3)).
Hipertensi Emergensi
Hipertensi emergensi didefinisikan sebagai hipertensi krisis yang masuk dalam
karakteristik peningkatan tekanan darah >180/120 mmHg yang disertai disfungsi target organ
(lihat table II), baik yang akan terjadi atau progresif. Disfungsi organ jarang terjadi apabila
tekanan darah diastolic < 130 mmHg (kecuali pada anak anak atau ibu hamil). (Varon J,
et.al. Treatment of Acute Severe Hypertension Current and Newer Agents. The
University of Texas Health Science Center at Houston, Houston, Texas, USA. Drugs
2008; 68 (3)). Untuk mencegah atau membatasi kerusakan target organ, diperlukan
penurunan segera tekanan darah dengan target penurunan Mean arterial pressure (MAP)
sebesar <25 % semula dengan waktu yang cepat (selama 1 jam). (Pollack CV and Rees CJ.
Hypertensive emergencies: acute care evauation and management. Emergency medicine
cardiac research and education group. 2008:3:1-12.). Beberapa contoh kondisi target
organ yang dapat muncul pada krisis hipertensi, dapat dilihat pada tabel II. Pada tekanan
darah sistolik >169 atau tekanan darah diastolik >109 mmHg dengan penderita ibu hamil
harus dipertimbangan kejadian hipertensi emergensi yang membutuhkan terapi farmakologis
dengan cepat. (Varon J, et.al. Treatment of Acute Severe Hypertension Current and
Newer Agents. The University of Texas Health Science Center at Houston, Houston,
Texas, USA. Drugs 2008; 68 (3)).
Patofisiologi
Patofisiologi dari krisis hipertensi belum sepenuhnya dipahami. Nampaknya
kecepatan kerusakan target organ dan beratnya peningkatan tekanan darah pada saat pasien
datang disebabkan oleh kegagalan fungsi autoregulasi normal dan peningkatan mendadak
tahanan vaskular perifer. Kondisi tersebut menyebabkan kerusakan endovaskular dengan
nekrosis pada arteriol. Peristiwa yang terjadi kemudian yaitu meningkatkan permeabilitas,
aktivasi dari kaskade faktor koagulasi dan platelet, dan deposisi fibrin. (Varon J, et.al.
Treatment of Acute Severe Hypertension Current and Newer Agents. The University of
Texas Health Science Center at Houston, Houston, Texas, USA. Drugs 2008; 68 (3))
Proses tersebut dapat menghasilkan suatu kejadian iskemik dan keluarnya mediator
vasoaktif selama kerusakan vascular terjadi. Renin angiotensin aldosterone sering teraktivasi
yang akan mengakibatkan vasokontriksi dan produksi sitokin proinflamasi seperti interleukin
6 (IL-6). Lalu, aktivitas NADPH oxidase akan meningkat yang akan memeperberat kejadian
iskemik organ pada krisis hipertensi.( Marik PE, and Rivera R. hypertensive emergencies:
an Update. Department of Medicine, Eastern Virginia Medical School and bDepartment
of Pharmacy, Sentara Norfolk General Hospital, Norfolk, Virginia, USA. Current
Opinion in Critical Care 2011,17:569580)
Pada kondisi normal, perfusi ke jaringan otak, jantung dan ginjal relatif konstan,
walaupun terjadi perubahan tekanan darah. Pada kondisi hipertensi berat, kemampuan untuk
autoregulasi bergeser ke atas agar tidak terjadi kerusakan akibat tekanan darah berlebihan.
Pada kondisi normal dan kondisi autoregulasi bergeser ke atas, ambang batas untuk
autoregulasi (ambang batas sebelum terjadi hipoperfusi) adalah sebesar 20-25% dari tekanan
darah saat itu. Observasi tersebut menjadi dasar rekomendasi penurunan tekanan darah
sebesar 20% pada hipertensi emergensi. (Flanigan JS, Vitberg D. Hypertensive emergency
and severe hypertension: what to treat, who to treat and how to treat. Med Clin N Am
2006;90:439-51.)
Walaupun seluruh pasien dengan hipertensi emergensi datang dengan tekanan darah
tinggi, gejala yang dikeluhkan seringkali bervariasi tergantung organ mana yang terpengaruh.
Organ terget penting pada hipertensi emergensi yaitu otak, jantung, ginjal, dan uterus gravid.
Sebuah studi oleh Zampaglione et al menyebutkan bahwa pada 83% kasus terjadi kerusakan
satu target organ, 14% pada dua organ, dan 3% pada tiga organ atau lebih.(Flanigan JS,
Vitberg D. Hypertensive emergency and severe hypertension: what to treat, who to treat
and how to treat. Med Clin N Am 2006;90:439-51.) Tabel III menunjukkan prevalensi
kerusakan masing-masing target organ.
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan darah
secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita. Pengobatan
biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang ketat terhadap
penurunan tekanan darah untuk menghindari keadaan yang merugikan atau munculnya
masalah baru.
Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja cepat,
mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah dengan cara yang
dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak tergantung kepada sikap tubuh
dan efek samping minimal.
Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak terburu-buru.
Penurunan tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan iskemik pada otak dan
ginjal. Tekanan darah harus dikurangi 25% dalam waktu 1 menit sampai 2 jam dan
diturunkan lagi ke 160/100 dalam 2 sampai 6 jam. Medikasi yang diberikan sebaiknya per
parenteral (Infus drip, BUKAN INJEKSI). Obat yang cukup sering digunakan adalah
Nitroprusid IV dengan dosis 0,25 ug/kg/menit. Bila tidak ada, pengobatan oral dapat
diberikan sambil merujuk penderita ke Rumah Sakit. Pengobatan oral yang dapat diberikan
meliputi Nifedipinde 5-10 mg, Captorpil 12,5-25 mg, Clonidin 75-100 ug, Propanolol 10-40
mg. Penderita harus dirawat inap.
Tekanan
darah
(mmHg)
Gejala
Pemeriksaan
Terapi
Rencana
Hipertensi Mendesak
Hipertensi Darurat
Biasa
> 180/110
> 220/140
Mendesak
> 180/110
Sakit
kepala, Sakit kepala hebat, Sesak napas, nyeri dada,
kecemasan; sering sesak napas
nokturia,
dysarthria,
kali tanpa gejala
kelemahan,
kesadaran
menurun
Tidak
ada Kerusakan
organ Ensefalopati, edema paru,
kerusakan organ target; muncul klinis insufisiensi ginjal, iskemia
target, tidak ada penyakit
jantung
penyakit
kardiovaskuler, stabil
kardiovaskular
Awasi 1-3 jam; Awasi 3-6 jam; obat Pasang jalur IV, periksa
memulai/teruskan oral berjangka kerja laboratorium standar, terapi
obat oral, naikkan pendek
obat IV
dosis
Periksa
ulang Periksa ulang dalam Rawat ruangan/ICU
dalam 3 hari
24 jam
Adapun obat hipertensi oral yang dapat dipakai untuk hipertensi mendesak (urgency)
dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel V: Obat hipertensi oral
Obat
Captopril
Dosis
12,5 - 25 mg PO;
ulangi per 30 min ;
SL, 25 mg
Clonidine PO 75 - 150 ug,
ulangi per jam
Propanolo 10 - 40 mg PO;
l
ulangi setiap 30
min
Nifedipine 5 - 10 mg PO;
ulangi setiap 15
menit
SL, Sublingual. PO, Peroral
Perhatian khusus
Hipotensi, gagal ginjal,
stenosis arteri renalis
Hipotensi,
mengantuk,
mulut kering
Bronkokonstriksi,
blok
jantung, hipotensi ortostatik
Takikardi,
hipotensi,
gangguan koroner
Dosis
Efek / Lama
Kerja
0,25-10 mg / kg / langsung/2-3
menit
sebagai menit setelah
infus IV
infus
Perhatian khusus
Nitrogliserin
500-100
mg
sebagai infus IV
Nicardipine
5-15 mg / jam
sebagai infus IV
Klonidin
Diltiazem
Obat Pilihan
Nitroprusside + esmolol
AMI, iskemia
Nitrogliserin,
nicardipine
Nitroprusside,
labetalol
Fenoldopam,
nitroprusside, 20% -25% dalam 2-3 jam
labetalol
Phentolamine, labetalol
10% -15% dalam 1-2 jam
Nitroprusside
20% -25% dalam 2-3 jam
Edema paru
Gangguan Ginjal
Kelebihan katekolamin
Hipertensi ensefalopati
Subarachnoid
Nitroprusside,
nimodipine, 20% -25% dalam 2-3 jam
hemorrhage
nicardipine
Stroke Iskemik
nicardipine
0% -20% dalam 6-12 jam
AMI, infark miokard akut; SBP, tekanan sistolik bood.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Sodium Nitroprusside : merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun venous. Secara
i. V mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 2 dosis 1 6 ug / kg / menit. Efek
samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.
Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan dosis tinggi
sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 5 menit, duration of action 3 5
menit. Dosis : 5 100 ug / menit, secara infus i. V. Efek samping : sakit kepala, mual,
muntah, hipotensi.
Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V bolus. Onset
of action 1 2 menit, efek puncak pada 3 5 menit, duration of action 4 12 jam. Dosis
permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 75 mg setiap 5 menit sampai TD yang
diinginkan. Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen,
hiperuricemia, aritmia, dll.
Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 1 jam, i.v : 10
20 menit duration of action : 6 12 jam. Dosis : 10 20 mg i.v bolus : 10 40 mg i.m
Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker untuk
mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume intravaskular.
Efeksamping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac out put,
eksaserbasi angina, MCI akut dll.
Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15 60 menit.
Dosis 0,625 1,25 mg tiap 6 jam i.v.
Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terutama untuk
mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin. Dosis 5 20 mg secar i.v bolus atau i.m.
Onset of action 11 2 menit, duration of action 3 10 menit.
Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi sistem
simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 4 mg / menit secara infus i.v. Onset of action : 1 5
menit. Duration of action : 10 menit. Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine,
respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering.
Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis : 20 80 mg secara i.v.
bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v. Onset of action 5 10 menit Efek
samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi, dll. Juga tersedia
dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of action 10 jam dan efek samping
hipotensi, respons unpredictable dan komplikasi lebih sering dijumpai.
9.
Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf simpatis.
Dosis : 250 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 60 menit, duration of
action kira-kira 12 jam. Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino,
with drawal sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak
konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal.
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam
10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi dosis. Onset of
action 5 10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam. Efek samping :
rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila dihentikan secara
tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat.